Tuesday, May 15, 2018

PENGEMBARAAN ISRAEL


PENGEMBARAAN ISRAEL
          I. Batas
          Setelah meninggalkan Mesir dengan menyeberangi Laut Teberau (#/TB Kel 14:10-15:27*), dan setelah mencapai Yordan (#/TB Bil 20* dst) tanpa melalui Edom dan Moab, orang Israel mengembara puluhan thn di daerah penyangga meliput: (1) jazirah Sinai yg diapit di sebelah barat dan timur oleh Teluk Suez dan Teluk Akaba, dan yg dipisahkan dari Laut Tengah di sebelah barat oleh ‘jalan darat orang Filistin’ yg berdebu, yg menghubungkan Mesir dengan Palestina; (2) Lembah Curam Araba yg panjang yg membentang di selatan Laut Mati ke Teluk Akaba; dan (3) padang belantara Zin di sebelah selatan Bersyeba.
          II. Ciri khas alamnya
          Jalan dari Mesir melalui ‘jalan darat orang Filistin’ ke Rafia dan Gaza, membentang sejajar pantai Laut Tengah, melintas sepanjang tepi utara padang pasir yg tandus — padang belantara Syur yg terletak di antara garis Terusan Suez modern dan Wadi el-’Arish (S Mesir), kemudian melintasi tanah yg agak subur di mana jalan itu makin nyata antara el-‘Aris dan Gaza (*NEGEB; bnd A. H Gardiner, JEA 6,1920, hlm 114, 115; C. S Jarvis, Yesterday and Today in Sinai, 1931, hlm 107); kr 30-60 km di sebelah selatan pantai membentang ‘jalan padang belantara Syur’ dari Mesir ke daerah Kadesy dan ke timur laut arah Bersyeba. Di sebelah selatan jalan ini muncullah satu per satu bukit-bukit gamping dan wadi-wadi dataran tinggi Et-Tih, yg luasnya meliputi garis lintang yg menghubungkan ujung Teluk Suez dengan ujung Teluk Akaba sebagai garis tengah setengah lingkaran di utara, dan sebagian semenanjung Sinai di selatan.
          Melintasi dataran tinggi itu menuju Akaba membentang jalan perdagangan kuno, yg di kemudian hari menjadi salah satu jalan ziarah ke Mekah. Semenanjung di sebelah selatan dataran tinggi itu merupakan daerah berbentuk segitiga terdiri dari granit, genis, dan karang-karang kristal yg membentuk beberapa gunung, termasuk G Sinai sesuai tradisi, yg beberapa puncaknya menjulang sampai 2000 m di atas permukaan laut. Pada sudut-sudutnya di barat laut dan timur laut, daerah ini dipisahkan dari dataran tinggi batu kapur oleh bukit-bukit batu pasir yg mengandung biji tembaga dan batu pirus. Di sebelah timur, di dataran tinggi batu kapur Et-Tih menghampar karang-karang dan wadi-wadi Negeb Selatan yg bercampur aduk, yg dibatasi oleh lembah curam Araba di antara Laut Mati dan Teluk Akaba.
          Sepanjang pantai barat daerah Suez sampai Merkha ada sejumlah sumur dan mata air yg jaraknya sehari perjalanan. Permukaan air di bawah tanah umumnya dekat dengan permukaan tanah yg berkerikil. Di sekitar wadi biasanya ada tumbuh-tumbuhan langka; daerah di mana aliran air lebih terjamin, seperti khususnya Wadi Feiran yg besar itu (oase paling indah di Sinai), di situ tanaman tumbuh subur karenanya. Ada ‘musim hujan’ (sampai 20 hari) selama musim dingin, dengan kabut, halimun dan embun.
          Pada masa lalu, terjadi secara luas dan bersinambungan pengrusakan besar-besaran atas hutan-hutan tamarisk dan akasia untuk kayu bakar dan arang, terutama karena pada abad 19 itu ekspor arang ke Mesir ramai dan menguntungkan (Stanley, Sinai and Palestine, 1905, hlm 25). Jadi, pada zaman kuno mungkin jazirah Sinai memiliki lebih banyak tumbuh-tumbuhan di wadi-wadinya dibandingkan sekarang, yg tentu memungkinkan lebih banyak hujan zaman itu; tapi nampaknya tidak ada perubahan iklim yg mendasar sejak zaman kuno.
