Sunday, December 24, 2017

YESUS KRISTUS, (GELAR) & AJARANNYA



YESUS KRISTUS, (GELAR) & AJARANNYA

BAGIAN 1.
YESUS KRISTUS, GELAR
       Gelar adalah sebutan yg menerangkan atau merujuk ke suatu tugas atau kedudukan khusus seseorang. Jadi gelar bisa mengacu kepada kehormatan yg harus diberikan kepada orang itu. Ump Yohanes digelari ‘Pembaptis’ karena istilah ini khas mencirikan tugasnya. Tugas itu tidak harus khas dan luar biasa. Ada banyak orang yg bisa disebut dengan rumusan ump ‘A sang nabi’ atau ‘B sang raja’.
       Nama dan gelar erat berhubungan. Kadang-kadang apa yg mulai sebagai nama bisa menjadi gelar, juga sebaliknya. Ini terlukiskan dengan baik dalam ihwal kaisar Roma. Mula-mula Kaisar adalah nama keluarga dari Yulius dan anak angkatnya Oktavianus, yg menjadi kaisar pertama Roma. Kemudian istilah itu menjadi gelar dengan arti ‘kaisar’ (#/TB Fili 4:22*; walaupun kata itu paling sering dipakai tanpa kata sandang dlm bh Yunani PB, ump #/TB Mr 12:14-17*, kata itu tetap berarti gelar). Oktavianus sendiri diberi gelar ‘Agustus’ oleh senat Roma pada thn 27 sM; artinya ‘yg layak dihormati’ dan diterjemahkan ke dalam bh Yunani dengan sebastos. Dalam arti ini kata itu dapat dikenakan kepada para kaisar generasi berikutnya (#/TB Kis 25:21,25*). Tapi bagi masyarakat zaman ini gelar itu merupakan nama pribadi kaisar, karena dengan nama itulah dia dikenal sejak dinobatkan.
       Arti suatu gelar dapat berubah karena watak dan tingkah laku tokoh penyandang gelar itu, yg memakai dan memberinya ciri atau arti baru. Tugas raja di Kerajaan Inggris berubah begitu drastis dalam beberapa abad, sehingga gelar itu tidak lagi mengandung arti yg sama seperti waktu mula-mula dipakai. Gelar biasa ‘pemimpin’ (der Fuhrer) begitu banyak diwarnai oleh watak khusus Adolf Hitler, yg memakainya sebagai gelar politik di Jerman, yg membuat kata itu tidak tepat lagi digunakan selanjutnya dalam politik.
       Selanjutnya, mungkin saja ada kasus-kasus dengan mana seseorang dapat digambarkan — sedemikian rupa — sehingga jelas bahwa dia mempunyai kedudukan, atau peranan ataupun jabatan yg berhubungan dengan suatu gelar khusus, walaupun gelar itu tidak teracu kepadanya. Justru tentang seseorang yg berambisi menduduki suatu jabatan dikatakan, ‘Si Polan benar-benar penggede, kecuali kursinya’.
       Pandangan-pandangan umum ini ada kaitannya dengan gelar-gelar yg diberikan kepada Yesus dalam PB, juga berguna untuk menyingkirkan beberapa jerat dalam penelitian tentang pokok ini.
          I. Gelar-gelar yg dikenakan kepada Yesus pada masa hidup-Nya di dunia ini
          Nama Yesus bukanlah gelar tok bagi penyandang nama itu. Arti nama itu — bentuk Yunaninya Yoshua — ialah ‘Yahweh adalah Juruselamat’. Para penulis PB benar-benar menyadari arti ini (#/TB Mat 1:21*). Jadi nama itu menunjukkan tugas yg dibebankan kepada Yesus, dan pengertian ini kemudian terungkap dalam gelar Juruselamat, yg pada mulanya hanya merupakan keterangan tentang tugas Yesus (#/TB Kis 5:31; 13:23*; #/TB Fili 3:20*), tapi kemudian menjadi bagian dari gelar-Nya yg khidmat itu (#/TB 2Tim 1:10*; #/TB Tit 1:4*; #/TB 2Pet 1:11*). Yesus adalah nama pribadi Juruselamat. Arti nama ini tetap bersemi bagi orang-orang yg sudah memahaminya, tapi sekarang mungkin saja bagi banyak orang nama itu hanyalah nama tanpa arti (bnd ‘Yohanes’, artinya ‘betas kasihan Allah’, tapi biasanya arti itu tidak muncul dlm pikiran waktu mendengar atau menyebutnya).
          Nama Yesus adalah umum pada paroan pertama abad 1 M. Tapi mencolok sekali bahwa menjelang akhir abad 1 nama itu lenyap: orang Kristen menganggap nama itu terlalu suci untuk dijadikan nama diri, dan orang Yahudi menganggapnya jijik. Untuk membedakan Yesus (Mesias) dari orang-orang lain yg menyandang nama itu, maka Dia disebut Yesus orang Nazaret. Pemakaian ungkapan ini bisa saja mengandung makna teologis mengingat kesamaannya dengan kata ‘Nazir’.
          Sebagai dampak dari kegiatan-Nya yg khas Yesus disebut Guru. Dan dengan gelar ini Ia disapa seperti menyapa guru Yahudi lainnya (#/TB Mr 4:38; 9:17,38; 10:17* dab). Kadang-kadang jika tidak ada bahaya menyamaratakan-Nya dengan guru-guru lain, Dia boleh saja disebut ‘Guru’ (#/TB Mr 5:35; 14:14*; #/TB Yoh 11:28*). Guru-guru Yahudi biasanya di sapa Rabbi (harfiah ‘yg terunggul dari saya’), suatu tanda penghormatan yg kemudian berarti ‘(guru) yg dihormati’.
          Bentuk sapaan ini diterapkan murid-murid kepada Yesus (#/TB Mr 9:5; 11:21; 14:15*), walaupun gelar ini tidak pernah mengacu kepada Dia dalam diri ketiga. Dalam Injil Luk kadang-kadang Yesus disapa epistates (TBI ‘Guru’, #/TB Luk 5:5; 8:24*), istilah yg menyatakan penghormatan terhadap Yesus oleh murid-murid-Nya dan simpatisan-Nya, dan barangkali dipakai terutama mengenai hubungan-Nya dengan sekelompok orang ketimbang perseorangan. Istilah lainnya yg penuh penghormatan ialah Tuan (kurie, bentuk panggilan dari kurios). Dalam Kitab-kitab Injil barangkali kata ini adalah padanan kata Aram rabbi atau mari (’ tuanku’), yg dipakai sebagai gelar yg mengandung penghormatan besar (#/TB Mr 7:28*; #/TB Mat 8:2,6,8* dab). Walaupun bentuk sapaan ini mungkin merujuk kepada Yesus sebagai Guru yg patut dihormati (#/TB Luk 6:46*; #/TB Yoh 13:13* dab), ada kalanya Yesus disapa dengan cara ini karena Ia mempunyai kekuasaan ajaib (G Vermes, Jesus the Jew, hlm 122-137). Kata itu tidak dipakai dalam Mat dan Mrk kalau untuk merujuk kepada Yesus dalam diri ketiga (kecuali #/TB Mat 21:3*; #/TB Mr 11:3*), tapi Lukas sering menyebut Yesus Kurios bila bercerita (#/TB Luk 7:13; 10:1,39,41* dab). Penggunaan gelar ini mengisyaratkan Lukas benar-benar menyadari bahwa arti lengkap gelar ini tidak dipahami sebelum kebangkitan. Tapi Lukas ingin menunjukkan bahwa selama hidup-Nya Yesus bertindak dengan otoritas yg sama yg dimiliki-Nya baik sebelum dan sesudah kebangkitan.
          Bahwa Yesus dipandang mengungguli guru Yahudi biasa, terungkap dalam istilah Nabi (#/TB Mat 21:11,46*; #/TB Mr 6:15; 8:28*; #/TB Luk 7:16,39; 24:19*; #/TB Yoh 4:19; 6:14; 7:40; 9:17*). Arti kedudukan-Nya ini diakui dan diungkapkan sendiri oleh Yesus (#/TB Mr 6:4*; #/TB Luk 4:24; 13:33* dab). Gelar-gelar ‘guru’ dan ‘nabi’ pada diriNya tidak membedakan Yesus dari para guru dan nabi sezaman-Nya, juga dari para pemimpin agama Yahudi maupun kelompok pemimpin gereja perdana (ump #/TB Kis 13:1*), walaupun tentu wajar apabila gereja perdana menuntut bahwa Yesus-lah Guru dan Nabi par excellence — yg paling unggul.
          Tapi mungkin juga bahwa dalam beberapa hal istilah Nabi dipakai dalam arti istimewa. Pengharapan Yahudi menanti-nantikan kedatangan Elia, atau seorang seperti dia, untuk menandakan akhir zaman, justru mereka mengamati apakah Yohanes Pembaptis atau Yesus bisa disamakan dengan yg disebut nabi terakhir atau nabi zaman eskatologi (bnd #/TB Yoh 1:21,25*) itu. Jelas ada kekacauan mengenai soal ini, sebab sementara Yohanes menyangkal bahwa dialah nabi itu, Yesus menyatakan bahwa Yohanes adalah Elia (#/TB Mat 17:12* dab). Kekacauan itu akan hilang jika #/TB Yoh 1:21,25* diartikan mengacu kepada seorang nabi terakhir seperti Musa (#/TB Ul 18:15-19*); Petrus menyamakan Yesus nabi ‘seperti Musa’ (#/TB Kis 3:22-26*), dan hal ini melempengkan jalan bagi Yohanes untuk dipandang perintis tersendiri dari zaman akhir, nabi seperti Elia.
          Kesukaran timbul karena dalam pemikiran Yahudi tak pernah kedua tokoh itu terpisah secara gamblang. Mungkin Yesus memandang peranan-Nya seperti peranan Musa sebagai nabi. Dia tak pernah memakai gelar itu dalam hubungan ini, tapi Dia sendiri menganggap diriNya menggenapi kembali pekerjaan Musa sekaligus menggenapi peranan nabi yg berbicara dalam #/TB Yes 61:1-3*. Ia mengutip #/TB Yes 29:18* dab; #/TB Yes 35:5* dab dan 61:1 untuk menjelaskan pekerjaanNya sendiri (#/TB Luk 4:18* dab; #/TB Luk 7:22*) dengan pengertian menggambarkan ciptaan baru seperti halnya Keluaran dan pengembaraan di padang gurun pada zaman Musa. Dari sudut pandang ini, ajaran Yesus dengan mana Ia menafsirkan ulang Taurat Musa dapat lebih jelas dipahami.
          Sama seperti Yesus memandang pekerjaan-Nya dalam pengertian pemberi hukum dan nabi (Musa dan Elia/Elisa; bnd #/TB Luk 4:25-27*), demikianlah mungkin bahwa pengertian Yahudi akan hikmat mempengaruhi pikiran-Nya, walaupun gelar Hikmat tidak dikenakan kepada-Nya dalam Kitab-kitab Injil (tapi lih #/TB 1Kor 1:24,30*). Dalam PL dan dalam sastra antar perjanjian kita dapati konsep Hikmat yg dipersonifikasikan sebagai pembantu Allah pada penciptaan dan (dim bentuk hukum Taurat) sebagai pembimbing umat Allah (#/TB Ams 8:22-36*). Orang berhikmat paling unggul ialah Salomo, dan bukanlah tanpa arti bahwa Yesus mengklaim dalam pelayanan-Nya hadir yg lebih unggul daripada Salomo (#/TB Mat 12:42*). Hikmat dianggap mengutus utusannya kepada manusia untuk menyatakan jalan Allah (#/TB Ams 9:3-6*). Kadang-kadang Yesus berkata seolah-olah Dia adalah salah seorang dari utusan itu (#/TB Luk 11:49-51*), atau Dia sendiri harus disamakan dengan Hikmat (#/TB Luk 13:34*; bnd #/TB Mat 23:34-37*).
          Pengharapan Yahudi berpusat pada akan didirikannya pemerintahan atau Kerajaan Allah, dan pengharapan ini sering dihubungkan dengan datangnya seorang tokoh yg mewakili Allah untuk menjalankan pemerintahan-Nya. Tokoh seperti itu tentulah raja, diurapi oleh Allah dan dari suku Daud. Istilah Yg Diurapi yg biasanya diterapkan untuk raja, imam atau nabi, pada zaman antar perjanjian dapat digunakan sebagai istilah teknis bagi tokoh yg mewakili Allah dan yg dinantikan itu. Kata Ibraninya masyiakh, yakni muasal kata Yunani Messias, yg dalam TBI ialah Mesias. Kata Yunani yg sesuai dengan itu dan yg berarti ‘diurapi’ ialah Khristos, dan inilah muasal bentuk Indonesia Kristus. Karena penguasa yg dinanti-nantikan itu memang diharapkan akan menjadi Raja dan Anak (artinya keturunan) Daud, maka kedua istilah ini digunakan juga sebagai gelar atau sebutan untuk Dia.
          Adalah pasti bahwa Yesus dihukum mati oleh orang Roma dengan tuduhan Dia mengaku Raja orang Yahudi (#/TB Mr 15:26*). Timbul pertanyaan, apakah Dia eksplisit menuntut jabatan itu dan implisit memerankan peranan itu? Istilah ‘Mesias’ jarang diucapkan oleh Yesus. Dalam #/TB Mr 12:35; 13:21* (bnd #/TB Mat 24:5*) Ia bicara tentang Mesias dan orang yg mengaku Mesias tanpa langsung menyebut diriNya Mesias. Dalam #/TB Mat 23:10* dan #/TB Mr 9:41* Dia dilukiskan mengajar murid-murid-Nya, nampaknya terutama mengacu kepada keadaan gereja perdana. #/TB Mat 16:20* hanyalah menggemakan ay #/TB Mat 16:16*. Dari sini nampak bahwa Yesus tidak menyebut diriNya Mesias bila Ia mengajar masyarakat umum, dan jarang sekali memakai gelar itu bila Ia bicara kepada murid-murid-Nya (bnd #/TB Yoh 4:25* dab).
          Halnya sama berkaitan dengan sebutan ‘Anak Daud’; pertanyaan dalam #/TB Mr 12:35-37* tidak eksplisit menyamakan Yesus dengan Anak Daud. Begitu juga Yesus tidak terang-terangan mengklaim gelar ‘Raja’ (#/TB Mat 25:34,40* dialamatkan kepada murid-murid-Nya). Pada pihak lain banyak tindakan Yesus dapat dikatakan adalah tindakan Mesias. Ia dianggap diurapi baik oleh Dia sendiri (#/TB Luk 4:18*) maupun oleh gereja perdana (#/TB Kis 4:27; 10:38*) karena Ia dibaptis dengan Roh Kudus. Ia mengumumkan datangnya pemerintahan Kerajaan Allah, dan menghubungkan kedatangan Kerajaan Allah itu dengan aktivitas-Nya sendiri (#/TB Mat 12:28*), dan Dia bertindak dengan otoritas ilahi (#/TB Mr 2:7*).
          Justru wajar timbul luas pertanyaan apakah Dia raja yg dinanti-nantikan itu (bnd #/TB Yoh 4:29; 7:25-31*), sehingga orang banyak ingin menjadikan Dia raja (#/TB Yoh 6:15*). Waktu diadili Dia ditanya apakah Dia Mesias, dan dalam kesempatan ini Dia mengakui kenyataan itu secara terbuka (#/TB Mr 14:61* dab; bnd #/TB Yoh 18:33-38*). Sebelum peristiwa pengadilan itu Petrus menyebut-Nya Mesias, dan Yesus tidak menolak sebutan itu (#/TB Mr 8:29* dab). Orang-orang yg berharap bahwa Dia dengan penuh kasih akan menolong mereka mengatasi kesusahan mereka, menyapa Dia ‘Anak Daud’ (#/TB Mr 10:47* dab).
