Monday, April 30, 2018

HALELUYA


HALELUYA
       Sebutan liturgis, disalin dari kata Ibrani hallelu-yah, ‘pujilah Yah’, kependekan dari Yahweh, muncul 24 kali dalam Mzm. Meskipun ini hanyalah satu dari sekian sebutan untuk memuji, tapi (kecuali  Mazm 135:3) selalu digunakan pada awal atau akhir dari mzm-mzm yg tidak diketahui nama penulisnya. Karena itu diduga kata ini telah menjadi sebutan baku untuk memuji Tuhan dalam kebaktian di Bait Allah sesudah Pembuangan.

       Mzm yg menerakan haleluya dibagi berkelompok:
 (1)  Mazm 104;  105 (didapatkan pada bg akhir), 106 (pada bg awal dan akhir, yg terakhir ini menjadi bg dari puji-pujian terakhir pada Kitab Mzm ke-IV).
 (2) Mazm 111; 112; 113 (pada bg awal), 115-117 (pada bg akhir); hampir pasti bahwa LXX adalah benar menempatkan haleluya yg diulangi kembali pada bg akhir Mazm 113, untuk menjadi bg awal ps 114, jadi melengkapi seri-seri tersebut.
(3) Mazm 135 pada bg awal dan akhir, tapi oleh LXX bg akhir ini ditempatkan pada bg awal Mazm 136.
(4) Mazm 146; 147; 148; 149; 150, ditempatkan pada bg awal dan akhir pada masing-masing mazmur.

       Pada PB ‘Haleluya’ (Wahy 19:1,3,4,6) dipakai dalam ibadah orang Kristen. Sebagian besar mazmur Haleluya memegang peranan penting dalam ibadah di rumah sembahyang orang Yahudi.
Dalam Mazm 113; 114; 115; 116; 117; 118, ‘Hallel Mesir’ dinyanyikan pada hari raya Paskah, Pentakosta, Pondok Daun dan Penyerahan.
Pada perayaan Paskah Mazm 113;  114 dinyanyikan sebelum makan, sedangkan  Mazm 115; 116; 117; 118 setelah cawan yg ke-3 (bnd Mr 14:26). Mazm 135;  136 dinyanyikan pada hari Sabat, Pujian Agung ( Mazm 146; 147; 148; 149; 150) dengan  Mazm 145 pada semua kebaktian pagi.






Sunday, April 29, 2018

BERDOA


DOA
I. Pengantar
          Dalam Alkitab doa adalah kebaktian mencakup segala sikap roh manusia dalam pendekatannya kepada Allah. Orang Kristen berbakti kepada Allah jika ia memuja, mengakui, memuji dan mengajukan permohonan kepada-Nya dalam doa. Doa sebagai perbuatan tertinggi yg dapat dilakukan oleh roh manusia, dapat juga dipandang sebagai persekutuan dengan Allah, selama penekanannya diberikan kepada prakarsa ilahi. Seseorang berdoa karena Allah telah menyentuh rohnya. Dalam Alkitab doa bukanlah suatu ‘tanggapan wajar dari manusia’, karena ‘apa yg dilahirkan dari daging adalah daging’ (#/TB Yoh 4:24*). Sebagai akibatnya, Tuhan tidak ‘mengindahkan’ setiap Doa(#/TB Yes 1:15; 29:13*). Ajaran Alkitab mengenai doa menekankan sifat Allah, perlunya seseorang berada dalam hubungan penyelamatan atau dalam hubungan perjanjian dengan Dia, lalu secara penuh masuk ke dalam segala hak istimewa dan kewajiban dari hubungan dengan Allah.

II. Dalam PL

          Kohler (Old Testament Theology, 1957 hlm 251, catatan 153) mendapati kr 85 doa asli dalam PL. Sebagai tambahan ada kr 60 mazmur lengkap dan 14 bagian mazmur yg dapat disebut ‘doa’.

             a. Zaman para Bapak leluhur

             Pada zaman Bapak leluhur doa adalah menyeru nama Tuhan (#/TB Kej 4:26; 12:8; 21:33*), yakni Nama yg kudus itu disebut dalam doa atau permohonan. Karena itu ada hubungan langsung dan keakraban dalam doa (#/TB Kej 15:2* dab; #/TB Kej 18:23* dab; #/TB Kej 24:12-14,26* dab). Doa juga dihubungkan erat dengan persembahan korban (#/TB Kej 13:4; 26:25; 28:20-22*) sekalipun penggabungan ini muncul juga pada zaman-zaman yg kemudian. Persembahan doa dalam hubungan korban ini memberi kesan adanya kesatuan antara kehendak manusia dan kehendak Allah, suatu penyerahan dan penaklukan diri manusia kepada Allah. Khususnya hal ini terjadi pada doa Yakub yg dikaitkan dengan janjinya kepada Tuhan. Janji itu, yg pada dirinya adalah suatu doa, menjanjikan pelayanan dan kesetiaan jika berkat yg dicari itu diberikan (#/TB Kej 28:20* dab).

             b. Zaman pra pembuangan

             1. Pada zaman ini salah satu tekanan utama doa ialah syafaat; memang syafaat juga telah ada pada zaman Bapak leluhur (#/TB Kej 18:22* dab). Syafaat khususnya penting dalam doa-doa Musa (#/TB Kel 32:11-13,31* dab; #/TB Kel 33:12-16; 34:9*; #/TB Bil 11:11-15; 14:13-19; 21:7*; #/TB Ul 9:18-21; 10:10*). #/TB Ul 30* sebagian besar adalah juga doa syafaat, seperti halnya dengan doa-doa Harun (#/TB Bil 6:22-27*), Samuel (#/TB 1Sam 7:5-13; 12:19,23*), Salomo (#/TB 1Raj 8:22-53*) dan Hizkia (#/TB 2Raj 19:14-19*).

             Kesimpulannya agaknya demikian, bahwa syafaat itu terbatas pada pribadi-pribadi penting, yg oleh kedudukan yg diberikan Allah kepada mereka apakah sebagai nabi, imam atau raja, memiliki kekuasaan khusus dalam doa sebagai pengantara Allah dan manusia. Tapi Tuhan senantiasa tetap bebas untuk melaksanakan kehendak-Nya; justru ada doa syafaat yg tak berhasil (#/TB Kej 18:17* dab; #/TB Kel 32:30-35*). Dalam #/TB Am 7:1-6* ‘Tuhan menyesal’ terhadap perbuatan tertentu sebagai jawaban terhadap syafaat nabi, namun pada ay-ay berikutnya (#/TB Am 7:7-8:3*) Israel akhirnya diangkut sebagai tawanan. Bahkan Yeremia dilarang mewakili Israel untuk menghadap Allah (#/TB Yer 7:16; 11:14; 14:11*). Di lain pihak, syafaat Lot (#/TB Kej 19:17-23*), Abraham (#/TB Kej 20:17*), Musa (#/TB Kel 9:27-33*; #/TB Bil 12:9* dab) dan Ayub (#/TB Ayub 42:8,10*) berhasil. Yg mendasari doa-doa syafaat ini ialah hubungan pribadi yg ‘kuat’ dengan Allah, yg dimiliki oleh para pengantara itu.

             2. Adalah mengherankan bahwa di antara semua peraturan legal dalam Pentateukh tak ada yg menyebut doa kecuali #/TB Ul 26:1-15*. Juga di sini yg lebih ditekankan ialah rumusan ibadat, bukan doa. Dalam ay #/TB Ul 26:5-11* ada pengucapan syukur, dan dalam ay #/TB Ul 26:13,14* ada suatu pernyataan tentang ketaatan pada masa lalu, tapi hanya dalam ay #/TB Ul 26:15* ada permohonan. Barangkali benar untuk menduga, bahwa korban sering dipersembahkan dengan doa (#/TB Mazm 55:13*), dan di mana tidak ada doa orang dapat ditegur (#/TB Mazm 50:7-15*). Di lain pihak sama sekali tidak disebutkan tentang doa di bagian-bagian Pentateukh di mana korban diatur. Hal ini memberi kesan bahwa korban tanpa doa cukup umum.

