KITAB KEJADIAN
I. Garis besar isi
a. Prasejarah: catatan mengenai
Penciptaan (#/TB Kej 1:1; 2:3*)
b. Cerita mengenai manusia (#/TB
Kej 2:4; 11:26*)
Penciptaan dan kejatuhan (#/TB Kej
2:4; 3:24*); pertambahan manusia (#/TB Kej 4:1; 6:8*); penghukuman melalui air
bah (#/TB Kej 6:9; 9:29*); terbitnya bangsa-bangsa (#/TB Kej 10:1; 11:26*).
c. Cerita tentang Abraham (#/TB
Kej 11:27; 23:20*)
Masuknya ke tanah perjanjian (#/TB
Kej 11:27; 14:24*); perjanjian dan janji-janji Allah (#/TB Kej 15:1; 18:15*);
Sodom dan Gomora (#/TB Kej 18:16; 19:38*); Sara, Ishak, dan Ismael (#/TB Kej
20:1; 23:20*).
d. Cerita tentang Ishak (#/TB Kej
24:1; 26:35*)
Perkawinannya dengan Ribka (#/TB
Kej 24:1-67*); kematian ayahnya dan kelahiran anak-anaknya (#/TB Kej 25:1-34*);
pembaharuan perjanjian di Gerar (#/TB Kej 26:1-35*).
e. Cerita tentang Yakub (#/TB Kej
27:1; 36:43*)
Memperoleh berkat dengan jalan
menipu (#/TB Kej 27:1-46*); pelariannya ke tanah Haran, dan pembaharuan
perjanjian di Betel (#/TB Kej 28:1-22*); hidupnya dan perkawinannya di Haran
(#/TB Kej 29:1; 31:16*); kembalinya ke tanah perjanjian, dan pembaharuan
perjanjian di Betel (#/TB Kej 31:17; 35:29*); garis keturunan Esau (#/TB Kej
36:1-43*).
f. Cerita tentang Yehuda dan cerita tentang Yusuf (#/TB Kej 37:1;
50:26*)
Yusuf dijual ke Mesir (#/TB Kej
37:1-36*); Yehuda dan menantunya perempuan (#/TB Kej 38:1-30*); Yusuf di
Mesir(#/TB Kej 39:1; 45:28*): ayah dan saudara-saudara Yusuf di Mesir (#/TB Kej
46:1; 47:31*); berkat Yakub memberikan hak pertama kepada Efraim dan kepada
Yehuda (#/TB Kej 48:1; 49:28*); kematian Yakub dan Yusuf (#/TB Kej 49:29;
50:26*).
Pada penutup Kitab Kej bangsa Israel
sudah di Mesir. Merekalah keluarga yg terpilih dari umat manusia: kepada mereka
Allah akan menunjukkan perbuatan-perbuatan perkasa untuk mencapai penebusan, yg
diceritakan dalam Kel. Dari Israel, suku Yehuda menjadi yg terutama (#/TB Kej
49:9-12*).
Suatu analisis secara teknis dapat juga didasarkan pada kesepuluh
pemakaian kata (atau kata-kata searti) ‘Inilah keturunan dari…’. Ibrani
toledot, berarti ‘memperanakkan’ atau ‘catatan silsilah’. Ungkapan ini dipakai
dengan penunjukan kepada langit dan bumi (#/TB Kej 2:4*); Adam (#/TB Kej 5:1*);
Nuh (#/TB Kej 6:9*); anak-anak Nuh (#/TB Kej 10:1*); Sem (#/TB Kej 11:10*);
Tera (#/TB Kej 11:27*); Ismael (#/TB Kej 25:12*); Ishak (#/TB Kej 25:19*); Esau
(#/TB Kej 36:1*); Yakub (#/TB Kej 37:2*). *TURUN, KETURUNAN.
II. Penulis
Untuk membahas penulis Kitab-kitab
Pentateukh, *PENTATEUKH. Mengenai penulis Kitab Kej, tidak kita temui sesuatu
dalam kitab itu yg menunjuk kepada siapa penulisnya. Ada dua pemikiran yg
secara luas diterima, walaupun pada masing-masing ada variasi (a) Hasil karya
Musa, (b) Hasil karya non-Musa.
a. Karya Musa
Pendidikan yg diterima Musa di
istana Firaun menyanggupkan dia membaca dan menulis (#/TB Kel 24:4*; #/TB Ul
31:9*, dst). Adalah terang ia suka memelihara catatan-catatan yg telah turun
kepadanya. Ini berarti bahwa Musa bukan penulis melainkan penerbit atau
pengumpul bahan bagi Kitab Kej. Catatan-catatan keluarga telah diteruskan baik
dalam bentuk lisan maupun tulisan, dan dikumpulkan oleh Musa, di edit dan
diterjemahkan bila perlu. Cerita penciptaan dalam #/TB Kej 1* mungkin diterima
sebagai wahyu langsung dari Allah, karena adalah jelas bahwa Musa mempunyai
pengalaman berhubungan langsung dengan Allah (lih #/TB Kel 33:11*; #/TB Ul
34:10*). Sesuai dengan itu, tidak salah kita mencari dokumen-dokumen atau
cerita-cerita lisan turun-temurun dalam Kej, dan bila kita menggunakan bh masa
kini, dapat dikatakan bahwa Musa adalah pengelola bahan yg terakhir, yg secara
setia menulis apa yg telah ia terima dari generasi masa lalu.
Apabila kita mengecualikan sedikit
‘catatan tambahan’ mengenai waktu-waktu kemudian sampai zaman kerajaan, yg
ditambahkan oleh penulis-penulis naskah bagi pembaca zaman mereka untuk
menjelaskan bagiannya (yaitu #/TB Ul 12:6; 13:7; 14:17* dan bg-bg dari #/TB Kej
36:9-43*), maka tidak ada sesuatu dalam Kej yg perlu diberi tarikh sesudah
Musa. Penafsiran yg sebenarnya dari #/TB Kel 6:4* tidak mengesampingkan
beberapa pemakaian nama Yahweh dalam Kej; bagaimanapun juga, dapatlah
dimengerti bila Musa sering memakai nama perjanjian zamannya sendiri untuk nama
‘El Shaddai’ (Allah Mahakuasa) dari zaman para leluhur, dengan tujuan
memperingatkan para pembacanya bahwa Allah ini adalah sama dengan Allah Sinai.