          Kenyataan menunjukkan bahwa kendati Yesus implisit berperilaku sebagai Mesias atau Yg Diurapi, Ia tidak menggembar-gemborkan hal itu, dan memang Ia menjaga jangan tersebar bahwa Dia adalah Mesias (#/TB Mr 8:30*). Berbagai keterangan telah dikemukakan mengenai sikap-Nya itu. Pendapat bahwa Kitab-kitab Injil salah menggambarkan keadaan, dan bahwa Yesus tidak diakui Mesias baik oleh Dia sendiri maupun oleh orang lain dapat dilupakan; demikian juga pendapat bahwa sesudah kebangkitan-Nya gelar itu diberikan oleh gereja kepada-Nya (menurut W Wrede, The Messianic Secret, 1971; berlawanan dgn J. D. G Dunn, TynB 21, 1970, hlm 92-117).
          Satu unsur penting mengapa Yesus bersikap demikian, pastilah tajamnya perbedaan konsep Mesias bagi Yesus dari konsep Mesias bagi umumnya orang Yahudi, yg mengharapkan Mesias akan memulai pergolakan politik dan membebaskan negeri mereka dari penjajahan Roma; kalaupun masih ada orang Yahudi yg mendambakan peranan Mesias lebih bersifat rohani, Yesus perlu menghindari gambaran yg salah tentang diriNya (Yesus memang tidak bergabung dgn pemberontak politik yg melancarkan pembelaan dgn kekerasan pada zaman-Nya; mengenai pokok ini ulasan terakhir disajikan oleh M Hengel, Was Jesus a Revolutionist?, 1971). Unsur lain, barangkali, Yesus tidak ingin mengumumkan ke-Mesias-an-Nya sampai Ia menunjukkan bahwa Dia-lah Mesias melalui perbuatan-Nya, atau sampai orang benar-benar mengenal hakikat sesungguhnya dari jabatan-Nya. Dengan berbuat demikian Ia membebaskan ke-Mesias-an itu dari sentuhan politik duniawi, dan memberikan tafsir yg benar tentang Mesias sesuai konsep PL perihal tindakan penyelamatan penuh kuasa dari pihak Allah.
          Tapi mencolok, Kitab-kitab Injil memberi kesan bahwa Yesus cenderung memakai sebutan lain, yaitu Anak Manusia (perhatikan alih istilah dlm #/TB Mr 8:29* dab, 31 dan 14:61, 62). Ungkapan Yunani yg kurang lazim ini timbul hanya sebagai terjemahan dari ungkapan khas bh Semit (Ibrani ben ‘adam; Aram bar’enasy( a)), artinya, kalau bukan khas sosok ‘manusia’ (ump #/TB Yeh 2:1*) adalah umat manusia pada umumnya (ump #/TB Mazm 8:3*). Dalam #/TB Dan 7:13* dab ungkapan itu berkata ‘datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah Ia kepada Yg Lanjut Usianya itu, dan Ia dibawa ke hadapan-Nya … diberikan kepada-Nya kemuliaan dan kekuasaan untuk memerintah segenap umat manusia’.
          Pada zaman Yesus memakai ungkapan itu dianggap sopan bila mengacu kepada diri sendiri dalam keadaan tertentu, kendati beda pendapat apakah kata itu dipakai untuk membuat pernyataan tentang umat manusia secara umum termasuk pembicara secara khusus, atau untuk membuat pernyataan yg mengacu hanya kepada pembicara.
          Yesus sering menggunakan ungkapan itu, dan tampilnya ungkapan itu dalam Injil Sinoptik menimbulkan perdebatan.
          1. Pada satu pihak, ada anggapan bahwa muasal makna ungkapan itu ialah #/TB Dan 7:13* dab; dan dianggap merujuk ke kedatangan sesosok makhluk sorgawi yg dilukiskan dengan perlambang apokaliptik — akan terjadi pada masa datang (#/TB Mr 13:26; 14:62*) dan kepada peranan tokoh ini pada penghakiman yg terakhir (#/TB Mr 8:38*; #/TB Mat 10:23; 19:28; 25:31*; #/TB Luk 12:8* dab; #/TB Luk 17:22-30; 18:8*). Beberapa ahli berpendapat bahwa gereja perdana yg pertama memakai konsep ini untuk melukiskan peranan Yesus di masa datang (demikian N Perrin, A Modern Pilgrimage in New Testament Christology, 1974); yg lain mengemukakan pendapat berdasarkan #/TB Luk 12:8* dab, bahwa Yesus mempralihatkan datangnya seorang tokoh zaman akhir yg lain dari diriNya sendiri, yg akan membela pekerjaan Yesus, dan oleh gereja perdana, di kemudian hari, menyamakan Yesus dengan tokoh yg akan datang itu (demikian HE Todt, The Son of Man in the Synoptic Tradition, 1965). Pendapat yg lain lagi mengatakan bahwa Yesus memandang kepada kedatanganNya yg akan datang sebagai Anak Manusia (demikian 0 Cullmann, The Christology of the New Testament, 1963).
          Disamping penalaran ‘masa depan’ di atas, ada ay-ay yg bicara tentang otoritas dan kehinaan Anak Manusia (#/TB Mr 2:10,27* dab; #/TB Luk 6:22; 7:34; 9:58; 12:10; 19:10*) dan yg menubuatkan penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya (#/TB Mr 8:31; 9:9,12,31; 10:33* dab, 45; #/TB Mr 14:21,41*; bnd #/TB Luk 24:7*). Memang memprihatinkan (tapi bukan tidak mungkin: lih di bawah) melihat bagaimana pernyataan-pernyataan demikian dibuat tentang Anak Manusia yg dilukiskan dalam #/TB Dan 7*. Karena itu banyak ahli berpendapat bahwa pemakaian kata Anak Manusia dalam ucapan-ucapan seperti itu berasal dari gereja perdana yg — sesudah menyamakan Yesus dengan Anak Manusia yg akan datang — mulai memakai gelar itu berkaitan dengan pekerjaan-Nya dan penderitaan-Nya waktu hidup di bumi ini. Ahli-ahli lain berpendapat bahwa Yesus memberikan tafsir ulang hasil kreasi-Nya sendiri, mengenai peranan Anak Manusia berdasarkan pengaruh nubuat tentang Hamba Yahweh yg menderita (#/TB Yes 52:13-53:12*).
          2. Di pihak lain, beberapa ahli menerima pemakaian kata bar’enasy( a) sebagai sebutan diri sendiri dalam bh Aram, dan atas dasar itu mereka berpendapat bahwa Yesus menggunakan kata ini melulu sebagai alat merujuk kepada diriNya sendiri. Berdasarkan pandangan ini, maka pernyataan dalam Kitab-kitab Injil yg isinya tidak apokaliptik dan yg mengacu kepada Yesus sebagai melulu manusia, nampaknya adalah otentik. Di kemudian hari, pemakaian istilah itu oleh Yesus menuntun gereja ke #/TB Dan 7*, dan gereja mulai menafsirkan ulang ajaran Yesus dalam nada apokaliptik (G Vermes, Jesus the Jew, 1973, hlm 160-191).
          3. Mungkin para ahli, tersesat karena terus bertahan mempedomani satu asas asli untuk menalar semua sebutan itu dan kurang sungguh-sungguh mengindahkan keragaman artinya. Jelas istilah itu dapat dipakai sebagai sebutan diri sendiri, kendati keadaan yg tepat yg terkait dengannya masih belum dapat dipastikan. Juga tak dapat disangkal bahwa istilah itu bisa sebagai gelar. C. F. D Moule menalar tepat bahwa pemakaian kata sandang dalam ungkapan ‘ini: bisa memberi makna sosok manusia itu (disebut dlm Pan #/TB Dan 7:13* dab; ‘Ciri-ciri yg diabaikan perihal Anak Manusia’, dlm J Gnilka, Neues Testament and Kirche, 1974, hlm 413-428). Kenyataan bahwa tokoh ini mempunyai peranan dalam beberapa segi pemikiran Yahudi teracu dalam 1 Henokh dan 4 Ezra (kendati tarikh bg-bg itu dlm 1 Henokh tanpa kepastian). Justru pendekatan yg terbaik ialah tetap mempedomani #/TB Dan 7:13* dab sebagai titik tolak dan melihat di situ sosok, mungkin pemimpin dan wakil Israel, dan dengan itulah Yesus menyamakan diriNya sendiri. Tokoh ini memiliki otoritas dan ditentukan untuk memerintah atas dunia, tapi jalan menuju pemerintahan itu adalah merendahkan diri, penderitaan dan ditolak. Tidak sukar memahami ucapan Yesus berkaitan dengan jalan itu, dengan pengertian bahwa Dia mempralihat diriNya sendiri ditolak dan kemudian dibela oleh Allah.
          Pandangan di atas sangat meyakinkan atas nalar:
(a) Yesus memahami situasi di mana Ia melakukan pekerjaanNya, yg membawa Dia berbenturan dengan para penguasa Yahudi yg memusuhi-Nya; dan
(b) cara Yesus menerapkan dalam hidup-Nya pola hidup saleh seperti dilukiskan dalam PL, yg oleh karena pola itu orang-orang saleh bersangkutan bisa saja ditolak dan dianiaya, dan mereka harus mutlak percaya bahwa Allah akan melepaskan mereka. Pola hidup saleh ini disajikan dalam mazmur-mazmur tertentu (terutama #/TB Mazm 22;  69*), dalam nubuat tentang Hamba Yahweh yg menderita, di jalan hidup ‘orang-orang kudus milik Yg Mahatinggi’ dalam #/TB Dan 7:22*. Juga dalam kitab Kebijaksanaan (kendati kitab ini diragukan berpengaruh terhadap Yesus) dan dalam cerita-cerita rakyat yg menyanjung-nyanjung para martir Makabe.
          Berkaitan dengan uraian di atas, adalah aneh jika Yesus tidak mengetahui bahwa hidup-Nya akan demikian. Dan ucapan Yesus ‘Siapakah Anak Manusia itu?’ (#/TB Yoh 12:34*) pasti membingungkan pendengar-Nya. Agaknya Ia sengaja mempertanyakan itu untuk menutupi sebagian klaim-Nya sendiri guna menghindari kemungkinan timbulnya harapan-harapan palsu. Kebijakan itu menuntut kekuasaan tapi justru kekuasaan demikianlah yg luas ditolak manusia. Jadi dalam menggunakan ungkapan ini Yesus menyatakan bahwa Dialah wakil Allah — final dan utuh sempurna — bagi manusia, yg ditentukan untuk memerintah tapi ditolak oleh Israel, dihukum dan menderita, tapi dibela oleh Allah.
          Salah satu unsur yg mendasari pemahaman Yesus akan peranan-Nya sebagai Anak Manusia ialah sosok Hamba Yahweh. Yesus tidak menggunakan gelar ini, dan munculnya dalam #/TB Mat 12:18-21* adalah sebagai kutipan dari #/TB Yes 42:1-4*. Namun, ada bukti gamblang bahwa Yesus mengetahui diriNya mengemban peranan seseorang yg datang untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya, guna menjadi tebusan bagi banyak orang (#/TB Mr 10:45*; bnd #/TB Mr 14:24*; #/TB Yes 53:10-12*), dan yg oleh karena itu Dia ‘terhitung di antara pemberontak’ (#/TB Luk 22:37*; bnd #/TB Yes 53:12*; R. T France, TynB 19, 1968, hlm 26-52).
          Jika gelar-gelar di atas mengungkapkan peranan Yesus, maka kedudukan dan hubungan-Nya dengan Allah terungkap dalam gelar Anak Allah. Penggunaan gelar ini pada malaikat dan makhluk sorgawi lainnya, tidaklah sepenting bobot penggunaannya pada Yesus. Yg lebih penting lagi ialah cara penggunaannya dalam PL merujuk kepada umat Israel sebagai keseluruhan dan kepada raja mereka secara khusus, juga menyatakan hubungan mereka dengan Allah dalam anti Allah memelihara dan melindungi mereka di satu pihak, dan pada pihak lain, pelayanan dan ketaatan manusia kepada Allah. Mungkin menjelang zaman PB Mesias sudah mulai dipandang dalam citra khas Anak Allah, dan anggapan bahwa orang-orang saleh adalah tujuan khusus pemeliharaan dan perhatian Allah sebagai Bapak, mungkin juga sudah berkembang.
          Yesus sendiri pasti tahu hubungan-Nya yg khas dengan Allah, yg dalam doa Dia sapa begitu akrab Abba (#/TB Mr 14:36*). Dengan latar belakang inilah patut kita pahami bila Yesus memakai istilah ‘Anak’ untuk menyatakan hubungan-Nya dengan Allah sebagai Bapak (#/TB Mat 11:27*; #/TB Luk 10:22*). Di sini Ia menyatakan pula bahwa keakraban antara Dia dengan Allah adalah persis sama keakraban seorang anak dengan bapaknya, justru Dia satu-satunya yg sanggup menyatakan Allah kepada manusia. Namun, ada tujuan BapakNya yg masih rahasia dan tersembunyi bahkan terhadap Anak sendiri (#/TB Mr 13:32*). Walaupun rujukannya bisa saja tidak jelas bagi orang banyak, agaknya sang anak dalam perumpamaan tentang pemilik kebun anggur (#/TB Mr 12:6*) merupakan media terselubung yg merujuk kepada Yesus sendiri dan perjalanan hidup-Nya.
          Makna ke-Anak-an yg khas ini mengungguli makna umum peri ke-Anak-an seorang Yahudi yg saleh terhadap Allah. Selanjutnya hal itu kelihatan dalam cara Allah menyapa Yesus sebagai AnakNya pada peristiwa baptisan dan pemuliaan (#/TB Mr 1:11; 9:7*), juga dalam cara Iblis dan setan-setan menyapa Dia (#/TB Mat 4:3,6*; #/TB Mr 3:11; 5:7*). Kenyataan menunjukkan bahwa Yesus sangat berhati-hati mengungkapkan hubungan-Nya yg khas dengan Allah; namun jelas para penguasa Yahudi mendakwa Dia membuat pernyataan demikian (#/TB Mr 14:61*; #/TB Luk 22:70*). Mungkin hubungan khas itu pada waktu-waktu tertentu dinyatakan lebih gamblang dibandingkan caranya dinyatakan dalam Kitab-kitab Injil Sinoptik. Dalam Injil Yoh penyataan diri Yesus lebih bersifat umum, tapi ini bisa disebabkan cara Yohanes yg sengaja mengungkapkan lebih jelas jalinan lengkap ajaran Yesus bagi pembacanya. Dalam gelar inilah bisa didapati penyataan lengkap mengenai siapa Yesus (lih LH Marshall, Int 21, 1967, hlm 87-103).
          II. Pemakaian gelar pada masa dini gereja
          Kematian dan kebangkitan Yesus alpa kr 20 thn dari naskah paling dini Pa (Surat-surat Paulus yg paling pertama) yg tarikhnya dapat ditentukan secara pasti. Menjelang zaman Paulus, pemakaian beberapa gelar yg mengacu kepada Yesus telah berakar teguh; Paulus memakai beberapa istilah yg sudah baku yg maknanya tak perlu lagi diterangkan kepada pembacanya.
          Tapi pemakaian gelar yg aneka ragam ini sukar ditelusuri, demikian juga makna teologisnya yg terkait dengan Yesus sebelum ada Surat-surat Paulus. Harus digali maksud pemakaian gelar-gelar ini dalam tulisan-tulisan Pa yg dapat dipertanggungjawabkan merujuk ke pemakaiannya dalam tradisi; usaha penggalian ini bersifat subyektif dan memandu ke beberapa hipotesa yg dapat dipercaya. Dapat juga digunakan berita gereja perdana yg disajikan dalam Kis, tapi harus diingat bahwa Lukas baru menuliskan berita itu beberapa tahun kemudian setelah peristiwa-peristiwa itu terjadi, dan bahwa ada kecenderungan yg tak terelakkan untuk memakai istilah yg sudah lazim di lingkungan pembacanya. Sekedar perbandingan: dalam suatu pembicaraan, seorang tokoh bisa saja disebut dengan gelarnya yg terakhir, kendati yg dibicarakan adalah reputasinya dulu pada awal karirnya. Namun, dengan kecermatan kita bisa maju menelusuri perkembangan dini gelar-gelar yg dipakai untuk melukiskan citra Yesus.