             3. Doa tentu tak dapat diabaikan dalam pelayanan para nabi. Penerimaan penyataan Firman dari Allah sudah melibatkan nabi yg penuh doa ke dalam hubungan dengan Allah. Mungkin sekali bahwa doa bersifat hakiki bagi nabi untuk dapat menerima Firman (#/TB Yes 6:5* dab; #/TB Yes 37:1-4*; #/TB Yer 11:20-23; 12:1-6; 42:1* dab). Penglihatan atau wahyu kenabian mendatangi Daniel ketika ia sedang berdoa (#/TB Dan 9:20* dab). Kadang-kadang Tuhan membiarkan nabi menunggu untuk waktu yg agak lama dalam doa (#/TB Hab 2:1-3*). Dari tulisan-tulisan Yeremia kita tahu, bahwa sekalipun doa menjadi syarat hakiki dan realita dalam pengalaman dan pelayanan nabi, namun sering doa mewujudkan suatu latihan roh yg bergejolak (#/TB Yer 18:19-23; 20:7-18*), dan juga suatu persekutuan yg menyenangkan sekali dengan Allah (#/TB Yer 1:4* dab; #/TB Yer 4:10; 10:23-25; 12:1-4; 14:7-9,19-22; 15:15-18; 16:19; 17:12* dab).

             4. Pada beberapa mazmur ada gabungan dari pola dan spontanitas dalam doa. Disamping doa-doa ‘tempat suci’ yg formal (ump #/TB Mazm 24:7-10; 100; 150*) ada doa-doa pribadi untuk mohon: pengampunan (51), bersekutu (63), perlindungan (57), kesembuhan (6), pemulihan nama baik (109), dan doa-doa yg penuh pujian (103). Korban dan doa juga gabung dalam beberapa Mazmur (#/TB Mazm 54:4; 66:13* dab).

             c. Zaman pembuangan

             Selama masa pembuangan faktor penting dalam agama bagi orang Yahudi ialah munculnya rumah sembahyang (sinagoge). Bait Suci di Yerusalem telah menjadi puing, dan upacara-upacara di mezbah serta korban-korban tak dapat dilayankan di Babel yg tidak suci itu. Seorang Yahudi kini tidak lagi orang yg telah dilahirkan dalam persekutuan dan menetap di situ, tapi lebih berwujud seseorang yg memilih menjadi Yahudi. Pusat umat beragama adalah rumah sembahyang, dan di antara kewajiban keagamaan yg diterima seperti sunat, berpuasa dan pemeliharaan sabat, maka doa menjadi penting.

             Ini tidak dapat dielakkan, karena setiap persekutuan kecil di pembuangan kini tergantung kepada pelayanan sinagoge, di mana Firman dibicarakan dan diterangkan, serta doa-doa dinaikkan. Setelah kembali ke Yerusalem, sama seperti Bait Suci tidak diperbolehkan mengganti sinagoge, atau imam mengganti ahli Taurat, atau korban mengganti Firman yg hidup, demikianlah upacara tidak mengganti doa. Baik di Bait Suci maupun di sinagoge dalam upacara imamat dan pengajaran ahli Taurat, penyembah yg beriman kini mencari wajah Tuhan, mencari kehadiran-Nya secara pribadi (#/TB Mazm 100:2; 63:1* dab), dan menerima berkat-Nya dengan ungkapan penyinaran wajah-Nya atasnya (#/TB Mazm 80:2,6,18*).

             d. Zaman setelah pembuangan

             Tidak dapat diragukan bahwa setelah masa pembuangan ada kerangka kebaktian keagamaan, tapi di dalamnya kebebasan bagi perseorangan dijamin. Hal ini nampak dalam diri Ezra dan Nehemia, yg sekalipun mereka menekankan pemujaan dan Taurat, dan upacara serta korban, yaitu segi sosial dari ibadat, namun mereka juga menekankan faktor rohani dalam kesalehan (#/TB Ezr 7:27; 8:22* dab; #/TB Neh 2:4; 4:4,9*), Doa-doa mereka juga mengandung pelajaran (#/TB Ezr 9:6-15*; #/TB Neh 1:5-11; 9:5-38*; bnd juga #/TB Dan 9:4-19*). Di sini boleh dicatat, bahwa mengenai posisi tubuh saat berdoa tidak mempunyai aturan yg tetap (#/TB Mazm 28:2*; #/TB 1Sam 1:26*; #/TB 1Raj 8:54*; #/TB Ezr 9:5*; #/TB 1Raj 18:42*; #/TB Rat 3:41*; #/TB Dan 9:3,20*). Demikian juga ihwal waktu untuk berdoa; doa bermanfaat pada setiap saat, sama dengan pada jam-jam yg ditetapkan (#/TB Mazm 55:16*; #/TB Dan 6:9*). Maka pada zaman setelah pembuangan terdapat campuran dari upacara yg teratur di Bait Suci, kesederhanaan pertemuan di sinagoge, dan spontanitas kebaktian perseorangan.

             Jelas adalah sulit untuk membuat sistem doa secara lengkap. Dalam PL memang ada pola-pola bagi doa, tapi tiada aturan yg mengikat yg mengatur baik isinya maupun upacaranya. Doa yg mekanis, doa yg dikurung oleh aturan-aturan yg memaksa, tidak muncul sampai menjelang penutupan zaman antara PL dan PB, seperti dijelaskan oleh Injil-injil. Kemudian, sayangnya, baik melalui korban di Bait Suci di Yerusalem dan melalui pujian, maupun doa dan eksposisi Firman dalam sinagoge di perantauan, dan melalui sunat penyucian sabat, persepuluhan, puasa dan perbuatan-perbuatan yg berlebih-lebihan, orang-orang yg beribadah baik di Bait Suci maupun di sinagoge adalah sama-sama berusaha mendapat imbalan jasa diterima oleh Allah.

III. Dalam PB

          Ada tempat-tempat tertentu dimana ajaran PB tentang doa dikemukakan, tapi sumber pokok dari mana semua ajaran tentang doa mengalir adalah doktrin dan praktik Kristus sendiri.

             a. Injil-injil

             1. Ajaran Yesus tentang doa, secara asasi diuraikan dalam perumpamaan-perumpamaan-Nya yg tertentu. Dalam perumpamaan mengenai teman meminjam tiga potong roti tengah malam (#/TB Luk 11:5-8*), Yesus menekankan keadaan keterdesakan dan kesungguhan dalam doa. Dan dasar yg di atasnya hal ini dibangun ialah kebaikan Allah Bapak (#/TB Mat 7:7-11*). Perumpamaan tentang hakim yg lalim (#/TB Luk 18:1-8*) menantang orang untuk terus berdoa, mencakup ketekunan dan kesinambungan. Bahwa Allah tidak serta merta menjawab doa bukanlah karena tak acuh, melainkan karena kasih yg ingin mengembangkan dan memperdalam iman yg pada akhirnya akan dibenarkan.

             Dalam perumpamaan tentang pemungut cukai dan Farisi (#/TB Luk 18:10-14*), Kristus menuntut kerendahan hati dan penyesalan dalam doa, dan mengingatkan bahaya mengagungkan diri. Merendahkan diri dalam doa berarti diterima oleh Allah, meninggikan diri dalam doa berarti menutupi wajah Allah. Kristus mengajarkan kasih dalam doa pada perumpamaan hamba yg tak adil (#/TB Mat 18:21-35*). Doa yg dijawab Allah ialah doa yg dinaikkan oleh roh yg suka mengampuni. Kesederhanaan dalam doa diajarkan dalam #/TB Mat 6:5* dab; #/TB Mat 23:14*; #/TB Mr 12:38-40*; #/TB Luk 20:47*. Doa harus dibersihkan dari segala kepura-puraan atau kepalsuan. Doa harus lahir dari kesederhanaan hati dan motivasi yg lugu, serta mengungkapkan diri dalam kesederhanaan ucapan dan permohonan.

