SINAGOGE ATAU RUMAH
IBADAT
Kata Yunani
sunagoge berkali-kali dipakai dalam LXX untuk perkumpulan Israel, dan terdapat
56 kali dalam PB. Pengertian dasarnya ialah tempat berkumpul. Istilah Ibrani yg
sejajar dari kata benda Yunani itu ialah keneset, yaitu kumpulan sekelompok
orang atau barang-barang untuk suatu tujuan. Dalam Alkitab sinagoge ialah
kumpulan sekelompok orang dari suatu tempat untuk beribadah atau gerakan
bersama (Luk 12:11, ‘majelis-majelis’; Luk 21:12; rumah-rumah
ibadat’). Akhirnya kata itu berarti rumah atau bangunan tempat diadakannya
pertemuan-pertemuan.
I. Makna sinagoge
Pentingnya
sinagoge bagi agama Yahudi tak dapat dilebih-lebihkan. Sinagoge menentukan
sifat iman Yahudi melebihi badan atau kumpulan mana pun. Di sinilah agama
Yahudi belajar bagaimana menafsirkan hukum Taurat. Yeh 11:16, ’…dan Aku
menjadi tempat kudus yg sedikit artinya bagi mereka…’ ditafsirkan oleh
ahli-ahli Yahudi bahwa dalam perserakan di seluruh dunia, bagi Israel sinagoge
akan merupakan tempat kudus dalam ukuran mini pengganti Bait Suci yg telah
hilang.
Berbeda dari
Bait Suci, sinagoge terdapat di mana-mana di seluruh negeri, dan mempertemukan
khalayak dengan pemimpin-pemimpin agama mereka. Menurut ucapan A Menes, ‘Pada
hari-hari Sabat dan hari-hari kudus lainnya, hilangnya Bait Suci dan alpanya
perayaan-perayaan korban yg khidmat, dirasakan sangat menusuk hati oleh
orang-orang tawanan yg terbuang … sinagoge … merupakan pengganti untuk Bait
Suci. Di sinagoge tidak ada mezbah. Doa dan pembacaan Taurat menggantikan
upacara penyerahan korban. Tambahan lagi rumah sembahyang ini mempunyai fungsi
sosial yg penting … merupakan ruang berkumpul dan tempat berjumpa; di situlah
khalayak bisa berkumpul, kapan saja perlu untuk merundingkan soal-soal
masyarakat yg penting. Sinagoge menjadi tempat lahirnya sejenis kehidupan
sosial dan agama yg baru, dan meletakkan dasar bagi suatu persekutuan agama yg
melingkupi seluruh dunia. Untuk pertama kalinya monoteisme Yahudi dibebaskan
oleh bentuk praktik keagamaan, dari belenggu-belenggu yg mengikatnya kepada
tempatnya yg khas dan istimewa. Sekarang Allah datang kepada orang Israel, di
mana pun mereka tinggal’ (’ The History of the Jews ini Ancient Times’, The
Jewish People, 1, hlm 78-152).
Dewasa ini
sinagoge masih tetap salah satu organisasi Yudaisme yg paling kuat peranannya,
dan pusat dari hidup keagamaan dari persekutuan Yahudi. Kis menunjukkan peranan
penting yg dimiliki sinagoge dalam penyebaran iman yg baru tentang Mesias.
II. Asal mula sinagoge
Baik PL
tidak memberi keterangan yg pasti mengenai asal mula sinagoge. Demikian juga
sumber-sumber di luar Alkitab, sebab dalam Kitab Apokrifa tak ada singgungan
tentang sinagoge. Bahkan Kitab-kitab Apokrifa sama sekali tidak menyebut
pembakaran sinagoge-sinagoge Palestina selama penganiayaan Antiokhus Epifanes pada
abad 2 sM (walaupun singgungan akan soal ini mungkin dapat terlihat dlm Mazm 74:8). Sebelum Pembuangan ke Babel, ibadah keagamaan berpusat di Bait
Suci Yerusalem. Selama Pembuangan, tatkala peribadatan di Yerusalem tidak
mungkin, timbullah sinagoge sebagai tempat untuk pengajaran Kitab Suci dan doa.
Demikianlah pendapat umum. Tapi R. W Moss mempertahankan, bahwa ‘masa
Pembuangan tidak mencatat tahap pertama perihal asal mula sinagoge, namun
mencatat perubahan penting dari fungsi-fungsinya; sejak saat itu dan seterusnya
untuk ibadahlah kegunaannya yg pertama, walaupun bukan itu kegunaannya yg
satu-satunya, dan fungsi administratifnya untuk sementara terbengkalai’ (lih
artikel ‘Synagogue’ dlm DCG). Bagaimanapun juga dasar yg mungkin sebagai asal mula
sinagoge terdapat dalam Yeh 14:1, ‘Sesudah itu datanglah kepadaku
beberapa orang dari tua-tua Israel dan duduk di hadapanku’ (bnd Yeh
20:1). Levertoff memastikan tanpa ragu, ‘Sinagoge harus bermula pada zaman
Pembuangan Babel’ (lih artikel ‘Synagogue’ dlm ISBE).