          Beberapa ahli begitu berani mengatakan ada tahapan dalam pemikiran gereja perdana mengenai Kristus. Mereka menganggap bahwa pengenalan asli akan Yesus Kristus dalam istilah murni Yahudi, secara berangsur-angsur telah diganti oleh pemikiran Helenisme yg merasuki gereja perdana melalui gerakan Yudaisme dan kemudian lebih langsung dipengaruhi oleh dunia non-Yahudi (F Hahn; R. H Fuller). Bahwa ada perkembangan macam itu dalam arti luas adalah benar. Tapi hipotesis mereka tak dapat dipedomani untuk menelusuri tahapan perkembangan itu dengan tepat, karena adalah jelas bermacam-macam pengaruh telah melanda gereja sejak saat-saat paling dini. Juga karena kita harus mempertimbangkan Kristologi dari beberapa gereja yg semi berdiri sendiri. Tak ada kemungkinan untuk menelusuri sekalipun jalur evolusi sederhana berkaitan dengan perkembangan pemikiran gereja Kristen selama 20 thn pertama atau sesudah itu. Yg dapat kita katakan ialah, bahwa masa ini adalah masa pemikiran kreatif yg tak ada taranya perihal Kristologi (I. H Marshall, NTS 19, 1972-1973, hlm 271-287).
          Ada pendapat yg mengatakan bahwa yg menarik perhatian gereja perdana kepada Yesus mulanya adalah murni fungsional (apa yg diperbuat Yesus), bukan ontologikal (siapa Dia). Mereka tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan metafisika mengenai status-Nya. Tapi jika alternatif ini dikemukakan begitu tajam, maka kebijakan ini akan memisahkan apa yg dari semula berpadu: fungsi dan status tidak dapat dengan mudah dipisahkan. Memang adalah pasti betapa gereja perdana sangat memperhatikan apa yg sudah digenapi Yesus, tapi justru hal itu menimbulkan pertanyaan tentang apa sebenarnya hubungan-Nya dengan Allah, dan hal ini terungkap dalam gelar-gelar yg merujuk kepada Dia.
          Sepanjang kurun waktu ini, kebanyakan dari istilah biasa yg dipakai untuk menerangkan siapa Yesus hilang dari pemakaian sehari-hari, kecuali yg dilestarikan dalam bahan-bahan cerita tentang hidup-Nya. Istilah-istilah seperti Rabi dan Guru tidak lagi lazim. Istilah Nabi yg mengandung makna yg dalam mengenai tugas Yesus juga hilang dari pemakaian sehari-hari; istilah itu memang masih diterapkan kepada-Nya (#/TB Kis 3:22* dab; bnd #/TB Kis 7:37*), tapi tidak lagi sebagai gelar nyata dari Yesus.
          Yg paling mengherankan ialah hilangnya istilah Anak Manusia dari peredaran. Gelar ini memang muncul dalam ucapan Stefanus pada detik-detik menjelang akhir hidupnya (#/TB Kis 7:56*). Munculnya di tempat lain hanyalah sebagai kutipan dari PL (#/TB Ibr 2:6*; mengutip #/TB Mazm 8:4*) dan untuk melukiskan Yesus dalam #/TB Wahy 1:13; 14:14* (bnd #/TB Dan 7:13* dab). Kendati demikian pemikiran itu mungkin tetap hidup. Di satu pihak, bukan tidak mungkin mendapati terjemahan Anak Manusia dalam bh Yunani yg lebih dapat dimengerti seperti ‘orang’ atau ‘manusia’ pada satu dua ay, di mana Yesus diperhadapkan dengan Adam, manusia pertama itu (#/TB Rom 5:15*; #/TB 1Kor 15:21,47*; bnd #/TB 1Tim 2:5*). Di pihak lain, selaras dengan laporan Kitab-kitab Injil, istilah ini diucapkan oleh Yesus sendiri.
          Sudah kita amati bahwa ada ahli yg mengatakan gelar ini mulanya dipakai di gereja perdana. Atau, paling tidak mayoritas dari gelar yg dipakai menjadi baku karena dibakukan oleh gereja perdana berdasarkan ucapan-ucapan Yesus sendiri, kendati jarang sekali Ia mengucapkannya. Tapi walaupun pendapat di atas sangat tidak mungkin, kita tak dapat meniadakan kemungkinan bahwa hadirnya gelar itu dalam satu dua ucapan harus dikaitkan kepada gereja perdana.
          Ihwal demikian paling mungkin dikaitkan dengan Injil Yoh. Di situ ajaran Yesus disampaikan kepada kita dalam suatu bentuk, pada bentuk mana tak mungkin disajikan kata-kata asli seperti yg diucapkan Yesus, kecuali tuturan penulis sendiri yg bersifat ulasan. Tapi penting diperhatikan bahwa ungkapan yg dipakai Yohanes, yg cakupannya lebih luas mengenai makna yg terkandung dalam gelar itu, hanyalah terbatas pada ruang lingkup Injil, dan merupakan ajaran yg berasal dari Yesus sendiri dan berlandaskan kata-kata-Nya sendiri (lih IV, di bawah). Tak ada tanda bahwa gereja perdana memakai gelar itu secara khas dan tersendiri. Jelas gelar itu dianggap hanya tepat diucapkan oleh Yesus sebagai sebutan untuk diri sendiri, kecuali #/TB Kis 7:56*. Gelar ini tak pernah dipakai sebagai istilah dalam pengakuan iman (kekecualian yg mungkin ialah #/TB Yoh 9:35*).

          Walaupun gelar Hamba tidak terdapat dalam Kitab-kitab Injil, nampak bahwa motif pemikiran yg terkait pada istilah ini teracu dalam pekerjaan Yesus sebagai yg melayani ‘banyak orang’ atau ‘menjadi tebusan bagi banyak orang’ (#/TB Mat 20:28*). Motif pemikiran yg sama timbul kembali dalam pemikiran gereja perdana. Hal itu paling jelas dalam #/TB 1Pet 2:21-25*, di mana penderitaan dan kematian Yesus dikemukakan sesuai #/TB Yes 53*; dan kendati tidak mencolok hal itu terdapat dalam beberapa rumusan Paulus yg sudah lazim dikenal, untuk mengungkapkan makna kematian Yesus (#/TB Rom 4:25; 8:34*; #/TB 1Kor 11:23-25; 15:3-5*; #/TB Fili 2:6-11*; #/TB 1Tim 2:6*; J Jeremias, TDNT 5, hlm 705-712). Gelar itu (pais) terdapat dalam #/TB Kis 3:13,26; 4:27,30*; di situ Yesus disebut Hamba Allah, yg diserahkan oleh orang Yahudi ke dalam maut, tapi dibangkitkan dan dimuliakan oleh Allah menjadi berkat bagi umat-Nya.
          Jika di sini Yesus disebut dengan gelar yg juga dipakai oleh Daud (#/TB Kis 4:25*, pais) dan para nabi (#/TB Wahy 11:18; 22:9*, doulos), maka pemikiran yg paling mendasarinya ialah #/TB Yes 42:1-4; 52:13* dab yg mempengaruhi gereja perdana. Walaupun gelar itu baru timbul kembali pada abad 2 M — dan karena itu gelar ini dicurigai sebagai sebutan Lukas untuk Yesus ketimbang sebutan asli dari semula — maka lebih mungkin bahwa istilah itu dipakai di gereja Palestina dan kemudian hilang dari pemakaian karena bentuk pais mempunyai arti ganda (bisa berarti ‘anak kecil’, atau ‘pelayan’) dan karena subordinasinya dalam bentuk doulos (’ abdi atau hamba’).
          Menurut khotbah Petrus pada hari Pentakosta, makna kebangkitan ialah Allah menahbiskan Yesus yg disalibkan oleh orang Yahudi menjadi Tuhan dan Kristus (#/TB Kis 2:36*). Dan ay ini menjadi kunci bagi perkembangan gelar-gelar yg mengungkapkan Mesias itu.
          Kebangkitan adalah peristiwa yg menentukan, yg menuntun pengikut Yesus ke penalaran baru akan diriNya, dan penalaran baru ini diteguhkan dalam hati mereka oleh pengaruniaan Roh Kudus, yg datang dari Yesus yg sudah ditinggikan itu (#/TB Kis 2:33*). Pernyataan Yesus bahwa Dia-lah tokoh ‘Mesias’, sekarang sudah dibuktikan oleh Allah dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati, dan dengan itu pula dikukuhkan kebenaran pernyataan Yesus. Orang yg mati dengan papan salibnya bertuliskan ejekan ‘Raja orang Yahudi’ sesuai ketentuan Pilatus, sekarang dinyatakan bahwa Dia memang Raja dalam arti yg lebih dalam.
          Gelar ‘raja’ dalam arti sekuler yg sesungguhnya jarang dipakai. Memang dalam pemberitaan para rasul istilah ‘kerajaan’ diganti dengan sebutan ‘raja’, tapi bukan tidak mungkin bahwa sebutan ‘raja’ itu berbahaya dari segi politik (#/TB Kis 17:7*) dan pemakaiannya agak terbatas (#/TB Wahy 17:14; 19:6*); tapi gelar ‘Tuhan’, yg dari segi politik juga dianggap sama berbahaya, dipakai berulang-ulang. Istilah ‘Mesias’ — kata yg tak mempunyai arti di luar kalangan masyarakat berbahasa Ibrani — diganti terutama dan paling sering dengan sebutan ‘Kristus’ daripada ‘raja’. Dalam bentuk ini gelar itu cenderung kehilangan makna aslinya, yaitu ‘yg diurapi’ (tapi lih #/TB 2Kor 1:21*) dan lebih mendapat arti ‘Juruselamat’. Secara khusus ‘Kristus’ dipakai dalam uraian berkaitan dengan kematian dan kebangkitan Yesus (#/TB Rom 5:6,8; 6:3-9; 8:34; 14:9*; #/TB 1Kor 15:3-5*; #/TB 1Pet 3:18*; W Kramer, Christ, Lord, Son of God, 1966).

          Dia yg mati dan bangkit kembali ialah Yesus yg adalah Kristus. Walaupun istilah ‘Kristus’ cenderung makin lebih merupakan nama bagi Yesus ketimbang gelar, tapi istilah itu tetap mengandung makna keluhuran, sehingga gelar itu hampir tak pernah dipakai bergabung hanya dengan gelar ‘Tuhan’ (’ Tuhan Kristus’; #/TB Rom 16:18*; #/TB Kol 3:24*), tapi lebih sering dalam bentuk ‘Tuhan Yesus Kristus’.
          Dalam #/TB Kis 3:20* dab Yesus digambarkan Tokoh yg ditentukan akan datang kelak sebagai Mesias pada akhir zaman. Justru ditekankan (terutama oleh F Hahn) bahwa pada mulanya ajaran tentang Kristus dalam gereja perdana sangat memberi perhatian pada kedatangan Yesus di masa depan, dan bahwa penggunaan aneka gelar seperti Anak Manusia, Kristus dan Tuhan mulanya adalah untuk menandakan apa tugas-Nya pada akhir zaman; tapi kemudian (kendati masih pada zaman pra-Alkitab PB) disadari kenyataan, bahwa Orang yg akan datang sebagai Mesias dan Tuhan pada akhir zaman itu, sudah dan adalah Mesias sekaligus Tuhan berdasarkan kebangkitan-Nya dan peninggian-Nya (kebangkitan dan peninggian itu mengukuhkan kedudukan yg ada).
          Teori di atas tanpa pembuktian. #/TB Kis 3:20* dab hanya dapat berarti bahwa Orang yg ditahbiskan menjadi Mesias itu akan kembali pada akhir zaman. Yesus bukanlah Mesias rekayasa tapi adalah Mesias itu sendiri. Memang hanya oleh kebangkitan-Nya dan apa yg terkandung dalamnya mengenai diri Yesus, gereja perdana dapat memandang ke depan dengan keyakinan akan parousia-Nya sebagai Anak Manusia. Justru kematian dan kebangkitanlah yg mengukuhkan arti istilah Mesias: amanat Kristen dalam pandangan Paulus seutuhnya berpusat pada ‘Kristus yg sudah disalibkan’ (#/TB 1Kor 1:23; 2:5*).
          Gelar lain yg muncul dalam #/TB Kis 2:36* ialah Tuhan (Kurios). Dengan kebangkitan Allah membuktikan bahwa Yesus memang adalah Tuhan, dan berdasarkan peristiwa ini gereja perdana menerapkan kepada-Nya #/TB Mazm 110:1*, ‘Firman TUHAN kepada Tuan-ku: Duduklah di sebelah kananKu, sampai Ku-buat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu’ (#/TB Kis 2:34* dab). Ay ini sudah dipakai oleh Yesus waktu Dia mengajarkan bahwa Mesias adalah Tuan dari Daud (#/TB Mr 12:36*) dan dalam jawab-Nya kepada Imam Besar waktu Ia dihakimi (#/TB Mr 14:62*). Karena sekarang Yesus adalah Tuhan, maka gereja perdana bertugas membimbing orang mengakui kedudukan Yesus itu. Para petobat baru menjadi anggota gereja dengan mengakui Yesus adalah Tuhan. ‘Jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan’ (#/TB Rom 10:9*; bnd #/TB 1Kor 12:3*).
          Makna luhur pengakuan ini terlihat dalam #/TB Fili 2:11*; di situ kemuncak tujuan Allah ialah supaya seluruh ciptaan mengakui Mesias Yesus adalah Tuhan. Dalam pengakuan ini tersirat unsur menentang, karena hal itu mempertentangkan Yesus dengan ‘tuhan-tuhan’ yg diakui di dunia Helenisme. Pasti orang Yahudi hanya mengakui satu Allah dan satu Tuhan, tapi bangsa-bangsa lain menyembah banyak ‘allah’ dan banyak ‘tuhan’; melawan keduanya orang Kristen mengakui ‘satu Allah saja yg adalah Bapak … dan satu Tuhan yaitu Yesus Kristus’ (#/TB 1Kor 8:5-6*). Terhadap kaisar Roma pun diterapkan juga gelar dominus (Tuhan) oleh rakyatnya, dan para kaisar yg kemudian makin menuntut ketaatan mutlak rakyatnya; ini ditentang keras oleh orang Kristen di kemudian hari.

          Suatu bukti penting perihal pemakaian gelar bagi Yesus oleh orang Kristen angkatan pertama, ialah ungkapan bh Aram yg dilestarikan dalam #/TB 1Kor 16:22*: *Maranata. Ungkapan ini adalah gabungan dua kata yg artinya’Tuhan kami, datanglah!’ atau ‘Tuhan kami sudah/akan datang’. Para ahli mempersoalkan apakah Maranata pada mulanya adalah doa untuk memohon parousia Yesus sebagai Tuhan (bnd #/TB Wahy 22:20*), atau janji bahwa kedatangan-Nya sudah dekat (bnd #/TB Fili 4:5*). Bahwa ungkapan Aram ini terus dipakai di gereja berbahasa Yunani, menandakan ungkapan itu mula-mula dipakai di gereja berbahasa Aram. Artinya, sangat mungkin kata itu timbul pada masa awal berdirinya gereja di Palestina. Bukti dari Qumran memperkuat kemungkinan perkembangan ini di lingkungan masyarakat berbahasa Aram (J. A Fitzmyer, NTS20, 1973-1974, hlm 386-391).
          Gelar terakhir yg perlu dibicarakan ialah Anak Allah. Boleh jadi gelar ini dihubungkan dengan pemberitaan rasul Paulus: bermakna sekali bahwa #/TB Kis 9:20* menghubungkan gelar ini dengan pemberitaannya, dan hanya sekali lagi muncul dalam Kis sebagai kutipan dari #/TB Mazm 2:7* pada khotbah Paulus di Antiokhia Pisidia (#/TB Kis 13:33*). Janji ‘AnakKu Engkau! Aku telah memperanakkan Engkau pada hari ini’, diterapkan oleh Paulus kepada kebangkitan Yesus, yg dianggap menempatkan Yesus ke dalam hidup yg baru. Tapi, di sini pemikiran bukanlah bahwa Yesus menjadi Anak Allah karena Dia dibangkitkan dari antara orang mati, melainkan justru sebaliknya, karena Dia adalah Anak Allah maka Dia dibangkitkan oleh Allah dari antara orang mati (bnd Kebijaksanaan #/TB Kis 2:18*). Pemikiran yg sama nampak kembali dalam #/TB Rom 1:3* dab, yg umum dianggap sebagai formula pra-Paulus. Di situ dikatakan bahwa Yesus telah dinyatakan Anak Allah dengan kuasa oleh kebangkitan-Nya dari kematian, Lagi dalam #/TB 1Tes 1:9* dab ke-Anak-an Yesus dihubungkan dengan kebangkitan-Nya, dan kenyataan inilah yg dijadikan dasar bagi pengharapan akan parousia-Nya.
