YESUS KRISTUS, (GELAR) & AJARANNYA
BAGIAN 1.
YESUS KRISTUS, GELAR
Gelar adalah
sebutan yg menerangkan atau merujuk ke suatu tugas atau kedudukan khusus
seseorang. Jadi gelar bisa mengacu kepada kehormatan yg harus diberikan kepada
orang itu. Ump Yohanes digelari ‘Pembaptis’ karena istilah ini khas mencirikan
tugasnya. Tugas itu tidak harus khas dan luar biasa. Ada banyak orang yg bisa
disebut dengan rumusan ump ‘A sang nabi’ atau ‘B sang raja’.
Nama dan gelar
erat berhubungan. Kadang-kadang apa yg mulai sebagai nama bisa menjadi gelar,
juga sebaliknya. Ini terlukiskan dengan baik dalam ihwal kaisar Roma. Mula-mula
Kaisar adalah nama keluarga dari Yulius dan anak angkatnya Oktavianus, yg
menjadi kaisar pertama Roma. Kemudian istilah itu menjadi gelar dengan arti
‘kaisar’ (#/TB Fili 4:22*; walaupun kata itu paling sering dipakai tanpa kata
sandang dlm bh Yunani PB, ump #/TB Mr 12:14-17*, kata itu tetap berarti gelar).
Oktavianus sendiri diberi gelar ‘Agustus’ oleh senat Roma pada thn 27 sM;
artinya ‘yg layak dihormati’ dan diterjemahkan ke dalam bh Yunani dengan
sebastos. Dalam arti ini kata itu dapat dikenakan kepada para kaisar generasi
berikutnya (#/TB Kis 25:21,25*). Tapi bagi masyarakat zaman ini gelar itu
merupakan nama pribadi kaisar, karena dengan nama itulah dia dikenal sejak
dinobatkan.
Arti suatu
gelar dapat berubah karena watak dan tingkah laku tokoh penyandang gelar itu,
yg memakai dan memberinya ciri atau arti baru. Tugas raja di Kerajaan Inggris
berubah begitu drastis dalam beberapa abad, sehingga gelar itu tidak lagi
mengandung arti yg sama seperti waktu mula-mula dipakai. Gelar biasa ‘pemimpin’
(der Fuhrer) begitu banyak diwarnai oleh watak khusus Adolf Hitler, yg
memakainya sebagai gelar politik di Jerman, yg membuat kata itu tidak tepat
lagi digunakan selanjutnya dalam politik.
Selanjutnya,
mungkin saja ada kasus-kasus dengan mana seseorang dapat digambarkan —
sedemikian rupa — sehingga jelas bahwa dia mempunyai kedudukan, atau peranan
ataupun jabatan yg berhubungan dengan suatu gelar khusus, walaupun gelar itu
tidak teracu kepadanya. Justru tentang seseorang yg berambisi menduduki suatu
jabatan dikatakan, ‘Si Polan benar-benar penggede, kecuali kursinya’.
Pandangan-pandangan
umum ini ada kaitannya dengan gelar-gelar yg diberikan kepada Yesus dalam PB,
juga berguna untuk menyingkirkan beberapa jerat dalam penelitian tentang pokok
ini.
I. Gelar-gelar yg dikenakan kepada
Yesus pada masa hidup-Nya di dunia ini
Nama Yesus
bukanlah gelar tok bagi penyandang nama itu. Arti nama itu — bentuk Yunaninya
Yoshua — ialah ‘Yahweh adalah Juruselamat’. Para penulis PB benar-benar
menyadari arti ini (#/TB Mat 1:21*). Jadi nama itu menunjukkan tugas yg
dibebankan kepada Yesus, dan pengertian ini kemudian terungkap dalam gelar
Juruselamat, yg pada mulanya hanya merupakan keterangan tentang tugas Yesus
(#/TB Kis 5:31; 13:23*; #/TB Fili 3:20*), tapi kemudian menjadi bagian dari
gelar-Nya yg khidmat itu (#/TB 2Tim 1:10*; #/TB Tit 1:4*; #/TB 2Pet 1:11*).
Yesus adalah nama pribadi Juruselamat. Arti nama ini tetap bersemi bagi
orang-orang yg sudah memahaminya, tapi sekarang mungkin saja bagi banyak orang
nama itu hanyalah nama tanpa arti (bnd ‘Yohanes’, artinya ‘betas kasihan
Allah’, tapi biasanya arti itu tidak muncul dlm pikiran waktu mendengar atau
menyebutnya).
Nama Yesus
adalah umum pada paroan pertama abad 1 M. Tapi mencolok sekali bahwa menjelang
akhir abad 1 nama itu lenyap: orang Kristen menganggap nama itu terlalu suci
untuk dijadikan nama diri, dan orang Yahudi menganggapnya jijik. Untuk
membedakan Yesus (Mesias) dari orang-orang lain yg menyandang nama itu, maka
Dia disebut Yesus orang Nazaret. Pemakaian ungkapan ini bisa saja mengandung
makna teologis mengingat kesamaannya dengan kata ‘Nazir’.
Sebagai
dampak dari kegiatan-Nya yg khas Yesus disebut Guru. Dan dengan gelar ini Ia
disapa seperti menyapa guru Yahudi lainnya (#/TB Mr 4:38; 9:17,38; 10:17* dab).
Kadang-kadang jika tidak ada bahaya menyamaratakan-Nya dengan guru-guru lain,
Dia boleh saja disebut ‘Guru’ (#/TB Mr 5:35; 14:14*; #/TB Yoh 11:28*).
Guru-guru Yahudi biasanya di sapa Rabbi (harfiah ‘yg terunggul dari saya’),
suatu tanda penghormatan yg kemudian berarti ‘(guru) yg dihormati’.
Bentuk
sapaan ini diterapkan murid-murid kepada Yesus (#/TB Mr 9:5; 11:21; 14:15*),
walaupun gelar ini tidak pernah mengacu kepada Dia dalam diri ketiga. Dalam
Injil Luk kadang-kadang Yesus disapa epistates (TBI ‘Guru’, #/TB Luk 5:5;
8:24*), istilah yg menyatakan penghormatan terhadap Yesus oleh murid-murid-Nya
dan simpatisan-Nya, dan barangkali dipakai terutama mengenai hubungan-Nya
dengan sekelompok orang ketimbang perseorangan. Istilah lainnya yg penuh
penghormatan ialah Tuan (kurie, bentuk panggilan dari kurios). Dalam
Kitab-kitab Injil barangkali kata ini adalah padanan kata Aram rabbi atau mari
(’ tuanku’), yg dipakai sebagai gelar yg mengandung penghormatan besar (#/TB Mr
7:28*; #/TB Mat 8:2,6,8* dab). Walaupun bentuk sapaan ini mungkin merujuk
kepada Yesus sebagai Guru yg patut dihormati (#/TB Luk 6:46*; #/TB Yoh 13:13*
dab), ada kalanya Yesus disapa dengan cara ini karena Ia mempunyai kekuasaan
ajaib (G Vermes, Jesus the Jew, hlm 122-137). Kata itu tidak dipakai dalam Mat
dan Mrk kalau untuk merujuk kepada Yesus dalam diri ketiga (kecuali #/TB Mat
21:3*; #/TB Mr 11:3*), tapi Lukas sering menyebut Yesus Kurios bila bercerita
(#/TB Luk 7:13; 10:1,39,41* dab). Penggunaan gelar ini mengisyaratkan Lukas
benar-benar menyadari bahwa arti lengkap gelar ini tidak dipahami sebelum
kebangkitan. Tapi Lukas ingin menunjukkan bahwa selama hidup-Nya Yesus
bertindak dengan otoritas yg sama yg dimiliki-Nya baik sebelum dan sesudah
kebangkitan.
Bahwa Yesus
dipandang mengungguli guru Yahudi biasa, terungkap dalam istilah Nabi (#/TB Mat
21:11,46*; #/TB Mr 6:15; 8:28*; #/TB Luk 7:16,39; 24:19*; #/TB Yoh 4:19; 6:14;
7:40; 9:17*). Arti kedudukan-Nya ini diakui dan diungkapkan sendiri oleh Yesus
(#/TB Mr 6:4*; #/TB Luk 4:24; 13:33* dab). Gelar-gelar ‘guru’ dan ‘nabi’ pada
diriNya tidak membedakan Yesus dari para guru dan nabi sezaman-Nya, juga dari
para pemimpin agama Yahudi maupun kelompok pemimpin gereja perdana (ump #/TB
Kis 13:1*), walaupun tentu wajar apabila gereja perdana menuntut bahwa
Yesus-lah Guru dan Nabi par excellence — yg paling unggul.
