MUJIZAT
Alkitab
menggunakan beberapa kata Ibrani, Aram dan Yunani untuk mengartikan pekerjaan
Allah yg hidup dalam alam dan sejarah. Semuanya diterjemahkan ‘tanda’ atau
‘mujizat’ (*TANDA). Pada umumnya dapat dikatakan bahwa pekerjaan Allah itu
adalah:
1. Ganjil, ajaib; diungkapkan dengan
mengasalkannya dari kata Ibrani berakar pl’, ‘berbeda’, khususnya partisipium
nifla’ot (ump #/TB Kel 15:11*; #/TB Yos 3:5*); berasalkan kata Aram temah (#/TB
Dan 4:2-3; 6:26*), dan berasalkan kata Yunani teras (ump #/TB Kis 4:30*; #/TB
Rom 15:19*).
2. Berkuasa,
berkekuatan; diungkapkan dengan kata Ibrani gevura (#/TB Mazm 106:2; 145:4*)
dan kata Yunani dunamis (ump #/TB Mat 11:20*; #/TB 1Kor 12:10*; #/TB Gal 3:5*).
3. Penuh arti,
bermakna; diungkapkan dengan kata Ibrani ‘ot (ump #/TB Bil 14:11*; #/TB Neh
9:10*), dengan kata Aram ‘at (#/TB Dan 4:2-3; 6:26*), dan dengan kata Yunani
semeion (ump #/TB Yoh 2:11; 3:2*; #/TB Kis 8:6*).
I. Mujizat dan hukum alam
Hal yg
paling membingungkan mengenai mujizat timbul karena kegagalan melihat, bahwa
Alkitab tidak gamblang membedakan pemeliharaan Allah yg tetap dan berdaulat
dari tindakan-tindakan-Nya yg khas istimewa. Kepercayaan kepada mujizat
dikaitkan dengan pandangan dunia, yg memandang seluruh ciptaan tergantung pada
Allah yg terus-menerus bekerja dan menopang ciptaanNya, dan tunduk kepada
kehendak-Nya yg berdaulat (bnd #/TB Kol 1:16-17*). Ketiga segi karya Allah
yaitu ajaib, berkuasa, bermakna — terdapat bukan hanya dalam tindakan-Nya yg
khusus, tapi juga dalam seluruh tatanan alam ciptaan-Nya (#/TB Rom 1:20*).
Tatkala pemazmur menyanyikan perbuatan-perbuatan Allah yg begitu hebat, ia
bergerak dari penciptaan alam ke pelepasan dari Mesir (#/TB Mazm 135:6-12*).
Dalam #/TB Ayub 5:9-10; 9:9-10* kata nifla’ot menunjuk kepada apa yg sekarang
ini disebut ‘peristiwa-peristiwa alam’ (bnd #/TB Yes 8:18*: #/TB Yeh 12:6*).
Jadi, jika
penulis-penulis Alkitab merujuk keperkasaan perbuatan Allah (ump #/TB Mazm
145:4,12*), maka mereka tidak membedakan perbuatan perkasa itu dari perbuatan
‘alami’ karena mempunyai sebab akibat yg khas, sebab dalam pikiran mereka semua
kejadian adalah disebabkan oleh kuasa Allah yg berdaulat. Perbuatan Allah yg
khas istimewa mencirikan aktivitas Allah, jauh berbeda dan mengungguli
perbuatan manusia dan terlebih mencolok lagi mengungguli semua allah, mahakuasa
dalam kekuasaan, menyatakan Dia dalam alam dan sejarah.
Penemuan
dari, katakanlah, hubungan sebab akibat dalam tulah-tulah yg bermacam-macam di
Mesir, pengulangan membendung air S Yordan, atau peningkatan ilmu tentang
pengobatan psikosomatik, tak dapat dari dirinya sendiri bertentangan dengan
keyakinan Alkitab, bahwa kelepasan dari Mesir, masuknya Israel ke tanah Kanaan,
dan pekerjaan-pekerjaan penyembuhan oleh Tuhan Yesus adalah perbuatan
keperkasaan Allah. ‘Hukum alam’ adalah keterangan tentang alam ciptaan, yg di
dalamnya Allah senantiasa bekerja. Adalah salah bila menganggap bahwa
‘hukum-hukum alam’ merupakan sistem tertutup, yg menopang dini atau
perintah-perintah yg kaku dari Allah, yg sesudah menggerakkan alam ciptaan ini
untuk bekerja seperti suatu mesin tidak boleh mengubahnya lagi.