             Tuhan juga menuntut intensitas dalam doa (bnd #/TB Mr 13:33; 14:38*; #/TB Mat 26:41*). Di sini ‘berjaga-jaga’ dan ‘iman’ digabungkan dalam kewaspadaan yg celik senantiasa. Tambahan lagi dalam #/TB Mat 18:19* dab, kesatuan dalam doa ditekankan. Jika sekelompok orang Kristen yg memiliki pikiran Kristus berdoa dalam Roh Kudus, doa mereka akan dikabulkan. Tapi doa juga harus penuh pengharapan (#/TB Mr 11:24*). Doa bersifat percobaan mendapat sedikit; doa berdasarkan iman yg bekerja dalam penyerahan kepada kehendak Allah mendapat banyak (#/TB Mr 9:23*).

             2. Mengenai sasaran-sasaran doa Yesus tidak banyak berbicara. Ia puas dengan membuat Roh Kudus memimpin murid-murid-Nya dalam doa. Tujuan-tujuan yg Ia harapkan dalam doa dapat ditemukan dalam #/TB Mr 9:28* dab; #/TB Mat 5:44; 6:11,13; 9:36* dab; #/TB Luk 11:13*. Mengenai cara berdoa Tuhan mengajarkan dua hal penting. Pertama, kini doa harus dinaikkan kepada-Nya, seperti dahulu ketika Ia masih ada di dunia (ump #/TB Mat 8:2; 9:18*). Seperti dahulu Ia menuntut iman (#/TB Mr 9:23*), menguji kesungguhan (#/TB Mat 9:27-31*), membukakan ketidaktahuan (#/TB Mat 20:20-22*) dan menganggap diri penuh. dosa (#/TB Mat 14:27-31*), pada mereka yg meminta kepada-Nya, demikianlah kini Ia berbuat sama dalam pengalaman mereka yg menaikkan doa kepada-Nya.

             Kedua, kini doa juga harus dinaikkan dalam nama Kristus (#/TB Yoh 14:13; 15:16; 16:23* dab), oleh-Nya kita beroleh jalan masuk kepada Bapak. Berdoa dalam nama Kristus berarti berdoa seperti Kristus sendiri berdoa, dan berdoa kepada Bapak seperti Anak memperkenalkan Dia kepada kita; dan bagi Yesus, pusat yg sebenarnya dalam doa ialah kehendak Bapak. Di sinilah sifat asasi bagi doa Kristiani: suatu jalan masuk yg baru yg menuju kepada Bapak, yg dijamin Kristus bagi orang Kristen, dan doa dalam keselarasan dengan kehendak Bapak karena dinaikkan dalam nama Kristus.

             4. Mengenai praktik doa Tuhan Yesus, telah diketahui bahwa Ia berdoa secara tersembunyi (#/TB Luk 5:15* dab; #/TB Luk 6:12*); pada waktu ada pertentangan rohani (#/TB Yoh 12:20-28*; #/TB Luk 22:39-46*); dan di kayu salib (#/TB Mat 27:46*; #/TB Luk 23:46*). Dalam doa-doaNya Ia mengucapkan syukur (#/TB Luk 10:21*; #/TB Yoh 6:11; 11:41*; #/TB Mat 26:27*), mencari bimbingan (#/TB Luk 6:12* dab), mengajukan syafaat (#/TB Yoh 17:6-19,20-26*; #/TB Luk 22:31-34*; #/TB Mr 10:16*; #/TB Luk 23:34*), dan bersekutu dengan Bapak (#/TB Luk 9:28* dab). Beban dari doa ‘imam besar-Nya’ dalam #/TB Yoh 17* ialah kesatuan gereja-Nya.

             5. ‘Doa Bapak Kami’ akan dibicarakan lebih lengkap di tempat lain. Di sini cukup ditunjukkan bahwa setelah seruan (#/TB Mat 6:9*b) menyusullah 6 permohonan (ay #/TB Mat 6:9*c-13b). Tiga permohonan pertama dikaitkan dengan nama Allah, kerajaan dan kehendak-Nya, sedang 3 permohonan yg terakhir dikaitkan dengan keperluan makan, pengampunan dan kemenangan. Setelah itu doa ditutup dengan suatu pemuliaan (ay #/TB Mat 6:13*c) yg berisi 3 pengumuman mengenai kerajaan Allah, kuasa dan kemuliaan-Nya. Menurut cara inilah kini orang Kristen berdoa.

             b. Kisah para Rasul

             Kis menjadi penghubung yg baik sekali antara Injil-injil dan Surat-surat, karena dalam Kis gereja rasuli mempraktikkan ajaran Tuhan tentang doa. Gereja dilahirkan dalam suasana doa (#/TB Mat 1:4*). Sebagai jawaban atas doalah maka Roh Kudus diturunkan atasnya (#/TB Mat 1:4; 2:4*). Doa itu berlangsung menjadi hawa yg dihirup gereja (#/TB Kis 2:42; 6:4,6*). Dalam pemikiran gereja tetap ada hubungan yg erat antara doa dan kehadiran dan kuasa Roh (#/TB Kis 4:31*). Pada waktu-waktu krisis terjadi gereja lari kepada doa (#/TB Kis 4:23* dab; #/TB Kis 12:5,12*). Di seluruh Kis para pemimpin gereja muncul sebagai orang-orang yg berdoa (#/TB Kis 9:40; 10:9; 16:25; 28:8*), yg menuntut supaya orang Kristen berdoa dengan mereka (#/TB Kis 20:28,36; 21:5*).

             c. Surat-surat Paulus

             Penting sekali bahwa segera setelah Kristus menyatakan diri kepada Paulus di jalan menuju Damsyik, tentang Paulus dikatakan, ‘Ia sekarang berdoa’ (#/TB Kis 9:11*). Agaknya inilah pertama kali Paulus menemukan apakah sebenarnya doa itu, sebab begitu dalamnya perubahan hatinya yg diakibatkan oleh pertobatan. Sejak saat itu ia menjadi pendoa. Dalam doa Tuhan berfirman kepadanya (#/TB Kis 22:17* dab). Doa ialah ucapan syukur, syafaat, perealisasian kehadiran Allah (bnd #/TB 1Tes 1:2* dab; #/TB Ef 1:16* dab). Ia menemukan bahwa Roh Kudus membantunya dalam doa jika ia berusaha untuk mengetahui dan melakukan kehendak Allah (#/TB Rom 8:14,26*). Dalam pengalamannya ada hubungan yg erat antara doa dan kecerdasan Kristiani (#/TB 1Kor 14:14-19*).

             Doa bersifat hakiki bagi orang Kristen (#/TB Rom 12:12*). Senjata orang Kristen (#/TB Ef 6:13-17*) mencakup doa yg diuraikan Paulus sebagai ‘segala doa dan permohonan’, yg harus dinaikkan ‘setiap waktu’, dengan ‘tiada putusnya’ untuk’segala orang kudus’ (ay #/TB Ef 6:18*). Dan Paulus melaksanakan apa yg ditulisnya (#/TB Rom 1:9*; #/TB Ef 1:16*; #/TB 1Tes 1:2*); karena itu ia memberi penekanan pada doa jika ia menulis kepada orang-orang yg seiman dengan dia (#/TB Fili 4:6*; #/TB Kol 4:2*).

             Dalam Surat-suratnya Paulus senantiasa dirasuki doa. Baiklah kita mengamati beberapa dari doanya bertalian dengan isi doa-doa itu.