          III. Rute perjalanan
          Rute yg setepatnya yg ditempuh oleh Israel dari Laut Teberau (di antara Kantara dan Suez) ke pinggir Moab tetap merupakan dugaan, karena hampir tidak satu pun nama tempat perhentian Israel yg bertahan dalam tata nama jazirah Sinai bh Arab, yg pada waktu selanjutnya berkembang dan berubah cepat. Berbagai tempat perhentian disebut oleh orang Israel berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yg terjadi pada perjalanan mereka, ump Kibrot-Taawa, ‘kuburan orang-orang yg bernafsu rakus’ (#/TB Bil 11:34*), dan tidak ada orang yg tinggal menetap di tempat tersebut untuk melestarikan nama itu. Lagipula, tradisi yg dikaitkan dengan G Sinai sekarang (Gebel Musa dan sekitarnya) tidak ditelusuri undur melampaui abad-abad Kristen awal.
          Namun itu tidaklah berarti bahwa tradisi itu salah, kecuali tidak memberikan kepastian. Rute tradisional yg dianggap rute orang Israel tentu merupakan satu kemungkinan. Dari padang gurun Syur biasanya mereka dianggap bergerak ke selatan menelusuri pantai barat jazirah Sinai ke Mara dan Elim, yg sering ditempatkan berturut-turut di ‘Ain Hawarah dan Wadi Garandel. Bahwa perkemahan setelah Elim (#/TB Kel 16:1*) ialah ‘di tepi yam suf’ (Ibrani untuk #/TB Bil 33:10*), yaitu Laut Teberau, atau di sini Teluk Suez, menunjukkan dengan jelas bahwa Israel bergerak ke sisi barat jazirah Sinai, bukan ke utara (jalan orang Filistin). Teluk Akaba terlalu jauh untuk dianggap (yam suf) dalam kaitan ini. Agak lebih kemudian, Israel berkemah di Dofka. Nama ini kadang-kadang dianggap berarti ‘tempat peleburan’ (G. E Wright, Biblical Archaeology, 1957, hlm 64; Wright dan Filson, Westminster Historical Atlas of the Bible, 1957, hlm 39) dan dengan demikian terletak di pusat pertambangan Mesir di Serabit el-Khadim. Mengenai pertambangan tembaga dan terutama pertambangan batu pirus di daerah itu, lih Lucas, Ancient Egyptian Materials and Industries, 1948, hlm 231-235; J Cemy, A. H Gardiner dan T. E Peet, Inscriptions of Sinai 2, 1955, hlm 5-8.
          Karena ekspedisi-ekspedisi Mesir mengunjungi daerah ini hanya Januari sampai Maret (jarang sekali pada bulan-bulan berikutnya), dan tidak tinggal menetap di pertambangan-pertambangan itu (bnd Petrie, Researches in Sinai, 1906, hlm 169), maka orang Israel tidak akan berjumpa dengan mereka, sebab orang Israel meninggalkan Mesir pada bulan Abib (#/TB Kel 13:4*), yaitu Maret dan meninggalkan Elim sebulan kemudian (#/TB Kel 16:1*), yaitu April. Tapi tidak ada bukti yg dapat memastikan bahwa Dofka adalah Serabit el-Khadim; itu bisa saja salah suatu pertambangan tembaga di wilayah berbatu pasir yg mengandung biji besi, di seberang Sinai tengah bagian selatan (yg bagaimanapun mendukung jalan ke selatan bagi Israel). Kadang-kadang Rafidim disamakan dengan Wadi Feiran, kadang-kadang dengan Wadi Refayid, dan G Sinai dengan puncak-puncak Gebel Musa (atau, lebih tidak mungkin G Serbal di dekat Feiran). Lewat G Sinai muncul Dahab di pantai timur, yg mungkin adalah Di-Zahab (#/TB Ul 1:1*; demikian Y Aharoni, Antiquity and Survival, 2.2/3, 1957, hlm 289, 290, gbr 7). Bila benar demikian, maka Hudera yg berada pada jalan lain jauh kemungkinannya sebagai Hazerot dalam #/TB Bil 11:35; 33:17,18*. Tempat-tempat berikutnya yg pasti adalah Kadesy-Bamea di perbatasan padang belantara Zin dan Paran (#/TB Bil 12:16; 13:26*) di ‘Ain Kudeirat atau ‘Ain Kudeis dan daerah sekitarnya, termasuk ‘Ain Kudeirat, dan Ezion-Geber di ujung atas Teluk Akaba (#/TB Bil 33:35* dab).