Untuk bagian ini, lih E. J Young,
Introduction to the Old Testament, 1949, hlm 51 dst.
b. Karya non-Musa
Tidak ada suatu teori yg umum
diterima. Sejak zaman Jean Astruc, abad 18, para sarjana telah mencari
berbagai-bagai ‘dokumen’ dalam Pentateukh (dan tentu juga dlm Kej). Acuan untuk
Kitab Kej adalah Y (yg memakai nama Yahweh bagi Allah), E (yg memakai Elohim
bagi Allah), dan P (yg mempunyai perhatian utama akan hal-hal agamawi). Bentuk
teori ini zaman dahulu bersifat ekstrim, radikal dan bagian terbesar menyangkal
adanya sejarah yg benar terdapat dalam Kej. Lebih-lebih pada akhir-akhir ini
ada pendapat mengatakan bahwa dengan proses pengumpulan bahan-bahan dahulu
kala, maka dokumen-dokumen itu berkembang sehingga dapat mencapai bentuknya yg
sekarang ini; Y kr dari abad 10 atau 9 sM, E tidak lama kemudian dan P di zaman
sesudah pembuangan. Ada pemegang teori ini yg menerima bahwa dalam Kej ada
sejarah yg benar-benar terjadi.
Terlebih lagi belakangan ini,
teori ‘dokumenter’ telah ditinggalkan oleh para penyangkal akan adanya
dokumen-dokumen yg benar. Para sarjana dari sekolah ini berbicara mengenai
‘siklus tradisi’ yg bertumbuh di berbagai lapangan, terutama dengan suatu titik
perhatian religius, mis #/TB Kel 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9; 10; 11; 12* dikutip
sebagai ‘lingkaran tradisi’ dengan peristiwa Perayaan Paskah sebagai titik
sumbunya. Beberapa waktu kemudian para redaktur mengumpulkan bahan-bahan itu
dan menyusunnya dalam bentuknya yg sekarang ini. Sebagian besar bahan itu
sebelum dikumpulkan adalah berbentuk lisan. Menurut pandangan ini, tidak perlu
ditolak bahwa ada sejarah yg benar dalam Kej, walaupun beberapa penulis menolak
adanya sejarah yg tepat, tapi mengakui ‘sifat sejarah umum’. Sekolah ‘sejarah
tradisional’ ini berpikir ada perkembangan tradisi sekitar peristiwa-peristiwa
pokok, yg mempunyai makna bagi kehidupan agamawi bangsa Israel dan yg mendapat
perwujudannya dalam upacara agama dan tata ibadah mereka.
Tidaklah mungkin mengatakan bahwa
ada suatu pendapat yg diterima secara luas oleh semua sarjana. Siapa penulis
Kitab Kej tinggal misteri.
III. Tempat Kitab Kej dalam Alkitab
Kitab Kej melaporkan permulaan segala
sesuatu, pembimbing agung kepada drama penyelamatan. #/TB Kej 1; 2; 3; 4; 5; 6;
7; 8; 9; 10; 11* dapat dipandang sebagai prolog drama itu, yg lakon pertamanya
dimulai dalam ps 12 dengan masuknya tokoh Abraham. Bagian akhir drama ini
adalah Why yg merupakan epilognya.
Prolog dituangkan dalam
istilah-istilah universal. Allah membuat segala sesuatu (ps 1). Khususnya Ia
menciptakan manusia, yg menjadi pemberontak dan berdosa (ps 2-3). Dosa menjadi
universal (ps 4), dan sebagai pemberontak terhadap Allah, ia selalu berada di
bawah penghukuman kudus, sama seperti dalam cerita mengenai air bah (ps 6-9).
Pun sesudah Allah memperlihatkan ketidaksenangan-Nya dengan mengadakan
penghukuman berupa air bah, manusia kembali memberontak (ps 11). Namun selalu
Allah menyatakan anugerah dan belas kasihan-Nya. Adam dan Hawa diusir keluar
dari Taman Eden, tapi tidak dibinasakan (ps 3); Kain dihalau pergi tapi ‘diberi
tanda’ oleh Allah (ps 4); manusia diliputi air bah tapi tidak dibasmi, karena
ada sisa-sisa yg diselamatkan (ps 6-9); manusia dipencar-pencarkan tapi
diperbolehkan untuk hidup terus (ps 11).
Itulah prolog, latar belakang drama
yg terus berkembang. Apakah tanggapan Allah terhadap dosa manusia yg universal
itu? Ketika drama itu sendiri terbuka dalam #/TB Kej 12*, kita bertemu dengan
Abraham, pemeran utama dalam jawaban Allah. Ia akan memanggil suatu umat yg Ia
pilih, dari siapa pada waktunya akan terbit Penyelamat. Umat itu akan
memberitakan berita keselamatan kepada segenap umat manusia di segala tempat.
Kitab Kej hanya menceritakan permulaan cerita itu sampai dengan zaman Yusuf,
memberikan latar belakang karya agung Allah dalam penyelamatan dan Mesir, pola
pembebasan yg lebih besar yg nanti akan dicapai.
IV. Kitab Kej dan bukti-bukti sejarah
Karena banyak data peristiwa Kej
tidak punya kesamaan dengan peristiwa-peristiwa alamiah, maka tidaklah selalu
mungkin untuk menemukan bukti-bukti lain mengenai peristiwa-peristiwa itu. Hal
ini terutama sukar untuk #/TB Kej 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9; 10; 11*, walaupun
agak mudah untuk #/TB Kej 12; 13; 14; 15; 16; 17; 18; 19; 20; 21; 22; 23; 24;
25; 26; 27; 28; 29; 30; 31; 32; 33; 34; 35; 36; 37; 38; 39; 40; 41; 42; 43; 44;
45; 46; 47; 48; 49; 50*. Haruslah diingat selalu bahwa banyak hal dalam Alkitab
adalah di luar jangkauan penyelidikan ilmiah, lebih-lebih bagian-bagian yg
menyentuh iman dan hubungan perseorangan. Peristiwa Kitab Kej yg bukti-buktinya
mungkin dapat diperoleh dari luar, dapat diringkaskan sbb.
a. Penciptaan (CIPTA, PENCIPTAAN)
I. Ajaran Alkitab
Ajaran ini tidak boleh dikacaukan
atau disamakan dengan teori — asal usul secara ilmiah apa pun. Maksud ajaran
Alkitab bersifat etis dan keagamaan, bertentangan dengan sifat penelitian
ilmiah. Dalam Alkitab hunjukan pada ajaran tentang penciptaan, tersebar luas
baik dalam PL maupun PB, dan tidak terbatas pada ps-ps pembukaan Kej.
Hunjukan-hunjukan berikutnya tercatat dalam: Kitab nabi-nabi #/TB Yes 40:26,28;
42:5; 45:18*; #/TB Yer 10:12-16*; #/TB Am 4:13*; dalam #/TB Mazm 33:6,9; 90:2;
102:24*; juga #/TB Ayub 38:4*, dst; #/TB Neh 9:6*; dan dalam PB, #/TB Yoh 1:1*
dab; #/TB Kis 17:24*; #/TB Rom 1:20,25; 11:36*; #/TB Kol 1:16*; #/TB Ibr 1:2;
11:3*; #/TB Wahy 4:11; 10:6*.