Tapi mungkin
juga bahwa dalam beberapa hal istilah Nabi dipakai dalam arti istimewa.
Pengharapan Yahudi menanti-nantikan kedatangan Elia, atau seorang seperti dia,
untuk menandakan akhir zaman, justru mereka mengamati apakah Yohanes Pembaptis
atau Yesus bisa disamakan dengan yg disebut nabi terakhir atau nabi zaman
eskatologi (bnd #/TB Yoh 1:21,25*) itu. Jelas ada kekacauan mengenai soal ini,
sebab sementara Yohanes menyangkal bahwa dialah nabi itu, Yesus menyatakan
bahwa Yohanes adalah Elia (#/TB Mat 17:12* dab). Kekacauan itu akan hilang jika
#/TB Yoh 1:21,25* diartikan mengacu kepada seorang nabi terakhir seperti Musa
(#/TB Ul 18:15-19*); Petrus menyamakan Yesus nabi ‘seperti Musa’ (#/TB Kis
3:22-26*), dan hal ini melempengkan jalan bagi Yohanes untuk dipandang perintis
tersendiri dari zaman akhir, nabi seperti Elia.
Kesukaran
timbul karena dalam pemikiran Yahudi tak pernah kedua tokoh itu terpisah secara
gamblang. Mungkin Yesus memandang peranan-Nya seperti peranan Musa sebagai
nabi. Dia tak pernah memakai gelar itu dalam hubungan ini, tapi Dia sendiri
menganggap diriNya menggenapi kembali pekerjaan Musa sekaligus menggenapi
peranan nabi yg berbicara dalam #/TB Yes 61:1-3*. Ia mengutip #/TB Yes 29:18*
dab; #/TB Yes 35:5* dab dan 61:1 untuk menjelaskan pekerjaanNya sendiri (#/TB
Luk 4:18* dab; #/TB Luk 7:22*) dengan pengertian menggambarkan ciptaan baru
seperti halnya Keluaran dan pengembaraan di padang gurun pada zaman Musa. Dari
sudut pandang ini, ajaran Yesus dengan mana Ia menafsirkan ulang Taurat Musa
dapat lebih jelas dipahami.
Sama seperti
Yesus memandang pekerjaan-Nya dalam pengertian pemberi hukum dan nabi (Musa dan
Elia/Elisa; bnd #/TB Luk 4:25-27*), demikianlah mungkin bahwa pengertian Yahudi
akan hikmat mempengaruhi pikiran-Nya, walaupun gelar Hikmat tidak dikenakan
kepada-Nya dalam Kitab-kitab Injil (tapi lih #/TB 1Kor 1:24,30*). Dalam PL dan
dalam sastra antar perjanjian kita dapati konsep Hikmat yg dipersonifikasikan
sebagai pembantu Allah pada penciptaan dan (dim bentuk hukum Taurat) sebagai
pembimbing umat Allah (#/TB Ams 8:22-36*). Orang berhikmat paling unggul ialah
Salomo, dan bukanlah tanpa arti bahwa Yesus mengklaim dalam pelayanan-Nya hadir
yg lebih unggul daripada Salomo (#/TB Mat 12:42*). Hikmat dianggap mengutus
utusannya kepada manusia untuk menyatakan jalan Allah (#/TB Ams 9:3-6*).
Kadang-kadang Yesus berkata seolah-olah Dia adalah salah seorang dari utusan
itu (#/TB Luk 11:49-51*), atau Dia sendiri harus disamakan dengan Hikmat (#/TB
Luk 13:34*; bnd #/TB Mat 23:34-37*).
Pengharapan
Yahudi berpusat pada akan didirikannya pemerintahan atau Kerajaan Allah, dan
pengharapan ini sering dihubungkan dengan datangnya seorang tokoh yg mewakili
Allah untuk menjalankan pemerintahan-Nya. Tokoh seperti itu tentulah raja,
diurapi oleh Allah dan dari suku Daud. Istilah Yg Diurapi yg biasanya
diterapkan untuk raja, imam atau nabi, pada zaman antar perjanjian dapat
digunakan sebagai istilah teknis bagi tokoh yg mewakili Allah dan yg dinantikan
itu. Kata Ibraninya masyiakh, yakni muasal kata Yunani Messias, yg dalam TBI
ialah Mesias. Kata Yunani yg sesuai dengan itu dan yg berarti ‘diurapi’ ialah
Khristos, dan inilah muasal bentuk Indonesia Kristus. Karena penguasa yg
dinanti-nantikan itu memang diharapkan akan menjadi Raja dan Anak (artinya
keturunan) Daud, maka kedua istilah ini digunakan juga sebagai gelar atau
sebutan untuk Dia.
Adalah pasti
bahwa Yesus dihukum mati oleh orang Roma dengan tuduhan Dia mengaku Raja orang
Yahudi (#/TB Mr 15:26*). Timbul pertanyaan, apakah Dia eksplisit menuntut
jabatan itu dan implisit memerankan peranan itu? Istilah ‘Mesias’ jarang
diucapkan oleh Yesus. Dalam #/TB Mr 12:35; 13:21* (bnd #/TB Mat 24:5*) Ia
bicara tentang Mesias dan orang yg mengaku Mesias tanpa langsung menyebut
diriNya Mesias. Dalam #/TB Mat 23:10* dan #/TB Mr 9:41* Dia dilukiskan mengajar
murid-murid-Nya, nampaknya terutama mengacu kepada keadaan gereja perdana. #/TB
Mat 16:20* hanyalah menggemakan ay #/TB Mat 16:16*. Dari sini nampak bahwa
Yesus tidak menyebut diriNya Mesias bila Ia mengajar masyarakat umum, dan
jarang sekali memakai gelar itu bila Ia bicara kepada murid-murid-Nya (bnd #/TB
Yoh 4:25* dab).
Halnya sama
berkaitan dengan sebutan ‘Anak Daud’; pertanyaan dalam #/TB Mr 12:35-37* tidak
eksplisit menyamakan Yesus dengan Anak Daud. Begitu juga Yesus tidak
terang-terangan mengklaim gelar ‘Raja’ (#/TB Mat 25:34,40* dialamatkan kepada
murid-murid-Nya). Pada pihak lain banyak tindakan Yesus dapat dikatakan adalah
tindakan Mesias. Ia dianggap diurapi baik oleh Dia sendiri (#/TB Luk 4:18*)
maupun oleh gereja perdana (#/TB Kis 4:27; 10:38*) karena Ia dibaptis dengan
Roh Kudus. Ia mengumumkan datangnya pemerintahan Kerajaan Allah, dan
menghubungkan kedatangan Kerajaan Allah itu dengan aktivitas-Nya sendiri (#/TB
Mat 12:28*), dan Dia bertindak dengan otoritas ilahi (#/TB Mr 2:7*).
Justru wajar
timbul luas pertanyaan apakah Dia raja yg dinanti-nantikan itu (bnd #/TB Yoh
4:29; 7:25-31*), sehingga orang banyak ingin menjadikan Dia raja (#/TB Yoh
6:15*). Waktu diadili Dia ditanya apakah Dia Mesias, dan dalam kesempatan ini
Dia mengakui kenyataan itu secara terbuka (#/TB Mr 14:61* dab; bnd #/TB Yoh
18:33-38*). Sebelum peristiwa pengadilan itu Petrus menyebut-Nya Mesias, dan
Yesus tidak menolak sebutan itu (#/TB Mr 8:29* dab). Orang-orang yg berharap
bahwa Dia dengan penuh kasih akan menolong mereka mengatasi kesusahan mereka,
menyapa Dia ‘Anak Daud’ (#/TB Mr 10:47* dab).
Kenyataan
menunjukkan bahwa kendati Yesus implisit berperilaku sebagai Mesias atau Yg
Diurapi, Ia tidak menggembar-gemborkan hal itu, dan memang Ia menjaga jangan
tersebar bahwa Dia adalah Mesias (#/TB Mr 8:30*). Berbagai keterangan telah
dikemukakan mengenai sikap-Nya itu. Pendapat bahwa Kitab-kitab Injil salah
menggambarkan keadaan, dan bahwa Yesus tidak diakui Mesias baik oleh Dia
sendiri maupun oleh orang lain dapat dilupakan; demikian juga pendapat bahwa
sesudah kebangkitan-Nya gelar itu diberikan oleh gereja kepada-Nya (menurut
W Wrede, The Messianic Secret, 1971; berlawanan dgn J. D. G Dunn, TynB 21,
1970, hlm 92-117).