             1. Dalam #/TB Rom 1:8-12* ia mencurahkan hatinya kepada Allah sebagai ucapan syukur (ay #/TB Rom 1:8*), menekankan pelayanan bagi Kristus dengan rohnya (ay #/TB Rom 1:9*a), mendoakan teman-temannya yg di Roma (ay #/TB Rom 1:9*b), mengungkapkan keinginannya untuk membagikan kepada mereka suatu karunia rohani (ay #/TB Rom 1:10* dab), dan berkata bahwa dia juga tergantung kepada mereka bagi pembangkitan rohani (ay #/TB Rom 1:12*).

             2. Dalam #/TB Ef 1:15-19* Paulus mengucapkan syukur kepada Allah untuk orang yg bertobat (ay #/TB Ef 1:15* dab), dan berdoa agar mereka boleh menerima Roh, yg oleh-Nya diperoleh pengenalan Allah dan penerangan hati (ay #/TB Ef 1:17,18*a), supaya mereka boleh mengetahui harapan panggilan Allah, kekayaan warisan Allah, dan kebesaran kuasa Allah, yg telah diungkapnyatakan dalam kebangkitan Kristus (ay #/TB Ef 1:18*b, 19).

             3. Dalam #/TB Ef 3:14-18* Paulus memohon dengan sangat kepada Bapak (ay #/TB Ef 3:14* dab) bagi sesamanya Kristen, supaya mereka boleh makin bertambah-tambah sadar akan kuasa Allah (ay #/TB Ef 3:16*), hingga akhirnya Kristus dapat berdiam di dalam mereka, dan supaya mereka boleh berakar dalam kasih (ay #/TB Ef 3:17*), bahwa masing-masing bersama-sama boleh disempurnakan dan dipenuhi dengan kepenuhan Allah (ay #/TB Ef 3:18* dab). Kedua doa ‘Efesus’ ini dengan cara yg indah dirangkum dalam keinginan Paulus yg tiga macam, yakni kiranya orang Kristen beroleh pengetahuan dan kuasa untuk menerapkan kasih Kristus, yg olehnya mereka sebagai perseorangan dan sebagai kelompok menerima penyempurnaan.

             4. Dalam #/TB Kol 1:9* dab Paulus berdoa lagi supaya orang percaya mengetahui kehendak Allah melalui hikmat dan pengertian rohani (ay #/TB Kol 1:9*), supaya praktik hidup dapat sesuai dengan kepercayaan (ay #/TB Kol 1:10*), supaya mereka diberi kuasa bagi praktik hidup mereka (ay #/TB Kol 1:11*), dan penuh ucapan syukur terhadap hak-hak dan kedudukan mereka yg istimewa di dalam Tuhan Yesus (ay #/TB Kol 1:12* dab).

             Tapi barangkali sumbangan Paulus yg terbesar bagi pengertian doa Kristiani, ialah bahwa ia meneguhkan hubungan doa itu dengan Roh Kudus. Doa sebenarnya adalah suatu karunia pemberian Roh (#/TB 1Kor 14:14-16*). Orang percaya berdoa ‘dalam Roh’ (#/TB Ef 6:18*; #/TB Yud 1:20*); karena itu doa adalah kerja sama antara Allah dan orang percaya dalam hal doa diajukan kepada Bapak, dalam nama Anak, oleh dorongan Roh Kudus yg diam di dalam dia.

             d. Surat Ibr, Yak dan 1 Yoh

             Surat Ibr memberi sumbangan penting pada pengertian tentang doa Kristiani. #/TB Ibr 4:14-16* menunjukkan bagaimana doa bisa mungkin; doa adalah mungkin karena kita mempunyai seorang Imam Besar Agung yg bersifat sekaligus insani dan ilahi, karena kini Ia berada di sorga dan karena apa yg kini sedang Ia lakukan di sana. Jika kita berdoa, maksudnya ialah supaya kita menerima belas kasihan dan kasih karunia. Penunjukkan kepada hidup doa Tuhan Yesus dalam #/TB Ibr 5:7-10* benar-benar mengajarkan apa doa itu: ‘doa-doa’ Kristus dan ‘permohonan-permohonan’-Nya ‘dipersembahkan’ kepada Allah, dan dalam pelayanan rohani ini Ia ‘belajar taat’ dan oleh karenanya ‘didengar’. Dalam #/TB Ibr 10:19-25* tekanan diletakkan pada doa bersama dan tuntutan-tuntutan serta dorongan-dorongan yg terkandung di dalamnya. Tempat doa diuraikan dalam #/TB Ibr 6:19*.

             Kitab Yak mempunyai tiga bagian penting tentang doa. Doa pada saat kebimbangan dibicarakan dalam #/TB Yak 1:5-8*; dorongan-dorongan yg benar dalam doa digarisbawahi dalam #/TB Yak 4:1-3*; dan pentingnya doa pada waktu sakit dijelaskan dalam #/TB Yak 5:13-18*.

             Dalam Suratnya yg pertama Yohanes menunjukkan cara supaya berani dan berhasil dalam doa (#/TB 1Yoh 3:21* dab), sedang dalam #/TB 1Yoh 5:14-16* ia menjelaskan hubungan antara doa dan kehendak Allah, dan menunjukkan bahwa keberhasilan dalam doa khususnya cocok bagi doa syafaat, tapi bahwa keadaan-keadaan memang dapat timbul dimana doa menjadi tak berdaya.

          IV. Kesimpulan

          Inti ajaran Alkitab tentang doa diungkapkan dengan balk oleh BY Westcott, ‘Doa yg benar — doa yg harus dijawab — ialah pengakuan dan penerimaan pribadi terhadap kehendak ilahi’ (#/TB Yoh 14:7*; bnd #/TB Mr 11:24*). Justru terkabulnya doa yg mengajarkan ketaatan, bukan pertama-tama terletak pada pengajuan permohonan khusus itu, yg dianggap oleh orang yg berdoa sebagai jalan menuju kepada tujuan yg diinginkan, tapi jaminan bahwa apa yg Allah berikan itulah yg paling efektif menuju kepada tujuan tersebut. Demikianlah kita diajar betapa Kristus telah belajar bahwa tiap perincian hidup dan penderitaan-Nya membantu pemenuhan pekerjaan yg untuknya Ia telah datang supaya memenuhinya, sehingga dengan cara demikian Ia ‘telah didengar’ dengan cara yg paling sempurna. Dalam arti inilah Ia ‘didengar bagi ketakutan-Nya kepada Allah’.

KEPUSTAKAAN.
  • H Trevor Hughes, Prophetic Prayer, 1947;
  • F Hailer, Prayer, 1932; J. G. S. S Thomson, The Praying Christ, 1959;
  • Ludwig Kohler, Old Testament Theology, 1957;
  • Th. C Vriezen, An Outline of Old Testament Theology, 1958;
  • H Schonweiss, C Brown, G. T. D Angel, NIDNTT 2, hlm 855-886;
  • H Greeven dll, TDNT 2, hlm 40-41, 685-687; 775-808; 3, hlm 296-297; 5, hlm 773-799; 6, hlm 758-766; 8, hlm 244-245.