Titik tolak ajaran itu ialah #/TB Ibr
11:3*, ‘Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh
firman Allah’. Ini berarti, bahwa ajaran Alkitab tentang penciptaan didasarkan
atas penyataan atau wahyu ilahi, dan dapat dimengerti hanya berdasarkan iman.
Inilah yg membedakan secara tajam pendekatan Alkitab dengan pendekatan ilmiah.
Karya penciptaan, tidak kurang dari rahasia penyelamatan, tertutup bagi manusia
dan hanya dapat diamati oleh iman.
Dalam Alkitab karya penciptaan
dihubungkan dengan ketiga oknum Trinitas: dengan Bapak — #/TB Kej 1:1*; #/TB
Yes 44:24; 45:12*; #/TB Mazm 33:6*; dengan Anak — #/TB Yoh 1:3,10*; #/TB Kol
1:16*; dan dengan Roh Kudus — #/TB Kej 1:2*; #/TB Ayub 26:13*. Ini tidak
berarti bahwa bagian penciptaan yg berbeda-beda itu dihubungkan dengan oknum yg
berbeda-beda dalam Trinitas, melainkan bahwa keseluruhan penciptaan itu ialah
karya Allah Tritunggal.
Hubungan #/TB Ibr 11:3* ‘apa yg kita
lihat telah terjadi dari apa yg tidak dapat kita lihat’ dengan #/TB Kej 1:1*
‘pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’, menunjukkan bahwa alam
semesta bukanlah dijadikan dari bahan apa pun yg telah ada sebelumnya,
melainkan dijadikan dari yg tidak ada, hanya oleh firman Ilahi, dalam arti,
bahwa keputusan penciptaan Ilahi itu tidak didahului oleh suatu bahan apa pun
yg telah ada dari macam apa pun juga. Creatio ex nihilo ini mempunyai
keterlibatan teologis yg penting, misalnya menghindarkan orang dari gagasan bahwa
benda itu kekal (#/TB Kej 1:1* menunjuk bahwa penciptaan ada awalnya), atau
bahwa mungkin ada dualisme — entah dalam bentuk apa pun — di alam semesta, di
mana suatu bentuk eksistensi atau kekuatan lain berhadapan dengan Allah dan di
luar pengawasan-Nya. Demikian juga ajaran ini menunjukkan, bahwa Allah berbeda
dari ciptaan-Nya, dan alam semesta bukanlah penjelmaan gejalawi atau lahiriah
dari Yg Mutlak, seperti dipertahankan oleh Panteisme.
Tapi bersamaan dengan itu jelaslah
bahwa gagasan tentang penciptaan pertama yg terkandung dalam rumus creatio ex
nihilo itu, tidak ‘menamatkan’ ajaran Alkitab mengenai hal itu. Manusia tidak
diciptakan ex nihilo, melainkan diciptakan dari debu tanah (#/TB Kej 2:7*), dan
segala binatang hutan serta segala burung di udara dibentuk dari tanah (#/TB
Kej 2:19*). Ini telah disebut penciptaan kedua, suatu aktivitas penciptaan
dengan menggunakan bahan-bahan yg telah tersedia karena telah diciptakan dan
berdiri berdampingan dengan penciptaan pertama sebagai bagian dari kesaksian
Alkitab.
Pernyataan seperti #/TB Ef 4:6*,
‘Satu Allah … di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua’, menunjukkan
bahwa Allah memiliki hubungan dengan tatanan ciptaan itu baik secara transenden
maupun secara imanen. Ia di atas semua dan ‘di atas segala sesuatu’ (#/TB Rom
9:5*). Artinya, Allah yg transenden, tidak tergantung dari ciptaan-Nya, Ia
berada sendiri, maupun dalam dan oleh diriNya sendiri.
Demikianlah penciptaan harus
dimengerti sebagai perbuatan Allah yg bebas, yg hanya ditentukan oleh
kehendakNya yg berdaulat, dan sama sekali bukan perbuatan yg diharuskan. Ia
tidak perlu menciptakan alam semesta (lih #/TB Kis 17:25*), Ia memilih berbuat
demikian. Penting sekali menekankan hal ini, sebab hanya demikianlah Ia itu
Allah, Tuhan yg tak bersyarat, yg transenden. Di lain pihak, dalam ungkapan
bahwa Ia ‘oleh semua dan di dalam semua’ itu, Ia imanen dalam ciptaan-Nya
(sekalipun berbeda dengannya), dan segenap ciptaan-Nya itu mutlak tergantung
pada kuasa-Nya bagi kesinambungan eksistensi segenap ciptaan itu. ‘Segala
sesuatu ada di dalam Dia’ (en auto) (#/TB Kol 1:17*) dan ‘di dalam Dia kita
hidup, kita bergerak, kita ada’ (#/TB Kis 17:28*).
Kata-kata ‘oleh karena kehendak-Mu
semuanya itu ada dan diciptakan’ (#/TB Wahy 4:11*), bnd ‘segala sesuatu
diciptakan oleh Dia dan untuk Dia’ (#/TB Kol 1:16*), menunjuk kepada maksud dan
tujuan penciptaan. Allah menciptakan dunia ‘bagi penyataan kemuliaan kuasa,
hikmat dan kebaikan-Nya yg kekal’ (Westminster Confession). Dengan kata lain,
penciptaan bersifat Allah sentris guna membeberkan kemuliaan Allah, seperti
kata Calvin, ‘menjadi panggung pementasan kemuliaan-Nya’. JP/HH
II. Laporan Kitab Kejadian
Laporan dasar Kej mengenai penciptaan
ialah #/TB Kej 1:1-2:4*a. Laporan itu mewujudkan pernyataan agung, bebas dari
unsur-unsur kasar yg terdapat pada cerita-cerita penciptaan yg tidak
berdasarkan Alkitab (Iih III, di bawah). Ps ini menyajikan rentetan realitas
tentang bagaimana dunia yg nyata dan nampak ini terjadi. Bentuknya adalah
laporan bersahaja dari seorang saksi mata, tanpa niat menyajikan
rincian-rincian seperti dituntut oleh ilmu pengetahuan mutakhir. Terlepas dari
soal penyataan, tiap cerita sederhana tentang penciptaan, hanya dapat menguraikan
ihwal asal usul dari unsur-unsur di seputar dunia yg nampak bagi mata insani.
#/TB Kej 1*, sejauh membicarakan gejala-gejala yg hanya dapat diamati, adalah
sejajar dengan banyak cerita yg lain tentang penciptaan. Cerita-cerita semacam
itu membicarakan hal dunia, laut, langit, matahari, bulan dan bintang-bintang,
binatang dan manusia.
Penyataan ilahi menjaga penulis #/TB
Kej 1* untuk tidak menggunakan bahasa dan kekasaran-kekasaran dari politeisme
yg sezaman, tapi penulis tetap manusia biasa yg memakai matanya sebaik-baiknya,
sewaktu ia menguraikan cara Allah menciptakan dunia ini menjadi ada.
