Friday, April 13, 2018

KEJATUHAN KE DALAM DOSA


KEJATUHAN KE DALAM DOSA
          I. Berita Alkitab
          Peristiwa kejatuhan manusia ke dalam dosa sesuai #/TB Kej 3*, melukiskan bagaimana manusia pertama — nenek moyang umat manusia, tatkala digoda oleh ular, melanggar perintah Allah dengan memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yg baik dan yg jahat. Inti segala dosa dipaparkan dal am dosa pertama dan asali ini: manusia digoda untuk meragukan firman Allah (’ tentulah Allah berfirman … bukan?’). Kemudian, manusia diarahkan supaya tidak percaya (’ Sekali-sekali kamu tidak akan mati’), dan tidak menaatinya (’ mereka memakannya’).
          Dosa ialah pemberontakan manusia menentang kedaulatan dan otoritas Allah, dan kecongkakan hati menganggap sanggup sendiri (’ kamu akan menjadi seperti Allah’). Akibat dosa adalah ganda: pertama, sadar bersalah dan perpisahan ‘seketika’ dan serta merta dari Allah (’ mereka bersembunyi’) dengan Siapa sebelumnya mereka sehari-hari bersekutu tanpa halangan; kedua, kutuk dijatuhkan, ketetapan kerja keras dan susah payah, duka cita dan maut bagi manusia sendiri, dan disamping itu melibatkan seluruh tata ciptaan terhadap mana manusia adalah mahkotanya.
          II. Dampaknya terhadap manusia
          Oleh sebab itu manusia adalah makhluk sesat. Pemberontakannya terhadap maksud dan tujuan keberadaannya, yakni supaya hidup dan bertindak semata-mata demi kemuliaan Pencipta-nya yg berdaulat, murah hati dan untuk melaksanakan kehendak-Nya, maka hapuslah kesejatian kemanusiaannya. Kemanusiaannya yg sejati itu terdapat dalam hal kesesuaian citranya dengan citra Allah, sebab dia diciptakan menurut citra itu. Citra Allah itu dimanifestasikan dalam kesanggupan asli manusia berkomunikasi dengan Penciptanya; dalam menikmati secara khusus apa yang baik; dalam akal budinya yg memberinya kesanggupan dan perbedaan khas dari semua makhluk lain untuk mendengar dan menanggapi Firman Allah; dalam pengetahuannya akan kebenaran dan dalam kebebasan yg dijamin oleh pengetahuan itu; dan dalam merajai, sebagai kepala dari segenap ciptaan Allah, dalam menaati perintah untuk menguasai segala makhluk hidup dan menaklukkan bumi ini.
          Kendati manusia memberontak terhadap citra Allah yg telah menjadi citranya, bagaimanapun juga manusia tak akan dapat menghapuskan citra itu, sebab itu adalah bagian inti dari keberadaannya sebagai manusia. Hal itu, umpamanya, jelas kelihatan dalam usahanya mengejar ilmu pengetahuan, dalam memanfaatkan kekuatan-kekuatan alam, dalam mengembangkan kebudayaan, kesenian dan peradaban. Tapi serentak dengan itu, semua usaha dari manusia yg sudah berdosa itu terhisab dalam kutuk, yaitu kutuk kebalauan. Kebalauan ini sendiri adalah bukti kesesatan hati manusia. Jadi sejarah menunjukkan, bahwa penemuan dan kemajuan-kemajuan yg menjanjikan yg paling baik bagi umat manusia, justru menimbulkan bencana-bencana besar akibat penyalahgunaan. Manusia yg tidak mengasihi Allah tidak mengasihi sesamanya. Ia ditunggangi oleh egoisme. Citra Iblis, pembenci ulung Allah dan manusia, telah ditempelkan senyawa kepadanya. Akibat kejatuhan ke dalam dosa ialah, manusia sekarang mengetahui yg baik dan yg jahat.