==> Image
00270
III. Keterangan umum
Pada abad 1
M, di mana saja Yahudi tinggal di situ sinagoge ada. Bnd Kis 13:5 (Salamis di Siprus); Kis 13:14 (Antiokhia di Pisidia); Kis 14:1 (Ikonium); Kis 17:10 (Berea). Di kota-kota besar, seperti Yerusalem dan
Aleksandria, ada banyak sinagoge. Sebuah cerita mengatakan bahwa di Yerusalem
ada 394 sinagoge sewaktu kota itu dimusnahkan oleh Titus pada thn 70 M; yg lain
lagi mengatakan 480 sinagoge.
Kitab-kitab
Injil mencatat sinagoge Nazaret (Mat 13:54; Luk 4:16) dan sinagoge
Kapernaum (Mr 1:21; Yoh 6:59), tempat Tuhan Yesus memberitakan
kerajaan Allah. Rasul Paulus menjumpai sinagoge ke mana saja ia pergi di
Palestina, Asia Kecil dan Yunani. Menurut Talmud (Shabbath 11a), selalu diusahakan
supaya sinagoge dibangun di atas tanah yg agak tinggi, atau lebih tinggi dari
rumah-rumah sekitarnya. Bukti-bukti arkeologi tidak membenarkan dibangun
menurut bentuk Bait Suci di Yerusalem. Menurut A Edersheim, bagan bangunan
‘pada umumnya ditopang tiang-tiang penyanggah kembar, yg agaknya merupakan
ruang sinagoge itu, dan gang-gang di sebelah timur dan barat nampaknya
digunakan sebagai sarana jalan. Ruang tengah antara barisan tiang-tiang
penyanggah itu agak sempit, tak pernah lebih dari 3 m’ (The Life and Times of
Jesus the Messiah, 1, hlm 435).
Dalam
sinagoge ada peti yg dapat diangkat, yaitu tempat penyimpanan gulungan hukum
Taurat dan gulungan Kitab para Nabi (Megillah 3.1). Peti itu menghadap ke pintu
masuk gedung. Pada hari-hari puasa peti itu diarak. Di depan peti menghadap ke
khalayak yg beribadah terdapat ‘tempat terdepan’ (Mat 23:6b) bagi
pemuka-pemuka agama dan pengurus sinagoge. Taurat Musa dibaca dari suatu bema
atau tempat yg ditinggikan (atau bangku yg agak tinggi, Megillah 3.1).
Puing-puing dari gedung-gedung seperti itu dapat dilihat di Tell Khum
(barangkali pertapakkan Kapernaum), Nebartim dan tempat-tempat lain. Sisa-sisa
menunjukkan pengaruh gaya Yunani-Roma.
Untuk
menghiasi sinagoge dipakai daun pohon anggur, tempat lilin yg bercabang tujuh,
anak domba paskah, dan periuk tempat manna. Tempat duduk dekat meja pembacaan
ialah tempat yg lebih dihormati (Mat 23:6; Yak 2:2-3). Menurut
Maimonides, ‘Mereka menaruh tempat yg ditinggikan di tengah-tengah rumah itu,
sehingga orang yg membaca hukum Taurat, atau orang yg mengucapkan kata-kata
nasihat maupun teguran kepada umat, boleh berdiri di atasnya, jadi semuanya
dapat mendengar dia’. Laki-laki dan perempuan duduk terpisah.
Sinagoge
Besar sesuai tradisi mungkin diorganisir oleh Nehemia kr thn 400 sM. Dikatakan
bahwa anggotanya ada 120 orang (Pirge Aboth 1.1). Tugas mereka ialah menelaah
hukum Taurat Musa dan meneruskannya kepada khalayak umum. Sinagoge Besar
kemudian diganti oleh Sanhedrin atau Mahkamah Agama (Aboth 10.1). Tentang benar
adanya Sinagoge Besar diragukan, karena baik Kitab-kitab Apokrifa maupun
Yosefus dan Filo tidak menyebutnya. Namun hal itu bukanlah menentukan ada
tidaknya badan itu.
IV. Tujuan dan praktik sinagoge
Tujuan
sinagoge rangkap tiga yakni ibadah, pendidikan dan pemerintahan atas kehidupan
umum masyarakat. Sambil tunduk kepada hukum negeri, sinagoge mempunyai
pemerintahan sendiri (Jos., Ant. 19.291). Khalayak diperintah oleh tua-tua yg
diberi kuasa untuk menerapkan ketertiban dan menghukum anggota. Hukuman ialah
cambukan dan pengucilan. Kepala sinagoge ialah pemerintah sinagoge (bnd Mr
5:22; Kis 13:15; 18:8). Dialah yg mengawasi apakah kebaktian dijalankan
sesuai tradisi. Pejabat sinagoge ( Luk 4:20) membawa gulungan Alkitab
untuk dibaca, kemudian mengembalikannya ke petinya, menghukum para anggota yg
membuat kesalahan dengan mencambuknya, dan mengajar anak-anak membaca. Peritz
menunjukkan bahwa ‘tugas utama perkumpulan sinagoge ialah mengajar orang banyak
supaya mengerti hukum Taurat’ (lih artikel ‘Synagogue’ dlm EBi). Petugas
pembagi sedekah menerima sedekah dari sinagoge, lalu membagi-bagikannya.
