Tuesday, April 24, 2018

BAPTISAN



BAPTISAN
          I. Baptisan dan perjanjian

          Untuk mengerti jelas doktrin baptisan, maka baptisan harus dilihat sebagai bagian yg tidak terpisahkan dari satu-satunya rencana penyelamatan Ilahi. Justru baptisan harus ditempatkan lebih dahulu dalam kerangka perjanjian. Dalam hubungan itu terlihat bagaimana PB mendapati dalam baptisan kesejajaran yg hakiki dengan ke-3 perjanjian agung dalam PL.

          a. Kesejajaran baptisan dengan Perjanjian Nuh seperti dicatat dalam #/TB 1Pet 3:18-22*. Kesulitan-kesulitan utama dalam ay-ay yg sukar ini tidak menutupi inti artinya. Nuh dan keluarganya aman dalam bahtera, dibawa ke dunia baru oleh air bah yg menenggelamkan orang-orang yg tidak percaya. Mereka melalui penghakiman tanpa cidera — dan justru cara penghakiman demikian atas dosa menjamin keselamatan mereka. Dalam cara demikianlah orang Kristen melalui pengadilan atas dosa, aman dalam Kristus. Apabila air bah menghantam bahtera tapi tidak dapat mencelakakan mereka yg ada di dalamnya, demikian pulalah pengadilan Allah menghantam Tuhan Yesus Kristus, yg mati, Ia yg benar, menggantikan dan melindungi orang-orang yg kendati berdosa tapi mau pasrah berlindung kepada-Nya.

          Setelah dibawa ‘kepada Allah’ dengan jalan tadi, sekarang orang Kristen hidup dalam suasana di mana Kristus yg telah bangkit memerintah. Air bah adalah lambang, baptisan adalah pemenuhan. Di sinilah orang Kristen datang di dunia baru. Tapi, seperti diingatkan Petrus, bukan melulu karena baptisan. Baptisan tidak mempunyai kekuatan untuk membersihkan kekotoran daging. Kekuatan itu ada dalam kematian dan kebangkitan Kristus, yg diterima orang melalui seruan pribadi kepada Allah. Karena itu baptisan bagi kita menyajikan keberlakuan perjanjian baru dan penerimaan karunia-karunia di dalamnya secara pribadi.

          b. Kesejajaran baptisan dengan Perjanjian Abraham yg berpusat pada sunat. Dalam ajaran PB ada dua garis. Pertama, makna rohani sunat yg menghunjuk pada kebutuhan orang yg senantiasa dan tetap ada. Paulus (#/TB Kol 2:13*) menyamakan kematian dalam pelanggaran-pelanggaran dengan keadaan tidak bersunat, yaitu tanpa pengetahuan akan karya pembaharuan Allah. Hal ini juga mengatakan, bahwa kalau orang mengenal kenyataan yg ditandai oleh sunat, maka ia akan mengenal kuasa Ilahi yg ‘menghidupkan’. Halnya sama seperti Abram telah dihidupkan masuk ke dalam hidup baru dan menjadi manusia baru, Abraham (#/TB Kej 17*). Justru Paulus berkata, bahwa orang Kristen yg mengenal karya Allah yg menghidupkan oleh Roh Kudus, adalah sunat itu sendiri — intinya terpenuhi dalam dia.

          Kedua, apa makna sunat dalam perjanjian Abraham, demikianlah makna baptisan bagi orang Kristen. Hal itu tersirat dalam penggunaan kata ‘meterai’. Dalam #/TB Rom 4:11* sunat disebut meterai, dan dalam #/TB 2Kor 1:21,22* dan #/TB Ef 1:13* kata yg sama mungkin menghunjuk pada baptisan, suatu tafsiran berdasarkan kata ‘diurapi’ dalam #/TB 2Kor 1:21* (bnd #/TB Kis 10:38* yg menceritakan baptisan Yesus) dan atas urutan kata ‘mendengarkan … percaya … dimeteraikan’ dalam #/TB Ef 1:13* (bnd #/TB Kis 18:8* ‘mendengarkan … menjadi percaya dan dibaptis’). Tapi hubungan antara sunat dan baptisan diterangkan secara khusus dalam #/TB Kol 2:11,12*. Orang Kristen menerima kenyataan yg digambarkan oleh sunat. Kenyataan ini disebut ‘sunat dalam Dia’; bersifat rohani, ‘bukan dilakukan dengan tangan’; buahnya menyeluruh, mengenai ‘tubuh daging’; dan itu terjadi dengan baptisan yg membawa mereka ke dalam hubungan yg hidup dengan kematian dan kebangkitan Kristus, yg diterima ‘oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah’. Dengan demikian, diulangi lagi, baptisan adalah pintu masuk ke dalam perjanjian, dan diajarkan demikian untuk menyatakan kesatuan perbuatan-perbuatan Allah dalam perjanjian-Nya.