          Mengenai peristiwa bumi menelan Korah, Datan, dan Abiram (#/TB Bil 16*), suatu penjelasan menarik diberikan oleh G Hort, Australian Biblical Review 7, 1959, hlm 2-26, terutama 19-26. Ia hendak menempatkan peristiwa itu di Lembah Curam Araba di antara Laut Mati dan Teluk Akaba. Di sini ada banyak hamparan Lumpur atau danau lumpur dalam berbagai tingkat perkembangan yg dikenal sebagai kewir. Lapisan permukaan berupa kerak lumpur yg kering pekat, menindih lapisan garam yg keras dan lapisan Lumpur yg setengah kering, kr 30 cm tebalnya. Lapisan-lapisan itu kemudian menindih massa lumpur yg cair dan selut yg dalam. Bila kerak lapisan permukaan itu mengeras, orang dapat berjalan di atasnya tanpa risiko tenggelam. Tapi bila cuaca bertambah lembab (terutama bila badai hujan) lapisan kerak itu melebur dan seluruhnya menjadi lumpur pekat.
          Sewaktu pengikut Korah, Datan, dan Abiram undur dari perkemahan utama, mungkin mereka memindahkan tenda-tenda mereka ke salah satu hamparan Lumpur yg nampaknya rata dan keras, tapi yg dapat berubah sifat oleh perubahan cuaca. Dan pengalaman bertahun-tahun di Sinai dan Midian (#/TB Kel 2; 3; 4*), Musa tentu telah belajar mengenai fenomena ini, tapi tidaklah demikian halnya dengan orang Israel. Ketika badai mendekat, Musa melihat bahaya dan berteriak memerintahkan orang Israel menyingkir dari tenda-tenda para pemberontak. Kerak lapisan permukaan retak dan terbelah menelan para pemberontak, keluarga dan harta milik mereka. Badai pun mengamuk menelan korban 250 orang bersama pedupaan, disambar oleh halilintar — dipukul oleh api Tuhan.
          Nn Hort berpendapat peristiwa ini terjadi Kadesy-Barnea, dan karena itu Kadesy terletak di Araba. Tapi ada alasan untuk menempatkan Kadesy di daerah ‘Ain Kudeis dan ‘Ain Kudeirat, dan memang #/TB Bil 16* tidak menyatakan bahwa pemberontakan Korah, Datan, dan Abiram terjadi di Kadesy. Baik pula dicatat bahwa yg cocok dengan fenomena fisik yg dibicarakan ialah kesatuan pemberontakan kembar dan kesudahannya yg begitu mengherankan seperti dilaporkan dalam #/TB Bil 16*; sumber-sumber data yg diperoleh dengan analisis sastra atas dokumen-dokumen yg ada, memberikan gambaran-gambaran yg tidak lengkap dan tidak cocok dengan kenyataan-kenyataan yg dikenal.
          Daftar nama-nama tempat yg panjang dalam #/TB Bil 33:19-35* mencakup 38 thn masa pengembaraan, dan tidak dapat dijabarkan pada alam negeri itu masa kini. Rute yg setepatnya melewati Edom (#/TB Bil 20:22* dab; 21; #/TB Bil 33:38-44*) juga tidak pasti. Beberapa peristiwa dalam pengembaraan yg panjang ini menyingkap fenomena alamiah daerah itu. Fenomena yg diulangi tentang air keluar dari batu karang yg dipukul (#/TB Kel 17:1-7*; #/TB Bil 20:2-13*) cocok dengan sifat batu karang Sinai yg mengandung air. Penggalian sumur sebagaimana dilaporkan dalam Bit #/TB Bil 21:16-18* (bnd #/TB Kej 26:19*) adalah sesuai dengan adanya air dalam lapisan tanah di berbagai daerah di Sinai, Negeb dan Transyordan Selatan (lih N Glueck, Rivers in the Desert, 1959, hlm 22).