Pernah
dipersoalkan oleh beberapa filsuf dan teolog, bahwa terjadinya mujizat-mujizat
tidak selaras dengan watak dan tujuan Allah. Dia-lah Alfa dan Omega, Dia tahu
akhirnya sejak semula; Dia-lah Pencipta yg membentuk segala sesuatu tanpa
dirintangi oleh suatu batasan yg dipaksakan oleh benda yg bersifat pra-ada; Dia
tidak berubah. Maka, mengapa Dia ‘campur tangan’ dalam perjalanan alam yg
tersusun ini?
Keberatan
ini timbul akibat kegagalan memahami makna alkitabiah tentang Allah sebagai yg
hidup dan berpribadi. Ketidakberubahan-Nya bukanlah sifat kekuatan yg tak
berpribadi, tapi kesetiaan oknum: hasil karya ciptaanNya bukanlah boneka, tapi
pribadi yg berurusan dengan Dia. Mujizat-mujizat adalah peristiwa-peristiwa yg
secara dramatis menyatakan Allah yg hidup dan berpribadi, yg bekerja dalam
rentangan sejarah bukan sebagai melulu takdir, tapi sebagai Penebus yg
menyelamatkan dan memimpin umat-Nya.
Pengetahuan
yg lengkap tentang cara-cara Allah bekerja menunjukkan bahwa beberapa peristiwa
yg dianggap unik hanyalah merupakan contoh dari suatu pola yg teratur. Namun
hal itu tak mungkin secara logis meniadakan kekecualian dan keluarbiasaan.
Sementara tidak ada perbedaan radikal antara mujizat dan hal-hal biasa, seperti
dipermasalahkan oleh orang-orang yg begitu tajam merasakan keragu-raguan modern
mengenai pokok ini, adalah jelas bahwa Alkitab mengungkapkan banyak peristiwa
yg luar biasa bahkan unik, jika dibandingkan dengan pengalaman umum kita dalam
alam ini.
II. Mujizat dan penyataan
Kendati
keberatan-keberatan a priori terhadap cerita-cerita mujizat tidak berlaku, toh
tetap tinggal pertanyaan apa sebenarnya peranan peristiwa-peristiwa luar biasa
itu dalam seluruh penyataan dini Allah dalam sejarah. Para teolog ortodoks
biasa menganggapnya sebagai tanda otentik dari nabi-nabi Allah,
rasul-rasul-Nya, dan terutama AnakNya sendiri. Akhir-akhir ini para kritikus
liberal mempersoalkan bahwa cerita-cerita mujizat PL dan Pit mempunyai ciri yg
sama dengan cerita mujizat dari allah-allah kafir dan nabi-nabi mereka. Kedua
pandangan ini gagal mengakui hubungan erat antara cerita-cerita mujizat dengan
seluruh penyataan diri Allah. Mujizat-mujizat bukanlah melulu penyungguhan
lahiriah dari penyataan tapi merupakan bagian intinya, dan tujuannya yg
sebenarnya adalah memupuk imam kepada kuasa campur tangan Allah untuk menyelamatkan
orang percaya.
a. Mujizat-mujizat palsu
Yesus
menolak tegas untuk memberi tanda dari sorga, membuat mujizat yg tak berguna
dan menggemparkan, melulu untuk menjamin ajaran-Nya (*TANDA). Bagaimanapun juga
kemampuan membuat mujizat tak dapat memberikan jaminan demikian. Ada cerita
baik dalam Alkitab maupun di luar Alkitab tentang perbuatan mujizat oleh
orang-orang yg menentang tujuan-tujuan Allah (bnd #/TB Ul 13:2-3*; #/TB Mat
7:22; 24:24*; #/TB 2Tes 2:9*; #/TB Wahy 13:13* dab; #/TB Wahy 16:14; 19:20*).
Menolak membuat mujizat demi mujizat itu sendiri gamblang membedakan
cerita-cerita mujizat dalam Alkitab dari cerita umum tentang tanda-tanda ajaib.
Perlu
diperhatikan, kata teras (mujizat) dalam PB selalu (kecuali dlm #/TB Kis 2:19*)
dipakai bersama-sama dengan kata semeion, untuk menunjukkan bahwa yg dimaksud
ialah mujizat yg bermakna, bukan mujizat sebagai melulu keajaiban.