Thursday, April 26, 2018

PILIH, PEMILIHAN ALLAH


PILIH, PEMILIHAN ALLAH
       Allah bertindak memilih seseorang atau suatu kelompok dari dalam suatu persekutuan yg lebih besar, untuk tujuan atau masa depan yg ditentukan-Nya sendiri. Kata utama dalam PL untuk gagasan ini ialah bakhar, yg berarti memilih seseorang atau sesuatu dengan seksama, sesudah menimbang dengan masak-masak kemungkinan-kemungkinan lain (mis batu umban, #/TB 1Sam 17:40*; tempat perlindungan, #/TB Ul 23:16*; istri, #/TB Kej 6:2*; yg baik bukan yg jahat, #/TB Yes 7:15* dab; hidup bukan mati, #/TB Ul 30:19* dab; pelayanan kepada Tuhan Allah bukan pelayanan kepada berhala-berhala, #/TB Yos 24:22*). Kata ini mencakup pikiran, sangat menyukai hal yg dipilih itu, dan kadang-kadang menerima kesenangan hati daripadanya (bnd ump #/TB Yes 1:29*).
       Dalam LXX dan PB kata kerja yg berpadanan dengan bakhar adalah eklegomai. Dalam bh Yunani kuno kata ini biasanya dipakai dengan arti aktif, tapi para penulis Alkitab selalu memakainya dalam bentuk yg berarti ‘memilih untuk diri sendiri’. Haireomai dipakai tentang pemilihan Allah dalam #/TB 2Tes 2:13*, dan dalam #/TB Ul 26:18* LXX, dengan arti yg sama. Kata-kata sifat serumpunnya adalah bakhir dan eklektos, ‘dipilih’. PB memakai juga kata benda ekloge, ‘pemilihan’. Kata kerja Ibr yada, artinya mengenal (yg dipakai untuk berbagai cara mengenal, paling sedikit dlm pikiran, mengandung dan menyatakan cinta kasih seperti hubungan dua kelamin, atau pengakuan dari pihak orang percaya terhadap Allah), dipakai dalam #/TB Kej 18:19*; #/TB Am 3:2*; dan #/TB Hos 13:5* mengenai pemilihan Allah (artinya, Ia mengenal orang dlm kasih). Begitu juga kata Yunani proginosko, harfiah ‘mengetahui lebih dulu’ diterjemahkan ‘dipilih-Nya’ dalam #/TB Rom 8:29; 11:2* (bnd pemakaian ginoskd dlm #/TB 1Kor 8:3*; #/TB Gal 4:9*).

          I. Dalam PL

          Orang Israel percaya bahwa Allah memilih Israel menjadi umat pilihan-Nya. Pemilihan Allah akan Israel dilaksanakan melalui dua tindakan yg berkaitan dan saling melengkapi. (a) Allah memilih Abraham dan keturunannya dengan jalan memanggil Abraham dari Ur dan membawa dia ke tanah perjanjian, yaitu tanah Kanaan. Di situ Allah mengadakan suatu perjanjian yg kekal dengan keturunannya, dan menjanjikan kepadanya bahwa keturunannya akan menjadi berkat bagi seluruh bumi (#/TB Kej 11:31-12:7; 15; 17; 22:15-18*; #/TB Neh 9:8*; #/TB Yes 41:8-9*). (b) Allah memilih keturunan Abraham dengan melepaskan mereka dari perhambaan di Mesir, membawa mereka keluar dari perbudakan melalui Musa, memperbaharui perjanjian kepada Abraham dalam bentuk yg diperluas dengan mereka di G Sinai, dan mendudukkan mereka di tanah perjanjian sebagai negara kebangsaan mereka (#/TB Kel 3:6-10*; #/TB Ul 6:21-23*; #/TB Mazm 105*). Tiap tindakan pemilihan ini diterangkan juga sebagai ‘panggilan’ Allah, yaitu dalam kedaulatan-Nya Allah berfirman dan menentukan kejadian sedemikian rupa, supaya melaluinya Ia memanggil pertama Abraham, dan kemudian keturunannya, untuk mengakui Dia sebagai Allah mereka dan hidup sebagai umat-Nya (#/TB Yes 51:2*; #/TB Hos 11:1*). Orang Israel menalar kedua tindakan ini sebagai penciptaan bangsa Israel (bnd #/TB Yes 43:1*; #/TB Kis 13:17*).

          Makna pemilihan Israel nampak dari kenyataan-kenyataan yg berikut:

          a. Sumber pemilihan ini ialah kasih Allah yg bebas dan mahakuasa. Ucapan Musa dalam Ul menekankan hal ini. Tatkala Allah memilih Israel, ‘hati (Nya) terpikat oleh mereka’ (#/TB Ul 7:7; 23:5*). Mengapa? Bukanlah karena lebih dulu Israel memilih Dia, juga bukan karena Israel layak menerima betas kasihan-Nya. Secara nyatanya Israel adalah kebalikan dari memikat hati, karena jumlahnya tidak besar dan perangainya lalim, lagi pula ia lemah, kecil dan pemberontak (#/TB Ul 7:7; 9:4-6*). Kasih Allah terhadap Israel bersifat serta-merta dan bebas, tidak mempersoalkan kelemahan pihak Israel, dan tidak dipacu oleh suatu apa pun, kecuali dorongan hati baik-Nya sendiri. Tuhan bergirang untuk berbuat baik kepada Israel (#/TB Ul 28:63*; bnd #/TB Ul 30:9*) hanya melulu karena Dia memutuskan hendak berbuat begitu.

          Maka benarlah bahwa dalam melepaskan Israel dari Mesir, Allah memegang janji yg diucapkan-Nya kepada Bapak-bapak leluhur (#/TB Ul 7:8*), dan ada kewajiban pada sifat Allah dalam hal ini, sebab Allah selalu setia kepada janjiNya (bnd #/TB Bil 23:19*; #/TB 2Tim 2:13*). Tapi pengucapan janji adalah tindakan yg terpancar dari kasih yg bebas yg Israel tidak layak menerimanya, sebab Bapak-bapak leluhur itu sendiri adalah orang berdosa (seperti diperlihatkan dlm Kej), dan Allah memilih Abraham, penerima pertama janji itu, dari tengah-tengah penyembah berhala (#/TB Yos 24:2* dab). Maka di sini juga, alasan dari pemilihan harus dicari bukan pada manusia, tapi pada Allah.

          Allah adalah Raja dunia-Nya ini, dan kasih-Nya mahakuasa. Justru Ia menggenapi pemilihan-Nya akan Israel melalui penyelamatan berupa mujizat (’ dengan tangan yg kuat’, #/TB Ul 7:8* dab) dari keadaan terbuang yg sangat menyedihkan. #/TB Yeh 16:3-6* menguraikan keadaan Israel yg sangat memilukan itu, waktu Allah memilih dia; #/TB Mazm 135:4-12* menjunjung tinggi kedaulatan Allah yg ditunjukkan waktu membawa umat pilihan-Nya dari perbudakan menuju tanah perjanjian.

          b. Tujuan pemilihan Israel yg paling sederhana ialah, supaya umat itu mendapat berkat dan keselamatan karena dikhususkan oleh Allah bagi diriNya sendiri (#/TB Mazm 33:12*), dan tujuan yg paling asasi ialah, supaya Allah sendiri dimuliakan, dengan jalan Israel akan menunjukkan keterpujian-Nya di hadapan dunia (#/TB Yes 43:20* dab; #/TB Mazm 79:13; 96:1-10*), dan akan memberitakan perkara besar yg dilakukan-Nya (#/TB Yes 43:10-12; 44:8*). Pemilihan Israel mencakup pengkhususan Israel menjadi umat yg kudus, artinya suatu umat yg diasingkan bagi Allah sendiri (#/TB Ul 7:6*; #/TB Im 20:26*b). Dia mengambil mereka sebagai milik-Nya sendiri (milik pusaka-Nya) dan harta kesayangan-Nya (#/TB Ul 4:20; 32:9-12*; #/TB Kel 19:5*, #/TB Mazm 135:4*). Dia berjanji akan melindungi mereka dan menjadikan mereka makmur (#/TB Ul 28:1-14*) dan akan hadir di tengah-tengah mereka (#/TB Im 26:11-12*). Pemilihan menjadikan mereka umat-Nya, dan Dia Allah mereka, dan mereka bersama-sama berada dalam ikatan perjanjian. Pemilihan diadakan dengan tujuan menjadikan persekutuan yg hidup antara mereka dan Dia. Bagian mereka, umat pilihan-Nya, ialah menikmati kehadiran-Nya yg nyata lalu menerima karunia baik dan berlimpah-limpah yg dijanjikan-Nya akan dicurahkan kepada mereka. Maka pemilihan merupakan berkat, yg menjadi sumber dari segala berkat lainnya. Berhubungan dengan itu para nabi mengungkapkan pengharapan bahwa sesudah pembuangan, Allah akan memulihkan kehadiran-Nya di tengah umat-Nya di Yerusalem serta keadaan berkat di sana, dengan cara Allah akan ‘memilih sekali lagi’ Israel dan Yerusalem (#/TB Yes 14:1*; #/TB Za 1:17; 2:12*; bnd #/TB Za 3:2*).