          Acuan-acuan kepada penangkapan burung puyuh (#/TB Kel 16:13*; #/TB Bil 11:31-35*) telah ditafsirkan oleh beberapa orang seolah-olah Keluaran mengambil rute utara sepanjang Laut Tengah (ump Jarvis, hlm 169,170; bnd J Bright, A History of Israel, 1960, hlm 114, menurut J Gray, VT 4, 1954, hlm 148-154; G. E Wright, Biblical Archaeology, 1957, hlm 65). Tapi rute itu secara tegas terlarang bagi Israel (#/TB Kel 13:17* dab), dan bagaimanapun juga burung puyuh mendarat di pantai Laut Tengah di Sinai (dari Eropa) hanya pada musim gugur dan pada waktu fajar, sedangkan Israel memperolehnya di musim semi pada waktu sore, di dalam atau menjelang bulan Abib, yaitu Maret (#/TB Kel 16:13*), dan satu thn satu bulan kemudian (#/TB Bil 10:11; 11:31*). Kedua hal ini mengeluarkan pantai Laut Tengah dari rute Israel dalam kedua kejadian itu dan dengan langsung menunjang rute selatan di Teluk Suez dan Teluk Akaba melalui ‘G Sinai’. Burung puyuh kembali ke Eropa pada musim semi — musim ketika Israel memperolehnya dua kali — menyeberangi ujung atas Teluk Suez dan Teluk Akaba, dan pada waktu sore (Lucas, The Route of the Exodus, 1938, hlm 58-63 serta acuan-acuannya dan hlm 81, terlalu menekankan Akaba dgn mengorbankan Suez). Justru dan kendati dengan nama-nama tempat dan penggalian, kita tak dapat melukis peta bumi perjalanan Israel melalui Sinai, namun fenomena alamiah menolong menemukan batas-batasnya dan membuat rute seperti rute tradisional menjadi sangat mungkin.
          Pandangan lain menganggap orang Israel menyeberangi jazirah Sinai dan langsung ke ujung atas Teluk Akaba, dan menempatkan G Sinai di Midian. Di antara pembela pandangan macam ini yg terbaik ialah Lucas (The Route of the Exodus, 1938) yg tidak menyebut (untuk penunjang) gunung-gunung berapi yg aktif, yg sebenarnya tidak ada seperti dilakukan oleh beberapa pendahulunya. Tapi, pandangan ini juga tidak bebas dari kesulitan topografi dan gagal sama sekali menerangkan asal usul tradisi-tradisi dari periode Kristen yg mengaitkan rute itu dengan jazirah Sinai dan tidak dengan Midian.
          Suatu tabel perbandingan yg baik tentang data-data rute dan tempat-tempat perhentian pada pengembaraan Israel dalam Kel-Bil, #/TB Bil 33* dan Ul, lih J. D Davis dan H. S Gehman, WDB, hlm 638,639; tentang sastra, bnd G. I Davies, TynB 25, 1974, hlm 46-81; lih juga T. L Thompson, The Settlement of Sinai and the Negev in the Bronze Age, 1975.
          IV. Jumlah orang Israel
          Selama jangka waktu yg panjang Israel berada di Mesir, keturunan ‘mereka bertambah banyak dan dengan dahsyat berlipat ganda, sehingga negeri itu dipenuhi mereka’ (#/TB Kel 1:7*). Ketika Israel meninggalkan Mesir ada ‘600.000 orang yg berjalan kaki’ disamping keluarga-keluarga mereka dan masyarakat umum yg bermacam-macam. Sementara itu angka cacah jiwa di Sinai menunjukkan jumlah laki-laki dari suku-suku kecuali suku Lewi ada 603.550 yg berusia di atas 20 thn yg dapat memanggul senjata (#/TB Bil 2:32*). Angka-angka ini lazim dianggap menyatakan jumlah seluruh orang Israel — laki-laki, wanita, dan anak-anak — lebih dua juta. Bahwa sumber-sumber alami yg ada di Sinai tidak cukup untuk menopang jumlah orang banyak yg demikian, itu ditunjukkan oleh Alkitab sendiri (maupun oleh penyelidikan) dalam hal bahwa makanan utama Israel adalah manna yg diberikan oleh Allah (#/TB Kel 16*, bnd ay-ay #/TB Kel 16:3-4,35*). Israel tidak pernah sama sekali kekurangan (#/TB Ul 2:7*), meskipun persediaan air kadang-kadang hampir habis (ump di Rafidim, #/TB Kel 17:1*; di Kadesy, #/TB Bil 20:2*). Bagaimanapun juga segera mereka belajar untuk benar-benar hidup hanya dengan air yg sangat sedikit seperti dilukiskan oleh pemandu Robinson di Sinai, yg dapat bertahan tanpa air selama 2 minggu, hanya dengan meminum susu onta. Sedangkan biri-biri dan kambing maupun onta kadang-kadang dapat tanpa air selama 3 atau 4 bulan asal mendapatkan padang rumput yg segar (E Robinson, Biblical Researches, 1, ed 1841, hlm 221).