          Akibat psikologis dan etis kejatuhan ke dalam dosa, tak ada dilukiskan lebih jelas di mana pun kecuali dalam #/TB Rom 1:18* dst. Semua manusia, betapa pun kefasikan dan kelalimannya, mengetahui kebenaran mengenai Allah dan mereka sendiri, tapi dengan fasiknya mereka menindas kebenaran ini (ay #/TB Rom 1:18*). Hal itu merupakan kenyataan yg mustahil disingkirkan, sebab fakta ‘kekekalan kuasa dan ke-Allah-an’ dari Pencipta itu, telah dimanifestasikan di dalam batin mereka, baik melalui keberadaan mereka sebagai ciptaan Allah yg dibuat menurut citra-Nya sendiri, juga dimanifestasikan oleh semua makhluk di sekitar mereka dalam tatanan seluruh ciptaan, berupa alam semesta, yg memberi kesaksian gamblang tentang asalnya sebagai karya tangan Allah (bnd ay #/TB Rom 1:19* dab, bnd #/TB Mazm 19:1* dab). Justru, pada dasarnya, keadaan manusia bukanlah keadaan tidak mengetahui, tapi mengetahui. Kutuk yg menimpanya ialah bahwa dia mencintai kegelapan, bukan terang. Penolakannya untuk memuliakan Allah sebagai Allah, dan sifatnya yg tidak berterima kasih menjerumuskan dia ke dalam kehampaan dan kesia-siaan akal budi. Dengan angkuh manusia membanggakan dirinya berhikmat, tapi nyatanya ia bodoh (#/TB Rom 1:21* dab)
          Setelah manusia dengan kesadaran penuh dan sengaja menjauhkan diri dari Pencipta-nya, padahal makna keberadaannya terdapat hanya pada Allah saja, maka manusia terpaksa mencari makna keberadaannya itu di tempat lain, sebab keterbatasannya sebagai makhluk ciptaan membuat dia tak mungkin berhenti haus menjadi makhluk agamawi. Dan usaha pencariannya menjurus makin bodoh dan fatal. Hal itu menjerumuskan dia ke dalam jurang irasional berupa takhyul dan penyembahan berhala, ke dalam kekejian dan keburukan yg luar biasa, dan ke dalam semua kejahatan — sosial dan internasional, yg menimbulkan kebencian dan kesengsaraan yg merongrong dunia ini. Kejatuhan manusia ke dalam dosa, singkatnya, menjungkirbalikkan martabat asasi manusia (#/TB Rom 1:23* dab).
III. Ajaran Alkitab
          Nampak jelas, ajaran Alkitab tentang kejatuhan manusia ke dalam dosa, sangat bertentangan dengan pandangan modern yg mengatakan bahwa manusia, sebagai makhluk, melalui perkembangan evolusi, telah berhasil bangkit dari ketakutan purba dan ketidaktahuan yg meraba-raba seperti asal mulanya yg sederhana, menuju keangkuhan puncak-puncak kepekaan dan pengertian keagamaan. Alkitab tidak melukiskan manusia sebagai yg bangkit, tapi sebagai yg jatuh, ke dalam keadaan yg sama sekali tanpa harapan. Hanya dalam latar belakang keadaan demikianlah tindakan penyelamatan Allah di dalam Kristus mendapat maknanya yg sebenarnya. Dengan iman dan bersyukur menerima pekerjaan pendamaian Kristus, maka apa yg hilang karena kejatuhan ke dalam dosa, dipulihkan kembali kepada manusia: martabatnya yg sebenarnya di pugar, maksud dan tujuan hidup diperoleh, citra Allah dipulihkan, dan jalan ke Firdaus, yaitu hidup persekutuan yg erat dengan Allah terjalin kembali.
          IV. Perkembangan ajaran itu dalam sejarah
          Dalam sejarah gereja, masalah kejatuhan ke dalam dosa dan dampaknya diperdebatkan pada awal abad 5 M oleh Agustinus di satu pihak, dan para pembela ajaran Pelagius di lain pihak. Pelagius mengajarkan bahwa dosa Adam berpengaruh hanya terhadap Adam sendiri, bukan terhadap seluruh umat manusia, dan bahwa tiap orang lahir dalam keadaan bebas dari dosa, dan sanggup dengan kekuatannya sendiri hidup tanpa dosa, dan memang pernah ada orang yg berhasil hidup demikian. Pertentangan ini dan implikasi-implikasinya dapat dipelajari — yg pasti akan memberi faedah — dalam tulisan-tulisan Agustinus menentang Pelagius. Ajaran Pelagius, yg mengandalkan totalitas kesanggupan manusia, muncul lagi dalam ajaran Sosinius pada abad 16 dan 17, dan terus hidup dengan samaran agama humanis modern.