Perbandingan antara cerita Alkitab tentang penciptaan dengan cerita Babel
memang memberikan sejumlah kesejajaran, tapi hubungan lahiriah antara kedua cerita
itu tidaklah jelas. Namun bukanlah tidak mungkin bahwa kesejajaran itu sebagai
akibat peminjaman yg begitu saja, sebab dalam #/TB Kej 1* terdapat kedalaman
dan keluhuran yg tidak terdapat dalam cerita dan Babel. A Heidel, The
Babylonian Genesis, bab 3, memberikan bahasan lengkap tentang hubungan antara
kedua cerita itu.
a. Hal-hal yg diciptakan
Jika kita menerima #/TB Kej 1*
sebagai laporan fenomenologis yg sederhana, maka hal pertama yg dilaporkannya
ialah penciptaan terang. Setiap orang tahu, bahwa siang dan malam muncul dalam
urutan yg teratur. Dan bahwa terang merupakan keharusan yg tak dapat dikurangi
bagi segala kehidupan dan pertumbuhan. ‘Siapakah yg menyebabkan semua itu
demikian?’ tanya penulis #/TB Kej 1*. Jawabannya ialah: Allah yg melakukannya
(#/TB Kej 1:3-5*). Suatu pengamatan sederhana yg kedua ialah, bahwa air bukan
hanya ada di bawah, yg membentuk lautan dan sumber-sumber di bawah tanah, tapi
bahwa air ada juga di atas yg menjadi sumber hujan. Di antara keduanya itu ada
ruang angkasa (cakrawala) (raqia, sesuatu yg disusun). Siapakah yg menyebabkan
ini? Allah yg melakukannya (#/TB Kej 1:6-8*). Lagi, setiap orang tahu bahwa
laut dan daratan dibagi-bagi di daerah-daerah khusus — di muka bumi ini (#/TB
Kej 1:9,10*). Itu juga perbuatan Allah. Lalu bumi telah menghasilkan
tumbuh-tumbuhan yg bermacam-macam (ay #/TB Kej 1:11-13*). Itu juga hasil karya
tangan Allah.
Tiada kepelikan dari
perbedaan-perbedaan di bidang tanaman, dan penulis hanya tahu tiga pengelompokan
yg besar dari tumbuh-tumbuhan, yaitu desye’ (tunas-tunas muda, baru), ‘esyev
(tumbuh-tumbuhan yg berbiji menurut jenisnya), dan ‘ets (pohon-pohon yg
menghasilkan buah yg bijinya ada di dalamnya sendiri). Agaknya penulis merasa
bahwa penggolongan sederhana ini telah mencakup segala-galanya.
Pengamatan berikutnya ialah, bahwa
benda-benda langit ditempatkan di cakrawala, seperti matahari, bulan,
bintang-bintang (#/TB Kej 1:14-19*). Allah yg menempatkannya di sana guna
menandai waktu dan musim. Akan menjadi terlalu tajam untuk mengharapkan penulis
membedakan meteor-meteor, planet-planet, bimasakti, dsb. Dengan memandang
kepada suasana di mana makhluk-makhluk hidup dapat ditemukan, penulis mengamati
bahwa air-air memunculkan ‘makhluk merayap yg hidup’ (#/TB Kej 1:20*, syerets,
makhluk yg berkerumun, binatang-binatang kecil dlm jumlah yg besar), dan
binatang-binatang laut yg besar dan segala jenis makhluk hidup yg bergerak
(#/TB Kej 1:21*, tannin, binatang laut yg ‘ganjil’, ular).
Tiada usaha untuk
mengadakan pembedaan yg tepat antara jenis yg bermacam-macam dari
binatang-binatang laut dalam arti zoologis. Sudah dipandang cukup untuk
mengatakan, bahwa Allah menjadikan binatang-binatang laut, baik yg besar maupun
yg kecil. Allah juga menjadikan burung-burung yg terbang di cakrawala (#/TB Kej
1:20-22*, ‘of). Istilah ‘of mencakup semua jenis burung. Dari manakah datangnya
makhluk-makhluk dalam jumlah besar yg menghuni bumi itu? Allah juga yg
menjadikannya. Kemudian bumi mengeluarkan makhluk-makhluk hidup (#/TB Kej
1:24-25*, nefesy khayya) yg oleh penulis digolongkan sebagai ternak (behema,
binatang-binatang), binatang melata (#/TB Kej 1:24-25*, remesy) dan binatang
liar (#/TB Kej 1:24-25*, khayya). Pembedaan zoologis di sini juga tidak
ditemukan. Jelas penulis yakin bahwa penggolongannya yg sederhana itu secara
memuaskan mencakup semua jenis pokok dari hidup duniawi. Akhirnya Allah
menjadikan manusia (#/TB Kej 1:26,27*, ‘adam) menurut gambar dan rupa-Nya,
suatu ungkapan yg dengan segera diberi arti sebagai berkuasa atas segala
penghuni daratan, lautan dan cakrawala (#/TB Kej 1:26,28*). Dan Allah
menciptakan (bara’) manusia terdiri dan laki-laki dan perempuan (#/TB Kej
1:27*, zakhar dan neqeva).
b. Kronologi dari
kejadian-kejadian
Penelitian yg cermat atas ps ini
menunjukkan suatu penyajian yg skematis, dimana perbuatan-perbuatan penciptaan
diperas menjadi suatu pola dari 6 hari, sedang ada 8 perbuatan penjadian, yg
diantarkan oleh kata-kata ‘Berfirmanlah Allah’.
Jika di sini kita mau melihat
kronologi kejadian-kejadian yg tepat, maka sulit menerangkan munculnya
benda-benda langit yg memberi terang pada hari keempat. Persoalan ini dapat
dihindari jika kita memperlakukan #/TB Kej 1* sama seperti bagian-bagian lain
dalam Alkitab, yg menceritakan peristiwa-peristiwa besar tapi bukan
memperhatikan kronologi (lih cerita ttg penggodaan, #/TB Mat 4* dan #/TB Luk
4*, yg menekankan fakta penggodaan-penggodaan, tapi yg memberikan urutannya yg
berbeda; lih juga #/TB Mazm 78:13,15,24* yg menekankan fakta dari pemeliharaan
Allah terhadap umat Israel yg telah dibebaskan, tapi menempatkan peristiwa
manna setelah pemukulan batu karang, yg bertentangan dgn Kel). Jika kita mengerti
bahwa penulis #/TB Kej 1* perhatiannya diarahkan kepada penekanan fakta
penciptaan, dan bukan secara khusus kepada urutan kronologis dari
kejadian-kejadian itu, kita menghindari sejumlah kesukaran.