          c. Kesejajaran baptisan dengan Perjanjian Musa muncul dalam #/TB 1Kor 10*. Dasar sajian Paulus ialah, bahwa perjanjian yg lama mempunyai sakramen yg mirip dengan sakramen dalam perjanjian yg baru. Perjamuan Kudus digambarkan sebagai minum dari batu karang rohani (ay #/TB 1Kor 10:4*), dan baptisan dengan dibaptis dalam awan dan dalam laut (ay #/TB 1Kor 10:2*). Petrus menyatakan baptisan sebagai kelepasan orang Kristen dari penghakiman dan masuknya ke dalam Kerajaan Allah’ Paulus menghubungkan baptisan dengan sunat dan menunjukkan baptisan sebagai jalan masuk ke dalam pemilikan kekuasaan zaman baru; dan sekarang ia memberi peringatan keras terhadap berhenti pada tanda lahiriah. Harus dibarengi hidup yg taat.

          Baptisan orang Israel menggambarkan perpisahan; perjalanan menyeberangi laut memisahkan mereka dari bangsa Mesir; awan memisahkan mereka untuk dan bagi Allah. Tapi kedua pemisahan itu tidak tertera dalam hidup mereka selanjutnya; mereka membangkitkan murka Allah karena mereka tidak taat dan menduniawi. Jelas betapa tanda-tanda lahiriah tidak dapat menyelamatkan mereka, dan mereka binasa di padang pasir. Ini peringatan bagi kita, demikian Paulus. Betapapun indahnya kebenaran baptisan, atau bagaimanapun PB menghubungkan tanda dan yg ditandai seakan-akan satu kesatuan yg senyawa, orang tidak boleh menyandarkan diri pada tanda belaka. Tanda ini menunjuk ke belakang kepada perbuatan-perbuatan penyelamatan yg penuh kuasa dari Allah, dan ke depan kepada hidup percaya yg taat. PB mengatakan tentang gambar dan kenyataan hanya berhubungan dengan air bah (#/TB 1Pet 3:21*), tapi pembicaraan tentang kedua kesamaan yg lain, pasti menuntut pernyataan yg sama. Dalam perjanjian Allah yg satu, sekarang nyata dan sempurna, baptisan menggenapi segala hal yg telah dinyatakan dalam upacara penerimaan yg dahulu.

          II. Berkat-berkat berkaitan dengan baptisan

          Yohanes Pembaptis menuntut orang bertobat, ‘menjanjikan penghapusan dosa’, dan memeteraikan janji itu dengan ‘baptisan pertobatan untuk penghapusan dosa’ (#/TB Mat 3:2,6*; #/TB Mr 1:4*). Ia menunjuk ke depan kepada Dia yg akan membaptis dengan Roh Kudus. Tanda kedatangan Roh Kudus adalah turunnya Roh (#/TB Yoh 1:30-34*). Pada pembaptisan Yesus baptisan dengan air dan baptisan dengan Roh adalah satu, dan inilah pola dari berkat-berkat baptisan dalam PB. Roh Kudus dihubungkan dengan baptisan dalam #/TB Yoh 3:5*; #/TB Kis 2:38; 10:47*; #/TB 1Kor 1:22*; #/TB Ef 1:13*; #/TB Tit 3:5*. Roh Kudus Nadir pada baptisan dan Dia-lah yg mengerjakan perbuatan-perbuatan rohani yg ditandai dan dimeteraikan oleh air (mis #/TB 1Kor 12:13*; #/TB Tit 3:5*); demikian juga Ia adalah karunia yg dijanjikan (mis #/TB Kis 2:38*). Gagasan lain dalam baptisan Tuhan Yesus adalah kedudukan sebagai anak. Bukan hanya kedudukan sebagai anak (#/TB Gal 3:26,27*) tapi juga berkat-berkat rohani yg perlu bagi pangkat sebagai anak dikaitkan dengan baptisan: pengampunan dosa (#/TB Kis 2:38*; #/TB Ibr 10:22*; #/TB Tit 3:5*); kelahiran baru dan masuk ke dalam Kerajaan (#/TB Yoh 3:3,5*; #/TB Tit 3:5*); pengangkatan untuk kesatuan dengan Allah, mengambil bagian dalam karya Kristus dan dimasukkan dalam tubuh-Nya (#/TB Mat 28:19*; #/TB Kis 8:16; 19:5*; #/TB Rom 6:1-11*; #/TB 1Kor 12:13*; #/TB Gal 3:27*).