          Dua unsur lagi perlu dikaitkan dengan gelar ‘Anak’ pada masa paling dini gereja. Pertama, pemikiran tentang pra-eksistensi Anak (sebelum penciptaan). Beberapa naskah bicara tentang Allah mengutus AnakNya (#/TB Yoh 3:17*; #/TB Rom 8:3*; #/TB Gal 4:4* dab; #/TB 1Yoh 4:9* dab, 14), dan dengan jelas mempradalilkan bahwa Anak yg keberadaan-Nya seutuhnya satu dengan Bapak datang di dunia ini. Pemikiran ini — tanpa memakai gelar ‘Anak’ secara nyata — gamblang terungkap dalam kidung zaman pra-Paulus seperti #/TB Fili 2:6-11* (R. P Martin, Carmen Christi, 1976). Di sini Yesus bersosok ilahi, tampil dalam citra Allah dan sama dengan Allah, yang mengubah eksistensi wujud sorgawi-Nya ke wujud insani dan duniawi dalam kerendahan hati. Kidung ini bicara tentang kebijakan-Nya mengosongkan diriNya, sehingga rupa Allah berganti menjadi rupa hamba.
          Kendati demikian Paulus tetap memandang Yesus Anak Allah pada masa hidup-Nya dan kematian-Nya. Ini membuktikan bahwa Paulus tidak menafsirkan kidung itu untuk mengartikan bahwa Yesus melepaskan kodrat ke-Allah-anNya supaya Ia menjadi manusia. Tidak! Tapi ‘Ia mengosongkan diriNya dengan jalan Ia memakai wujud rupa hamba … dan ini berarti menyurutkan kemuliaan-Nya sebagai citra Allah agar Dia bisa datang sebagai citra Allah dalam wujud manusia’ (R. P Martin, hlm 194).
          Unsur kedua yg terkait dengan gelar Anak, ialah Allah menyerahkan Anak supaya menderita dan mati (#/TB Rom 4:25; 8:32*; #/TB Gal 2:20*; bnd #/TB Yoh 3:16*). Mungkin ada kaitannya dengan peristiwa PL, yaitu Abraham yg ikhlas menyerahkan Ishak, anaknya, untuk menunjukkan imannya dan ketaatannya (#/TB Kej 22:12,16*). Allah bukan hanya tidak menyembunyikan AnakNya yg tunggal, tapi bahkan Allah ikhlas menyerahkan Dia untuk menanggung hukuman dosa-dosa kita. Dengan memakai gelar ‘Anak’ maka keluhuran pengorbanan Allah menjadi lebih mencolok.
          Tidak dapat dipastikan sejak kapan dan apa yg mendasari tradisi yg mengatakan Yesus lahir dari anak data, mulai mempengaruhi pemikiran Kristologi gereja. Jalinan pemikiran dalam dua cerita kelahiran Yesus tidak menyinggung suasana kelahiran itu (bnd #/TB Mat 1:19*; #/TB Luk 2:14,51*), dan sedikit sekali bukti yg mendukung bahwa tradisi itu mempengaruhi gereja sebelum beritanya muncul dalam Kitab-kitab Injil. Dalam kedua berita itu Yesus ditampilkan sebagai Anak Allah (#/TB Mat 2:15*; #/TB Luk 1:32,35*), dan kelahiranNya sebagai anak Maria harus ditautkan kepada kuasa Roh Kudus. Karena Dia Anak Allah maka Dia layak untuk jabatan dan tugas Mesias (#/TB Luk 1:32* dab). Lebih dari itu, sebagai Anak Allah Ia dapat disebut Imanuel, ‘Allah menyertai. kita’ (#/TB Mat 1:23*); kehadiran-Nya di bumi sama dengan kehadiran Allah sendiri. Kedua berita itu tidak membicarakan perihal Yesus dikandung dari Roh Kudus dengan identitas-Nya sebagai Anak Allah yg sudah ada sebelum penciptaan. Kedua berita itu melulu mengenai cara bagaimana anak Maria bisa lahir sebagai Anak Allah.
          III. Gelar-gelar Kristologis yg digunakan Paulus
          Telah kita lihat bahwa tahapan-tahapan perkembangan kosakata mengenai Mesias dalam gereja sudah terjadi sebelum Surat-surat Paulus ditulis. Dalam Surat-suratnya itu Paulus menggunakan gelar-gelar yg sudah ada, dan ia dapat menganggap bahwa gelar-gelar itu sudah dikenal oleh para pembaca Kristen. Justru sukar memastikan gelar yg mana yg khusus berasal dari Paulus. Bisa terjadi demikian karena Paulus terlibat dekat sekali dalam proses perkembangan teologi gereja perdana, dan ia telah menyumbangkan pemikiran perihal Mesias sebelum ia mulai menuliskan Surat-suratnya. Maka dalam rangka menentang pemikiran yg dianut oleh R Bultmann (Theology of the New Testament, 1, 1952, ps 2), dengan tepat L Goppelt menolak untuk membicarakan ‘Kabar yg diberitakan oleh gereja Helenis terlepas dari Paulus’ karena hal ini bulat-bulat bermuara pada ‘khayalan yg tidak berdasarkan sejarah’. Sambil mengakui ada banyak aliran pemikiran dalam gereja perdana, L Goppelt lebih suka membicarakan teologi Paulus dalam terang tradisi yg diterima Paulus dan dalam terang situasi tempat ia bekerja (Theologie des Neuen Testaments2, 1976, hlm 360 dst).
          Dua gelar yg mungkin kita harapkan akan muncul dalam Surat-surat Paulus, ternyata jelas alpa atau jarang sekali. Tak pernah Paulus menggunakan Hamba merujuk kepada Yesus, dan kalau ia menggunakannya hanyalah bila gelar itu berkaitan dengan bahan-bahan tradisional. Tapi mengenai dirinya sendiri dan teman-teman sekerjanya, dia anggap adalah hamba-hamba Allah (doulos, #/TB Kis 16:17*), dan hanya sekali ia menyebut Yesus pelayan (diakonos, #/TB Rom 15:8*) bagi orang-orang bersunat (yaitu Yahudi). Ia juga melihat peranan Hamba itu sedang digenapi dalam kesaksian dan misi gereja (#/TB Rom 10:16; 15:21*; bnd #/TB Kis 13:47*).
          Yesus sebagai nama aktual dan nama pribadi sangat jarang dalam Surat-surat Paulus (kr 16 kali), kendati dalam bentuk majemuk nama itu memang biasa. Separo dari sebutan ini terdapat dalam #/TB 2Kor 4:10-14* dan #/TB 1Tes 4:14*. Dalam ay-ay itu Paulus membicarakan bagaimana kematian dan kehidupan Yesus diulang-ulangi dalam hidup orang percaya. Dalam ihwal lain nama ‘Yesus’ dia gunakan terutama jika ia membicarakan gelar-gelar lain yg dapat dikenakan kepada-Nya (#/TB 1Kor 12:3*; bnd #/TB 2Kor 11:4*; #/TB Fili 2:10*).
          Bagi Paulus Kristus menjadi sebutan utama yg mengacu kepada Yesus. Berita Paulus ialah ‘Injil Kristus’ (ump #/TB Gal 1:7*), dan jika ay-ay yg berkaitan dengan ‘Kristus’ diteliti maka akan tercipta teologi mini Paulus (lih artikel jitu tulisan W Grundmann, TDNT 9, hlm 543-551). Paulus mengambil alih penggunaan gelar Kristus secara tradisional, khususnya yg berkaitan dengan kematian dan kebangkitan Yesus, tapi gelar itu dia gunakan juga dalam berbagai cara lain. Unsur paling khas istimewa nampak pada ungkapan ‘di dalam Kristus’, dengan mana dinyatakan bahwa Kristus adalah unsur yg menentukan hidup orang percaya (J. K. S Reid, Our Life in Christ, 1963, ps 1). Artinya, ungkapan ini tidaklah terutama mengacu kepada perpaduan hidup mistik dengan tokoh sorgawi, tapi lebih mengacu kepada fakta-fakta sejarah penyaliban dan kebangkitan yg menentukan keberadaan kita. Karena itulah pembenaran terjadi ‘dalam Kristus’ (#/TB Gal 2:17*); orang Kristen secara perseorangan adalah ‘orang dalam Kristus’ (TBI ‘seorang Kristen’, #/TB 2Kor 12:2*), dan gereja ada’dalam Kristus’ (#/TB Gal 1:22*, ini jelas dlm Alkitab bh Yunani dan beberapa Alkitab bh Inggris, tapi dlm TBI pengertian itu kurang jelas; terjemahan bebas kr ‘jemaat jemaat yg di Yudea yg, di dlm Kristus’); kesaksian Kristen terjadi ‘dalam Kristus’ (#/TB 1Kor 4:15*; #/TB Fili 1:13*; Yunani; #/TB 2Kor 2:17*). Pada setiap langkah kehidupan Kristen ditentukan oleh keadaan baru yg tercipta oleh kehidupan, kematian dan kebangkitan Yesus.
          Rasul Paulus berulang kali menggunakan gabungan ‘Yesus Kristus’ sebagai gelar. Kadang-kadang urutannya terbalik —‘ Kristus Yesus’, dan belum ada penjelasan yg memuaskan mengapa terjadi demikian: mungkin alasan-alasan gramatika melatarbelakangi keragaman ini. Pernah dikemukakan bahwa Paulus ingin menekankan Yesus sebagai Manusia atau sebagai Kristus yg di sorga, pada masa prapenciptaan dengan menempatkan salah satu dari kedua kata itu di depan. Bagaimanapun juga tak nampak beda dalam penggunaan gelar gabungan itu daripada hanya gelar ‘Kristus’, kecuali bahwa gelar gabungan itu terasa lebih menekankan dan lebih memuliakan.
          Perihal Paulus menggunakan gelar Tuhan pada dasarnya sama dengan gereja pra-Paulus menggunakannya. Khusus di sini tidak perlu mempertimbangkan pengaruh ibadah kafir memuja dewa-dewa untuk menerangkan ciri-ciri istimewa penggunaan gelar itu oleh Paulus. Dalil ini — bersama pernyataan terkait bahwa banyak dari teologi Paulus diramu dengan pengalihan pikiran-pikiran kafir asli ke agama Kristen — makin terbukti tidak perlu dan tidak dapat lagi dipegang (0 Cullmann, Christology of the New Testament, hlm 7). Justru orang Kristen yg mengakui Yesus adalah Tuhan-nya harus lebih gamblang merumuskan apa yg mereka maksudkan dengan gelar Tuhan untuk menentang ibadah kafir kepada tuhan-tuhan lain (#/TB 1Kor 8:6*). Dan ini berbeda sekali dari anggapan bahwa penggunaan gelar Tuhan dalam dunia Kristen berasal dari agama kafir.
          Karena pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan menjadi ciri khas orang Kristen, dan karena bagi orang Kristen tidak ada Tuhan yg lain, maka wajarlah Paulus memakai kata ‘Tuhan’ jika ia merujuk kepada Yesus. Benar bahwa gelar yg sama dipakai juga merujuk kepada Allah Bapak, dan hal ini bisa menimbulkan keraguan apakah yg dimaksud adalah Allah atau Yesus (inilah masalah khusus dlm Kis; J. C O’Neill, SJT 8, 1955, hlm 155-174); tapi umumnya kata ‘Tuhan’ dipakai oleh Paulus merujuk kepada Allah khususnya bila mengutip PL, sehingga kemungkinan ragu hanyalah sedikit.
          Jika gelar ‘Kristus’ kemudian berarti ‘Juruselamat’, maka gelar ‘Tuhan’ terutama sekali mengungkapkan kedudukan Yesus yg ditinggikan serta pemerintahan-Nya atas alam semesta, teristimewa atas orang percaya yg mengakui ke-Tuhan-an-Nya. Justru istilah ini khusus dipakai juga untuk mengungkapkan tanggung jawab orang Kristen menaati Yesus (ump #/TB Rom 12:11*; #/TB 1Kor 4:4* dab). Tapi gelar itu secara bebas dipakai Paulus mengacu kepada Yesus semasa hidup-Nya di bumi ini (#/TB 1Kor 9:5*), terutama berkaitan dengan hal yg kemudian terkenal sebagai ‘perjamuan Tuhan’ (#/TB 1Kor 10:21; 11:23,26* dab), juga berkaitan dengan perintah-perintah yg diberikan Yesus pada masa hidup-Nya di bumi ini (#/TB 1Kor 7:10,25; 9:14* dab). Tidaklah mengherankan bahwa ungkapan ‘dalam Kristus’ diubah menjadi ‘dalam Tuhan’ jika hal itu berkaitan dengan nasihat dan perintah (#/TB Ef 6:1*; #/TB Fili 4:2*; #/TB Kol 4:17* dab). Namun, pemakaian kedua gelar itu silih berganti, dan kadang-kadang justru gelar yg satu yg dipakai oleh Paulus, padahal kita mengharapkan dia memakai gelar yg satu lagi.
          Gabungan gelar, termasuk gelar Tuhan, sering muncul dalam Surat-surat Paulus dan jelas dimaksudkan untuk memuliakan oknum yg disebut demikian. Pengakuan Kristen kuno, yaitu ‘Yesus (Kristus) ialah Tuhan’ melatarbelakangi perkembangan ‘Tuhan Yesus (Kristus)’ (#/TB 2Kor 4:5*) dan Paulus sering menyebut Tuhan kita; dengan gelar itu ia menekankan perlunya penyerahan secara pribadi kepada Yesus, juga pemeliharaan dan perhatian penyelamatan oleh Yesus bagi umat-Nya.
          Sebutan di atas terdapat dalam salam pembukaan Surat-surat Paulus. Di situ ‘Allah Bapak kita dan Tuhan Yesus Kristus’ digabung sebagai sumber berkat-berkat rohani. W Grundmann (TDNT 9, hlm 554) berpendapat bahwa sebutan itu dilatarbelakangi ungkapan PL ‘Allah Yahweh’, yg berkembang dalam ibadah Kristen menjadi ‘Allah Bapak’ dan ‘Tuhan Yesus Kristus’, yg menandakan bahwa bagi barangsiapa Yesus adalah Tuhan maka baginya Allah adalah Bapak. Apakah keterangan ini benar atau tidak, dua hal perlu diperhatikan.
          Pertama, Allah Bapak dan Yesus ditempatkan berdampingan dengan suatu cara yg menandakan kesetaraan dalam kedudukan; adalah benar bahwa dalam urutan memang Yesus di bawah Bapak, dan urutan ini dijaga dengan cermat (#/TB 1Kor 15:28*; #/TB Fili 2:11*). Tapi tak ada oknum hidup lain yg pernah ditempatkan berdampingan dengan Bapak dalam cara ini.
          Kedua, penggunaan kata Tuhan sebagai gelar untuk Allah dalam PL pasti mempengaruhi penggunaannya oleh masyarakat Kristen. Hal ini jelas dalam #/TB Fili 2:10* dab, yg menggunakan kata-kata dari #/TB Yes 45:22-25* dan menerapkan kepada Yesus apa yg dikatakan di situ tentang Allah. Begitu juga #/TB Rom 10:9,13*a mengutip #/TB Yoel 2:32* tentang memanggil nama TUHAN (yaitu Yahweh) dan menerapkannya kepada Yesus. Penggunaan mi sama sekali tidak khusus bersifat Paulus (bnd #/TB Yoh 12:38*; #/TB Ibr 1:10*; #/TB 1Pet 3:14* dab; #/TB Yud 1:24* dab; #/TB Wahy 17:14; 19:16*). Jika akhirnya Paulus menunjuk kepada’hari Tuhan’, pasti Tuhan yg dimaksudkannya di sini bukan Yahweh, tapi Yesus sendiri (#/TB 1Kor 1:8*; #/TB 2Kor 1:14*).