Ada suatu skema yg agak konsekuen
dalam pengutaraan bahannya. Tiga hari yg pertama bersifat persiapan. Pemberian
terang dan persiapan cakrawala, lautan, daratan dan tumbuh-tumbuhan itu
berfungsi sebagai pendahuluan bagi penempatan penghuni-penghuni dalam sebuah
rumah yg dipersiapkan. Burung-burung menghuni cakrawala, ikan-ikan menghuni
lautan, binatang-binatang dan manusia menghuni daratan. Hari-hari pertama dan
keempat tidak begitu mengikuti skema, tapi ada semacam hubungan. Hari-hari
ketiga dan keenam masing-masing mempunyai dua perbuatan penciptaan. Hari
ketujuh berada di luar skema dan menceritakan tentang Allah berhenti lalu
bergirang ketika pekerjaanNya telah selesai, yg menjadi pola mantap dari
ciptaan-Nya, satu hari dalam sepekan.
Sesuatu hilang jika dalam
menerangkan ps ini kita menekankan tafsiran kepada batasan-batasan yg tidak
perlu. Seluruh ps ini bersifat puitis dan tidak bermaksud untuk disejajarkan
dengan ilmu pengetahuan.
Tekanan dalam ps ini diletakkan
pada apa yg difirmankan Allah (#/TB Kej 1:3,6,9,11,14,20,24,26*). Firman ini
ialah firman Ilahi yg menciptakan, yg memunculkan tertib dari kebalauan, terang
dari kegelapan, hidup dari maut. Lebih banyak tekanan harus diberikan kepada
kata ‘berfirman’ (’ amar), ketimbang kepada kata ‘menjadikan’ atau ‘membuat’,
sebab penciptaan itu dinyatakan sebagai hasil kehendak pribadi Allah. Benar
bahwa kata ‘menciptakan’ (bara’) dipakai bagi langit dan bumi (#/TB Kej 1:1*),
bagi binatang-binatang lautan yg besar dan makhluk-makhluk yg hidup (#/TB Kej
1:21*), dan bagi manusia (#/TB Kej 1:27*), dan bahwa kata ini dipakai di tempat
lain di PL hanya bagi perbuatan ilahi. Tapi di #/TB Kej 1* kata-kata lain juga
dipakai. Demikian kata ‘membuat’ (’ asa) dipakai bagi cakrawala (#/TB Kej
1:7*), bagi benda-benda yg memberi terang (#/TB Kej 1:16*), bagi
binatang-binatang, ternak dan binatang melata (#/TB Kej 1:25*) dan bagi manusia
(#/TB Kej 1:26*). Lagi, perbuatan ilahi itu diuraikan dengan memakai bentuk
perintah dari kata kerja di beberapa tempat: ‘hendaklah…’ (#/TB Kej 1:3,6,14,15*),
‘hendaklah … berkumpul’ (#/TB Kej 1:9*), ‘hendaklah … menumbuhkan’ (#/TB Kej
1:11,20,24*). Supaya tidak membosankan, penulis telah mengumpulkan sederetan
kata kerja yg bersama-sama menekankan perbuatan ilahi. Tapi perbuatan yg hakiki
keluar dari firman Allah (berfirmanlah Allah).
c. Arti ‘hari’
Kata ‘hari’ telah menimbulkan
kesulitan. Dalam Alkitab kata ini mempunyai arti yg bermacam-macam. Dalam
bentuknya yg paling sederhana kata ini berarti satu hari yg terdiri dari 24
jam. Tapi kata ini dipakai juga bagi waktu penghakiman ilahi (’ hari TUHAN’,
#/TB Yes 2:12* dab), suatu masa yg tak terbatas (’ hari penggodaan’, #/TB Mazm
95:8*), suatu masa yg panjangnya (katakanlah) 1000 thn (#/TB Mazm 90:4*). Atas
pandangan bahwa satu hari adalah 24 jam, beberapa orang mempertahankan bahwa
penciptaan itu dilaksanakan dalam 6 hari secara harfiah. Pendapat ini tidak
cocok dengan penyusunan skematis yg secara puitis, simbolis; dalam kepustakaan
Alkitab.
Orang lain mengemukakan bahwa satu
hari di sini mewakili suatu masa yg panjang, dan telah berusaha untuk
mendapatkan kesejajarannya dengan zaman-zaman geologi, suatu pandangan yg
terlalu erat diikatkan kepada teori-teori sains yg cenderung berubah. Jika kita
mengakui bahwa #/TB Kej 1* mempunyai bentuk sastra dan tidak bermaksud
memberikan gambar urutan kronologis, tapi hanya untuk meneguhkan kenyataan,
bahwa Allah-lah yg menjadikan segala sesuatu, kita menghindari
spekulasi-spekulasi ini.
Persoalan lain yg dihubungkan
dengan itu, ialah bagaimana menerangkan ungkapan ‘malam dan pagi’. Mungkin
harus diakui bahwa kita tidak tahu apa yg dimaksudkan penulis. Di antara
anjuran-anjuran yg dikemukakan sbb: ungkapan itu menunjuk kepada sistem Yahudi
tentang menghitung hari mulai dan matahari terbenam sampai matahari terbenam,
yakni mulai dari malam, melalui pagi sampai ke malam berikutnya. Atau, ‘malam’
menandai kelengkapan suatu masa yg berawal dari ‘pagi’ yg terbitnya bersamaan
dengan penciptaan terang, sedang ‘pagi’ yg mengikutinya menandai awal hari yg
baru dan akhir bagian malam dari hari yg telah lalu. Pandangan ini benar-benar
yg satu berlawanan dengan yg lain, dan memberi kesan bahwa arti nas tidak
jelas.
Beberapa penulis berusaha
mengatasi kesukaran ihwal 6 hari itu, dengan mengemukakan bahwa penciptaan itu
diwahyukan kepada penulis dalam 6 hari, bukan bahwa penciptaan dilaksanakan
dalam 6 hari. Enam penglihatan dari perbuatan ilahi diberikan kepada penulis,
dalam tiap penglihatan itu satu segi dari karya penciptaan Allah diuraikan.
Masing-masing penglihatan diberikan dalam bentuk yg persis lama, yg dimulai
dengan kata-kata ‘Berfirmanlah Allah…’ dan disimpulkan dengan ‘Jadilah petang
dan jadilah pagi, itulah hari ….’ Dikemukakan bahwa keenam penglihatan itu
mungkin ditulis pada 6 loh yg sama, dengan bentuk yg sama dan penutup yg sama
untuk menyimpulkan masing-masing. Pandangan ini menarik sekali, tapi sebenarnya
mewujudkan variasi dari gagasan bahwa dalam #/TB Kej 1* itu kita dihadapkan
dengan susunan kesusastraan, guna mengkomunikasikan ajaran bahwa Allah-lah yg
telah menciptakan segala sesuatu. Tiada keterangan yg diberikan mengenai cara
kerja ilahi.