          Gereja RK mengambil posisi di tengah, dengan mengajarkan bahwa apa yg hilang dari manusia pada kejatuhan ke dalam dosa, ialah karunia keadilbenaran asli yg supra alami, yg sebetulnya tidak termasuk pada keadaannya sebagai manusia, tapi sesuatu yg istimewa yg ditambahkan oleh Allah (donum superadditum), dengan akibat bahwa kejatuhan ke dalam dosa membiarkan manusia tetap dalam keadaan alaminya sebagaimana ia diciptakan (in puris naturalibus). Manusia lebih cenderung bersifat negatif jahat ketimbang positif; lebih bersifat di rongrong ketimbang bersifat merongrong. Ajaran ini membentangkan jalan untuk mengandalkan kesanggupan, bahkan keharusan bagi manusia yg belum dilahirkan kembali supaya berupaya melalui perbuatannya untuk mencapai keselamatannya (semi-Pelagianisme, atau sinergisme). Mengenai pandangan RK tentang manusia dan kasih karunia, lih H. J Richards, ‘The Creation and Fall’, dalam Scripture 8, 1956, hlm 109-115.
          Teologi liberal yg muncul pada akhir-akhir ini, kendati mengakui konsepsi manusia sebagai makhluk yg sudah jatuh ke dalam dosa, toh menyangkal ‘historisitas’ kejatuhan manusia ke dalam dosa. Teologi liberal berkata, bahwa tiap orang ialah Adamnya orang itu sendiri. Sejalan dengan itu, bentuk-bentuk tertentu dari filsafat eksistensialis, yg pada intinya memang menolak obyektivisme bersejarah, gemar memakai istilah ‘keadaan sudah jatuh’ sebagai nama bagi keadaan subyektif, dimana manusia menemukan dirinya pesimis. Tapi konsep mengambang yg tidak berhubungan dengan peristiwa bersejarah dan nyata, tidak menjelaskan apa-apa. Padahal PB secara pasti mengerti kejatuhan ke dalam dosa sebagai peristiwa definitif dalam sejarah umat manusia — bahkan, peristiwa yg konsekuensinya begitu gawat atas segenap umat manusia, sehingga peristiwa itu berdiri berdampingan dan menerangkan peristiwa akbar lain dalam sejarah, yakni kedatangan Kristus untuk menyelamatkan dunia ini (lih #/TB Rom 5:12* dab; #/TB 1Kor 15:21* dab).
          Umat manusia, bersama seluruh tata ciptaan lainnya, menantikan peristiwa sejarah yg ketiga dan menentukan, yaitu kedatangan Kristus yg kedua kali pada akhir zaman, tatkala seluruh akibat kejatuhan ke dalam dosa pada akhirnya dihapuskan untuk selamanya, dan orang-orang yg tidak percaya akan dihakimi untuk penghukuman kekal. Dan ciptaan baru, yaitu langit dan bumi baru tempat kebenaran diberlakukan, akan ditegakkan sesuai tujuan-tujuan Allah yg mahakuasa, tujuan yg tidak dapat berubah (lih #/TB Kis 3:20* dab; km #/TB Kis 8:19* dab; #/TB 2Pet 3:13*; #/TB Wahy 21; 22*). Dengan demikian, oleh kasih karunia Allah, segala sesuatu yg telah hilang dalam Adam, bahkan lebih dari itu, akan dipulihkan kembali di dalam Kristus.

       KEPUSTAKAAN.
  • NT Williams, The Ideas of the Fall and of Original Sin, 1927;
  • J. G Machen, The Christian View of Man, 1937, ps 14;
  • J Murray, The Imputation of Adam’s Sin, 1959.

No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...