          Tapi itu semua adalah juga berkat-berkat perjanjian, buah kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus; kedua peristiwa ini selalu mendampingi pernyataan-pernyataan PB tentang baptisan. Pada hari Tuhan Yesus dibaptiskan, Ia secara terbuka dinyatakan sebagai pembuat janji: kata-kata ‘Inilah Anak yg Ku-kasihi, kepada-Nya-lah Aku berkenan’ menunjuk ke belakang kepada Raja dan Hamba yg telah dinubuatkan (#/TB Mazm 2:7*; #/TB Yes 42:1*). Karunia Roh mengingatkan lagi kepada Sang Pembuat perjanjian dari #/TB Yes 59:21*. Waktu Tuhan Yesus membuat perjanjian la memeteraikan hasil gunanya bagi pengikut-pengikut-Nya dengan baptisan.

          Tapi berkat-berkatnya jangan dianggap datang dari baptisan itu, melainkan dari Tuhan Yesus sendiri. Karena itu meskipun berkat-berkatnya nampak dihubungkan dengan upacaranya, namun berkat-berkat hanya dapat diterima melalui aktivitas iman yg taat, yg terjadi kemudian sesudah upacara. Ini ternyata dalam #/TB Rom 6:1-11*. Pokok utamanya adalah keharusan hidup dalam kesucian yg praktis. Rasul Paulus pertama-tama mengatakan bahwa baptisan telah mendatangkan persekutuan dengan Kristus dan kematian-Nya serta kebangkitan-Nya, sehingga bagi orang Kristen telah terjadi kematian terhadap dosa, dan hidup baru dalam kebenaran (ay #/TB Rom 6:4*). Kemudian ia mengatakan bagaimana kematian dan hidup dapat dialami secara praktisnya, yaitu: dengan tiap hari menganggap diri sendiri mati dan hidup — dengan suatu iman yg taat dan mahal (ay #/TB Rom 6:11***). Berkat-berkat tidak serta merta berlaku bagi orang Kristen karena baptisan. Tapi baptisan adalah kesaksian terbuka dari Allah, bahwa berkat-berkat ini telah dijadikan pasti bagi orang percaya. Jadi baptisan menunjuk ke belakang kepada karya Allah, dan ke depan kepada kehidupan iman.

          III. Calon untuk baptisan

          Semua orang yg dibaptiskan tidak memiliki hal yg dilambangkannya seperti memiliki lambangnya (#/TB Kis 8:21-23*; bnd #/TB Yoh 13:10,11; 15:1-6*). Timbul pertanyaan, kepada siapa baptisan dapat dilayankan? Dalam PB jelas, bahwa tidak semua talon baptis dinyatakan dan dibenarkan secara terang-terangan oleh Allah seperti Kornelius (#/TB Kis 10:47*); dan peristiwa Simon (#/TB Kis 8:13* dst) menunjukkan asas yg lazim mendasari perbuatan gereja. Biasanya Allah tidak memimpin gereja dengan pernyataan tentang rencana-Nya yg rahasia itu, tapi la telah menyerahkan penataan upacara perjanjian-Nya kepada penilaian manusia yg dapat keliru. Seseorang tidak dapat membaca hati orang lain dan tidak boleh memberanikan diri untuk menghakiminya. Baptisan dilayankan kepada orang-orang yg baru bertobat, yg mau mengikrarkan pengakuan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Tuhan Yesus sendiri memerintahkan hal ini dalam perintah-Nya untuk mengabarkan Injil (#/TB Mr 16:16* kalau bukti ini diperbolehkan, dan bnd #/TB Mat 28:19*).