d. #/TB Kej 1* dan sains
Persoalan mengenai hubungan Kej I
dengan geologi dan biologi telah didekati dengan banyak cara. Pandangan kaum
konkordans telah mencoba menemukan suatu kesejajaran yg lebih atau kurang tepat
antara sains dan Alkitab. Telah ditarik kesejajaran-kesejajaran antara
lapisan-lapisan geologis dan pernyataan-pernyataan Kitab Kej dalam suatu urutan
kronologis. Dalam daftar makhluk-makhluk, #/TB Im 11:4* dan #/TB Ul 14:13*,
muncul ungkapan ‘menurut jenisnya’ sebagai terjemahan kata Ibrani min. Kata ini
juga muncul dalam #/TB Kej 1:11,12,22,24,25*, sekalipun terjemahan baru LAI
tidak menerjemahkannya. Beberapa orang berpendapat bahwa kata itu seharusnya
muncul, dan dipandang sebagai pembuktian kesalahan yg lengkap dari teori
evolusi. Tapi sama sekali tidaklah jelas apakah arti kata Ibrani jenis’ (min)
itu, kecuali sebagai pengamatan umum bahwa Allah telah menjadikan
makhluk-makhluk itu sedemikian rupa, sehingga mereka berkembang biak dalam
jenis mereka.
Tapi jika kata Ibrani itu tidak
dimengerti, benar juga untuk mengatakan bahwa pengelompokan biologis itu sama
sekali belum mendapat penetapannya yg terakhir dan yg menentukan. Maka kiranya
disetujui bahwa Alkitab memegang teguh, bahwa bagaimanapun hidup ini dijadikan,
Allah berada di belakang prosesnya; dalam hal ini #/TB Kej 1* tidak meneguhkan dan
juga tidak menyangkal teori evolusi, atau teori mana pun juga.
#/TB Kej 1:2* telah dijadikan
dasar bagi teori tentang adanya suatu kekosongan dalam sejarah dunia.
Dianjurkan bahwa terjemahannya — demikian mereka — seharusnya: ‘Bumi menjadi
tanpa bentuk dan kosong’, artinya, bumi telah diciptakan sempurna, tapi ada
sesuatu yg terjadi, sehingga bumi menjadi tak teratur. Kemudian Allah
menciptakannya kembali dengan mengubah kembali kekacauan itu. Bagi pandangan
ini kekosongan dalam kurun waktu itu memberi tempat pada abad-abad geologis yg
panjang sebelum bencana tadi. Dikatakan bahwa tindakan penciptaan yg asali
termasuk zaman lalu yg tanpa tanggal, dan meliputi kurun zaman geologis. Harus
dikatakan bahwa tidak ada bukti geologis tentang pendirian itu, dan terjemahan
yg demikian juga sama sekali tidak cocok. Ungkapan bh Ibrani itu biasanya
berarti ‘dan adalah’, bukan ‘dan menjadi’.
Banyak penulis berusaha untuk
mendapatkan cerita penciptaan kedua dalam #/TB Kej 2*, yg dikatakan sebagai
mempunyai urutan kronologis yg berbeda dengan urutan #/TB Kej 1*. Pandangan
demikian tidaklah perlu, jika kita memandang #/TB Kej 2* sebagai bagian dari
cerita yg lebih lengkap dari #/TB Kej 2;
3*, dimana #/TB Kej 2* hanya mewujudkan suatu pendahuluan bagi cerita
penggodaan tanpa usaha apa pun untuk memberikan suatu cerita penciptaan, dan
pasti bukan untuk memberikan semacam urutan kronologis dari kejadian-kejadian
itu.
Akhirnya harus ditekankan, memang
masih ada banyak pembicaraan mengenai arti yg sebenarnya dari #/TB Kej 1*, tapi
semua orang harus setuju, betapa ps ini mengatakan setegas-tegasnya bahwa Allah
telah menjadikan segala sesuatu dalam alam semesta ini, di mana kita hidup.
Jika kita menekankan hal ini pada taraf pengamatan sederhana, sifat bagian
Alkitab ini adalah mempermudah sedemikian rupa perluasan pemahaman atas
daerah-daerah yg tak dapat dilihat dengan mata biasa. JAT/HH
III. Teori-teori Timur Dekat Kuno
Tiada hikayat yg telah ditemukan yg
khusus menunjuk kepada penciptaan alam semesta. Hikayat-hikayat yg menceritakan
pengaturan alam semesta dan segala perkembangan kebudayaannya, penciptaan
manusia dan penetapan peradaban ditandai oleh politeisme dan pergumulan
dewa-dewa untuk mendapatkan keunggulan. Politeisme itu bertentangan sekali
dengan monoteisme Ibrani pada #/TB Kej 1;
2*. Jumlah terbanyak dari cerita-cerita itu mengutip bagian dari
naskah-naskah lain, dan pandangan-pandangan dari orang-orang kuno harus
dikumpulkan sedikit demi sedikit dari tulisan-tulisan keagamaan, yg sekalipun
diberi penanggalan sampai bagian pertama dari ribuan thn ke-2 sM, dapat
dikembalikan hingga sumber-sumber yg lebih tua lagi. Telah ditemukan suatu
cerita dari Ebla, kr 2350 sM.
a. Sumer dan Babel
Ada sejumlah cerita tentang
penciptaan yg dihubungkan dengan keunggulan yg dimiliki oleh bermacam-macam
kota kuno, dan dengan dewa-dewa yg dipandang sebagai yg pertama-tama
menghuninya. Demikianlah Nipur dianggap di huni hanya oleh dewa-dewa yg
mendahului penciptaan manusia. Enki, dewa kedalaman dan hikmat, pertama-tama
memilih Sumer, lalu mulai mendirikan daerah-daerah tetangga, termasuk firdaus
Dilmun. Yg pertama ia kerjakan adalah menetapkan sungai-sungai, rawa-rawa dan
ikan-ikan, lalu lautan dan hujan. Selanjutnya tuntutan-tuntutan kebudayaan bumi
dipenuhi, yaitu dengan pengadaan biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan yg hijau,
beliung dan cetakan batu bata. Bukit-bukit yg tinggi ditutup dengan
tumbuh-tumbuhan, dan ternak serta domba-domba mengisi lembah-lembahnya.
Sebuah hikayat lain menceritakan
firdaus Dilmun dimana ibu dewi Ninhursag melahirkan keturunannya tanpa sakit atau
tanpa mengalami kesakitan beranak. Diceritakan pula tentang Enki yg setelah
makan tanaman-tanaman di kutuk dan jatuh sakit hingga ia disembuhkan oleh
seorang dewi yg khusus diciptakan, Nin. ti, nama yg berarti ‘wanita iga’ dan
‘wanita yg membuat hidup’. Kedua arti itu menunjuk kepada Hawa.
