IMANUEL
(Ibrani ‘immanu’el, ‘Allah
beserta kita’). Kata itu muncul ‘tiga kali dalam Alkitab, dua kali dalam PL
(TB Yes 7:14; 8:8) dan satu kali dalam PB (TB Mat 1:23*). Mungkin juga dipakai
dalam TB Yes 8:10.
Untuk mengerti makna kata itu, yg pada
dirinya berarti ‘Allah beserta kita’, kita harus memperhatikan konteksnya di
mana dia muncul. Aram dan Israel ingin membentuk suatu koalisi dengan Yehuda
guna mencegah laju perkembangan kekuasaan Asyur. Yehuda bimbang, karena itu
Aram dan Israel memutuskan untuk menghukumnya. Mendengar berita ini, Ahas, raja
Yehuda, gemetar. Yesaya diutus menjumpai Ahas untuk memberitahu dia tidak usah
takut. Kekuasaan musuh-musuhnya hampir berakhir, dan mereka tidak dapat
membahayakan dia. Bahkan Yesaya menyuruh Ahas memohon pertanda untuk
membuktikan kebenaran berita ilahi itu. Ahas menolak. Menanggapi penolakan raja
yg munafik itu, Yesaya memberitakan bahwa Tuhan akan memberikan suatu pertanda
kepada bangsa Yehuda. Dalam penglihatan, nabi itu melihat seorang dara (’ alma,
wanita yg belum kawin) yg akan melahirkan seorang bayi dan akan menamakannya
Imanuel.
Dalam menafsirkan nubuat
ini ada tiga unsur yg harus diperhatikan.
a. Kelahiran bayi itu adalah pertanda.
Benar bahwa suatu pertanda pada dirinya tidak harus merupakan keajaiban, tapi
dalam konteks khusus ini, sesudah perintah itu disampaikan kepada Ahas untuk
meminta pertanda ‘dari dunia orang mati yg paling bawah atau dari tempat
tertinggi yg di atas’ (TB Yes 7:10), wajarlah bila seseorang mengharapkan
pertanda seperti ‘pengunduran bayang-bayang pada penunjuk matahari’ ( 2 Raj
20:11). Harus ada yg luar biasa dalam kelahiran ini; kelahiran secara biasa
tidak memenuhi syarat-syarat pertanda itu. Dalam rangka ini harus dicatat,
bahwa penafsiran tambah sulit sebab nubuat itu tidak bisa diterapkan pada
Hizkia, karena Hizkia sudah lahir.
b. Ibu bayi itu adalah seorang wanita yg
belum menikah. Kenapa Yesaya menggambarkan si ibu dengan kata khusus ‘alma?
Kadang-kadang dikatakan, bahwa Yesaya tidak ingin mengajarkan kelahiran seorang
bayi melulu dari seorang dara: seandainya ia mengingininya, ada kata yg cocok
yg dapat dipakai, yaitu betula. Tapi penyelidikan PL mengungkapkan bahwa kata
ini kurang mantap karena mempunyai dua arti. Kata betula dapat mengacu kepada
seorang dara, tapi bila itulah maksudnya maka kata itu sering ditambahi ucapan
‘dia belum pernah bersetubuh dengan laki-laki’ (bnd #/TB Kej 24:16*). Kata
betula dapat juga menggambarkan seorang gadis perawan yg sudah bertunangan (bnd
#/TB Ul 22:23* dst). Dalam hal terakhir ini, gadis perawan dianggap sebagai
istri (’ isysya) dari lelaki tunangannya itu, dan si lelaki sebagai suaminya (’
isy). Tapi kata betula dapat juga mengacu kepada seorang wanita yg sudah kawin
(#/TB Yoel 1:8*). Berdasarkan ay terakhir ini timbul tradisi di masyarakat
Yahudi, di mana kata tadi jelas mengacu kepada seorang wanita yg sudah kawin.
Karena itu, seandainya Yesaya menggunakan betula maka tidaklah pasti wanita
mana maksudnya, apakah gadis perawan atau seorang wanita yg sudah kawin.
Kata-kata Ibrani yg lain yg juga terkait
kurang memuaskan. Seandainya Yesaya menggambarkan sang ibu hanya sekedar wanita
muda, bisa saja dia menggunakan istilah umum na’ara (’ gadis’). Tapi Yesaya
sengaja menggunakan kata ‘alma, yakni suatu kata yg tidak pernah dipakai (baik
dim Alkitab maupun sumber-sumber Timur Dekat lain) mengenai seseorang kecuali
seorang wanita yg belum kawin. Wanita yg belum kawin itu bisa juga tidak
bermoral, tapi dalam hal demikian sulit menerima kelahiran dimaksud sebagai
pertanda. Justru dapat disimpulkan bahwa ibu itu adalah seorang wanita yg baik
dan belum kawin; dengan perkataan lain, kelahiran itu adalah hal ajaib —
supernatural. Pemakaian kata ‘alma’ inilah yg menyulitkan atau yg tidak memungkinkan
penerapan ay ini pada suatu kelahiran lokal biasa.
c. Kita harus memperhatikan daya yg
terkandung dalam istilah Imanuel itu. Membaca ay itu. sepintas lalu saja, kita
mengerti bahwa kehadiran Allah akan kelihatan dalam kelahiran anak itu sendiri.