          Ada orang yg mengartikan tindak pengakuan percaya ini sebagai hukum mutlak: baptisan boleh dilayankan hanya kepada mereka yg dapat memberikan kesaksiannya pribadi, apa pun pangkatnya. Pendapat lain menekankan bahwa segala catatan tentang baptisan dalam PB adalah mengenai orang-orang dewasa, hal mana sama sekali tidak tumbuh dalam gereja yg kelihatan; mereka semua adalah orang-orang luar yg bertobat. Sikap gereja terhadap mereka yg telah lahir dalam lingkungannya harus ditentukan dengan dasar-dasar alkitabiah yg umum, yg berhubungan dengan keluarga-keluarga orang percaya. Dalam hal ini — demikian ditekankan — kita harus mengecualikan catatan-catatan tentang baptisan perseorangan dalam PB, karena itu tidak meliputi soal yg dipikirkan; kita harus memikirkan asas-asas sakramen dan perjanjian yg bersangkutan. Gereja yg membaptiskan anak-anak percaya, bahwa tanda-tanda perjanjianlah yg berubah, tapi bukan pelayanan perjanjian dan bahwa baptisan adalah bagi anak-anak perjanjian, persis seperti sunat. Ia melihat anggapan ini dibenarkan oleh sikap Kristus (#/TB Mr 10:13* dst), oleh kata-kata Petrus (#/TB Kis 2:39*) dan Paulus (#/TB 1Kor 7:14*). Gereja yg membaptiskan orang dewasa yg percaya, membaptiskan mereka berdasarkan pengakuan mereka; gereja yg membaptiskan orang-orang percaya dan kanak-kanak orang percaya berdasarkan (menurut anggapannya) perintah langsung dari Allah meliputi kedua hal ini.

          IV. Cara baptisan

          Mengenai cara baptisan ada beberapa pandangan yg berbeda. Di antaranya pandangan yg menerapkan pencelupan ke dalam air, dengan alasan etimologi kata baptizo; cocok dengan praktik PB (mis #/TB Kis 8:38,39*) dan menunjukkan kenyataan dikuburkan bersama Kristus (#/TB Rom 6:4*). Pandangan lain berpendapat, betapapun etimologi baptizo seperti dipakai dalam PB, tidaklah mengharuskan pencelupan, mis baptisan dengan Roh dilukiskan sebagai ‘pencurahan’ (#/TB Kis 2:33*; bnd #/TB Yes 32:15*; #/TB Yeh 36:25,26*); kalau peristiwa seperti #/TB Kis 8:38,39* dipaksakan harus berarti ‘mencelupkan’, maka yg membaptiskan harus dicelupkan juga; dan sebagai akibatnya, maka untuk memegang lambang penguburan berarti melupakan beberapa segi lainnya dari persekutuan dengan Kristus yg dinyatakan oleh baptisan, mis ‘ditanamkan ke dalam’ (#/TB Rom 6:5*) atau ‘mengenakan Kristus’ (#/TB Gal 3:27*).

          KEPUSTAKAAN.
  • K Aland, Did the Early Church baptizeinfants? 1963;
  • J Baillie, Baptism and Conversion, 1964; K Barth, Church Dogmatics, IV/4,1970;
  • G. R Beasley-Murray, Baptism in the NT, 1962; Baptism Today and Tomorrow 1966;
  • C Buchanan, A Case for Infant Baptism, 1973;
  • J. D. G Dunn, Baptism in the Holy Spirit, 1970; A George dll, Baptism in the NT, 1964;
  • J Jeremias, Infant Baptism in the 1st Four Centuries, 1960;
  • G. W. H Lampe, The Seal of the Spirit, 1967;
  • J Jeremias, The Origins of Infant Baptism, 1963;
  • J Murray, Christian Baptism, 1962; J. K Parratt, Holy Spirit and Baptism, ExpT, 82, 1970-1971, hlm 231-235, 266-271;
  • A Schmemann, Of Water and the Spirit, 1976; R Schnackenburg, Baptism in the Thought of St Paul, 1964; G Wagner, Pauline Baptism and the Pagan Mysteries, 1967;
  • G Wainwright, Christian Initiation, 1969; G. R Beasley-Murray, R. T Beckwith, NIDNTT 1, hlm 143-161.

No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...