Hikayat lain lagi tentang Enki dan
Ninhursag, menceritakan hal penciptaan manusia dari tanah liat. Penciptaan ini
disusuli suatu pertempuran, dimana Enki memimpin bala tentara kebaikan melawan
Nammu, laut pertama. Lalu dengan bantuan Nin-mah, ibu dewi bumi, ia menciptakan
manusia lemah. Hikayat penciptaan yg paling terkenal ialah suatu saduran Babel
yg kemudian, yg diambil dari kosmogoni Sumer yg disebut enuma elisy, dari
kata-kata yg mengawali ‘Ketika langit-langit di atas tidak dinamai dan bumi di
bawah belum disebut dengan nama’. Tiamat (bnd Ibrani tehom, kedalaman) dan Apsu
(air manis) hadir dalam keberadaan. Tapi setelah dewa-dewa lainnya dilahirkan,
Apsu berusaha menyingkirkan mereka karena kegaduhan mereka. Satu di antara
dewa, Ea, yaitu Enki dari suku Sumer, membunuh r Apsu. Lalu Tiamat, yg
melancarkan pembalasan, dibunuh oleh anak Ea, yaitu Marduk, dewa Babel, yg
untuk kehormatannya syair diciptakan. Marduk memakai kedua belahan Tiamat untuk
menjadikan cakrawala bagi langit dan bumi. Kemudian ia mengatur
bintang-bintang, matahari, dan bulan, dan akhirnya, untuk membebaskan dewa-dewa
dari tugas-tugas yg rendah, maka ia dengan bantuan Ea menjadikan manusia dari
tanah liat dicampur dengan darah Kingu, dewa pemberontak yg telah memacu
kekuatan-kekuatan Tiamat. Kesamaan antara cerita ini dengan #/TB Kej 1; 2*
hanyalah singgungan pada ‘yg dalam’ (tehom dlm #/TB Kej 1:2* tidak harus
ditafsirkan sebagai personifikasi), berhentinya Tuhan sesudah menciptakan, dan
pembagian cerita ke dalam enam bagian (W. G Lambert, JTS 16, 1965, hlm 287-300;
P. J Wiseman, Clues to Creation in Genesis, 1977).
Syair-syair penciptaan yg lain
berbeda dalam rinciannya. Satu syair menceritakan bagaimana ketika ‘segala daratan
masih lautan’, dewa-dewa dijadikan dan kota Babel dibangun. Karena itu Marduk
membuat sebuah gulungan tikar untuk menutupi air. Di atas tikar itulah ia dan
ibu dewi Aruru menjadikan manusia. Lalu menyusul penjadian binatang-binatang,
sungai-sungai, tumbuh-tumbuhan hijau, daratan, dan binatang-binatang piaraan.
Sebuah hikayat lain mengatakan, bahwa penciptaan langit-langit dilakukan oleh
Anu, sedang bumi oleh Ea. Di sini nampak lagi, bahwa sesudah bumi, demi
ketertiban dewa-dewa telah menyiapkan sebuah kuil dan perlengkapannya bagi
korban-korban, barulah menciptakan manusia untuk melayani para dewa, seperti di
Atrahasis dan syair yg lebih kuno.
b. Mesir
Di antara sejumlah singgungan
mengenai penciptaan, satu yg berasal dari kr 2350 sM, menguraikan perbuatan
dewa Atum yg melahirkan dewa-dewa di suatu bukit yg paling dini di atas air
Kebalauan. Atum ‘yg ada oleh dirinya sendiri’ kemudian menjadikan dunia tertib,
dan dari kedalaman yg gelap ia menetapkan tempat-tempat dan fungsi-fungsi
dewa-dewa yg lain, termasuk Osiris. Para ahli agama dari Memfis, seperti mereka
yg dari Tebe, mempunyai cara sendiri untuk membenarkan kemunculan kota dan dewa
mereka. Bagi mereka dewa Ptah adalah yg merencanakan penciptaan dan yg
melaksanakannya dengan firmannya yg memerintah (sebuah sindiran kuno yg
terdapat juga dlm naskah-naskah Sumer, pada ajaran ttg Logos). Satu hikayat
lain mengatakan bahwa penciptaan adalah dampak kemenangan dewa matahari Re‘
atas dunia bawah Apofis. Menurut mitos ini, umat manusia dijadikan dari air
mata Re’. Semua manusia dijadikan sama dalam kesempatan untuk menikmati
keperluan-keperluan hidup yg asasi.
Nampaklah bahwa di seluruh Timur
Dekat Kuno ada gagasan tentang suatu kekosongan pertama yg berair (bukan
kebalauan) dan kegelapan; bahwa penciptaan menyatakan perbuatan ilahi ex nihilo
(dari yg tiada), dan bahwa manusia dijadikan oleh campur tangan ilahi yg
langsung bagi pelayanan kepada dewa-dewa. Pemberitaan versi Ibrani dengan
kejelasannya dan monoteismenya, berdiri sendiri secara khas; tiada pergumulan
antara para dewa atau usaha-usaha untuk mengagungkan suatu kota atau suku yg
khusus. DJW/HH
c. Yunani kuno
Bagi orang Yunani pada umumnya,
dewa-dewa yg mereka sembah tidak bertanggung jawab atas penciptaan dunia, tapi
merupakan makhluk-makhluk ciptaan, atau yg dilahirkan oleh dewa-dewa atau
kekuatan-kekuatan yg mereka gantikan dan yg tidak jelas gambarannya. Hesiod,
dalam tulisannya Theogony, berkata, bahwa pertama-tama lahirlah Khaos, lalu
Bumi, yg dikandung dan dilahirkan oleh Langit, menjadi ibu agung dari segala
sesuatu. Dalam pemikiran Yunani tidak ada penciptaan, melainkan suatu
perkembangan otomatis, yg pada pokoknya disebabkan oleh pembuahan, dari awal yg
tak diketahui. Ada banyak ragam dalam rinciannya, dan para filsuf telah
menguraikannya dengan cara yg bermacam-macam. Para pengikut Epikurus mengatakan
bahwa segala sesuatu ada disebabkan oleh penggabungan-penggabungan atom-atom
secara kebetulan, dan para pengikut Stoa yg panteistis berbicara tentang suatu
logos, atau asas dunia yg tak berpribadi.
Yg menarik adalah mitos Orfis,
sekalipun mitos itu hanya diterima oleh sedikit orang dibandingkan dengan
seluruh bangsa. Beberapa ahli telah melihat dalam Orfisme
kesejajaran-kesejajaran yg penting dengan agama Kristen. Dalam Orfisme,
pencipta agung adalah Fanes, yg lahir dari sebutir telor. Setelah ia
menciptakan alam semesta dan manusia dari Zaman Emas, ia mengundurkan diri
dalam kekaburan, sampai waktunya cucunya yg agung Zeus, menelan dia serta
segala ciptaannya, dan selanjutnya menciptakan kembali dunia yg ada ini.
Manusia dari kaum yg sekarang ini bangkit dari sisa-sisa Titan yg telah
dihukum, yg telah membunuh dan memakan Dionisus, anak Zeus, dan dengan demikian
telah memiliki pada diri mereka baik unsur yg jahat maupun yg ilahi. Dionisus
dihidupkan kembali oleh Zeus, dan sering disamakan dengan Fanes.