Tapi penafsiran demikian telah dipersoalkan dan ditolak dengan tegas oleh
kebanyakan penulis modern. Mereka berkata bahwa kehadiran Allah lebih terdapat
dalam pelepasan Yehuda dari kedua musuhnya di utara. Masa pertumbuhan anak
kecil itu dianggap sebagai ukuran waktu yg harus berlalu sebelum kedua musuh
itu dimusnahkan. Masa waktu demikian bisa singkat — seorang anak kecil dapat
mengetahui beda antara yg baik dan yg buruk pada usia belianya. Karena itu,
katakanlah, dalam 2 thn, bahkan mungkin juga kurang, Yehuda tidak usah takut
lagi akan Aram dan Israel. Dalam pelepasan demikianlah akan dinyatakan
kehadiran Allah, dan sebagai pertanda atau janji tentang pelepasan itu seorang
ibu akan menamakan anaknya Imanuel.
Penafsiran ini menghadapi masalah
dahsyat yg tak kunjung dapat diatasinya. Atas mandat apakah seorang ibu dapat
menamakan anaknya Imanuel? Bagaimanakah dapat dia mengetahui, bahwa anaknya
sendirilah, dan bukan anak dari ibu yg lain, yg menjadi pertanda, bahwa dalam 2
thn atau kurang kehadiran Allah akan dinyatakan dalam pelepasan Yehuda dari
Aram dan Israel? Lebih jauh lagi, dari mana Israel dapat mengetahui, bahwa
seorang anak yg khusus istimewa sudah lahir sebagai. kegenapan nubuat itu, dan
bahwa kelahiran khusus anak itulah yg menjadi pertanda seperti dijanjikan?
Nampaknya jika nubuat itu mengacu kepada seorang anak setempat dan yang lahir
pada waktu itu, maka anak yg akan lahir itu haruslah anak dari seorang yg
terkemuka. Pribadi paling terkemuka, yaitu Hizkia, adalah mustahil. Karena itu
kita harus menganggap bahwa anak itu adalah anak dari Yesaya, atau anak lain
dari Ahas. Tapi hal ini pun telah disingkirkan oleh kata ‘alma. Baik istri Ahas
maupun istri Yesaya tak pastas sebagai seorang ‘alma, dengan alasan yg nyata,
bahwa keduanya adalah wanita yg sudah kawin.
Karena itu lebih tepat menerapkan nama
Imanuel kepada bayi itu Sendiri. Dalam kelahiran-Nya terdapat kehadiran Allah.
Allah telah datang kepada umat-Nya di dalam seorang Anak, Anak yg istimewa
khusus itu, yg di kemudian hari Yesaya menamakannya ‘Allah Mahakuasa’ (’ el gibbor). Penafsiran ini telah diperkuat oleh
kenyataan, bahwa Yesaya mencoba menghindarkan orang-orang mempercayai raja
Asyur. Pertolongan atas bangsa itu bukan terletak di tangan Asyur melainkan di
tangan Allah. Di dalam keadaan kritis ini Allah hadir menyertai umat-Nya. Allah
ditemukan dalam kelahiran seorang Anak.
Ay
TB Yoel 1:15,16 dengan demikian memakai usia belia Anak ilahi itu sebagai
ukuran waktu, yg berlalu sampai Ahas dibebaskan dari ketakutan terhadap kedua
musuh dari utara. Ahas menolak pertanda dari Imanuel dan berpaling kepada raja
Asyur. Ia dan pengganti-penggantinya menyebabkan keruntuhan Yehuda, tapi bagi
yg sisa diberikan janji mengenai Imanuel, dan dalam Imanuel mereka akan menemui
pengharapan dan penyelamatan mereka.
KEPUSTAKAAN.
·
E. J
Young, The Book of TB Yes 1*; E. W Hengstenberg, Christology of the Old
Testament, 1856, 2, hlm 26-66;
·
J. G
Machen, The Virgin Birth of Christ, 1930;
·
J
Lindblom, A Study on the Immanuel Section of Isaiah, 1957-1958;
·
J. S
Wright, C Brown, NIDNTT 2, hlm 86-87.
No comments:
Post a Comment