Mujizat
palsu dapat dibedakan dari mujizat yg benar melalui fakta, bahwa mujizat yg
benar sama dan selaras dengan pengetahuan yg dimiliki oleh orang percaya
tentang Allah, sekaligus memperluas dan memperdalam pengetahuan itu. Maka
Israel harus menolak setiap pembuat mujizat yg menyangkal Yahweh (#/TB Ul
13:2-3*), dan adalah bijaksana membedakan cerita-cerita mujizat dalam
Kitab-kitab Injil Kanonik dari cerita-cerita yg romantis atau yg menggelikan
dalam tulisan-tulisan apokrifa dan tulisan-tulisan kudus (hagiografi) Zaman
Pertengahan Eropa.
b. Mujizat dan iman
Membuat
mujizat dimaksudkan untuk memperdalam pengertian orang tentang Allah. Mujizat
adalah media Allah untuk berbicara secara dramatis kepada orang-orang yg
mempunyai telinga untuk mendengar. Peristiwa mujizat berkaitan langsung dengan
iman para pengamat atau orang-orang yg terlibat langsung (bnd #/TB Kel 14:31*;
#/TB 1Raj 18:39*) dan dengan iman orang-orang yg akan mendengar atau membacanya
kemudian (#/TB Yoh 20:30-31*). Yesus mencari iman sebagai tanggapan atas
kehadiran-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yg menyelamatkan; imanlah yg ‘membuat
utuh’, dan yg membuat perbedaan antara pengungkapan yg murni ciptaan dan
komunikasi yg menyelamatkan dari penyataan-Nya akan Allah.
Penting
dicatat, bahwa iman pada pihak manusia yg terlibat bukanlah syarat mutlak untuk
membuat mujizat, dalam arti, bahwa Allah tidak bisa sendiri melakukan mujizat
tanpa iman di pihak manusia. #/TB Mr 6:5* sering dikutip untuk menopang
pandangan yg salah itu, tapi Yesus tidak melakukan perbuatan perkasa di
Nazaret, bukanlah karena ketidakpercayaan orang-orang itu membatasi
kekuasaanNya — Markus melaporkan bahwa Dia menyembuhkan beberapa orang sakit di
sana — tapi adalah karena Dia tidak dapat meneruskan penginjilan-Nya atau
memasyhurkan Injil-Nya dalam tindak perbuatan, di mana orang tidak bersedia
menerima kabar baik-Nya dan menerima diriNya sendiri.
Melakukan
mujizat untuk orang banyak atau orang-orang yg tak percaya tidak selaras dengan
tugas pekerjaanNya: dalam arti inilah Dia tak dapat membuat mujizat di Nazaret.
c. Mujizat-mujizat dan Firman
Allah
Juga
penting diperhatikan — bahkan dalam beberapa hal adalah yg terpenting — bahwa
mujizat sekalipun ihwalnya dapat dihisabkan ke dalam bentuk biasa peristiwa
alami (ump beberapa tulah di Mesir), kejadian itu sendiri diberitahukan Allah
melalui hamba-Nya (bnd #/TB Yos 3:7-13*; #/TB 1Raj 13:1-5*) atau terjadi
sesudah diperintahkan atau didoakan oleh hamba-Nya (bnd #/TB Kel 4:17*; #/TB
Bil 20:8*; #/TB 1Raj 18:37-38*); kadang-kadang baik berita pendahuluan maupun
perintah dicatat (bnd #/TB Kel 14*). Segi ini menekankan sekali lagi adanya
hubungan mujizat dengan penyataan, dan hubungan mujizat dengan Firman Allah yg
menciptakan.
d. Masa-masa krisis dalam sejarah
suci
Hubungan
lain antara mujizat dan penyataan ialah bahwa mujizat-mujizat itu berkelompok
sekitar masa-masa krisis dalam sejarah suci. Perbuatan Allah yg paling utama
dan perkasa ialah melepaskan Israel di Laut Merah dan membangkitkan Yesus
Kristus; yg pertama ialah puncak pertentangan dengan Firaun bersama allah-allah
Mesir (#/TB Kel 12:12*; #/TB Bil 33:4*), yg kedua ialah puncak karya Allah
membebaskan dalam Kristus dan perang melawan semua kuasa Iblis. Beberapa
mujizat juga terjadi pada zaman Elia dan Elisa, tatkala seluruh Israel nampak
akan terjerumus murtad (bnd #/TB 1Raj 19:14*); waktu Yerusalem dikepung pada
pemerintahan Hizkia (#/TB 2Raj 20:11*); selama Pembuangan (Dan, passim); dan
pada permulaan misi agama Kristen.