          c. Kewajiban agama dan susila yg tercipta oleh pemilihan Israel ini berjangkauan sangat jauh. Pemilihan, dan hubungan perjanjian yg berdasarkan pemilihan itu membedakan Israel dari semua bangsa lain, adalah yg menjadi dasar motivasi untuk mengucapkan pujian syukur (#/TB Mazm 147:19-20*), untuk menaati Taurat Allah (#/TB Im 18:4-5*), dan untuk tegas mantap menolak penyembahan berhala dan kejahatan yg terjadi dalam dunia yg tidak dipilih (#/TB Im 18:2-3; 20:22-23*; #/TB Ul 14:1-2*; #/TB Yeh 20:5-7*). Begitu juga pemilihan memberi Israel pegangan untuk pengharapan dan kepercayaan yg tidak tergoyahkan kepada Allah pada waktu kesesakan dan keputusasaan (#/TB Yes 41:8-14; 44:1-2*; #/TB Hag 2:22*; #/TB Mazm 106:4-5*).

          Tapi orang Israel yg jahat menyalahgunakan gagasan pemilihan nasional ini, dengan menghina bangsa lain, dan menganggap diri mereka selalu dapat mengharapkan perlindungan Allah dan perlakuan-Nya yg istimewa, tidak peduli bagaimana pun cara hidup mereka (bnd #/TB Mi 3:11*; #/TB Yer 5:12*). Pengertian salah ini, dan khususnya pikiran bahwa Yerusalem sebagai kota Allah yg tidak dapat diganggu-gugat, dipupuk oleh nabi-nabi palsu pada zaman sebelum Pembuangan (#/TB Yer 7:1-15; 23:9* dab; #/TB Yeh 13*). Tapi seperti dijelaskan Allah dari semula (#/TB Im 26:14* dab; #/TB Ul 28:15* dab) maka pemilihan secara nasional mencakup bahwa dosa-dosa nasional akan dihukum dengan keras (#/TB Am 3:2*). Pembuangan ke Babel membuktikan bahwa ancaman itu bukanlah omong kosong.

          d. Ada orang pribadi dalam lingkungan umat pilihan itu yg dipilih Allah untuk tugas khusus guna mengingatkan tujuan pemilihan nasional, yaitu supaya Israel menikmati berkat Allah dan supaya seluruh dunia mendapat berkat. Allah memilih Musa (#/TB Mazm 106:23*), Harun (#/TB Mazm 105:26*), para imam (#/TB Ul 18:5*), para nabi (bnd #/TB Yer 1:5*), para raja (#/TB 1Sam 10:24*; #/TB 2Sam 6:21*; #/TB 1Taw 28:5*) dan Hamba Yahweh yg menderita dalam nubuat Yesaya (#/TB Yes 42:1; 49:1-6*) yg mati untuk dosa manusia (#/TB Yes 53*) dan membawa terang bagi bangsa non-Yahudi (#/TB Yes 42:1-7; 49:6*). Allah juga memakai Asyur dan ‘hamba-Ku’ Nebukadnezar sebagai cambuk-Nya (#/TB Yes 7:18* dab; #/TB Yes 10:5* dab; #/TB Yer 25:9; 27:6; 43:10*), dan Koresy yg tidak mengenal Allah Israel sebagai pemberi untung bagi umat pilihan-Nya (#/TB Yes 45:4-5*). H. H. Rowley dalam The Biblical Doctrine of Election, 1950, ps 5, menyebut ini ‘pemilihan tanpa perjanjian’, tapi ini tidak tepat, karena Alkitab selalu mengkhususkan kosa kata mengenai pemilihan untuk umat perjanjian dan petugas yg berasal dari Israel saja.

          e. Karena ketidakpercayaan dan kedurhakaan, maka berkat-berkat pemilihan yg dijanjikan itu menjadi hilang. Para nabi yg menghadapi kemunafikan yg meluas, menyerukan bahwa Allah akan menolak orang fasik yg ada ditengah-tengah umat-Nya (#/TB Yer 6:30; 7:29*), Yesaya menubuatkan bahwa hanya sisa Israel yg setia akan hidup dan menikmati zaman emas yg akan menyusul sesudah jatuhnya hukuman yg tak terelakkan atas dosa-dosa Israel (#/TB Yes 10:20-22; 4:3; 27:6; 37:31* dab).

          Yeremia dan Yehezkiel yg hidup pada zaman penghukuman itu, mencari suatu hari ketika Allah, sebagai bagian dari kerja pemulihan-Nya, akan melahirkan kembali seberapa yg diselamatkan-Nya dari umat-Nya. Dan Allah menjamin, bahwa pada masa depan mereka akan setia terhadap perjanjian, dengan cara memberikan mereka hati yg baru (#/TB Yer 31:31* dab; #/TB Yer 32:39* dab; #/TB Yeh 11:19* dab; #/TB Yeh 36:25* dab).

          Nubuat-nubuat ini membulatkan perhatian kepada kesalehan perseorangan, dengan menunjuk kepada pengertian gagasan pemilihan yg diterapkan kepada perseorangan (bnd #/TB Mazm 65:3*), lalu memberi dasar untuk membedakan antara pemilihan untuk hak-hak istimewa dan pemilihan untuk hidup. Bisa diambil kesimpulan bahwa walaupun Allah telah memilih seluruh bangsa Israel bagi hak istimewa, yaitu, hidup di dalam perjanjian-Nya, namun Dia hanya memilih sebagian dari mereka (yaitu mereka yg dijadikan setia melalui kelahiran kembali) untuk mewarisi kekayaan hubungan dengan Dia sendiri, yg merupakan inti dari perjanjian itu. Sisanya kehilangan kekayaan itu karena mereka tidak percaya. Ajaran PB mengenai pemilihan mempradalilkan perbedaan ini: lih khususnya #/TB Rom 9*.

          II. Dalam PB

          PB mengumumkan bahwa perjanjian Allah sudah diperluas sampai pada bangsa non-Yahudi. Dan hak-hak istimewa, dalam perjanjian itu sudah beralih dari keturunan Abraham menurut daging kepada suatu kelompok yg terutama terdiri dari non-Yahudi (bnd #/TB Mat 21:43*), yakni orang-orang yg sudah menjadi keturunan Abraham dan warga Israel yg benar melalui iman kepada Yesus Kristus (#/TB Rom 4:9-18; 9:6* dab; #/TB Gal 3:14* dab; #/TB Gal 3:29; 6:16*; #/TB Ef 2:11* dab; #/TB Ef 3:6-8*). Cabang-cabang asli yg tidak percaya dipatahkan dari pohon zaitun Allah (yaitu persekutuan yg dipilih, yg diturunkan dari Bapak-bapak leluhur) dan tunas zaitun liar (yaitu non-Yahudi yg percaya) dicangkokkan mengisi tempat mereka (#/TB Rom 11:16-24*). Israel yg tidak percaya itu ditolak dan dihukum: orang yg percaya kepada Tuhan Yesus menduduki tempat Israel sebagai bangsa pilihan Allah, hidup di dunia ini sebagai umat-Nya dan menyembah Dia sambil memberitakan bahwa Dia Allah mereka.