          Data statistik menunjukkan bahwa dalam Surat-surat Paulus gelar Anak Allah (15 kali) lebih sedikit jumlahnya dibandingkan gelar Tuhan, yg digunakan paling sedikit 25 kali. Tapi seperti ditunjukkan oleh M Hengel (The Son of God, 1976, ps 3), gelar Anak dikenakan Paulus kepada Yesus jika ia meringkaskan si pemberitaannya (#/TB Rom 1:3-4,9*; #/TB Gal 1:15* dab), dan ia cenderung menggunakan gelar itu untuk pernyataan-pernyataan penting. Gelar Anak Allah itu ia gunakan jika yg dipikirkannya khusus masalah hubungan Allah dengan Yesus, dan, seperti telah kita lihat, menggunakan pernyataan-pernyataan tradisi yg membicarakan tentang Allah mengutus AnakNya yg sudah ada sebelum penciptaan ke dunia ini, dan menyerahkan Dia ke dalam maut karena kita. Yg terutama diungkapkannya ialah kenyataan bahwa melalui pekerjaan Anak maka kita diangkat menjadi anak-anak Allah (#/TB Rom 8:29*; #/TB Gal 4:4-6*).
          Dalam hubungan ini Paulus menggunakan beberapa ungkapan lain. Yesus disebut Gambar Allah yg tidak kelihatan (#/TB Kol 1:15*; bnd #/TB 2Kor 4:4*); Dia-lah, Yg sulung dari segala yg diciptakan (#/TB Rom 8:29*; #/TB Kol 1:15-18*) dan (Anak) Yg dikasihi Allah (#/TB Ef 1:6*). Tapi semua ungkapan itu lebih merupakan keterangan tentang Yesus ketimbang gelar. Begitu juga ungkapan-ungkapan lain yg menerangkan berbagai tugas Yesus, seperti Kepala (#/TB Ef 1:22*) dan bahkan Juruselamat (#/TB Ef 5:23*; #/TB Fili 3:20*).
          Sudah menjadi pokok perdebatan apakah gelar Allah dipakai oleh Paulus untuk Yesus atau tidak. Tafsiran #/TB Rom 9:5* dapat diperdebatkan, tapi barangkali ay ini harus dipahami sebagai doksologi bagi Kristus sebagai Allah (B. M Metzger, dlm B Lindars dan S. S Smalley (red.), Christ and Spirit in the New Testament, 1973, hlm 95-112). Sama diragukan juga #/TB 2Tes 1:12*.
          Menjelang Surat-surat Penggembalaan, mulailah surut pemakaian gelar yg aneka ragam itu, yg menjadi ciri Surat-surat Paulus terdahulu. Anak Allah tidak lagi muncul. Gelar Yesus maupun Kristus tidak muncul sendirian (kecuali dlm #/TB 1Tim 5:11*), tapi bergabung dan biasanya Kristus Yesus. Namun Tuhan dipakai baik sendirian maupun sebagai gelar gabungan. Dalam beberapa hal mungkin kita jumpai contoh-contoh pernyataan syahadat resmi, yg diungkapkan dalam gaya luhur dan didasarkan pada bahan tradisi (#/TB 1Tim 1:15; 2:5* dab; #/TB 1Tim 6:13*; #/TB 2Tim 1:9* dab; #/TB 2Tim 2:8*; #/TB Tit 2:11-14; 3:6*). Tidak ada keragu-raguan bahwa di sini diberikan kepada Yesus gelar Allah (#/TB Tit 2:13*), dan Dia dengan Allah sama-sama digelari Juruselamat (#/TB 2Tim 1:10*; #/TB Tit 1:4; 2:13; 3:6*).
          IV. Gelar-gelar Yesus dalam tulisan Yohanes
          Dalam Yoh pola penggunaan gelar itu sama dengan pola dalam Injil-injil lainnya. Kitab-kitab Injil menceritakan kegiatan manusia Yesus, dan bentuk gabungan Yesus Kristus hanya muncul dua kali bila totalitas makna Yesus dilihat dari sudut pandang sesudah kebangkitan (#/TB Yoh 1:17; 17:3* — ay terakhir tampil dgn nalar ttg seorang ‘yg sudah menyelesaikan tuntas pekerjaannya’, yg dibebankan Bapak untuk Dia kerjakan). Walaupun istilah Tuhan berulang kali dipakai untuk menyapa Yesus, tapi dalam cerita jarang digunakan untuk memaksudkan Yesus (hanya dlm #/TB Yoh 4:1; 6:23; 11:2*) sampai sesudah kebangkitan, yg menetapkan kedudukan Yesus yg baru. Tapi penting diperhatikan bahwa Yesus sendiri menunjukkan kedudukan-Nya sebagai ‘Tuhan’ (#/TB Yoh 13:13* dab, 16; #/TB Yoh 15:15,20*) yg memberi perintah kepada hamba-hamba-Nya — walaupun murid-muridNya Dia pandang lebih sebagai sahabat-Nya ketimbang hamba-Nya.

          Satu dari sekian masalah pokok dalam Yoh ialah apakah Yesus memang Mesias yg dinanti-nantikan oleh orang Yahudi dan orang Samaria; tujuan Injil Yoh ialah membimbing orang mempercayai hal ini (#/TB Yoh 20:31*). Kendati gelar Mesias jarang digunakan dalam Injil-injil lain, tapi dalam Injil Yoh Yesus diakui Mesias (#/TB Yoh 1:41; 4:29; 11:27*). Tapi sangat menarik perhatian bahwa Yesus sendiri tidak pernah mengucapkan kata itu. Acuan-acuan lain yg bersifat setengah gelar yg digunakan dalam Yoh ialah Yg (akan) datang (#/TB Yoh 11:27; 12:13*; bnd #/TB Mat 11:3*); Yg Kudus dari Allah (#/TB Yoh 6:69*; bnd #/TB Mr 1:24*), Juruselamat (#/TB Yoh 4:42*), Anak Domba Allah (#/TB Yoh 1:29,36*), Nabi (#/TB Yoh 6:14; 7:40*) dan Raja Israel (#/TB Yoh 1:49; 12:13; 18:33-38; 19:3,14-22*). Beberapa dari gelar ini terdapat juga dalam Injil Sinoptik.
          Begitu pula gelar Anak Manusia, yaitu sebutan khas dari Yesus tentang diriNya sendiri, mendapat kedudukan penting dalam Yoh. Tapi di sini ada penekanan baru pada asal sorgawi Anak Manusia itu, pada kedatangan-Nya ke dunia ini, pemuliaan-Nya di kayu salib (#/TB Yoh 3:14,15*), arti dan peranan-Nya di kayu salib dan artinya Dia sebagai Pemberi hidup (#/TB Yoh 3:13; 5:27; 6:27,53,62; 12:23,34; 13:31*), hal-hal yg alpa dalam Injil-injil Sinoptik. Walaupun tidak perlu menganggap bahwa pengaruh-pengaruh asinglah yg mendorong penggunaan gelar itu dalam Yoh, tapi jelas bahasa yg dia gunakan cukup berbeda dari bahasa Injil-injil Sinoptik untuk mengisyaratkan bahwa — kendati sebutan-sebutan itu jelas berdasarkan ajaran Yesus — sebutan-sebutan itu sampai batas tertentu telah ditulis ulang oleh Penginjil sendiri atau oleh penulis sumber-sumbernya (S. S Smalley, NTS 15, 1968-1969, hlm 278-301).
          Tidak diragukan bahwa gelar utama Yesus dalam Injil Yoh ialah Anak Allah. Gelar ini menandakan karibnya hubungan Allah dengan AnakNya yg tunggal, yg sudah ada sebelum penciptaan (#/TB Yoh 3:16-18*); hubungan ini ialah saling mengasihi (#/TB Yoh 3:35; 5:20*), dan kasih ini diungkapkan dalam cara Anak menaati BapakNya (#/TB Yoh 5:19*) dan Bapak telah mempercayakan kepada-Nya tugas-Nya sebagai Hakim dan Pemberi hidup (#/TB Yoh 5:17-30*). Hubungan Yesus sebagai khas Anak dengan Allah, yg kita dapati dalam Injil Sinoptik diungkapkan di sini lebih jelas lagi (#/TB Yoh 11:4; 12:27* dab; #/TB Yoh 17:1*). Pada dasarnya pemikiran itulah muatan gelar Logos (atau Firman) yg terdapat dalam pendahuluan Injil ini. Begitu dekatnya Firman disamakan dengan Allah, sehingga tepat bila Yesus diberi gelar Allah; jelas inilah makna pengakuan Tomas dalam #/TB Yoh 20:28*, di mana penampakan Yesus yg telah bangkit itulah yg mendampakkan pengakuan akan ke-Allah-an-Nya. Yesus juga diperkenalkan sebagai ‘Anak Tunggal yg sama dengan Allah’ (TBI ‘ada di pangkuan Bapak’) dalam #/TB Yoh 1:18* (tapi bacaan ini agak kurang pasti).
          Perlu kita perhatikan bahwa ada beberapa ungkapan Aku-lah dalam Yoh yg berkaitan dengan ‘Gembala yg baik’ dan ‘Pohon anggur yg benar’ merujuk kepada Yesus. Kadang-kadang kita jumpai ungkapan ‘Aku ini’ (#/TB Yoh 6:20*), ‘Aku ada’ (#/TB Yoh 8:58*). Karena ungkapan-ungkapan ini adalah gema dari pengakuan Yahweh akan diriNya yg terdapat dalam #/TB Yes 43:10* (Aku tetap Dia) dan 48:12 (Aku-lah yg tetap sama), maka patutlah ungkapan-ungkapan ini kita pandang secara terselubung memaksudkan ke-Allah-an Yesus.
          Penggunaan gelar dalam Surat-surat Yoh serupa dengan penggunaannya dalam Injil Yoh, walaupun ada beda dalam cara Injil Yoh memperkenalkan Yesus waktu hidup di dunia dari cara Surat Kiriman memperkenalkan Tuhan yg telah bangkit dari kematian. Satu-satunya Surat dalam PB yg tidak merujuk kepada Yesus ialah 3 Yoh. Tapi hal itu tentu bukanlah tanpa sebab. Dalam 1 Yoh sering Yesus menjadi pokok uraian, di mana dinyatakan Yesus adalah Mesias (bnd TBI #/TB Mat 16:17*) atau Anak Allah (#/TB 1Yoh 2:22; 4:15; 5:1,5*). Walaupun di sini bisa timbul pertanyaan apakah Yesus memang adalah Mesias yg dinanti-nantikan orang Yahudi, umumnya para ahli sependapat bahwa masalah pokok yg paling mendasar di sini ialah: apakah dalam Yesus sudah ada inkarnasi Allah yg sungguh-sungguh dan mantap. Lawan-lawan Yohanes agaknya menyangkal kesatuan yg utuh mantap dan langgeng pada Mesias atau Anak Allah (#/TB 1Yoh 4:2*) dengan Yesus (#/TB 1Yoh 4:2*; #/TB 2Yoh 1:7*), dan Yohanes harus menekankan bahwa Yesus Kristus benar-benar sudah datang baik dengan (dalam) air maupun dengan (dalam) darah. Artinya, menjalani baptisan dan menjalani kematian. Justru Yohanes memakai gelar selengkapnya ‘AnakNya Yesus Kristus’ (#/TB 1Yoh 1:3; 3:23; 5:20*; bnd TBI #/TB Mat 16:17*) untuk menandaskan objek kepercayaan Kristen. Hanya Anak Allah saja yg bisa menjadi Juruselamat dunia (#/TB 1Yoh 4:14*). Istilah Tuhan alpa dalam Surat-surat Yoh.
          Dalam Why nama Yesus mendapat kedudukan penting sebagai sebutan seperti dalam Ibr. Gelar lengkap Yesus Kristus hanya digunakan sebagai sebutan khidmat dalam pendahuluan Kitab (#/TB Wahy 1:1* dab; 5), tapi ada empat ay mengenai Mesias atau Mesias-Nya (TBI ‘Dia yg diurapi-Nya’; #/TB Wahy 20:4,6; 11:15; 12:10*), yg menunjukkan bahwa pemikiran mengenai Mesias sebagai petugas Allah untuk menegakkan pemerintahan-Nya sangat hidup pada Yohanes. Pemikiran ini selanjutnya nampak dalam cara penggunaan gelar ilahi Raja dan Tuhan, baik terhadap Allah maupun Yesus (#/TB Wahy 15:3; 17:14; 19:16*). Tapi gelar Yesus yg paling khas istimewa dalam Why ialah Anak Domba, yg di sini muncul 28 kali dan tidak muncul di tempat lain. Anak domba menggabungkan ciri-ciri paradoksal, yaitu sudah disembelih atau disalibkan (#/TB Wahy 5:6*) tapi menjadi Tuhan yg patut disembah (#/TB Wahy 5:8*). Ia mengarahkan murka-Nya terhadap yg jahat (#/TB Wahy 6:16*) dan dipimpin-Nya umat Allah dalam peperangan (#/TB Wahy 17:14*), tapi darah-Nya-lah yg menjadi korban penghapus dosa (#/TB Wahy 7:14*), dan melalui darahNya umat-Nya yg sudah mati martir bangkit dalam kemenangan (#/TB Wahy 12:11*).
          V. Gelar-gelar Yesus dalam sisa PB
          Di antara Surat-surat lain PB nampak Ibr paling istimewa menggunakan gelar-gelar itu. Surat Ibr berulang kali menggunakan gelar Yesus untuk menyebut Orang yg sudah menanggung derita kehinaan dan maut, tapi sudah ditinggikan oleh Allah (#/TB Ibr 2:9; 13:12*). Surat Ibr juga mengacu kepada Yesus hanya dengan gelar Tuhan (#/TB Ibr 2:3; 7:14*) atau Kristus (#/TB Ibr 3:6,14* dab). Tapi kendati penulis tahu pasti bahwa Kristus berarti ‘yg diurapi’ (#/TB Ibr 1:9*), penggunaan gelar ini lebih merupakan nama yg perlu diperjelas dengan salah satu gelar lainnya. Penulis menyebut Yesus sebagai Pemimpin (’ yg memimpin kepada keselamatan dan kepada iman’, #/TB Ibr 2:10; 12:2*), dengan menggunakan ungkapan yg penggunaannya lebih luas sebagai gelar Kristus (#/TB Kis 3:15; 5:31*).
          Tapi yg lebih mencolok ialah penulis menganggap Yesus Imam Besar, dan pekerjaan-Nya dinyatakan dalam pengertian jabatan Imam Besar sesuai peraturan korban PL. Jika istilah ini lebih merupakan keterangan ketimbang gelar Yesus, maka istilah Anak ialah gelar bermakna yg mendasarinya. Segera sesudah penulis menyatakan jati diri Yesus sebagai Anak Allah, yg ditinggikan mengungguli malaikat dan Musa, penulis melanjutkannya dengan membuktikan bagaimana kedudukan ini menunjukkan kelaikan Yesus menjadi Imam Besar dan Pengantara antara Allah dan manusia. Penulis dengan cermat mengutip #/TB Mazm 2:7* (#/TB Ibr 1:5; 5:5*) dan #/TB Mazm 110:4* untuk menyatakan kedudukan Yesus. Ia menekankan betapa dahsyat akibatnya bila seseorang menolak keselamatan yg dikerjakan oleh Juruselamat yg sudah ditinggikan demikian (#/TB Ibr 6:6; 10:29*).
          Yakobus dua kali menyebut Tuhan Yesus Kristus (#/TB Yak 1:1; 2:1*), tapi bila ia membicarakan kedatangan Tuhan (#/TB Yak 5:7* dab), maka pasti maksudnya ialah Yesus.
          Dalam 1 Ptr alpa penggunaan Yesus sebagai nama tunggal dan tersendiri, dan penulis lebih cenderung menggunakan Yesus Kristus. Tuhan kita Yesus Kristus digunakan satu kali (#/TB 1Pet 1:3*) sesuai ungkapan tradisi. Tapi seringnya digunakan gelar Kristus berkaitan dengan penderitaan dan kematian-Nya, sangat menarik perhatian (#/TB 1Pet 1:11,19; 2:21; 3:18* dab). Seperti telah kita lihat hal itu adalah khas pada awal penggunaan gelar itu. Penulis juga bicara tentang mengakui Mesias adalah Tuhan (#/TB 1Pet 3:15*; bnd #/TB 1Pet 2:13*) dalam cara — sekali lagi — yg mengingatkan kita pada awal penggunaan gelar itu.