Satu unsur
penting mengapa Yesus bersikap demikian, pastilah tajamnya perbedaan konsep
Mesias bagi Yesus dari konsep Mesias bagi umumnya orang Yahudi, yg mengharapkan
Mesias akan memulai pergolakan politik dan membebaskan negeri mereka dari penjajahan
Roma; kalaupun masih ada orang Yahudi yg mendambakan peranan Mesias lebih
bersifat rohani, Yesus perlu menghindari gambaran yg salah tentang diriNya
(Yesus memang tidak bergabung dgn pemberontak politik yg melancarkan pembelaan
dgn kekerasan pada zaman-Nya; mengenai pokok ini ulasan terakhir disajikan oleh
M Hengel, Was Jesus a Revolutionist?, 1971). Unsur lain, barangkali, Yesus
tidak ingin mengumumkan ke-Mesias-an-Nya sampai Ia menunjukkan bahwa Dia-lah
Mesias melalui perbuatan-Nya, atau sampai orang benar-benar mengenal hakikat
sesungguhnya dari jabatan-Nya. Dengan berbuat demikian Ia membebaskan
ke-Mesias-an itu dari sentuhan politik duniawi, dan memberikan tafsir yg benar
tentang Mesias sesuai konsep PL perihal tindakan penyelamatan penuh kuasa dari
pihak Allah.
Tapi
mencolok, Kitab-kitab Injil memberi kesan bahwa Yesus cenderung memakai sebutan
lain, yaitu Anak Manusia (perhatikan alih istilah dlm #/TB Mr 8:29* dab, 31 dan
14:61, 62). Ungkapan Yunani yg kurang lazim ini timbul hanya sebagai terjemahan
dari ungkapan khas bh Semit (Ibrani ben ‘adam; Aram bar’enasy( a)), artinya,
kalau bukan khas sosok ‘manusia’ (ump #/TB Yeh 2:1*) adalah umat manusia pada
umumnya (ump #/TB Mazm 8:3*). Dalam #/TB Dan 7:13* dab ungkapan itu berkata
‘datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah Ia
kepada Yg Lanjut Usianya itu, dan Ia dibawa ke hadapan-Nya … diberikan
kepada-Nya kemuliaan dan kekuasaan untuk memerintah segenap umat manusia’.
Pada zaman
Yesus memakai ungkapan itu dianggap sopan bila mengacu kepada diri sendiri
dalam keadaan tertentu, kendati beda pendapat apakah kata itu dipakai untuk
membuat pernyataan tentang umat manusia secara umum termasuk pembicara secara
khusus, atau untuk membuat pernyataan yg mengacu hanya kepada pembicara.
Yesus sering menggunakan ungkapan
itu, dan tampilnya ungkapan itu dalam Injil Sinoptik menimbulkan perdebatan.
1. Pada satu
pihak, ada anggapan bahwa muasal makna ungkapan itu ialah #/TB Dan 7:13* dab;
dan dianggap merujuk ke kedatangan sesosok makhluk sorgawi yg dilukiskan dengan
perlambang apokaliptik — akan terjadi pada masa datang (#/TB Mr 13:26; 14:62*)
dan kepada peranan tokoh ini pada penghakiman yg terakhir (#/TB Mr 8:38*; #/TB
Mat 10:23; 19:28; 25:31*; #/TB Luk 12:8* dab; #/TB Luk 17:22-30; 18:8*).
Beberapa ahli berpendapat bahwa gereja perdana yg pertama memakai konsep ini
untuk melukiskan peranan Yesus di masa datang (demikian N Perrin, A Modern
Pilgrimage in New Testament Christology, 1974); yg lain mengemukakan pendapat
berdasarkan #/TB Luk 12:8* dab, bahwa Yesus mempralihatkan datangnya seorang
tokoh zaman akhir yg lain dari diriNya sendiri, yg akan membela pekerjaan
Yesus, dan oleh gereja perdana, di kemudian hari, menyamakan Yesus dengan tokoh
yg akan datang itu (demikian HE Todt, The Son of Man in the Synoptic Tradition,
1965). Pendapat yg lain lagi mengatakan bahwa Yesus memandang kepada
kedatanganNya yg akan datang sebagai Anak Manusia (demikian 0 Cullmann, The Christology of the New Testament, 1963).
Disamping
penalaran ‘masa depan’ di atas, ada ay-ay yg bicara tentang otoritas dan
kehinaan Anak Manusia (#/TB Mr 2:10,27* dab; #/TB Luk 6:22; 7:34; 9:58; 12:10;
19:10*) dan yg menubuatkan penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya (#/TB Mr
8:31; 9:9,12,31; 10:33* dab, 45; #/TB Mr 14:21,41*; bnd #/TB Luk 24:7*). Memang
memprihatinkan (tapi bukan tidak mungkin: lih di bawah) melihat bagaimana
pernyataan-pernyataan demikian dibuat tentang Anak Manusia yg dilukiskan dalam
#/TB Dan 7*. Karena itu banyak ahli berpendapat bahwa pemakaian kata Anak
Manusia dalam ucapan-ucapan seperti itu berasal dari gereja perdana yg —
sesudah menyamakan Yesus dengan Anak Manusia yg akan datang — mulai memakai
gelar itu berkaitan dengan pekerjaan-Nya dan penderitaan-Nya waktu hidup di
bumi ini. Ahli-ahli lain berpendapat bahwa Yesus memberikan tafsir ulang hasil
kreasi-Nya sendiri, mengenai peranan Anak Manusia berdasarkan pengaruh nubuat
tentang Hamba Yahweh yg menderita (#/TB Yes 52:13-53:12*).
2. Di pihak lain, beberapa ahli menerima
pemakaian kata bar’enasy( a) sebagai sebutan diri sendiri dalam bh Aram, dan
atas dasar itu mereka berpendapat bahwa Yesus menggunakan kata ini melulu
sebagai alat merujuk kepada diriNya sendiri. Berdasarkan pandangan ini, maka
pernyataan dalam Kitab-kitab Injil yg isinya tidak apokaliptik dan yg mengacu
kepada Yesus sebagai melulu manusia, nampaknya adalah otentik. Di kemudian
hari, pemakaian istilah itu oleh Yesus menuntun gereja ke #/TB Dan 7*, dan
gereja mulai menafsirkan ulang ajaran Yesus dalam nada apokaliptik (G Vermes,
Jesus the Jew, 1973, hlm 160-191).
3. Mungkin
para ahli, tersesat karena terus bertahan mempedomani satu asas asli untuk
menalar semua sebutan itu dan kurang sungguh-sungguh mengindahkan keragaman
artinya. Jelas istilah itu dapat dipakai sebagai sebutan diri sendiri, kendati
keadaan yg tepat yg terkait dengannya masih belum dapat dipastikan. Juga tak
dapat disangkal bahwa istilah itu bisa sebagai gelar. C. F. D Moule menalar tepat
bahwa pemakaian kata sandang dalam ungkapan ‘ini: bisa memberi makna sosok
manusia itu (disebut dlm Pan #/TB Dan 7:13* dab; ‘Ciri-ciri yg diabaikan
perihal Anak Manusia’, dlm J Gnilka, Neues Testament and Kirche, 1974, hlm
413-428). Kenyataan bahwa tokoh ini mempunyai peranan dalam beberapa segi
pemikiran Yahudi teracu dalam 1 Henokh dan 4 Ezra (kendati tarikh bg-bg itu dlm
1 Henokh tanpa kepastian). Justru pendekatan yg terbaik ialah tetap mempedomani
#/TB Dan 7:13* dab sebagai titik tolak dan melihat di situ sosok, mungkin
pemimpin dan wakil Israel, dan dengan itulah Yesus menyamakan diriNya sendiri.
Tokoh ini memiliki otoritas dan ditentukan untuk memerintah atas dunia, tapi
jalan menuju pemerintahan itu adalah merendahkan diri, penderitaan dan ditolak.
Tidak sukar memahami ucapan Yesus berkaitan dengan jalan itu, dengan pengertian
bahwa Dia mempralihat diriNya sendiri ditolak dan kemudian dibela oleh Allah.