III. Mujizat-mujizat
dalam PB
Beberapa
ulasan kelompok liberal mengenai mujizat menimbulkan perbedaan benar antara
mujizat-mujizat Pa, khususnya mujizat oleh Tuhan Yesus Kristus, dan
mujizat-mujizat PL. Baik para pengecam yg lebih radikal maupun konservatif
mengemukakan bahwa pada dasarnya cerita-cerita itu sama-sama tegak atau
sama-sama runtuh.
Pendapat
bahwa mujizat-mujizat PB lebih dapat dipercaya dalam terang psikologi modern
atau pengobatan psikosomatis, karena mengesampingkan peri mujizat-mujizat alam.
Mujizat-mujizat PB yg lebih dapat diterima itu seperti pesta kawin di Kana,
angin ribut diredakan, kesembuhan serta merta orang-orang sakit dan yg carat,
dan pembangkitan orang mati. Tidak ada alasan a priori untuk menganggap bahwa
Yesus tidak menggunakan sumber-sumber kekuatan jiwa dan roh manusia, seperti yg
sekarang digunakan dalam psikoterapi; tapi peristiwa-peristiwa mujizat lainnya
memperhadapkan kita pada bidang-bidang yg tak dikenal oleh psikoterapi dan juga
kurang ditemui oleh ‘penyembuh-penyembuh rohani’.
Tapi, ada
alasan untuk memandang mujizat Yesus Kristus dan juga mujizat yg dilakukan
dalam nama-Nya berbeda dari mujizat-mujizat PL. Dahulu, Allah melakukan
pekerjaan perkasa dalam kuasa-Nya yg transenden dan menyatakannya kepada
hamba-hamba-Nya, atau kadang-kadang menggunakan hamba-hamba-Nya sebagai pelaku
perbuatan-perbuatan ajaib demikian, tapi dalam Yesus, Allah sendiri yg
berinkarnasi dan berhadapan muka dengan manusia, bebas bertindak dalam
kekuasaan yg berdaulat di dunia yg adalah ‘milik-Nya sendiri’. Ketika
rasul-rasul melakukan pekerjaan-pekerjaan serupa dalam nama-Nya, mereka
bertindak dalam kuasa Tuhan yg sudah bangkit, dengan Siapa hubungan mereka erat
sekali, sehingga Kis hanya melanjutkan cerita peristiwa mujizat yg sudah Yesus
lakukan dan ajarkan waktu Dia masih bekerja di bumi (bnd #/TB Kis 1:1*).
Menekankan
kehadiran langsung dan tindakan Allah dalam Kristus, bukanlah menyangkal
kesinambungan pekerjaan-Nya dengan tahap terdahulu dalam rangka
‘pengurusan-Nya’ atas dunia ini. Pada daftar perbuatan yg diberikan Tuhan Yesus
menjawab pertanyaan-pertanyaan Yohanes Pembaptis (#/TB Mat 11:5*), yg paling
mengherankan ialah penyembuhan orang kusta dan pembangkitan orang mati, yg
mempunyai peristiwa sejajar dalam PL, terutama yg dilakukan oleh Elisa. Yg
paling menonjol ialah kaitan erat antara perbuatan dan ucapan Yesus. Orang buta
melihat, orang lumpuh berjalan, orang tuli mendengar, dan pada saat itu juga
Injil diberitakan kepada orang miskin, dan dengan demikian diberikan penglihatan
rohani, pendengaran rohani dan kekuasaan rohani untuk berjalan dalam jalan yg
dikehendaki Allah, kepada orang-orang yg haus dan lapar secara rohani.
Sekali lagi,
mujizat-mujizat penyembuhan jauh lebih banyak pada zaman PB daripada zaman PL.
PL mencatat mujizat-mujizat itu satu demi satu tanpa memberi tanda bahwa ada
lagi yg lain yg belum dicatat. Tapi Injil dan PB umumnya mengulang-ulangi bahwa
mujizat-mujizat yg diterangkan hanyalah bagian kecil dari yg sudah pernah
dikerjakan. Di sini contoh-contoh tersendiri dari penyataan kuasa Allah yg
berdaulat, membuka jalan bagi serangan habis-habisan atas kekuasaan setan dan
penyakit.