          Ciri 2 Ptr ialah memakai gelar Tuhan Yesus Kristus (lih di atas). Gelar Juruselamat juga sering digunakan di sini (#/TB 2Pet 1:1,11; 2:20; 3:2,18*) dan dalam #/TB 2Pet 1:1*, ‘keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus’ menyamakan Allah dan Yesus. Gelar yg digunakan Yudas pada umumnya serupa; kedua penulis itu menggunakan bentuk yg tidak biasa bagi Yesus, yaitu despotes, ‘Tuhan’ (#/TB 2Pet 2:1*; #/TB Yud 1:4*); mungkin sebabnya ialah latar belakang yg dipikirkan, yaitu kelepasan hamba-hamba; istilah ini tidak populer karena mengisyaratkan penguasa yg semena-mena.
VI. Kesimpulan
          Ajaran PB tentang Yesus tidak terbatas pada makna yg terkandung dalam gelar-gelar seperti dikemukakan di atas. Perlu kita simak apa yg dikatakan tentang watak dan kegiatan Yesus, baik selama hidup-Nya di bumi ini maupun dalam keadaan-Nya di sorga. Juga penting merenungkan berbagai pernyataan syahadat dan karya sastra yg mengungkapkan makna Yesus. Namun demikian, gelar-gelar itu sendiri meringkaskan banyak ajaran PB. Meneliti gelar-gelar itu memungkinkan kita melihat bagaimana jalan pikiran murid-murid ditempa oleh perjumpaan mereka dengan Yesus selama hidup-Nya, dan kemudian dengan sungguh diteguhkan oleh pengalaman mereka akan Dia sebagai Tuhan yg bangkit dari antara orang mati, dan akhirnya berkembang sewaktu mereka menginjili dan mengajar di antara masyarakat Yahudi dan Helenisme. Dengan, cara yg berbeda-beda gelar-gelar itu mengungkapkan harkat Yesus yg luhur sebagai Anak Allah, tugas penyelamatan-Nya sebagai Mesias dan Juruselamat, dan kedudukan-Nya yg patut dimuliakan sebagai Tuhan.
          Gereja perdana menggunakan sumber bahan yg kaya untuk menerangkan siapa Yesus; pada dasarnya bahannya diambil dari PL, yg dipandang sebagai nubuat yg diberikan Allah tentang Yesus yg akan datang. Tapi serentak dengan itu gereja perdana tidak takut menggunakan gelar yg maknanya relevan dengan dunia yg lebih luas. Ada gelar yg kadang-kadang kurang pas dibandingkan gelar lainnya. Tapi semuanya secara bersama-sama memberi kesaksian bahwa di dalam Yesus sesungguhnya Allah-lah yg bertindak untuk menghakimi dan menyelamatkan dunia ini, dan gelar itu memanggil semua orang supaya mengakui bahwa Yesus memang satu dengan Allah dan layak disembah, seperti yg sepatutnya terhadap Allah sendiri.
KEPUSTAKAAN.
  • Lih pokok-pokok terkait dalam DBS; NIDNTT; TDNT; F. H Borsch, The Son of Man in Myth and History, 1967;
  • W Bousset, Kyrios Christos, 1970;
  • 0 Cullmann, The Christology of the New Testament2, 1963;
  • R. H Fuller, The Foundations of New Testament Christology, 1965;
  • F Hahn, The Titles of Jesus in Christology, 1969;
  • M Hengel, The Son of God, 1976;
  • J. B Higgins, Jesus and the Son of Man, 1964;
  • M. D Hooker, Jesus and the Servant, 1959; The Son of Man in Mark, 1967;
  • W Kramer, Christ, Lord, Son of God, 1966;
  • LH Marshall, The Origins of New Testament Christology, 1977;
  • S Mowinckel, He That Cometh, 1956;
  • N Pen: in, A Modern Pilgrimage in New Testament Christology, 1974;
  • V Taylor, The Names of Jesus, 1953;
  • The Person of Christ in New Testament Teaching, 1958;
  • II. E Tddt, The Son of Man in the Synoptic Tradition, 1965; G Vermes, Jesus the Jew, 1973.


BAGIAN II
YESUS KRISTUS, AJARAN
          I. Sumber-sumber
          Ajaran Tuhan Yesus disajikan terutama dalam keempat Kitab Injil (*INJIL, KITAB-KITAB). Walaupun dalam Kitab-kitab PB lainnya hanya sedikit rujukan langsung pada ajaran-Nya, namun Kis, Surat-surat Kiriman dan Why mengukuhkan inti ajaran-Nya seperti disajikan dalam Kitab-kitab Injil. Berita Kitab-kitab PB dan tulisan-tulisan Kristen abad 1 dan 2 didasarkan pada ajaran Tuhan Yesus. Jadi tulisan-tulisan ini adalah merupakan sumber data yg penting, kendati tidak secara langsung sebagai sumber data. Semua usaha untuk membuktikan bahwa rasul-rasul, khususnya Paulus, memberitakan suatu Injil yg bertentangan dengan ajaran Yesus, gagal total (*PAULUS). Ada kesatuan hakiki antara ajaran Tuhan Yesus, ajaran rasul Paulus dan gereja perdana.
          Mengandaikan ada pertentangan antara ajaran Yesus seperti yg disajikan dalam Injil Sinoptik dengan ajaran-Nya yg disajikan dalam Injil Yoh, itu hanyalah lahiriahnya saja. Memang benar bahwa Injil Yoh lebih banyak memberi perhatian kepada ajaran Yesus yg bersifat ‘metafisika’ dan mencatat banyak percakapan yg di dalamnya Tuhan Yesus langsung berbicara mengenai diriNya sendiri dan hubungan-Nya dengan Allah. Juga benar ada perbedaan aksen dan tekanan; tapi ajaran Yesus dalam Injil Sinoptik dan dalam Yoh pada dasarnya adalah sama (bnd #/TB Mat 11:25-30; 12:50; 14:33; 16:16; 17:5; 25:34; 26:39,63-65; 27:43; 28:18-20*; #/TB Mr 1:1,11; 2:5,10; 8:29,38; 9:7,37; 10:29-30; 12:6,35-37; 13:26,31-32; 14:36,61-64; 15:39*; #/TB Luk 1:30-35; 2:49; 3:23,38; 9:23-26,35; 10:21-24; 22:69-71; 23:46; 24:36-53* dst, dgn isi Injil keempat).
          Setiap penulis Kitab Injil mempunyai tujuan khusus, dan untuk mencapai tujuan itu masing-masing memilih sendiri dari ajaran Yesus yg cocok dengan tujuan itu. Dengan cara kerja demikian Kitab-kitab Injil saling melengkapi dan tidak bertentangan satu sama lain. Kitab-kitab Injil bersama-sama memberikan laporan lengkap dan menakjubkan tentang inti ajaran Yesus Kristus. Jika kita meneliti Kitab-kitab PB lainnya, juga hidup dan ajaran gereja perdana, maka nampak jelas betapa teguhnya ajaran dan praktik gereja perdana didasarkan pada ajaran Kristus yg disajikan dalam keempat Injil Kanon.
          II. Ajaran Kristus tiada taranya
          Bahwa Tuhan Yesus berbicara dalam bahasa yg lazim pada zaman-Nya (harfiah dan kiasan), dan bahwa bentuk lahiriah ajaran-Nya sering senada dengan ajaran para rabi Yahudi dan guru-guru agama lain pada zaman-Nya, disetujui secara luas. Tapi pokok ajaran Yesus Kristus adalah total baru dan revolusioner. Ucapan orang-orang Yahudi yg dikerahkan untuk menangkap Dia tetap benar, bahkan dalam arti yg lebih luas dan dalam daripada pemahaman mereka, ‘Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu!’ (#/TB Yoh 7:46*; bnd #/TB Mat 7:28-29*; #/TB Mr 1:22*). Justru sia-sia menganggap bahwa ajaran Yesus hanyalah merupakan perkembangan wajar dari ajaran Yahudi yg terbaik pada zaman-Nya, atau paling tidak mengungguli maupun menyamai karya persekutuan Qumran atau suatu sekte Yahudi yg lain. Kesamaan antara ajaran-Nya dan ajaran-ajaran sekolah rabi atau sekte-sekte agama di Palestina pada waktu itu, timbul dari kenyataan bahwa Dia hidup dan mengajar dalam kerangka sejarah yg sama. Tapi pada dasarnya ajaran-Nya bukan hanya baru tapi juga khas unik.
          III. Metode pengajaran Kristus
          Tuhan Yesus memakai beberapa metode mengajar untuk menyesuaikan ajaran-Nya dengan keadaan-keadaan tertentu. Ia membaca Kitab-kitab PL di sinagoge dan menerangkannya kepada jemaat (#/TB Luk 4:16-32*); Ia mengajar di lapangan terbuka, seperti saat Ia mengucapkan Khotbah di Bukit yg tak ada taranya itu, yg dialamatkan terutama kepada murid-murid-Nya, tapi didengar juga oleh banyak pendengar lain (#/TB Mat 5:1-7:29*; #/TB Luk 6:17-49*); Ia bicara langsung dan secara pribadi dengan orang-orang tertentu (#/TB Mr 10:21*; #/TB Luk 10:39*); Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memaksa orang berpikir (#/TB Luk 10:26; 12:56-57*; #/TB Mat 24:45*; #/TB Mr 4:21*). Ia bersoal jawab dengan lawan-lawan-Nya untuk menghilangkan pikiran-pikiran mereka yg salah. Dia terlibat dalam perdebatan dimana Ia membuktikan kebebalan pikiran lawan-lawan-Nya dengan logika yg tak dapat ditolak (#/TB Mr 12:18-27*; #/TB Luk 20:41-44*). Ia mengemukakan paradoks-paradoks dan ucapan-ucapan pendek yg tajam untuk mengukir kebenaran-kebenaran luhur tertentu dalam hati murid-murid-Nya (#/TB Mat 5:3-4*; #/TB Luk 9:24; 20:25*). Ia sering mengutip PL (#/TB Mr 12:24-27,35-37*; #/TB Luk 4:4-8,12*). Ia menggunakan alat peraga (#/TB Yoh 13:1-15*; #/TB Mat 18:2-4; 21:18-22*). Ia berbicara lebih akrab dan gamblang dengan kelompok murid-murid-Nya (#/TB Mat 17:9-13*; #/TB Mr 12:43-44*; #/TB Yoh 13:1-17:26*). Ia mengemukakan ucapan-ucapan penting yg mengandung nubuat (#/TB Mat 24:5-44*; #/TB Mr 13:1-37*; #/TB Luk 21:5-36*). Ia sering mengajarkan kepada murid-muridNya perihal diriNya dan Allah dengan artian sungguh-sungguh ‘bersifat metafisika’ (#/TB Mat 11:25-27*; #/TB Luk 10:21-22*; #/TB Yoh 5:16-47; 6:32-71*) dan Ia sering mengajar dengan menggunakan perumpamaan (*UMPAMA, PERUMPAMAAN). Yg menyertai seluruh ajaran-Nya ialah kekuasaan-Nya yg khas. Nabi-nabi PL berbicara dengan wibawa yg mereka terima, tapi Yesus Kristus berbicara dengan wibawa ilahi, mutlak dan dari diriNya sendiri (lih J. N Geldenhuys, Supreme Authority, 1953, ps 1).
          IV. Jenis-jenis ajaran Tuhan Yesus

          Tidaklah mungkin ‘mengebiri’ ajaran Yesus menjadi seperti filsafat, teologi atau etika. Ajaran-Nya berbeda sekali dari ajaran setiap orang sebelum dan sesudah Dia. Tapi kita dapat mengklasifikasikan ajaran Yesus dengan judul judul berikut: etika (#/TB Mat 5; 6; 7*; #/TB Luk 6:17-49; 11:37-54* dst), metafisika dan teologi (#/TB Mat 11:25-27*; #/TB Luk 10:21-22*; #/TB Yoh 6:33-48; 8:58* dst), sosial (#/TB Luk 14:7-14; 20:19-25*; #/TB Mat 19:3-12* dst), penyelamatan (#/TB Mat 9:12-13; 11:28-30; 16:24-26; 20:28*; #/TB Luk 9:23-24; 14:15-24; 15:1-32; 18:9-14; 19:9-10*; #/TB Yoh 10:1-18* dst), eskatologi (#/TB Mat 24;  25*; #/TB Mr 13*; #/TB Luk 21*; #/TB Yoh 14:1-3*, dll).
          Dasar ajaran-Nya ialah ajaran-Nya yg langsung maupun tak langsung mengenai diriNya sendiri. Seluruh ajaran-Nya menyatu pada diriNya sendiri.
          V. Tema utama
          Berbeda dari semua guru agama yg lain, Yesus tidaklah pertama-tama mengajarkan kebenaran-kebenaran mengenai Allah dan agama. Inti ajaran-Nya ialah pengumuman mengenai diriNya sendiri sebagai Anak Allah dan Juruselamat dunia. Hal itu bukanlah melulu sistem teologi, tapi penyataan diri. Memang benar Ia tidak secara terbuka dan tidak setiap saat mengumumkan diriNya adalah Mesias dan Anak Allah. Dan karena dalam benak orang Yahudi terdapat konsep yg salah tentang watak dan tugas Mesias, maka Ia sangat berhati-hati — tidak memaparkan secara luas kemesiasanNya kepada mereka. Tapi penelitian yg cermat atas keempat Injil menyingkapkan, bahwa sejak dari awal Yesus mengajarkan bahwa Dia adalah Anak Allah. Penting diperhatikan bahwa dalam ucapan Yesus yg pertama sekali seperti dicatat dalam Injil, Ia dengan lembut tapi pasti mengingatkan Maria bahwa BapakNya yg sebenarnya ialah Allah (#/TB Luk 2:48-50*); dan dalam ucapan-Nya yg terakhir di kayu salib Ia menyerahkan diriNya kepada Allah, ‘Ya Bapak, ke dalam tanganMu Ku-serahkan nyawa-Ku’ (#/TB Luk 23:46*). Dan sesudah kebangkitan-Nya Ia menugasi Maria Magdalena untuk menyampaikan pesan-Nya kepada murid-murid-Nya, ‘Aku akan pergi kepada BapakKu’ (#/TB Yoh 20:17*).
          Ciri paling khas ajaran Tuhan Yesus ialah pengumuman-Nya bahwa Allah adalah Bapak. Memang dalam satu dua ay PL Allah telah dinyatakan sebagai Bapak, tapi dalam ajaran Yesus ini Allah diperkenalkan lebih sebagai Bapak dari umat-Nya, Israel, ketimbang Bapak dari pribadi orang percaya. Yesus mengumumkan Allah sebagai Bapak dalam cara baru dan yg lebih bersifat pribadi. Dalam keempat Injil ada kr 150 acuan dimana Yesus menyebut Allah sebagai Bapak. Ia mengajarkan bahwa Allah adalah BapakNya sendiri dalam arti khas (#/TB Luk 2:49; 10:21-22; 20:41-44; 22:29*; #/TB Mat 11:25-27; 15:13; 16:13-17,27; 21:37; 22:2; 26:29,63-64; 27:43; 28:18-20*; #/TB Mr 8:38; 12:6,35-37; 13:24-27; 14:61-62*; #/TB Yoh 3:35; 5:18,22-23* dst). Ia tak pernah menyamakan ke-Bapak-an Allah dalam hubungan terhadap diriNya sendiri dengan ke-Bapak-an Allah dalam hubungan terhadap murid-murid-Nya atau terhadap manusia lain pada umumnya. Tak pernah Dia berdoa kepada Allah dengan ucapan, ‘Ya, Bapak kami!’, tapi selalu langsung, ‘Ya, Bapak!’ (#/TB Mr 14:36*; #/TB Mat 11:25*; #/TB Luk 10:21*; #/TB Yoh 11:41; 17:1-26* dst).