          PB mengemukakan gagasan tentang pemilihan itu sbb:

          (a) Yesus dinyatakan sebagai yg dipilih Allah Bapak sendiri (#/TB Luk 9:35*; eklelegmenos, gema dari #/TB Yes 42:1*), dan mungkin juga oleh Yohanes Pembaptis, jika eklektos adalah bacaan yg tepat dalam #/TB Yoh 1:34*. Olok-olok dalam #/TB Luk 23:35* menunjukkan bahwa’orang yg dipilih Allah’ dipakai pada zaman Yesus sebagai sebutan untuk Mesias (seperti dlm Enokh 40:5; 45:3-5 dst). Dalam #/TB 1Pet 2:4-6* Kristus disebut batu penjuru yg dipilih Allah, yg menggemakan #/TB Yes 28:16*, LXX. Dengan mengenakannya kepada Yesus maka sebutan itu ‘menunjuk pada jabatan unik dan istimewa yg diterapkan kepada-Nya dan kepada keriaan hati Allah Bapak karena Dia’ (J. Murray dlm Baker’s Dictionary of Theology, 1960, hlm 179).

          (b) Ungkapan ‘yg dipilih’ berarti persekutuan orang Kristen dalam sifatnya sebagai umat pilihan Allah, lawan dari umat manusia yg selainnya. Pemakaian ini melulu menggemakan PL. Gereja disebut ‘bangsa yg dipilih’ (#/TB 1Pet 2:9*, yg mengutip #/TB Yes 43:20*; bnd #/TB 2Yoh 1,1:13*), artinya mempunyai hak istimewa untuk datang kepada Allah dan tanggung jawab untuk memuji Dia, memberitakan namaNya, dan memelihara kebenaran-Nya, yg dulu dimiliki Israel. Seperti dalam hal Israel, Allah meluhurkan rahmatNya dengan memilih orang yg miskin dan gembel-gembel untuk beroleh bagian yg sangat penting ini (#/TB 1Kor 1:27* dab; #/TB Yak 2:5*; bnd #/TB Ul 7:7; 9:6*). Seperti dulu, pemilihan dan panggilan Allah timbul dari kasih karunia-Nya menciptakan umat — umat Dia — yg sebelumnya tidak pernah ada (#/TB 1Pet 2:10*; #/TB Rom 9:25* dab, yg mengutip #/TB Hos 1:10; 2:23*).

          Dalam Kitab-kitab Injil Sinoptik Yesus menyinggung eklektoi (orang-orang yg dipilih) ketika Ia berbicara mengenai eskatologi. Mereka adalah orang-orang yg diterima Allah, dan Dia masih menerima, karena mereka telah menyambut undangan Injil lalu datang ke pesta perkawinan, dengan menanggalkan kebenaran diri dan memakai pakaian perkawinan yg disediakan oleh tuan rumah. Artinya mereka percaya kepada rahmat Allah (#/TB Mat 22:14*). Tuhan akan membenarkan mereka (#/TB Luk 18:7*) dan melindungi mereka dalam siksaan dan bahaya yg akan datang (#/TB Mr 13:20,22*) sebab mereka mendapat perlindungan-Nya yg istimewa.

          c. eklegomai dipakai dalam Kitab-kitab Injil ketika Yesus memilih murid-murid-Nya (#/TB Luk 6:13*; bnd #/TB Kis 1:24; 9:15*) dan ketika gereja memilih para diaken (#/TB Kis 6:5*) dan para utusan (#/TB Kis 15:22,25*). Inilah pemilihan untuk pelayanan khusus, dari lapisan masyarakat persekutuan yg dipilih, seperti dalam PL. Pemilihan Yesus akan ke-12 murid untuk jabatan rasul mencakup pengertian memilih mereka dari dunia ini untuk menikmati keselamatan (bnd #/TB Yoh 15:16,19*), terkecuali dalam hal Yudas (bnd #/TB Yoh 13:18*).

          III. Perkembangan teologis dalam PB

          Perkembangan ide pemilihan secara teologis dan lengkap terdapat dalam Surat-surat Paulus (lih khususnya #/TB Rom 8:28-11:36*; #/TB Ef 1:3-14*; #/TB 1Tes 1:2-10*; #/TB 2Tes 2:13-14*; #/TB 2Tim 1:9-10*). Paulus menguraikan pemilihan Allah sebagai memilih orang-orang berdosa secara perseorangan, yg timbul dari kasih karunia-Nya dan atas dasar kedaulatan-Nya yg mutlak dan kekal, supaya mereka diselamatkan dan dimuliakan di dalam dan oleh Yesus Kristus.

          a. Pemilihan itu berdasarkan kasih karunia. Hal ini adalah tindakan belas kasih yg orang tidak layak menerimanya (#/TB Rom 11:5*; bnd #/TB 2Tim 1:9*) yg disuguhkan secara bebas kepada manusia yg sudah jatuh dalam dosa yg mesti kena murka dari Allah (#/TB Rom 1:18* dab). Dan Allah tidak hanya memilih orang-orang berdosa untuk diselamatkan (bnd #/TB Rom 4:5; 5:6-8*; #/TB Ef 2:1-9*); Ia memilih untuk menyelamatkan mereka guna meninggikan kasih karunia-Nya dengan mengungkap besarnya kedosaan mereka. Ia mengurung orang pilihan-Nya baik Yahudi maupun non-Yahudi, dalam keadaan durhaka dan tidak percaya, sehingga mereka memperlihatkan sifat mereka yg sebenarnya sebagai orang berdosa, dan menonjol sebagai khas orang-orang yg tidak percaya, sebelum Ia menunjukkan kasih karunia-Nya kepada mereka (#/TB Rom 11:30-32*; orang non-Yahudi, #/TB Rom 9:30; 10:20*; orang Yahudi, #/TB Rom 10:19,21; 11:11,25* dsb). Dengan demikian penjadinyataan pemilihan itu juga menunjukkan bahwa kasih karunia diberikan secara bebas.

          b. Pemilihan berdasarkan kedaulatan Allah yg didorong melulu oleh itikad baik-Nya (#/TB Ef 1:5,9*), bukan karena jasa atau aural atau karya apa pun dari manusia, yg digenapi atau diperhitungkan lebih dulu (#/TB Rom 9:11*) atau apa pun usaha manusia untuk memperoleh ganjar belas kasih Allah (#/TB Rom 9:15-18*). Usaha-usaha seperti itu, bagaimanapun juga adalah sia-sia, sebab bagaimanapun tingginya cita-cita orang berdosa dan bagaimanapun hebatnya pekerjaan mereka, mereka toh hanya berbuat dosa (#/TB Rom 8:7* dsb). Dalam kedaulatan yg bebas Allah memperlakukan sebagian orang berdosa seperti layaknya bagi mereka, yaitu mengeraskan hati mereka (#/TB Rom 9:18; 11:7-10*; bnd #/TB Rom 1:28*; #/TB 1Tes 2:15* dab) dan membinasakan mereka (#/TB Rom 9:21* dab); tapi Dia memilih orang untuk menjadi ‘sarana belas kasihan’ yg dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan (#/TB Rom 9:23*).

          Pembedaan ini tidaklah mencakup kelaliman, sebab Pencipta tidak berhutang rahmat kepada siapapun, dan Ia berhak berbuat sebagaimana dikehendaki-Nya terhadap makhluk yg memberontak (#/TB Rom 9:14-21*). Mujizatnya bukan bahwa Dia menahan rahmat-Nya dari sebagian orang, melainkan bahwa Dia memberi kasih karunia kepada sebagian orang.