Pandangan di atas sangat meyakinkan
atas nalar:
(a) Yesus memahami situasi di mana Ia melakukan
pekerjaanNya, yg membawa Dia berbenturan dengan para penguasa Yahudi yg
memusuhi-Nya; dan
(b) cara Yesus menerapkan dalam hidup-Nya pola hidup saleh
seperti dilukiskan dalam PL, yg oleh karena pola itu orang-orang saleh
bersangkutan bisa saja ditolak dan dianiaya, dan mereka harus mutlak percaya
bahwa Allah akan melepaskan mereka. Pola hidup saleh ini disajikan dalam
mazmur-mazmur tertentu (terutama #/TB Mazm 22;
69*), dalam nubuat tentang Hamba Yahweh yg menderita, di jalan hidup
‘orang-orang kudus milik Yg Mahatinggi’ dalam #/TB Dan 7:22*. Juga dalam kitab
Kebijaksanaan (kendati kitab ini diragukan berpengaruh terhadap Yesus) dan
dalam cerita-cerita rakyat yg menyanjung-nyanjung para martir Makabe.
Berkaitan
dengan uraian di atas, adalah aneh jika Yesus tidak mengetahui bahwa hidup-Nya
akan demikian. Dan ucapan Yesus ‘Siapakah Anak Manusia itu?’ (#/TB Yoh 12:34*)
pasti membingungkan pendengar-Nya. Agaknya Ia sengaja mempertanyakan itu untuk
menutupi sebagian klaim-Nya sendiri guna menghindari kemungkinan timbulnya
harapan-harapan palsu. Kebijakan itu menuntut kekuasaan tapi justru kekuasaan
demikianlah yg luas ditolak manusia. Jadi dalam menggunakan ungkapan ini Yesus
menyatakan bahwa Dialah wakil Allah — final dan utuh sempurna — bagi manusia,
yg ditentukan untuk memerintah tapi ditolak oleh Israel, dihukum dan menderita,
tapi dibela oleh Allah.
Salah satu
unsur yg mendasari pemahaman Yesus akan peranan-Nya sebagai Anak Manusia ialah
sosok Hamba Yahweh. Yesus tidak menggunakan gelar ini, dan munculnya dalam #/TB
Mat 12:18-21* adalah sebagai kutipan dari #/TB Yes 42:1-4*. Namun, ada bukti
gamblang bahwa Yesus mengetahui diriNya mengemban peranan seseorang yg datang
untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya, guna menjadi tebusan bagi banyak orang
(#/TB Mr 10:45*; bnd #/TB Mr 14:24*; #/TB Yes 53:10-12*), dan yg oleh karena
itu Dia ‘terhitung di antara pemberontak’ (#/TB Luk 22:37*; bnd #/TB Yes
53:12*; R. T France, TynB 19, 1968, hlm 26-52).
Jika
gelar-gelar di atas mengungkapkan peranan Yesus, maka kedudukan dan
hubungan-Nya dengan Allah terungkap dalam gelar Anak Allah. Penggunaan gelar
ini pada malaikat dan makhluk sorgawi lainnya, tidaklah sepenting bobot
penggunaannya pada Yesus. Yg lebih penting lagi ialah cara penggunaannya dalam
PL merujuk kepada umat Israel sebagai keseluruhan dan kepada raja mereka secara
khusus, juga menyatakan hubungan mereka dengan Allah dalam anti Allah
memelihara dan melindungi mereka di satu pihak, dan pada pihak lain, pelayanan
dan ketaatan manusia kepada Allah. Mungkin menjelang zaman PB Mesias sudah
mulai dipandang dalam citra khas Anak Allah, dan anggapan bahwa orang-orang
saleh adalah tujuan khusus pemeliharaan dan perhatian Allah sebagai Bapak,
mungkin juga sudah berkembang.
Yesus sendiri pasti tahu hubungan-Nya yg
khas dengan Allah, yg dalam doa Dia sapa begitu akrab Abba (#/TB Mr 14:36*).
Dengan latar belakang inilah patut kita pahami bila Yesus memakai istilah
‘Anak’ untuk menyatakan hubungan-Nya dengan Allah sebagai Bapak (#/TB Mat
11:27*; #/TB Luk 10:22*). Di sini Ia menyatakan pula bahwa keakraban antara Dia
dengan Allah adalah persis sama keakraban seorang anak dengan bapaknya, justru
Dia satu-satunya yg sanggup menyatakan Allah kepada manusia. Namun, ada tujuan
BapakNya yg masih rahasia dan tersembunyi bahkan terhadap Anak sendiri (#/TB Mr
13:32*). Walaupun rujukannya bisa saja tidak jelas bagi orang banyak, agaknya
sang anak dalam perumpamaan tentang pemilik kebun anggur (#/TB Mr 12:6*)
merupakan media terselubung yg merujuk kepada Yesus sendiri dan perjalanan
hidup-Nya.
Makna
ke-Anak-an yg khas ini mengungguli makna umum peri ke-Anak-an seorang Yahudi yg
saleh terhadap Allah. Selanjutnya hal itu kelihatan dalam cara Allah menyapa
Yesus sebagai AnakNya pada peristiwa baptisan dan pemuliaan (#/TB Mr 1:11;
9:7*), juga dalam cara Iblis dan setan-setan menyapa Dia (#/TB Mat 4:3,6*; #/TB
Mr 3:11; 5:7*). Kenyataan menunjukkan bahwa Yesus sangat berhati-hati
mengungkapkan hubungan-Nya yg khas dengan Allah; namun jelas para penguasa
Yahudi mendakwa Dia membuat pernyataan demikian (#/TB Mr 14:61*; #/TB Luk
22:70*). Mungkin hubungan khas itu pada waktu-waktu tertentu dinyatakan lebih
gamblang dibandingkan caranya dinyatakan dalam Kitab-kitab Injil Sinoptik.
Dalam Injil Yoh penyataan diri Yesus lebih bersifat umum, tapi ini bisa
disebabkan cara Yohanes yg sengaja mengungkapkan lebih jelas jalinan lengkap
ajaran Yesus bagi pembacanya. Dalam gelar inilah bisa didapati penyataan
lengkap mengenai siapa Yesus (lih LH Marshall, Int 21, 1967, hlm
87-103).
II. Pemakaian gelar pada masa dini gereja
Kematian dan
kebangkitan Yesus alpa kr 20 thn dari naskah paling dini Pa (Surat-surat Paulus
yg paling pertama) yg tarikhnya dapat ditentukan secara pasti. Menjelang zaman
Paulus, pemakaian beberapa gelar yg mengacu kepada Yesus telah berakar teguh;
Paulus memakai beberapa istilah yg sudah baku yg maknanya tak perlu lagi
diterangkan kepada pembacanya.
Tapi
pemakaian gelar yg aneka ragam ini sukar ditelusuri, demikian juga makna
teologisnya yg terkait dengan Yesus sebelum ada Surat-surat Paulus. Harus
digali maksud pemakaian gelar-gelar ini dalam tulisan-tulisan Pa yg dapat
dipertanggungjawabkan merujuk ke pemakaiannya dalam tradisi; usaha penggalian
ini bersifat subyektif dan memandu ke beberapa hipotesa yg dapat dipercaya.
Dapat juga digunakan berita gereja perdana yg disajikan dalam Kis, tapi harus
diingat bahwa Lukas baru menuliskan berita itu beberapa tahun kemudian setelah
peristiwa-peristiwa itu terjadi, dan bahwa ada kecenderungan yg tak terelakkan
untuk memakai istilah yg sudah lazim di lingkungan pembacanya. Sekedar
perbandingan: dalam suatu pembicaraan, seorang tokoh bisa saja disebut dengan
gelarnya yg terakhir, kendati yg dibicarakan adalah reputasinya dulu pada awal
karirnya. Namun, dengan kecermatan kita bisa maju menelusuri perkembangan dini
gelar-gelar yg dipakai untuk melukiskan citra Yesus.