Pekerjaan-pekerjaan Yesus tegas dibedakan dari pekerjaan-pekerjaan orang
lain oleh cara atau gaya kerja mereka. Dalam cara Yesus menangani orang sakit
dan yg dirasuk setan tampil berperan kekuasaan yg dimiliki-Nya. Nabi-nabi
melakukan perbuatan-perbuatan mereka dalam nama Allah atau sesudah berdoa
kepada-Nya. Tapi Yesus membuang setan dan menyembuhkan penyakit dengan gaga dan
kuasa yg sama seperti Ia mengucapkan pengampunan dosa kepada orang berdosa;
memang, Ia dengan radar menghubungkan kedua kekuasaan itu (#/TB Mr 2:9-11*).
Tapi serentak dengan itu Yesus menekankan bahwa pekerjaan-Nya dilakukan dengan
terus bergantung pada BapakNya (ump #/TB Yoh 5:19*). Keseimbangan antara
kekuasaan pribadi dan ketergantungan lugu mencirikan citra ke-Allah-an-Nya dan
kemanusiaan-Nya yg sempurna satu seutuhnya.
Pada umumnya
dapat dikatakan bahwa kaitan erat pekerjaan-pekerjaan Yesus dengan tugas
penyelamatan-Nya, dalam jumlahnya dan caranya yg penuh kuasa, semuanya tegas
menunjukkan ke-Mesias-an Yesus.
Di atas
segala-galanya, kelahiran dari anak dara, kebangkitan dari antara orang mati
dan kenaikan ke sorga menunjukkan kebaharuan perbuatan Allah dalam Yesus
Kristus. Dia dilahirkan oleh perempuan keturunan Abraham dan Daud, tapi seorang
dara; orang lain pernah dibangkitkan dari kematian, tapi kembali mati lagi; Dia
‘hidup untuk selama-lamanya’, naik dan duduk di sebelah kanan Allah yg
mahakuasa. Terlebih lagi, sejauh berkaitan dengan mujizat, tidak ada mujizat
lain dalam PB atas mana didasarkan seluruh susunan imam kecuali mujizat
kebangkitan Yesus (bnd #/TB 1Kor 15:17*). Peristiwa ini khas sebagai kemenangan
yg menentukan atas dosa dan maut.
Mujizat-mujizat yg dilakukan oleh para rasul dan pemimpin-pemimpin
gereja PB timbul dari kesatuan Kristus dengan umat-Nya. Mujizat-mujizat itu
dilakukan dalam nama-Nya, sebagai lanjutan dari semua yg Yesus kerjakan dan
ajarkan dalam kuasa Roh Kudus yg Dia utus dari Bapak. Ada kaitan erat
mujizat-mujizat ini dengan pekerjaan rasul-rasul dalam memberi kesaksian
tentang dini dan pekerjaan Tuhan mereka. Mujizat-mujizat itu adalah bagian dari
pemasyhuran Kerajaan Allah, dan pada dirinya bukan tujuan.
Perdebatan
berjalan terus mengenai peranan mujizat, apakah seharusnya dibatasi hanya
sampai zaman para rasul. Tapi paling sedikit dapat dikatakan, bahwa
mujizat-mujizat PB berbeda dari setiap mujizat yg menyusul kemudian. Ini
didasarkan pada hubungan langsung dengan manifestasi utuh Anak Allah yg
berinkarnasi menjadi manusia, dan dengan penyataan yg pada saat itu diberikan
seutuhnya. Karena itu tidak ada alasan untuk mengharapkan mujizat-mujizat
menyertai penyebarluasan selanjutnya dari penyataan itu, dalam hal mana mujizat
termasuk bagian inti.
KEPUSTAKAAN.
Tidak mungkin di sini
mencantumkan kepustakaan yg sangat luas tentang setiap segi mujizat. Buku-buku
berikut mewakili sudut pandang yg dibicarakan di alas dan akan memberikan juga
petunjuk-petunjuk untuk pelajaran lanjutan:
- J. B Mozley, Eight Lectures on Miracles, 1865;
- F. R Tennant, Miracle and its Philosophical Presuppositions, 1925;
- D. S Cairns, The Faith that Rebels, 1927;
- A Richardson, The Miracle Stories of the Gospels, 1941;
- C. S Lewis, Miracles, A Preliminary Study, 1947;
- E M-L Kelley, Miracles in Dispute, 1969;
- C. F. D Moule (red.), Miracles: Cambridge Studies in their Philosophy and History, 1965.
No comments:
Post a Comment