          Tujuan Allah membedakan orang berdosa dari orang berdosa lainnya sudah nampak sewaktu Ia membatasi janji yg dibuat-Nya dengan Abraham hanya kepada garis keturunan Ishak, dan waktu Ia menjadikan Yakub unggul dari Esau (#/TB Rom 9:7-13*). Sejak dari mulanya sudah benar bahwa ‘tidak semua orang yg berasal dari Israel adalah orang Israel’ (#/TB Rom 9:6*), dan bahwa orang-orang Israel yg menikmati keselamatan yg dijanjikan kepada umat pilihan itu, hanyalah yg sisa menurut pilihan kasih karunia (#/TB Rom 11:5; 9:27-29*). Dan akan tetap benar, demikian Paulus, bahwa hanya pemilihan Allah sendiri berdasarkan kedaulatan-Nya yg dapat menerangkan, mengapa bila Injil diberitakan maka ada orang yg menerimanya. Bahwa ada orang yg tidak percaya tidak membutuhkan keterangan, karena tidak ada orang yg dapat percaya tanpa pertolongan ilahi (#/TB 1Kor 2:14*); tapi hal kepercayaan memerlukan keterangan. Keterangan Paulus ialah bahwa Allah melalui Roh Kudus membuat orang pilihan itu percaya, sehingga jika orang sampai kepada iman yg benar dan aktif kepada Yesus, itu membuktikan bahwa ia benar-benar dipilih (#/TB 1Tes 1:4* dab; #/TB Tit 1:1*; bnd #/TB Kis 13:48*).

          c. Pemilihan terjadi dalam kekekalan. Paulus berkata bahwa Allah memilih kita ‘sebelum dunia dijadikan’ (#/TB Ef 1:4*; #/TB 2Tes 2:13*; #/TB 2Tim 1:9*). Pemilihan ini adalah tindakan yg menentukan ganjar bagian seseorang (#/TB Ef 1:5,11*), dan merupakan sebagian dari tujuan kekal Allah (#/TB Ef 1:9*), yaitu pelaksanaan dari pra pengetahuan Allah yg penuh kasih, dengan mana Allah menyelamatkan orang-orang yg dipilihNya (#/TB Rom 8:29* dab; bnd #/TB 1Pet 1:2*). PL yg membicarakan pemilihan nasional untuk mendapat hak-hak istimewa, menyamakan pemilihan Allah dengan panggilan-Nya, sementara Paulus, yg membicarakan pemilihan perseorangan untuk mendapat keselamatan, membedakan pilihan dari panggilan, dan membicarakan pemanggilan Allah (dgn ini dimaksudkan panggilan supaya percaya yg mendorong tanggapan) sebagai langkah pelaksanaan dalam perjalanan waktu dari tujuan kekal yg penuh kasih sayang (#/TB Rom 8:30; 9:23* dab; #/TB 2Tes 2:13* dab; #/TB 2Tim 1:9*). Paulus menekankan pemilihan itu adalah kekal guna meyakinkan para pembacanya bahwa pemilihan itu tidak dapat berubah, dan apa pun yg terjadi dalam perjalanan waktu tak dapat mengoyakkan ketetapan Allah untuk menyelamatkan mereka.

          d. Pemilihan adalah pilihan orang-orang berdosa secara perseorangan untuk diselamatkan di dalam dan melalui Yesus Kristus. Pemilihan itu terjadi di dalam Yesus Kristus (#/TB Ef 1:4*) Anak Allah yg telah menjadi manusia; penampakan-Nya dan pengantaraan-Nya dalam sejarah juga tercakup dalam rencana kekal Allah (#/TB 1Pet 1:20*; #/TB Kis 2:23*). Arti pertama dipilih di dalam Kristus ialah, supaya orang pilihan Allah menjadi serupa dengan Yesus dan turut memiliki kemuliaan-Nya (#/TB Rom 8:29*; bnd #/TB Rom 8:17*; #/TB 2Tes 2:14*). Mereka dipilih supaya menjadi kudus (artinya serupa dgn Yesus dlm tingkah laku mereka) dalam dunia ini (#/TB Ef 1:4*) dan supaya mendapat kemuliaan (artinya serupa dgn Yesus dlm diri mereka, bnd #/TB 2Kor 3:18*; #/TB Fili 3:21*) dalam dunia yg akan datang. Arti kedua dipilih dalam Kristus ialah, bahwa orang pilihan itu ditebus dari hutang dosa dan noda dosa oleh Yesus, melalui kematian-Nya yg mendamaikan dan melalui karunia Roh KudusNya (#/TB Ef 5:25-27*; #/TB 2Tes 2:13*; bnd #/TB 1Pet 1:2*). Seperti dikatakan-Nya sendiri dalam #/TB Yoh 6:37-45; 10:14-16,27-30; 12:2,6,9* dab; 24), Allah Bapak telah memberikan kepada-Nya jumlah orang tertentu untuk diselamatkan, dan Dia telah melakukan segala sesuatu yg perlu untuk membawa mereka semuanya ke kemuliaan yg kekal. Arti ketiga dipilih dalam Kristus ialah, bahwa berkat-berkat pemilihan itu sampai kepada sang terpilih dengan jalan mereka dipersatukan dengan Kristus. Sebagai Adam yg terakhir Yesus mewakili mereka, dan sebagai pemberi hidup Ia diam di dalam mereka melalui RohNya melalui iman.

          IV. Makna pemilihan bagi orang percaya

          Paulus menekankan tiga makna religius dari pengetahuan orang percaya akan keterpilihannya.

          (a) Menunjukkan kepadanya bahwa keselamatan — dari awal sampai akhir — segala-segalanya adalah dari Allah, buah dari rahmat-Nya yg berdaulat. Penebusan yg diperoleh orang percaya hanya dalam Kristus dan dia terima hanya melalui iman, sumbernya sama sekali bukanlah pada kualitas pribadi, tapi melulu karunia — dampak dari karunia pemilihan. Setiap berkat rohani mengalir kepadanya dari ketetapan pemilihan Allah (#/TB Ef 1:3* dab). Maka pengetahuan akan keterpilihannya patut mengajar orang percaya untuk bermegah di dalam Allah, dan hanya di dalam Allah saja (#/TB 1Kor 1:31*), dan menaikkan pujian bagi-Nya yg adalah hakNya (#/TB Rom 11:36*). Tujuan terakhir dari pemilihan ialah supaya Allah terpuji (#/TB Ef 1:6,12,14*) dan pikiran tentang keterpilihan patut memacu orang berdosa yg sudah ditebus menaikkan puji-pujian dan ucapan syukur yg tak henti-hentinya, seperti kenyataan pada Paulus (#/TB Rom 11:33* dab, #/TB Ef 1:3* dab; #/TB 1Tes 1:3* dab; #/TB 2Tes 2:13* dab). Apa yg dinyatakan Allah mengenai pemilihan bagi Paulus dianggap sebagai pendorong untuk beribadah, bukan pendorong untuk adu pikiran.

          (b) Meyakinkan orang percaya akan keselamatannya yg kekal, dan membuang segala alasan untuk menjadi takut dan patah semangat. Jika ia berada dalam kasih karunia sekarang, maka ia akan berada di dalam kasih karunia untuk selama-lamanya. Apa pun tak bisa mempengaruhi kedudukannya yg sudah dibenarkan itu (#/TB Rom 8:33* dab); apa pun tidak bisa memisahkannya dari kasih Allah di dalam Kristus (#/TB Rom 8:35-39*). Ia sudah aman seaman-amannya, karena itu ia tak mungkin lebih aman dari keadaannya sekarang. Inilah pengetahuan yg berharga: maka setiap orang dihimbau supaya berusaha mencari tahu, apakah ia benar-benar dipilih, lalu membuatnya teguh (bnd #/TB 2Pet 1:10*).

          (c) Mendorong orang percaya untuk mengusahakan susila yg baik. Pengetahuan akan keterpilihan itu tidak mengizinkan seseorang berbuat dosa atau menjadi angkuh (bnd #/TB Rom 11:19-22*), malah pengetahuan serta berkat-berkat yg mengalir daripadanya, menjadi perangsang paling unggul untuk melakukan kasih yg khudu, yg bersukacita dan yg berterima kasih, yg merupakan pendorong utama untuk hidup kudus (#/TB Kol 3:12-17*).

       KEPUSTAKAAN.
  • Arndt; TWNT 4, hlm 147-197; T. Nicol dalam DAC; J Orr dalam HBD;
  • C. H Hodge, Systematic Theology 2, hlm 331-353;
  • H. H Rowley, The Biblical Doctrine of Election, 1950;
  • G. C. Berkouwer, Divine Election, 1960, TDNT 4, hlm 144-192; NIDNTT 1, hlm 533-543.

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...