Beberapa
ahli begitu berani mengatakan ada tahapan dalam pemikiran gereja perdana
mengenai Kristus. Mereka menganggap bahwa pengenalan asli akan Yesus Kristus
dalam istilah murni Yahudi, secara berangsur-angsur telah diganti oleh
pemikiran Helenisme yg merasuki gereja perdana melalui gerakan Yudaisme dan
kemudian lebih langsung dipengaruhi oleh dunia non-Yahudi (F Hahn; R. H
Fuller). Bahwa ada perkembangan macam itu dalam arti luas adalah benar. Tapi
hipotesis mereka tak dapat dipedomani untuk menelusuri tahapan perkembangan itu
dengan tepat, karena adalah jelas bermacam-macam pengaruh telah melanda gereja
sejak saat-saat paling dini. Juga karena kita harus mempertimbangkan Kristologi
dari beberapa gereja yg semi berdiri sendiri. Tak ada kemungkinan untuk
menelusuri sekalipun jalur evolusi sederhana berkaitan dengan perkembangan
pemikiran gereja Kristen selama 20 thn pertama atau sesudah itu. Yg dapat kita
katakan ialah, bahwa masa ini adalah masa pemikiran kreatif yg tak ada taranya
perihal Kristologi (I. H Marshall, NTS 19, 1972-1973, hlm 271-287).
Ada pendapat
yg mengatakan bahwa yg menarik perhatian gereja perdana kepada Yesus mulanya
adalah murni fungsional (apa yg diperbuat Yesus), bukan ontologikal (siapa
Dia). Mereka tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan metafisika mengenai
status-Nya. Tapi jika alternatif ini dikemukakan begitu tajam, maka kebijakan
ini akan memisahkan apa yg dari semula berpadu: fungsi dan status tidak dapat
dengan mudah dipisahkan. Memang adalah pasti betapa gereja perdana sangat
memperhatikan apa yg sudah digenapi Yesus, tapi justru hal itu menimbulkan
pertanyaan tentang apa sebenarnya hubungan-Nya dengan Allah, dan hal ini
terungkap dalam gelar-gelar yg merujuk kepada Dia.
Sepanjang
kurun waktu ini, kebanyakan dari istilah biasa yg dipakai untuk menerangkan
siapa Yesus hilang dari pemakaian sehari-hari, kecuali yg dilestarikan dalam
bahan-bahan cerita tentang hidup-Nya. Istilah-istilah seperti Rabi dan Guru
tidak lagi lazim. Istilah Nabi yg mengandung makna yg dalam mengenai tugas
Yesus juga hilang dari pemakaian sehari-hari; istilah itu memang masih
diterapkan kepada-Nya (#/TB Kis 3:22* dab; bnd #/TB Kis 7:37*), tapi tidak lagi
sebagai gelar nyata dari Yesus.
Yg paling
mengherankan ialah hilangnya istilah Anak Manusia dari peredaran. Gelar ini
memang muncul dalam ucapan Stefanus pada detik-detik menjelang akhir hidupnya
(#/TB Kis 7:56*). Munculnya di tempat lain hanyalah sebagai kutipan dari PL
(#/TB Ibr 2:6*; mengutip #/TB Mazm 8:4*) dan untuk melukiskan Yesus dalam #/TB
Wahy 1:13; 14:14* (bnd #/TB Dan 7:13* dab). Kendati demikian pemikiran itu
mungkin tetap hidup. Di satu pihak, bukan tidak mungkin mendapati terjemahan
Anak Manusia dalam bh Yunani yg lebih dapat dimengerti seperti ‘orang’ atau
‘manusia’ pada satu dua ay, di mana Yesus diperhadapkan dengan Adam, manusia
pertama itu (#/TB Rom 5:15*; #/TB 1Kor 15:21,47*; bnd #/TB 1Tim 2:5*). Di pihak
lain, selaras dengan laporan Kitab-kitab Injil, istilah ini diucapkan oleh
Yesus sendiri.
Sudah kita
amati bahwa ada ahli yg mengatakan gelar ini mulanya dipakai di gereja perdana.
Atau, paling tidak mayoritas dari gelar yg dipakai menjadi baku karena
dibakukan oleh gereja perdana berdasarkan ucapan-ucapan Yesus sendiri, kendati
jarang sekali Ia mengucapkannya. Tapi walaupun pendapat di atas sangat tidak
mungkin, kita tak dapat meniadakan kemungkinan bahwa hadirnya gelar itu dalam
satu dua ucapan harus dikaitkan kepada gereja perdana.
Ihwal
demikian paling mungkin dikaitkan dengan Injil Yoh. Di situ ajaran Yesus
disampaikan kepada kita dalam suatu bentuk, pada bentuk mana tak mungkin
disajikan kata-kata asli seperti yg diucapkan Yesus, kecuali tuturan penulis
sendiri yg bersifat ulasan. Tapi penting diperhatikan bahwa ungkapan yg dipakai
Yohanes, yg cakupannya lebih luas mengenai makna yg terkandung dalam gelar itu,
hanyalah terbatas pada ruang lingkup Injil, dan merupakan ajaran yg berasal
dari Yesus sendiri dan berlandaskan kata-kata-Nya sendiri (lih IV, di bawah).
Tak ada tanda bahwa gereja perdana memakai gelar itu secara khas dan
tersendiri. Jelas gelar itu dianggap hanya tepat diucapkan oleh Yesus sebagai
sebutan untuk diri sendiri, kecuali #/TB Kis 7:56*. Gelar ini tak pernah
dipakai sebagai istilah dalam pengakuan iman (kekecualian yg mungkin ialah #/TB
Yoh 9:35*).
Walaupun
gelar Hamba tidak terdapat dalam Kitab-kitab Injil, nampak bahwa motif
pemikiran yg terkait pada istilah ini teracu dalam pekerjaan Yesus sebagai yg
melayani ‘banyak orang’ atau ‘menjadi tebusan bagi banyak orang’ (#/TB Mat
20:28*). Motif pemikiran yg sama timbul kembali dalam pemikiran gereja perdana.
Hal itu paling jelas dalam #/TB 1Pet 2:21-25*, di mana penderitaan dan kematian
Yesus dikemukakan sesuai #/TB Yes 53*; dan kendati tidak mencolok hal itu
terdapat dalam beberapa rumusan Paulus yg sudah lazim dikenal, untuk
mengungkapkan makna kematian Yesus (#/TB Rom 4:25; 8:34*; #/TB 1Kor 11:23-25;
15:3-5*; #/TB Fili 2:6-11*; #/TB 1Tim 2:6*; J Jeremias, TDNT 5, hlm 705-712).
Gelar itu (pais) terdapat dalam #/TB Kis 3:13,26; 4:27,30*; di situ Yesus
disebut Hamba Allah, yg diserahkan oleh orang Yahudi ke dalam maut, tapi
dibangkitkan dan dimuliakan oleh Allah menjadi berkat bagi umat-Nya.
Jika di sini
Yesus disebut dengan gelar yg juga dipakai oleh Daud (#/TB Kis 4:25*, pais) dan
para nabi (#/TB Wahy 11:18; 22:9*, doulos), maka pemikiran yg paling
mendasarinya ialah #/TB Yes 42:1-4; 52:13* dab yg mempengaruhi gereja perdana.
Walaupun gelar itu baru timbul kembali pada abad 2 M — dan karena itu gelar ini
dicurigai sebagai sebutan Lukas untuk Yesus ketimbang sebutan asli dari semula
— maka lebih mungkin bahwa istilah itu dipakai di gereja Palestina dan kemudian
hilang dari pemakaian karena bentuk pais mempunyai arti ganda (bisa berarti
‘anak kecil’, atau ‘pelayan’) dan karena subordinasinya dalam bentuk doulos (’
abdi atau hamba’).
Menurut
khotbah Petrus pada hari Pentakosta, makna kebangkitan ialah Allah menahbiskan
Yesus yg disalibkan oleh orang Yahudi menjadi Tuhan dan Kristus (#/TB Kis
2:36*). Dan ay ini menjadi kunci bagi perkembangan gelar-gelar yg mengungkapkan
Mesias itu.
Kebangkitan
adalah peristiwa yg menentukan, yg menuntun pengikut Yesus ke penalaran baru
akan diriNya, dan penalaran baru ini diteguhkan dalam hati mereka oleh
pengaruniaan Roh Kudus, yg datang dari Yesus yg sudah ditinggikan itu (#/TB Kis
2:33*). Pernyataan Yesus bahwa Dia-lah tokoh ‘Mesias’, sekarang sudah dibuktikan
oleh Allah dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati, dan dengan itu pula
dikukuhkan kebenaran pernyataan Yesus. Orang yg mati dengan papan salibnya
bertuliskan ejekan ‘Raja orang Yahudi’ sesuai ketentuan Pilatus, sekarang
dinyatakan bahwa Dia memang Raja dalam arti yg lebih dalam.