          Jika Yesus berbicara kepada murid-murid-Nya, Ia tak pernah menyebut Allah sebagai ‘Bapak kita’, tapi selalu ‘BapakKu’ (#/TB Luk 10:22*; #/TB Mat 11:27; 12:50*; #/TB Yoh 20:17*) atau ‘Bapak-mu’ (#/TB Mr 11:25-26*; #/TB Mat 5:45,48* dst). Pembatasan yg demikian jelas perihal hubungan-Nya dengan Allah, bergema sepanjang ajaran-Nya, baik dalam Injil-injil Sinoptik maupun dalam Injil keempat. Dalam hal ini Yesus memang unik. Tidak seorang pun guru agama sebelum dan sesudah Dia yg menyatakan hubungannya mutlak dengan Allah, seperti terungkap dalam kata-kata, ‘Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh BapakKu dan tidak seorang pun mengenal Anak selain Bapak, dan tidak seorang pun mengenal Bapak selain Anak dan orang yg kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya’ (#/TB Mat 11:27*; bnd #/TB Luk 10:22*; #/TB Mr 8:38*; #/TB Yoh 17:1-5* dst).
          Tapi ajaran Yesus mengenai ke-Bapak-an Allah tidak berhenti pada pengumuman hubungan-Nya yg khas dengan Allah Bapak. Ia ajar juga murid-murid-Nya mempercayai Allah sebagai Bapak dari semua orang percaya. Dalam Khotbah di Bukit lebih 14 kali Ia menyebut Allah sebagai Bapak dari murid-murid-Nya (lih khususnya #/TB Mat 6:1-34*; bnd #/TB Luk 6:36*). Karena hubungan Allah dengan manusia inilah yg harus mendasari hidup rohani pengikut-Nya, maka Yesus mengajar mereka berdoa kepada Allah dengan ucapan ‘Bapak kami’ (#/TB Mat 6:9*). Karena Allah adalah Bapak mereka, mereka tak usah takut (#/TB Mat 10:28-30; 6:26-32*); mereka dapat dan harus berdoa dengan iman yg sungguh kepada-Nya (#/TB Mat 7:7-11*; #/TB Luk 11:9-13*). Karena Allah sempurna dalam kasih dan kemurahan, maka mereka harus demikian juga (#/TB Mat 5:43-48*; #/TB Luk 6:36*).
          Ajaran Yesus mengenai ke-Bapak-an Allah merupakan pukulan maut terhadap ajaran ahli-ahli Taurat, yg sudah membebani agama demikian sarat dengan bentuk-bentuk lahiriah, upacara dan peraturan. Justru Yesus berkata bahwa ajaran-Nya sedemikian barunya, jadi untuk mendekati Allah tata cara lama harus dihapus dan diganti dengan tata cara baru, yaitu melalui Dia (#/TB Mr 2:22*; #/TB Mat 9:14-17*; #/TB Luk 5:33-39*).
          Dengan mengajarkan bahwa hubungan antara Allah dan orang percaya adalah sama dengan hubungan antara seorang ayah dan anak-anaknya, maka Yesus menjungkirbalikkan seluruh pengertian agama yg ada. Karena Allah adalah Bapak yg panjang sabar dan mengasihi, maka masih ada harapan bahkan bagi pendosa paling besar (bnd perumpamaan Anak yg Hilang, yg diterima dgn welas asih dan dipulihkan ke dlm hidup baru oleh bapaknya yg pengampun, #/TB Luk 15:11-32*). Sebagai Bapak, Allah memperhatikan bahkan ciptaan-Nya yg paling kecil sekalipun dan mengasuh semuanya (#/TB Mat 6:26; 10:29-30*; #/TB Luk 12:24-27*). Sebagai Bapak, Ia tahu kebutuhan yg sesungguhnya dari anak-anak-Nya, karena itu orang percaya tak usah kuatir atau takut (#/TB Luk 12:4-7,22-32*). Sebagai Bapak, Ia tetap setia terhadap mereka, bahkan di tengah-tengah suasana paling sukar dan berbahaya (#/TB Luk 12:11-12*; #/TB Mr 13:11*).
          Tapi serentak Yesus juga mengajarkan dengan gamblang bahwa Allah bukan hanya Bapak yg imanen dan hadir di mana-mana, tapi Allah adalah juga dan sekaligus Tuhan yg transenden dan mahakuasa atas langit dan bumi (#/TB Mat 11:25*). Karena itu jika berdoa kepada Allah, kita wajib berkata, ‘Bapak kami yang di sorga’ (#/TB Mat 6:9*). Dan karena Allah adalah Bapak yg mahakuasa yg menciptakan dan memelihara segala sesuatu (#/TB Luk 10:21*; #/TB Mat 19:26*), maka tugas mulia dan luhur bagi orang percaya ialah memuliakan atau menguduskan nama Allah (#/TB Mat 5:16; 6:9*; #/TB Mr 12:17,30*; #/TB Luk 8:39*; #/TB Yoh 15:8*). Melakukan kehendak Bapak bukan lagi menjadi beban yg memberatkan, tapi hak istimewa penuh sukacita (bnd kata-kata jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga’, #/TB Mat 6:10* dan #/TB Yoh 15:10-15*). Yg jadi pendorong bagi orang percaya untuk melayani sesamanya dan bahkan untuk mengasihi musuhnya, ialah kerinduan menjadi anak-anak yg layak bagi Bapak sorgawinya (#/TB Mat 5:44-48*).
          Ajaran Yesus mengenai ke-Bapak-an Allah memaparkan kebenaran yg menakjubkan, yaitu bahwa demikian kasihnya Allah memelihara orang percaya dan seluruh ciptaan, sehingga bahkan rambut di kepala mereka pun Dia hitung (#/TB Mat 10:30*), bunga bakung Dia perlengkapi dengan keelokan dan burung terkecil sekalipun Dia asuh (#/TB Mat 6:26-30; 10:29*). Karena kasih yg demikian, maka tidak ada alasan bagi orang percaya untuk kuatir akan kebutuhan pribadinya maupun kebutuhan lainnya, juga tentang hari yg akan datang (#/TB Mat 6:25,34*). Jika orang percaya menempatkan Allah sebagai satu-satunya yg utama dalam hati dan hidupnya, maka Dia akan memelihara mereka dalam setiap keadaan, bahkan keadaan yg paling gawat sekalipun (#/TB Mr 13:11*; #/TB Luk 12:4-12; 21:18*).
          Pada pihak lain, juga sama jelas dan gamblangnya, Yesus mengajarkan bahwa barangsiapa menolak Dia dan tidak menaati Allah Bapak, orang-orang yg menolak kasih karunia-Nya yg menyelamatkan, akan langsung menghadap hukuman yg tidak terelakkan (#/TB Mat 8:12; 21:43-45; 22:13; 25:30,41-46*; #/TB Mr 8:38; 12:9-12; 13:26* dab; #/TB Luk 13:27* dab, 34 dab; #/TB Luk 19:27; 21:20-24*). Ia tidak membiarkan pendengarNya ragu sedikit pun, bahwa tujuan akhir manusia tergantung pada sikap mereka terhadap Dia dan perkataan-Nya (#/TB Mr 8:38; 10:29* dab; #/TB Mr 12:6-11*; #/TB Luk 9:26*; #/TB Yoh 12:48; 14:6,21-24; 15:22* dab). Ia datang untuk memberi nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (#/TB Mr 10:45*; #/TB Mat 20:28; 26:28*; #/TB Yoh 10:11*), dan karena Allah Bapak sudah menyerahkan segala sesuatu kepada Dia, maka Ia mengundang semua orang datang kepada-Nya untuk beroleh hidup yg kekal (#/TB Mat 11:27-28; 22:1-10; 25:1-12*; #/TB Yoh 6:35-37*). Mencari dan menyelamatkan orang yg hilang adalah keinginan yg sungguh dan kesukaan besar bagi BapakNya dan Dia sendiri (#/TB Mat 22:4,9*; #/TB Mr 10:45*; #/TB Luk 12:32; 15:1-32; 19:10*; #/TB Yoh 3:16* dab); tapi barangsiapa menolak penyelamatan ini, berarti mendatangkan pada dirinya kebinasaan yg kekal (#/TB Mr 12:9*; #/TB Mat 22:7,13; 25:30,41,46*; #/TB Yoh 8:24*).
          Sebagai Anak Manusia, yg kepada-Nya telah diberikan kuasa atas alam semesta (#/TB Yoh 5:25*; bnd #/TB Dan 7:13* dab), Yesus mengajarkan bahwa Dia-lah yg akan melaksanakan penghakiman pada saatnya segala sesuatu akan digenapi. Dia akan berkata kepada orang-orang benar, ‘Mari, hai kaum yg diberkati oleh BapakKu, terimalah Kerajaan yg telah disediakan bagimu…’ (#/TB Mat 25:34*), dan kepada orang-orang fasik, ‘Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk…’ (#/TB Mat 25:41*). Sikap orang terhadap Dia dan terhadap ‘saudara-saudara-Nya’, yg dinyatakan dalam hidup harian orang itu, akan dijadikan patokan yg menentukan pada hari penghakiman (#/TB Mat 25:31-46*; #/TB Mr 9:37,41*; #/TB Luk 10:10-16*; #/TB Yoh 8:51; 12:26; 15:23* dab), sebab Yesus bukan tukang sulap, juga bukan melulu Mesias orang Yahudi saja, tapi Anak Allah yg kepada-Nya telah diberikan segala kuasa yg ada di sorga dan di bumi (#/TB Mat 11:27; 28:18-20*; #/TB Luk 10:22*; #/TB Mr 12:6*; #/TB Yoh 3:34-36; 5:17-27; 8:58; 10:30*).
          VI. Tema-tema lain yg penting
          Sesudah meneliti tempat paling mulia yg diberikan kepada ke-Bapak-an Allah dalam ajaran Tuhan Yesus, marilah meneliti tema-tema lain yg penting.
             a. Kerajaan Allah
             #/TB Mr 1:15* mencatat Yesus memulai pelayanan-Nya di muka umum dengan memberitakan kabar gembira dari Allah dalam kata-kata, ‘Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!’ Beberapa hari sebelumnya, yaitu sesudah Yesus dibaptiskan, seruan dari sorga menyatakan kepada-Nya, ‘Engkau-lah Anak yg Ku-kasihi, kepada-Mu-lah Aku berkenan’ (#/TB Mr 1:11*). Untuk mengerti ajaran Yesus tentang Kerajaan Allah, penting sekali memperhatikan hubungan erat antara kesadaran-Nya akan ke-Anak-an-Nya yg khas dengan pemberitaan-Nya perihal kabar baik tentang Kerajaan Allah.
             Ungkapan ‘Kerajaan Allah’ atau ‘Kerajaan Sorga’ (ungkapan terakhir paling disukai Matius) dipakai oleh Yesus dalam aneka ragam arti (*RAJA, KERAJAAN ALLAH/SORGA). Pada dasarnya ungkapan itu mengartikan pemerintahan yg berdaulat, kuasa rajawi Allah, yg secara khas dimanifestasikan dalam pelayanan Yesus, dan yg ditentukan akan ditegakkan genap seutuhnya pada saat Anak Manusia dinyatakan dalam kemuliaan-Nya. Karena pemerintahan rajawi Allah adalah atas hidup manusia, maka keselamatan ditawarkan kepada semua orang yg bertobat dari dosa-dosanya dan yg percaya kepada Yesus Kristus; jadi Tuhan Yesus memulai pelayanan-Nya di muka umum dengan memberitakan ini sebagai kabar baik (#/TB Mr 1:14-15*; #/TB Mat 4:17-23*).
             Pada zaman Yesus pemikiran yg merajai benak orang Yahudi tentang Kerajaan Allah ialah pemikiran materialistis — keyakinan bahwa Allah akan membangun suatu kerajaan duniawi, dan melalui Mesias — raja kerajaan duniawi itu — akan memerintah seluruh dunia dan akan menjadikan Yahudi menjadi bangsa penguasa atas semua bangsa lain. Segi-segi spiritual pemerintahan Allah seperti telah disinggung samar-samar dalam beberapa bagian PL, dan yg disinggung lebih jelas di tempat-tempat lain, umumnya dilupakan. Tapi Yesus tidak hanya mengumumkan sifat rohani pemerintahan Allah, Ia juga memberikan kepada istilah ‘Kerajaan Allah’ makna baru yg revolusioner. Kedaulatan ilahi yg Dia umumkan ialah kedaulatan BapakNya, dan tak dapat dipisahkan dari diri dan pekerjaan Yesus sendiri sebagai Anak yg dikasihi Allah (#/TB Mr 1:11,15,17; 13:26*; #/TB Mat 7:21-27; 10:40; 11:27; 12:28-30*; #/TB Luk 10:16-24; 11:20-23; 21:27,31; 22:29-30*; #/TB Yoh 5:36; 10:30,37-38*).
             Ajaran Yesus bahwa pemerintahan rajawi Allah telah menjadi fakta nyata dalam diri Yesus sendiri dan dalam pelayanan-Nya (#/TB Mr 1:15*; #/TB Mat 11:27; 12:28; 13:17*; #/TB Luk 4:21; 10:17-24; 11:20*), dan jika manusia mau bertobat dan percaya maka ia akan beroleh bagian dalam berkat-berkat kemenangan yg menyertai Kerajaan itu (#/TB Mr 1:15; 2:9-12; 10:45*; #/TB Mat 11:28; 22:10*; #/TB Luk 5:32; 7:48-50; 15:1-32; 18:13-14*; #/TB Yoh 10:9-10,27-29*). Tapi Ia juga mengajarkan dengan tandas bahwa penggenapan tuntas seutuhnya Kerajaan Allah itu masih akan datang (#/TB Mr 13:24-27*; #/TB Mat 13:40-43,49-50; 24:29-31; 25:31-46*; #/TB Luk 11:29-32; 21:25-31; 22:18,29-30*; #/TB Yoh 5:27-29; 14:2-3*).
             Kerajaan Allah — dipandang sebagai kumpulan dari semua berkat ilahi yg bisa diperoleh — dinyatakan oleh Yesus sebagai harta yg sangat berharga untuk dimiliki dan yg tiada taranya (#/TB Mat 13:44-46*; #/TB Luk 12:31*). Karena itu Ia menghimbau pengikut-Nya supaya bersedia menderita demi Dia, dan untuk mengorbankan bahkan hidup mereka sendiri guna menjadi anggota yg sungguh dari Kerajaan itu (#/TB Mr 8:34-38*; #/TB Luk 9:23-26; 12:4-9,32; 17:33*; #/TB Mat 16:24-27*; #/TB Yoh 15:18-21; 16:33; 21:18-19*).
             Asas dari seluruh ajaran-Nya mengenai Kerajaan Allah, ialah pernyataan-Nya yg tandas gamblang bahwa Dia Anak Allah dan bahwa Bapak telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya (bnd #/TB Mat 5:10-11; 7:21-22; 10:32-40; 11:27; 28:18*; #/TB Mr 12:6; 13:26*; #/TB Luk 10:22*; #/TB Yoh 10:27-30; 17:1-2*).
             b. Anak Manusia
             Yesus sering menyebut diriNya Anak Manusia. Dalam #/TB Mr 8:38; 13:26; 14:62*; #/TB Luk 17:24; 21:27* dst, Ia memakai jelas sebutan .itu untuk menerangkan watak dan misi-Nya berkaitan dengan penglihatan dalam #/TB Dan 7:13* dab, ’…tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia …. Kekuasaannya ialah kekuasaan yg kekal ….’ Dengan menyamakan diriNya ‘Anak Manusia’ yg kepadaNya telah diberikan kuasa yg kekal untuk memerintah semua bangsa, Yesus mengumumkan bahwa Dia-lah Mesias yg ditentukan Allah, dan bahwa pada akhirnya Dia pasti menang, walaupun musuh-musuh-Nya kelihatannya menang dan pengikut-Nya tak berdaya. Anak Manusia yg merendahkan diriNya menjadi manusia sejati adalah serentak Pemenang yg kekal (#/TB Mat 24:30*).