KEPUSTAKAAN The Biblical
Doctrine: C Hodge, Systematic Theology, 1, 1878, hlm 553 dst; S Harris, God the
Creator and Lord of All, 1, 1897, hlm 463-518; J. J von Allmen, Vocabulary of
the Bible, 1957 (lih ‘Creation’). The Genesis Account: F Delitzsch, Commentary
on Genesis, E. T 1888; P. J Wiseman, Clues to Creation in Genesis, 1977; A
Heidel, The Babylonian Genesis, 1950, hlm 82-140; W. J Beasley, Creation’s
Amazing Architect, 1953, bagi pandangan Konkordantis: N. H Ridderbos, Is There
a Conflict between #/TB Kej 1* and Natural Science? 1957. Non-biblical Views:
lih ANET hlm 1-9; S. N Kramer, Mythologies of the Ancient World, 1961, bagi
rincian tradisi Sumer dan lainnya; A Heidel, The Babylonian Genesis, 1950, bagi
pembicaraan tentang hubungannya dgn Kej. Lih juga W. K. C Guthrie, Orpheus and
Greek Religion, 1935, hlm 79 dst: H. H Esser, LH Marshall, NIDNTT 1, hlm
376-389. KLMcK/HHCIUMAN. Bentuk salam yg umum di Asia Barat. Kata ini dipakai
dalam PL untuk mengungkapkan kasih sayang antara keluarga (mis #/TB Kej 29:11;
33:4*); cinta (#/TB Kid 1:2*), hawa nafsu (#/TB Ams 7:13*) dan mungkin juga
sebagai tanda penyembahan kepada raja (#/TB 1Sam 10:1*). Yg terakhir ‘mencium
Dia yg diurapi Tuhan’, mungkin juga seperti #/TB Mazm 2:11* merupakan upacara
agamawi, bisa dibandingkan dengan penyembahan dewa-dewa kafir. Mengecup tangan
(#/TB Ayub 31:27*) atau mengecup patung (#/TB 1Raj 19:18*; #/TB Hos 13:2*)
adalah suatu tindakan dalam ibadah agamawi. Dalam PB, phileo, digunakan sebagai
tanda persahabatan atau kasih sayang (mis Yudas, #/TB Mat 26:48*) sama halnya
dengan kata yg lebih kuat yaitu kataphileo (mis #/TB Luk 7:38; 15:20*; #/TB Kis
20:37*). Ciuman kudus (#/TB Rom 16:16*; #/TB 1Pet 5:14*) yg kemudian dimasukkan
ke dalam liturgi gereja adalah ungkapan cinta kasih Kristiani dan agaknya
dibatasi kepada jenis kelamin yg sama (bnd Apostolic Constitutions 2, 57, 12).
b. Asal manusia
Alkitab menyatakan bahwa Allah
sendirilah yg menciptakan manusia. Tidak diperbolehkan untuk berpikir bahwa ada
sesuatu apa pun yg lain sebagai asal manusia. Bagaimanapun juga adalah mustahil
menemukan dalam Kej secara tepat bagaimana Allah membuat hal ini. Secara ilmu
pengetahuan, asal manusia adalah tetap gelap. Baik arkeologi maupun antropologi
tidak dapat memberi jawaban yg meyakinkan mengenai waktu, tempat atau cara dari
asal manusia. Adalah lebih aman bagi orang Kristen untuk berhati-hati tentang
pokok ini, untuk mempertahankan bersama Kitab Kej, bahwa bagaimanapun hal itu
terjadi, Allah ada di belakang prosesnya, dan menunggu bukti-bukti lanjut
sebelum membuat kesimpulan secara tergesa-gesa. *MANUSIA.
c. Air bah
Tidak ada bukti yg meyakinkan mengenai
waktu, besarnya atau hal-hal yg diakibatkannya. Tentu ada banjir-banjir besar
di daerah asal para leluhur; dan orang Sumer zaman purba mempunyai riwayat yg
teliti tentang suatu banjir besar zaman itu. Dan tidak ada alasan kuat untuk
menerima pikiran Sir Leonard Woolley, yg mengatakan bahwa banjir di Ur
meninggalkan sejumlah lumpur sangat tebal, yg ditemukan sewaktu ia melakukan
penggalian-penggalian, sebagai bukti akibat air bah yg dinyatakan dalam
Alkitab. *AIR BAH.
d. Para leluhur
Sekarang ini kita dapat membaca
cerita-cerita para leluhur dengan mengerti latar belakang sosial, politik dan
kebudayaan bangsa-bangsa Timur Tengah zaman dahulu semasa thn 2000-1500 sM.
Sementara belum mungkin untuk mencatat tgl dari peristiwa-peristiwa dalam Kej,
namun dapat dikatakan bahwa Alkitab sangat tepat mencerminkan kehidupan
daerah-daerah Mesopotamia tertentu dalam abad-abad itu (*BAPAK-BAPAK LELUHUR,
ZAMAN). Lih H. H Rowley, ‘Recent Discoveries in the Patriarchal Age’, BJRL 32,
1949-1950, hlm 76 dst (dicetak ulang dlm The Servant of the Lord and Other
Essays on the Old Testament, 1952); J Bright, A History of Israel’, 1972, hlm
67-102; R de Vaux, Histoire ancienne d’Israel’, 1971, hlm 181-273.
V. Kitab Kej dan teologi
Kita tidak dapat terlalu menekankan
bahwa nilai utama Kej, seperti juga semua Kitab adalah bersifat teologis. Ada
kemungkinan kita akan kehilangan banyak waktu dan tenaga dalam memperhatikan
segala rincian yg timbul secara insidentil, tapi gagal mempedulikan isu-isu
teologis yg penting. Sebagai contoh. Cerita mengenai air bah berbicara mengenai
dosa, penghukuman, penebusan, hidup baru. Mempermasalahkan rincian mengenai
ukuran bahtera, masalah bagaimana memberi makan atau membuang kotoran, berarti
memperhatikan hal-hal sampingan. Memang penyataan Allah sebagian besar adalah
melalui peristiwa-peristiwa sejarah, dan sejarah mempunyai makna besar bagi
penyataan Alkitab, tapi akhirnya yg penting adalah makna teologisnya. Dalam
cerita-cerita Kej di mana tidak ada bukti yg mendukungnya, toh masih terlihat
makna teologisnya.
KEPUSTAKAAN.
·
U Cassuto, A Commentary on the Book of Genesis,
1 (1944), 2 (1949);
·
S. R Driver, The Book of Genesis, 1948;
·
D Kidner, Genesis, TOTC, 1967; G von Rad,
Genesis, 1961;
·
E. A Speiser, Genesis, 1956; B Vawter, A Path
through Genesis, 1955.
·
[Index Ensiklopedi Alkitab Masa Kini 00000]
No comments:
Post a Comment