Gelar ‘raja’
dalam arti sekuler yg sesungguhnya jarang dipakai. Memang dalam pemberitaan
para rasul istilah ‘kerajaan’ diganti dengan sebutan ‘raja’, tapi bukan tidak
mungkin bahwa sebutan ‘raja’ itu berbahaya dari segi politik (#/TB Kis 17:7*)
dan pemakaiannya agak terbatas (#/TB Wahy 17:14; 19:6*); tapi gelar ‘Tuhan’, yg
dari segi politik juga dianggap sama berbahaya, dipakai berulang-ulang. Istilah
‘Mesias’ — kata yg tak mempunyai arti di luar kalangan masyarakat berbahasa
Ibrani — diganti terutama dan paling sering dengan sebutan ‘Kristus’ daripada
‘raja’. Dalam bentuk ini gelar itu cenderung kehilangan makna aslinya, yaitu
‘yg diurapi’ (tapi lih #/TB 2Kor 1:21*) dan lebih mendapat arti ‘Juruselamat’.
Secara khusus ‘Kristus’ dipakai dalam uraian berkaitan dengan kematian dan
kebangkitan Yesus (#/TB Rom 5:6,8; 6:3-9; 8:34; 14:9*; #/TB 1Kor 15:3-5*; #/TB
1Pet 3:18*; W Kramer, Christ, Lord, Son of God, 1966).
Dia yg mati
dan bangkit kembali ialah Yesus yg adalah Kristus. Walaupun istilah ‘Kristus’
cenderung makin lebih merupakan nama bagi Yesus ketimbang gelar, tapi istilah
itu tetap mengandung makna keluhuran, sehingga gelar itu hampir tak pernah
dipakai bergabung hanya dengan gelar ‘Tuhan’ (’ Tuhan Kristus’; #/TB Rom
16:18*; #/TB Kol 3:24*), tapi lebih sering dalam bentuk ‘Tuhan Yesus Kristus’.
Dalam #/TB
Kis 3:20* dab Yesus digambarkan Tokoh yg ditentukan akan datang kelak sebagai
Mesias pada akhir zaman. Justru ditekankan (terutama oleh F Hahn) bahwa pada
mulanya ajaran tentang Kristus dalam gereja perdana sangat memberi perhatian
pada kedatangan Yesus di masa depan, dan bahwa penggunaan aneka gelar seperti
Anak Manusia, Kristus dan Tuhan mulanya adalah untuk menandakan apa tugas-Nya
pada akhir zaman; tapi kemudian (kendati masih pada zaman pra-Alkitab PB)
disadari kenyataan, bahwa Orang yg akan datang sebagai Mesias dan Tuhan pada
akhir zaman itu, sudah dan adalah Mesias sekaligus Tuhan berdasarkan
kebangkitan-Nya dan peninggian-Nya (kebangkitan dan peninggian itu mengukuhkan
kedudukan yg ada).
Teori di
atas tanpa pembuktian. #/TB Kis 3:20* dab hanya dapat berarti bahwa Orang yg
ditahbiskan menjadi Mesias itu akan kembali pada akhir zaman. Yesus bukanlah
Mesias rekayasa tapi adalah Mesias itu sendiri. Memang hanya oleh
kebangkitan-Nya dan apa yg terkandung dalamnya mengenai diri Yesus, gereja
perdana dapat memandang ke depan dengan keyakinan akan parousia-Nya sebagai
Anak Manusia. Justru kematian dan kebangkitanlah yg mengukuhkan arti istilah
Mesias: amanat Kristen dalam pandangan Paulus seutuhnya berpusat pada ‘Kristus
yg sudah disalibkan’ (#/TB 1Kor 1:23; 2:5*).
Gelar lain
yg muncul dalam #/TB Kis 2:36* ialah Tuhan (Kurios). Dengan kebangkitan Allah
membuktikan bahwa Yesus memang adalah Tuhan, dan berdasarkan peristiwa ini
gereja perdana menerapkan kepada-Nya #/TB Mazm 110:1*, ‘Firman TUHAN kepada
Tuan-ku: Duduklah di sebelah kananKu, sampai Ku-buat musuh-musuh-Mu menjadi
tumpuan kaki-Mu’ (#/TB Kis 2:34* dab). Ay ini sudah dipakai oleh Yesus waktu
Dia mengajarkan bahwa Mesias adalah Tuan dari Daud (#/TB Mr 12:36*) dan dalam
jawab-Nya kepada Imam Besar waktu Ia dihakimi (#/TB Mr 14:62*). Karena sekarang
Yesus adalah Tuhan, maka gereja perdana bertugas membimbing orang mengakui
kedudukan Yesus itu. Para petobat baru menjadi anggota gereja dengan mengakui
Yesus adalah Tuhan. ‘Jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus Tuhan, dan
percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang
mati, maka kamu akan diselamatkan’ (#/TB Rom 10:9*; bnd #/TB 1Kor 12:3*).
Makna luhur
pengakuan ini terlihat dalam #/TB Fili 2:11*; di situ kemuncak tujuan Allah
ialah supaya seluruh ciptaan mengakui Mesias Yesus adalah Tuhan. Dalam
pengakuan ini tersirat unsur menentang, karena hal itu mempertentangkan Yesus
dengan ‘tuhan-tuhan’ yg diakui di dunia Helenisme. Pasti orang Yahudi hanya
mengakui satu Allah dan satu Tuhan, tapi bangsa-bangsa lain menyembah banyak
‘allah’ dan banyak ‘tuhan’; melawan keduanya orang Kristen mengakui ‘satu Allah
saja yg adalah Bapak … dan satu Tuhan yaitu Yesus Kristus’ (#/TB 1Kor 8:5-6*).
Terhadap kaisar Roma pun diterapkan juga gelar dominus (Tuhan) oleh rakyatnya,
dan para kaisar yg kemudian makin menuntut ketaatan mutlak rakyatnya; ini
ditentang keras oleh orang Kristen di kemudian hari.
Suatu bukti
penting perihal pemakaian gelar bagi Yesus oleh orang Kristen angkatan pertama,
ialah ungkapan bh Aram yg dilestarikan dalam #/TB 1Kor 16:22*: *Maranata.
Ungkapan ini adalah gabungan dua kata yg artinya’Tuhan kami, datanglah!’ atau
‘Tuhan kami sudah/akan datang’. Para ahli mempersoalkan apakah Maranata pada
mulanya adalah doa untuk memohon parousia Yesus sebagai Tuhan (bnd #/TB Wahy
22:20*), atau janji bahwa kedatangan-Nya sudah dekat (bnd #/TB Fili 4:5*).
Bahwa ungkapan Aram ini terus dipakai di gereja berbahasa Yunani, menandakan
ungkapan itu mula-mula dipakai di gereja berbahasa Aram. Artinya, sangat
mungkin kata itu timbul pada masa awal berdirinya gereja di Palestina. Bukti
dari Qumran memperkuat kemungkinan perkembangan ini di lingkungan masyarakat
berbahasa Aram (J. A Fitzmyer, NTS20, 1973-1974, hlm 386-391).
Gelar
terakhir yg perlu dibicarakan ialah Anak Allah. Boleh jadi gelar ini
dihubungkan dengan pemberitaan rasul Paulus: bermakna sekali bahwa #/TB Kis
9:20* menghubungkan gelar ini dengan pemberitaannya, dan hanya sekali lagi
muncul dalam Kis sebagai kutipan dari #/TB Mazm 2:7* pada khotbah Paulus di
Antiokhia Pisidia (#/TB Kis 13:33*). Janji ‘AnakKu Engkau! Aku telah
memperanakkan Engkau pada hari ini’, diterapkan oleh Paulus kepada kebangkitan
Yesus, yg dianggap menempatkan Yesus ke dalam hidup yg baru. Tapi, di sini
pemikiran bukanlah bahwa Yesus menjadi Anak Allah karena Dia dibangkitkan dari
antara orang mati, melainkan justru sebaliknya, karena Dia adalah Anak Allah
maka Dia dibangkitkan oleh Allah dari antara orang mati (bnd Kebijaksanaan #/TB
Kis 2:18*). Pemikiran yg sama nampak kembali dalam #/TB Rom 1:3* dab, yg umum
dianggap sebagai formula pra-Paulus. Di situ dikatakan bahwa Yesus telah
dinyatakan Anak Allah dengan kuasa oleh kebangkitan-Nya dari kematian, Lagi
dalam #/TB 1Tes 1:9* dab ke-Anak-an Yesus dihubungkan dengan kebangkitan-Nya,
dan kenyataan inilah yg dijadikan dasar bagi pengharapan akan parousia-Nya.