Akhirnya, dibutuhkan juru bahasa yg cakap untuk mengulas hukum Taurat dan Kitab
Nabi-nabi ke dalam bh Aram sehari-hari.
Orang-orang
yg cakap diizinkan memimpin kebaktian (Yesus, Luk 4:16; Mat 4:23;
Paulus, Kis 13:15). Hari Sabat ditetapkan untuk kebaktian umum (Kis
15:21). Misyna (Megillah 4.3), menunjukkan bahwa kebaktian ada 5 bagian.
Pertama, Syema’ dibacakan. Doa ini diambil dari Ul 6:4-9; 11:13-21; Bil 15:37-41. Lalu doa-doa sinagoge diucapkan bersama-sama. Di antaranya yg
paling tua dan terkenal ialah permohonan dan berkat yg delapan belas. Yg
pertama dari ‘Berkat yg Delapan Belas’ berbunyi ‘Terpujilah Engkau, Yahweh
Allah kami, Allah dari Bapak leluhur kami, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah
Yakub: Allah yg besar, yg berkuasa dan yg dahsyat, Allah yg Mahatinggi, yg
menunjukkan rahmat dan belas kasihan-Nya, yg menciptakan segala sesuatu, yg
mengingat kebajikan-kebajikan dari Bapak leluhur kami, dan dalam kasih-Nya
hendak mendatangkan seorang Penebus bagi anak cucunya demi NamaMu; Ya, Raja dan
Penolong kami, Juruselamat dan Perisai kami! Terpujilah Engkau, ya Tuhan,
Perisai Abraham.’
Doa lainnya
ialah, ‘Dan dalam kasih setia-Mu, Engkau akan kembali ke Yerusalem, kota-Mu
itu, dan akan diam di tengah-tengahnya, seperti yg telah Kau katakan. Dan
bangunlah dia segera pada zaman kami ini sebagai suatu rumah yg kekal, dan
Engkau segera akan membangun kembali takhta Daud di tengah-tengahnya.’
Pemulihan
Israel ke tanah nenek moyang mereka, terpulangnya kemuliaan Syekinah ke Bait
Suci dan Yerusalem yg dibangun kembali, dan pemulihan wangsa Daud adalah
tema-tema yg berulang-ulang muncul dalam doa.
Acara ini
disambung dengan pembacaan hukum Taurat. Kitab-kitab Pentateukh, yg sekarang
dibaca dalam sinagoge-sinagoge sepanjang tahun, mula-mula diselesaikan dalam 3
thn. Usai pembacaan bagian pertama Kanon PL itu, dilanjutkan dengan pembacaan
bagian pilihan dari Kitab Nabi-nabi. Pada zaman Tuhan Yesus bagian ini belum
ditetapkan, tapi pembaca diizinkan memilih sendiri (Luk 4:16 dab).
Pembacaan Alkitab merupakan pusat kebaktian. Bagian dari Kitab Nabi-nabi
diterangkan; dan daripadanya diambillah nasihat. Kebaktian diakhiri dengan
berkat. Pada masa-masa kemudian acara ditambah dengan penerjemahan dan
penjelasan bagian Alkitab yg dibaca. Untuk menjalankan kebaktian umum dalam
sinagoge dibutuhkan tenaga sepuluh laki-laki dewasa.
‘Sinagoge (TBI: jemaat) orang Libertini’
(libertinoi, Latin libertini, artinya ‘orang yg sudah bebas atau dibebaskan’) ialah
nama yg diberikan kepada pengikut-pengikut suatu sinagoge di Yerusalem, yg
bersoal jawab dengan Stefanus (Kis 6:9). Mereka ialah orang Yahudi yg
ditawan waktu penyerbuan Pompieus, lalu di kemudian hari dibebaskan oleh
tuan-tuan mereka. Maka hak-hak istimewa yg dimiliki warga kota Roma diberikan
kepada mereka.
‘Jemaat Iblis’ disinggung dalam Wahy 2:9; 3:9. Karena lukisannya bersifat umum, tak mungkin dipastikan jemaat
mana maksud penulis. Agaknya suatu golongan bidat di dalam tubuh gereja muda
itulah maksudnya.
KEPUSTAKAAN.
- Tulisan-tulisan dalam JewE, HDB, EBi EJ; G. F Moore, Judaism 1, 1927, hlm 281-307; 1
- Abrahanys, Studies in Pharisaism and the Gospels, 1, 1917;
- E Guilding, The Fourth Gospel and Jewish Worship, 1960.
No comments:
Post a Comment