             Tuhan Yesus memberikan juga arti baru dan yg lebih luas pada istilah PL ‘Anak Manusia’ itu. Ini jelas dari kenyataan betapa seringnya Ta memakai sebutan khas ini mengacu pada diriNya berkaitan dengan keharusan-Nya menderita dan mati di kayu salib (#/TB Mr 8:31; 9:31; 10:33; 14:21,41*; #/TB Luk 18:31; 19:10*; #/TB Mat 20:18,28; 26:45*). Melalui penyamaan diriNya dengan manusia berdosa maka ‘Anak Manusia juga, datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang’ (#/TB Mr 10:45*; bnd #/TB Yoh 10:11,15*). Tapi Ia juga mengajarkan bahwa penderitaanNya akan disusuli kebangkitan-Nya (#/TB Mat 20:18-19*; #/TB Mr 8:31; 10:33-34*; #/TB Luk 18:31-33*), dan bahwa pada penggenapan segala sesuatu akan dinyatakan kemenangan akhir bagi diriNya dan pengikut-Nya (#/TB Luk 21:25-28; 22:29-30*; #/TB Mr 13:26-27; 14:24-25,62*; lih #/TB Yoh 13:31-32*).
             c. Ke-Mesias-an Yesus
             Adalah jelas bahwa Yesus mengajar murid-murid-Nya untuk mempercayai bahwa Dia-lah Mesias atau Kristus (artinya: Raja yg diurapi) yg datang dari Allah. Tapi karena luasnya salah pemahaman mengenai Mesias di antara orang Yahudi (bnd #/TB Yoh 6:15*), maka Ia melarang keras membicarakan ke-Mesias-an-Nya di muka umum (#/TB Mr 9:7-9*; #/TB Mat 16:20; 17:9*). Baru sesudah Ia menyelesaikan misi pelayanan-Nya di muka umum dan setelah dekat waktu-Nya untuk menderita di kayu salib, Ia mengumumkan secara terbuka peranan-Nya sebagai Raja Mesias, saat Ia dielu-elukan memasuki Yerusalem (#/TB Mat 21:1-11*; #/TB Mr 11:1-18*; #/TB Luk 19:1-48*; #/TB Yoh 12:12-50*). Di hadapan hakim-hakim yg mengadili-Nya dengan tegas Ia menyatakan bahwa memang Dialah Kristus (#/TB Mat 26:63-64*; #/TB Mr 14:61-62*; #/TB Luk 22:69-71; 23:2-3*), tapi Dia bukan Mesias duniawi seperti yg diharapkan orang Yahudi (#/TB Yoh 18:36*).

             Penting diperhatikan, Ia tidak mengajarkan bahwa karena Dia adalah Mesias maka Dia adalah Anak Allah. Sebaliknya, dasar ajaran-Nya ialah bahwa Dia adalah Anak Allah dalam arti mutlak (bnd #/TB Mat 27:43; 11:27; 24:36*; #/TB Mr 13:32* dst), dan karena Dia adalah Anak Allah maka Dia adalah Mesias yg sesungguhnya, yg diurapi oleh Allah. Pertama-tama dan yg paling asasi Dia adalah Anak Tunggal dan Anak Kekal dari Bapak (*MESIAS).
             d. Kematian Yesus
             Menurut keempat Injil Yesus mengajarkan bahwa Dia akan menderita sengsara dan akan mati. Ia memberi banyak perhatian pada kematian-Nya yg akan menyusul itu, terutama pada masa-masa akhir pelayanan-Nya (#/TB Mat 16:21*; #/TB Mr 8:31; 9:31; 10:33-34*; #/TB Luk 9:22,44; 12:37*; #/TB Yoh 6:51; 10:11-18*). Tapi menjelang kurun waktu #/TB Mr 2:20* Ia mulai mempersiapkan murid-murid-Nya untuk siap menerima kenyataan yg akan terjadi, yakni bahwa Ia harus menderita dan mati. Ia menekankan bahwa penderitaan-Nya adalah sesuai kehendak Allah dan dalam hal itu Dia sendiri ikhlas memilih untuk menanggung sengsara dan mati demi umat-Nya (#/TB Mr 10:45; 14:24*; #/TB Yoh 10:11-18*).
             Ucapan Tuhan Yesus yg menetapkan pelembagaan Perjamuan Kudus jelas menyatakan hakikat kematian-Nya di kayu salib adalah pengorbanan. Ia memberikan raga-Nya untuk disiksa demi umat manusia, dan darah-Nya untuk dicurahkan demi keselamatan yg kekal (#/TB Luk 22:19-20*; #/TB Mat 26:27-28*; #/TB Mr 14:22-24*; bnd #/TB Yoh 14:2; 10:15; 19:30*). Kematian-Nya memungkinkan tersedianya pengampunan dosa (#/TB Mat 26:27-28*), dan perjanjian baru antara Allah dan manusia diadakan (#/TB Luk 22:20*). Justru Yesus mengajarkan bahwa melalui kematian-Nya tersedia berkat abadi bagi banyak orang dan tercipta hubungan baru antara Allah dan manusia  melalui pengampunan dosa hasil karya pengorbanan-Nya menyerahkan nyawa-Nya menjadi korban tebusan dosa. Bahasa yg Dia gunakan untuk mengungkapkan hal ini jelas diwarnai gambaran Hamba Yahweh yg menderita sengsara karena menanggung hukuman dosa banyak orang dan memberi mereka kebenaran (#/TB Yes 52:13-53:12*).
             e. Peristiwa peristiwa yg akan datang
             Tapi Yesus tidak hanya mengajarkan bahwa Dia akan menderita sengsara dan akan mati; banyak lagi yg Dia ajarkan berkaitan dengan ihwal yg akan terjadi dalam waktu dekat dan pada masa depan yg masih jauh.
             Pertama, Ia mengajarkan bahwa kendati Dia harus memberikan nyawa-Nya dan mati menjadi tebusan bagi banyak orang, Dia akan bangkit dari antara orang mati (#/TB Mr 9:9*, dst).
             Kedua, berulang kali Dia ajarkan bahwa kendati begitu besarnya kebencian dan kekuasaan musuh-musuh-Nya, dan kendati nampaknya Ia seperti bertekuk lutut di bawah kuasa mereka, pada akhirnya Dia-lah pemenang. Penelitian yg cermat akan ajaran-Nya berkaitan dengan eskatologi dalam #/TB Mat 24*; #/TB Mr 13*; #/TB Luk 21:5-36*, dan ucapan-ucapan-Nya yg lain, mengungkapkan bahwa kemenangan-Nya atas seluruh kuasa kejahatan dan pernyataan kuasa ke-Allah-an-Nya, dinyatakan-Nya sebagai sesuatu yg akan menjadi kenyataan praktis dalam tahapan yg berurutan. Pada dasarnya kemenangan-Nya sudah menjadi realitas mulia (#/TB Luk 10:17-22*; #/TB Mat 11:27; 28:18-20*; #/TB Yoh 6:35-39*). Tapi murid-muridNya masih harus menghadapi banyak cobaan sebelum Ia datang dalam kemuliaan untuk kedua kalinya (#/TB Mat 10:16-23*; #/TB Mr 13:5-13*; #/TB Yoh 16:33*; #/TB Luk 21:12-25,26*).
             Yesus mempraucapkan bahwa dalam arti tertentu murid-murid-Nya dan musuh-musuh-Nya akan segera mengalami kenyataan peri keberjayaan-Nya, yg melalui-Nya Allah Bapak menyatakan kuasa kedaulatan-Nya (#/TB Mat 10:23; 16:28*; #/TB Mr 9:1*; #/TB Luk 22:69* dst). Dan ini benar-benar digenapi dalam peristiwa-peristiwa yg menyertai kematianNya (#/TB Mat 27:45,51* dab; #/TB Mr 15:33,38* dab; #/TB Luk 23:44* dab), dalam kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya (#/TB Mat 28:1-10*; #/TB Luk 24*; #/TB Kis 1:9*), pada hari Pentakosta sebagai penggenapan janji-Nya mengenai Roh Kudus (#/TB Kis 2:1-36*; bnd #/TB Yoh 16:7-22*; #/TB Luk 24:49*), dalam pendirian gereja-Nya dan perkembangannya yg tak terhalangi itu (#/TB Kis 2:37-47* dan bg Kis yg lain), dalam hukuman yg menimpa musuh-musuh-Nya, dalam kernusnahan Yerusalem dan Bait Suci, juga nasib bangsa Yahudi yg begitu memilukan. Dalam semua peristiwa historis itu Kerajaan Allah dimanifestasikan sesuai ajaran nubuat Yesus (#/TB Mr 12:9; 13:2,14-23*; #/TB Mat 21:43,44; 23:27-39; 24:1-25*; #/TB Luk 19:41-44; 21:5-6,20-24*).
             Jika Yesus bicara tentang kedatangan Kerajaan Allah dan penyataan kuasa ilahi-Nya, Dia sering menunjuk jauh ke masa yg akan datang — jauh dari penyataan awal kuasaNya itu. Ia mengajarkan bahwa Kerajaan Allah akan datang dalam kemuliaan yg sempurna, dan pada saat itu kedaulatan pemerintahan Bapak akan dinyatakan dalam Anak meliputi alam semesta dan segenap matra kehidupan (#/TB Mat 24:29-31; 25:31-34*; #/TB Mr 13:24-27*; #/TB Luk 21:25-27*; #/TB Yoh 5:28-29; 6:44; 14:2-3*). Dari ucapan-ucapan-Nya dalam #/TB Mr 13:7,10; 14:9*; #/TB Mat 24:14,36-51; 25:1-46* (perhatikan khususnya #/TB Mat 24:14; 25:19*; #/TB Luk 19:11; 21:9,24*) jelas Ia tidak pernah mengajarkan, bahwa kedatangan final Kerajaan Allah tidak akan terjadi pada waktu itu.
             Untuk mengamati ajaran Tuhan Yesus mengenai masa yg akan datang, perlu kita perhatikan berbagai segi yg dibicarakan-Nya perihal kedatangan Kerajaan Allah. Tentang beberapa hal Yesus nampaknya menyatakan pemerintahan Allah kini dan di sini — pada satu sisi dalam karya penyelamatan-Nya dan pada sisi lain dalam tindakan penghakimanNya. Pada segi-segi lainnya yg terutama ditekankan ialah keadaan tragis yg akan menimpa bangsa Yahudi, Yerusalem dan Bait Suci akibat terus-menerus menolak Yesus sebagai Mesias. Tapi sebagai puncak gunung yg mengungguli semua puncak gunung lainnya nampak jaya perkasa, demikianlah nubuat Tuhan Yesus menjangkau masa yg akan datang, baik yg sudah dekat maupun yg masih jauh di depan, mencakup yg lokal maupun nasional menuju penggenapan universal pada hari terakhir. Pada saat itu Bapak akan membuktikan dan mensahihkan Yesus adalah AnakNya sekali untuk selama-lamanya, dengan menyatakan dan memanifestasikan kemuliaan Yesus yg kepada-Nya telah Bapak berikan pemerintahan-Nya yg kekal meliputi alam semesta (bnd khususnya #/TB Luk 21:5-27* dan lih Geldenhuys, hlm 522-545).
          VII. Bukti-bukti yg membenarkan ajaran Yesus Kristus

          Kebenaran ajaran Tuhan Yesus mengenai masa yg akan datang telah dibuktikan oleh fakta-fakta historis. Masih banyak lagi yg dapat dikemukakan untuk membuktikan kebenaran nubuat-Nya. Penggenapan pra-ucapan-Nya dalam #/TB Luk 21:24* (bnd #/TB Mr 13:2* dst) merupakan contoh nubuat konkret yg digenapi tepat sekali. Sejak Yerusalem dimusnahkan oleh tentara Romawi thn 70 M, wilayah kota lama — Yerusalem asli —‘ diinjak-injak oleh bangsa-bangsa (yg tidak mengenal Allah)’ (#/TB Luk 21:24*) sepanjang sembilan belas abad yg lewat, sampai zaman kita.
          Dengan cara-cara lain kebenaran ajaran Tuhan Yesus sebagai keseluruhan juga sudah terbukti. Di atas segala-galanya, Allah Bapak sendiri meneguhkan ajaran AnakNya sbb:
          1. Mengumumkan dari sorga baik pada waktu baptisan maupun pada pemuliaan di atas gunung, bahwa Yesus adalah Anak yg dikasihi Allah dan yg kepada-Nya Allah berkenan (#/TB Mr 1:11; 9:7* dab).
          2. Memberi Yesus kuasa untuk melakukan mujizat-mujizat yg tiada taranya, dan dengan demikian menyatakan kuasa keilahian-Nya atas penyakit rohani dan penyakit badani (menyembuhkan penyakit yg tak dapat disembuhkan juga mencelikkan orang buta); kuasa atas alam (mengubah air menjadi anggur, menghentikan angin topan dsb); kuasa atas kematian badani dan rohani (membangkitkan orang mati, mengampuni orang berdosa dan mengubah hidup mereka).
          3. Membangkitkan Yesus dari kematian dan meninggikan Dia di tempat paling mulia di sebelah kanan-Nya.
          4. Mujizat pada hari Pentakosta pertama, yg mengubah murid-murid-Nya yg jumlahnya sangat kecil dan tak berarti itu menjadi pembangun gereja.
          5. Mengendalikan sejarah umat manusia dan bangsa-bangsa sedemikian rupa, sehingga semua nubuat Yesus mengenai masa yg akan datang sudah digenapi atau sedang dalam proses penggenapan. Ump, Tuhan Yesus mengajarkan, walaupun pengikut-Nya akan mengalami banyak penderitaan, toh gereja-Nya tidak akan lenyap, tapi sebaliknya akan terus memberitakan Injil di wilayah yg makin luas ‘di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa; sesudah itu barulah tiba kesudahannya’ (#/TB Mat 24:14*). Sewaktu Yesus mengucapkan kata-kata emas itu, nampak — sejauh nalar manusiawi — segala sesuatu menentang terjadinya nubuat ini. Tapi kendati semua kendala itu, dan kendati waktu telah berlalu hampir 2.000 thn, gereja Tuhan terus dibimbing dan dilindungi oleh Allah, dan kini gereja memberitakan Injil kepada lebih banyak bangsa daripada tahun-tahun sebelumnya.
          6. Terciptanya dan terpeliharanya PB, yg bersama PL merupakan Firman Allah yg lengkap seutuhnya, dan yg memproklamasikan Yesus sebagai pusat dari segala sesuatu, manunggal dengan Bapak dan Roh Kudus (#/TB Mat 28:18-20*; #/TB 2Kor 13:14*).
          7. Kebenaran ajaran Tuhan Yesus terungkap nyata dan berakar teguh dalam hidup orang percaya dan gereja oleh Roh Kudus yg tinggal dan menghidupinya. Dengan demikian janji-Nya yg diucapkan dalam #/TB Yoh 15:26; 16:13-15* terus digenapi, dengan ucapan-Nya dalam #/TB Yoh 14:25-26*, ‘Semuanya itu Ku-katakan kepadamu, selagi Aku berada bersama-sama dengan kamu; tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yg akan diutus oleh Bapak dalam nama-Ku, Dia-lah yg akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan yg telah Ku-katakan kepadamu’ (bnd #/TB Kis 1:4,5,8*).
    
KEPUSTAKAAN.
  • A Edersheim, The Life and Times of Jesus the Messiah, 2 jilid, 1883;
  • J Klausner, Jesus ofNazareth, 1929;
  • T. W Manson, The Teaching of Jesus2, 1935;
  • V Taylor, The Life and Ministry of Jesus, 1954;
  • H. E. W Turner, Jesus, Master and Lord’, 1954;
  • G Bornkamm, Jesus of Nazareth, 1960;
  • E Stauffer, Jesus and His Story, 1960;
  • J Jeremias, The Parables of Jesus2, 1963;
  • C. K Barrett, Jesus and the Gospel Tradition, 1967;
  • D Guthrie, A Shorter Life of Christ, 1970;
  • C. H Dodd, The Founder of Christianity, 1970;
  • J Jeremias, New Testament Theology I: The Proclamation of Jesus, 1971;
  • E Scweizer, Jesus, 1971;
  • H Conzelmann Jesus, 1973:
  • M Hunter, The Work and Words of Jesus, 1973;
  • E Trocme, Jesus and His Contemporaries, 1973;
  • G Vermes, Jesus the Jew, 1973;
  • F. F Bruce, Jesus and Christian Origins outside the New Testament, 1974; G. E Ladd, A Theology of the New Testament, 1974, bg 1; G. N Stanton, Jesus of Nazareth in New Testament Preaching, 1974;
  • R. T France, The Man they Crucified: A Portrait of Jesus, 1975.

No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...