Dua unsur
lagi perlu dikaitkan dengan gelar ‘Anak’ pada masa paling dini gereja. Pertama,
pemikiran tentang pra-eksistensi Anak (sebelum penciptaan). Beberapa naskah
bicara tentang Allah mengutus AnakNya (#/TB Yoh 3:17*; #/TB Rom 8:3*; #/TB Gal
4:4* dab; #/TB 1Yoh 4:9* dab, 14), dan dengan jelas mempradalilkan bahwa Anak
yg keberadaan-Nya seutuhnya satu dengan Bapak datang di dunia ini. Pemikiran
ini — tanpa memakai gelar ‘Anak’ secara nyata — gamblang terungkap dalam kidung
zaman pra-Paulus seperti #/TB Fili 2:6-11* (R. P Martin, Carmen Christi, 1976).
Di sini Yesus bersosok ilahi, tampil dalam citra Allah dan sama dengan Allah,
yang mengubah eksistensi wujud sorgawi-Nya ke wujud insani dan duniawi dalam
kerendahan hati. Kidung ini bicara tentang kebijakan-Nya mengosongkan diriNya,
sehingga rupa Allah berganti menjadi rupa hamba.
Kendati
demikian Paulus tetap memandang Yesus Anak Allah pada masa hidup-Nya dan
kematian-Nya. Ini membuktikan bahwa Paulus tidak menafsirkan kidung itu untuk
mengartikan bahwa Yesus melepaskan kodrat ke-Allah-anNya supaya Ia menjadi
manusia. Tidak! Tapi ‘Ia mengosongkan diriNya dengan jalan Ia memakai wujud
rupa hamba … dan ini berarti menyurutkan kemuliaan-Nya sebagai citra Allah agar
Dia bisa datang sebagai citra Allah dalam wujud manusia’ (R. P Martin, hlm 194).
Unsur kedua
yg terkait dengan gelar Anak, ialah Allah menyerahkan Anak supaya menderita dan
mati (#/TB Rom 4:25; 8:32*; #/TB Gal 2:20*; bnd #/TB Yoh 3:16*). Mungkin ada
kaitannya dengan peristiwa PL, yaitu Abraham yg ikhlas menyerahkan Ishak,
anaknya, untuk menunjukkan imannya dan ketaatannya (#/TB Kej 22:12,16*). Allah
bukan hanya tidak menyembunyikan AnakNya yg tunggal, tapi bahkan Allah ikhlas
menyerahkan Dia untuk menanggung hukuman dosa-dosa kita. Dengan memakai gelar
‘Anak’ maka keluhuran pengorbanan Allah menjadi lebih mencolok.
Tidak dapat
dipastikan sejak kapan dan apa yg mendasari tradisi yg mengatakan Yesus lahir
dari anak data, mulai mempengaruhi pemikiran Kristologi gereja. Jalinan
pemikiran dalam dua cerita kelahiran Yesus tidak menyinggung suasana kelahiran
itu (bnd #/TB Mat 1:19*; #/TB Luk 2:14,51*), dan sedikit sekali bukti yg
mendukung bahwa tradisi itu mempengaruhi gereja sebelum beritanya muncul dalam
Kitab-kitab Injil. Dalam kedua berita itu Yesus ditampilkan sebagai Anak Allah
(#/TB Mat 2:15*; #/TB Luk 1:32,35*), dan kelahiranNya sebagai anak Maria harus
ditautkan kepada kuasa Roh Kudus. Karena Dia Anak Allah maka Dia layak untuk
jabatan dan tugas Mesias (#/TB Luk 1:32* dab). Lebih dari itu, sebagai Anak
Allah Ia dapat disebut Imanuel, ‘Allah menyertai. kita’ (#/TB Mat 1:23*);
kehadiran-Nya di bumi sama dengan kehadiran Allah sendiri. Kedua berita itu
tidak membicarakan perihal Yesus dikandung dari Roh Kudus dengan identitas-Nya
sebagai Anak Allah yg sudah ada sebelum penciptaan. Kedua berita itu melulu
mengenai cara bagaimana anak Maria bisa lahir sebagai Anak Allah.
III. Gelar-gelar Kristologis yg digunakan
Paulus
Telah kita
lihat bahwa tahapan-tahapan perkembangan kosakata mengenai Mesias dalam gereja
sudah terjadi sebelum Surat-surat Paulus ditulis. Dalam Surat-suratnya itu
Paulus menggunakan gelar-gelar yg sudah ada, dan ia dapat menganggap bahwa
gelar-gelar itu sudah dikenal oleh para pembaca Kristen. Justru sukar
memastikan gelar yg mana yg khusus berasal dari Paulus. Bisa terjadi demikian
karena Paulus terlibat dekat sekali dalam proses perkembangan teologi gereja
perdana, dan ia telah menyumbangkan pemikiran perihal Mesias sebelum ia mulai
menuliskan Surat-suratnya. Maka dalam rangka menentang pemikiran yg dianut oleh
R Bultmann (Theology of the New Testament, 1, 1952, ps 2), dengan tepat L
Goppelt menolak untuk membicarakan ‘Kabar yg diberitakan oleh gereja Helenis
terlepas dari Paulus’ karena hal ini bulat-bulat bermuara pada ‘khayalan yg
tidak berdasarkan sejarah’. Sambil mengakui ada banyak aliran pemikiran dalam
gereja perdana, L Goppelt lebih suka membicarakan teologi Paulus dalam terang
tradisi yg diterima Paulus dan dalam terang situasi tempat ia bekerja (Theologie
des Neuen Testaments2, 1976, hlm 360 dst).
Dua gelar yg
mungkin kita harapkan akan muncul dalam Surat-surat Paulus, ternyata jelas alpa
atau jarang sekali. Tak pernah Paulus menggunakan Hamba merujuk kepada Yesus,
dan kalau ia menggunakannya hanyalah bila gelar itu berkaitan dengan bahan-bahan
tradisional. Tapi mengenai dirinya sendiri dan teman-teman sekerjanya, dia
anggap adalah hamba-hamba Allah (doulos, #/TB Kis 16:17*), dan hanya sekali ia
menyebut Yesus pelayan (diakonos, #/TB Rom 15:8*) bagi orang-orang bersunat
(yaitu Yahudi). Ia juga melihat peranan Hamba itu sedang digenapi dalam
kesaksian dan misi gereja (#/TB Rom 10:16; 15:21*; bnd #/TB Kis 13:47*).
Yesus
sebagai nama aktual dan nama pribadi sangat jarang dalam Surat-surat Paulus (kr
16 kali), kendati dalam bentuk majemuk nama itu memang biasa. Separo dari
sebutan ini terdapat dalam #/TB 2Kor 4:10-14* dan #/TB 1Tes 4:14*. Dalam ay-ay
itu Paulus membicarakan bagaimana kematian dan kehidupan Yesus diulang-ulangi
dalam hidup orang percaya. Dalam ihwal lain nama ‘Yesus’ dia gunakan terutama
jika ia membicarakan gelar-gelar lain yg dapat dikenakan kepada-Nya (#/TB 1Kor
12:3*; bnd #/TB 2Kor 11:4*; #/TB Fili 2:10*).
Bagi Paulus
Kristus menjadi sebutan utama yg mengacu kepada Yesus. Berita Paulus ialah
‘Injil Kristus’ (ump #/TB Gal 1:7*), dan jika ay-ay yg berkaitan dengan
‘Kristus’ diteliti maka akan tercipta teologi mini Paulus (lih artikel jitu
tulisan W Grundmann, TDNT 9, hlm 543-551). Paulus mengambil alih penggunaan
gelar Kristus secara tradisional, khususnya yg berkaitan dengan kematian dan
kebangkitan Yesus, tapi gelar itu dia gunakan juga dalam berbagai cara lain.
Unsur paling khas istimewa nampak pada ungkapan ‘di dalam Kristus’, dengan mana
dinyatakan bahwa Kristus adalah unsur yg menentukan hidup orang percaya (J. K.