          Selanjutnya, adalah sama sekali menyesatkan untuk membayangkan Israel berjalan dalam ‘barisan empat’ yg panjang di Sinai, atau yg mencoba menempatkan mereka seluruhnya berkemah secara massal di suatu wadi yg kecil setiap berhenti. Mereka tersebar dalam kelompok-kelompok suku dan keluarga mereka, menempati berbagai wadi yg berdekatan untuk seluruh perkemahan mereka yg terbesar itu. Bila mereka meninggalkan Sinai dengan tabut dan kemah (sebagai bagasi manakala berjalan), maka perkemahan di mana tabut dan kemah itu ditempatkan berurutan, adalah pusat perkemahan suku-suku, seperti dilaporkan dalam #/TB Bil 2*. Di beberapa wilayah Sinai permukaan air tidak jauh di bawah lapisan tanah, seperti dilukiskan oleh laporan banyak pelancong; jadi perkemahan Israel yg tersebar itu seringkali mendapatkan sedikit air bagi kebutuhan mereka dengan menggali sumur-sumur kecil di sekeliling suatu daerah. Lih Robinson, Biblical Researches, 1, 1841, hlm 100 (pandangan umum), 129; Lepsius, Letters, 1853, hlm 306: Currelly dalam Petrie, Researches in Sinai, 1906, hlm 249; Lucas, The Route of the Exodus, 1938, hlm 68.
          Banyak usaha yg sudah dilakukan untuk menafsirkan daftar cacah jiwa dalam #/TB Bil 1;  26* dan angka-angka yg bertalian dengan itu dalam #/TB Kel 12:37; 38:24-29*, disamping penghitungan kaum Lewi (#/TB Bil 4:21-49*) untuk memperoleh dari teks Ibrani suatu umat Israel yg lebih kecil yg terlibat dalam Keluaran dari Mesir melalui Sinai ke Palestina. Mengenai dua usaha modern, lih R. E. D Clark, JTVI 87, 1955, hlm 82-92 (yg mengartikan ‘lp sebagai ‘perwira’ ganti ‘1.000’ dlm banyak hal); dan G. E Mendenhall, JBL 77,1958, hlm 52-66 (yg mengartikan ‘lp sebagai sub-unit suku ganti ‘1.000’), dan yg menunjuk pada laporan-laporan yg lebih awal; J. W Wenham, TynB 18, 1967, hlm 19-53. Kendati tidak satu pun dari usaha-usaha itu yg menjelaskan semua angka bersangkutan, namun memberi pengertian yg lebih baik tentang beberapa angka yg agaknya tinggi dalam PL, Angka-angka ini tentu didasarkan pada kenyataan kuno; angka-angka yg kendati tinggi tidaklah dapat secara mutlak disangkal, dan belum ada tafsiran baru sebagai pilihan lain yg memadai menjelaskan semua data bersangkutan.
          V. Artinya
          Secara teologis pengalaman Israel di padang gurun melambangkan baik pemeliharaan dan bimbingan ilahi, maupun kodrat manusia (Israel) yg cenderung memberontak. Lih mis #/TB Ul 8:15-16; 9:7*; #/TB Am 2:10; 5:25* (bnd #/TB Kis 7:40-44*); #/TB Hos 13:5-6*; #/TB Yer 2:6*; #/TB Yeh 20:10-26,36*; #/TB Mazm 78:14-41; 95:8-11* (bnd #/TB Ibr 3:7-19*); #/TB Mazm 136:16*; #/TB Neh 9:18-22*; #/TB Kis 13:18*; #/TB 1Kor 10:3-5*.
       KEPUSTAKAAN: E Robinson, Biblical Researches in Palestine, Mount Sinai and Arabia Petraea, 1, 1841, hlm 98-100, 129,131,179; C. R Lepsius, Letters from Egypt, Ethiopia and the Peninsula of Sinai, 1853, hlm 306, 307; AT Stanley, Sinai and Palestine, 1905, hlm 16-19, 22, 24-27; E. H Palmer, The Desert of the Exodus, 1, 1871, hlm 22-26; W. M. F Petrie dan C. T Currelly, Researches in Sinai, 1906, hlm 12, 30, 247-250; 254-256 (Feiran), 269; C. L Wooley dan T. E Lawrence, Palestine Exploration Fund Annual 3, 1915, hlm 33; C. S Jarvis, Yesterday and Today in Sinai, 1931, hlm 99; A. E Lucas, The Route of the Exodus, 1938, hlm 19, 44-45, 68; W. F Albright, BASOR 109, 1948, hlm 11 (hujan El-‘Arish; tumbuh-tumbuhan belukar di sebelah utara). Mengenai foto-foto pemandangan Sinai, lih G. E Wright, Biblical Archaeology, 1957, hlm 62-64, gbr 33-35; atau L. H Grollenberg, Shorter Atlas of the Bible, 1959, hlm 76-77; Petrie, Researches in Sinai, 1906, passim; B Rothenberg, God’s Wilderness, 1961.

No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...