S Reid, Our Life in Christ, 1963, ps 1). Artinya, ungkapan ini tidaklah
terutama mengacu kepada perpaduan hidup mistik dengan tokoh sorgawi, tapi lebih
mengacu kepada fakta-fakta sejarah penyaliban dan kebangkitan yg menentukan
keberadaan kita. Karena itulah pembenaran terjadi ‘dalam Kristus’ (#/TB Gal
2:17*); orang Kristen secara perseorangan adalah ‘orang dalam Kristus’ (TBI
‘seorang Kristen’, #/TB 2Kor 12:2*), dan gereja ada’dalam Kristus’ (#/TB Gal
1:22*, ini jelas dlm Alkitab bh Yunani dan beberapa Alkitab bh Inggris, tapi
dlm TBI pengertian itu kurang jelas; terjemahan bebas kr ‘jemaat jemaat yg di
Yudea yg, di dlm Kristus’); kesaksian Kristen terjadi ‘dalam Kristus’ (#/TB
1Kor 4:15*; #/TB Fili 1:13*; Yunani; #/TB 2Kor 2:17*). Pada setiap langkah
kehidupan Kristen ditentukan oleh keadaan baru yg tercipta oleh kehidupan,
kematian dan kebangkitan Yesus.
Rasul Paulus
berulang kali menggunakan gabungan ‘Yesus Kristus’ sebagai gelar. Kadang-kadang
urutannya terbalik —‘ Kristus Yesus’, dan belum ada penjelasan yg memuaskan
mengapa terjadi demikian: mungkin alasan-alasan gramatika melatarbelakangi keragaman
ini. Pernah dikemukakan bahwa Paulus ingin menekankan Yesus sebagai Manusia
atau sebagai Kristus yg di sorga, pada masa prapenciptaan dengan menempatkan
salah satu dari kedua kata itu di depan. Bagaimanapun juga tak nampak beda
dalam penggunaan gelar gabungan itu daripada hanya gelar ‘Kristus’, kecuali
bahwa gelar gabungan itu terasa lebih menekankan dan lebih memuliakan.
Perihal
Paulus menggunakan gelar Tuhan pada dasarnya sama dengan gereja pra-Paulus
menggunakannya. Khusus di sini tidak perlu mempertimbangkan pengaruh ibadah
kafir memuja dewa-dewa untuk menerangkan ciri-ciri istimewa penggunaan gelar
itu oleh Paulus. Dalil ini — bersama pernyataan terkait bahwa banyak dari
teologi Paulus diramu dengan pengalihan pikiran-pikiran kafir asli ke agama
Kristen — makin terbukti tidak perlu dan tidak dapat lagi dipegang (0 Cullmann,
Christology of the New Testament, hlm 7). Justru orang Kristen yg mengakui
Yesus adalah Tuhan-nya harus lebih gamblang merumuskan apa yg mereka maksudkan
dengan gelar Tuhan untuk menentang ibadah kafir kepada tuhan-tuhan lain (#/TB
1Kor 8:6*). Dan ini berbeda sekali dari anggapan bahwa penggunaan gelar Tuhan
dalam dunia Kristen berasal dari agama kafir.
Karena
pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan menjadi ciri khas orang Kristen, dan karena
bagi orang Kristen tidak ada Tuhan yg lain, maka wajarlah Paulus memakai kata
‘Tuhan’ jika ia merujuk kepada Yesus. Benar bahwa gelar yg sama dipakai juga
merujuk kepada Allah Bapak, dan hal ini bisa menimbulkan keraguan apakah yg
dimaksud adalah Allah atau Yesus (inilah masalah khusus dlm Kis; J. C O’Neill,
SJT 8, 1955, hlm 155-174); tapi umumnya kata ‘Tuhan’ dipakai oleh Paulus
merujuk kepada Allah khususnya bila mengutip PL, sehingga kemungkinan ragu
hanyalah sedikit.
Jika gelar
‘Kristus’ kemudian berarti ‘Juruselamat’, maka gelar ‘Tuhan’ terutama sekali
mengungkapkan kedudukan Yesus yg ditinggikan serta pemerintahan-Nya atas alam
semesta, teristimewa atas orang percaya yg mengakui ke-Tuhan-an-Nya. Justru istilah
ini khusus dipakai juga untuk mengungkapkan tanggung jawab orang Kristen
menaati Yesus (ump #/TB Rom 12:11*; #/TB 1Kor 4:4* dab). Tapi gelar itu secara
bebas dipakai Paulus mengacu kepada Yesus semasa hidup-Nya di bumi ini (#/TB
1Kor 9:5*), terutama berkaitan dengan hal yg kemudian terkenal sebagai
‘perjamuan Tuhan’ (#/TB 1Kor 10:21; 11:23,26* dab), juga berkaitan dengan
perintah-perintah yg diberikan Yesus pada masa hidup-Nya di bumi ini (#/TB 1Kor
7:10,25; 9:14* dab). Tidaklah mengherankan bahwa ungkapan ‘dalam Kristus’
diubah menjadi ‘dalam Tuhan’ jika hal itu berkaitan dengan nasihat dan perintah
(#/TB Ef 6:1*; #/TB Fili 4:2*; #/TB Kol 4:17* dab). Namun, pemakaian kedua
gelar itu silih berganti, dan kadang-kadang justru gelar yg satu yg dipakai oleh
Paulus, padahal kita mengharapkan dia memakai gelar yg satu lagi.
Gabungan
gelar, termasuk gelar Tuhan, sering muncul dalam Surat-surat Paulus dan jelas
dimaksudkan untuk memuliakan oknum yg disebut demikian. Pengakuan Kristen kuno,
yaitu ‘Yesus (Kristus) ialah Tuhan’ melatarbelakangi perkembangan ‘Tuhan Yesus
(Kristus)’ (#/TB 2Kor 4:5*) dan Paulus sering menyebut Tuhan kita; dengan gelar
itu ia menekankan perlunya penyerahan secara pribadi kepada Yesus, juga
pemeliharaan dan perhatian penyelamatan oleh Yesus bagi umat-Nya.
Sebutan di
atas terdapat dalam salam pembukaan Surat-surat Paulus. Di situ ‘Allah Bapak
kita dan Tuhan Yesus Kristus’ digabung sebagai sumber berkat-berkat rohani. W
Grundmann (TDNT 9, hlm 554) berpendapat bahwa sebutan itu dilatarbelakangi
ungkapan PL ‘Allah Yahweh’, yg berkembang dalam ibadah Kristen menjadi ‘Allah
Bapak’ dan ‘Tuhan Yesus Kristus’, yg menandakan bahwa bagi barangsiapa Yesus
adalah Tuhan maka baginya Allah adalah Bapak. Apakah keterangan ini benar atau
tidak, dua hal perlu diperhatikan.
Pertama, Allah Bapak dan Yesus
ditempatkan berdampingan dengan suatu cara yg menandakan kesetaraan dalam
kedudukan; adalah benar bahwa dalam urutan memang Yesus di bawah Bapak, dan
urutan ini dijaga dengan cermat (#/TB 1Kor 15:28*; #/TB Fili 2:11*). Tapi tak
ada oknum hidup lain yg pernah ditempatkan berdampingan dengan Bapak dalam cara
ini.
Kedua, penggunaan kata Tuhan sebagai
gelar untuk Allah dalam PL pasti mempengaruhi penggunaannya oleh masyarakat
Kristen. Hal ini jelas dalam #/TB Fili 2:10* dab, yg menggunakan kata-kata dari
#/TB Yes 45:22-25* dan menerapkan kepada Yesus apa yg dikatakan di situ tentang
Allah. Begitu juga #/TB Rom 10:9,13*a mengutip #/TB Yoel 2:32* tentang
memanggil nama TUHAN (yaitu Yahweh) dan menerapkannya kepada Yesus. Penggunaan
mi sama sekali tidak khusus bersifat Paulus (bnd #/TB Yoh 12:38*; #/TB Ibr
1:10*; #/TB 1Pet 3:14* dab; #/TB Yud 1:24* dab; #/TB Wahy 17:14; 19:16*). Jika
akhirnya Paulus menunjuk kepada’hari Tuhan’, pasti Tuhan yg dimaksudkannya di
sini bukan Yahweh, tapi Yesus sendiri (#/TB 1Kor 1:8*; #/TB 2Kor 1:14*).
Data
statistik menunjukkan bahwa dalam Surat-surat Paulus gelar Anak Allah (15 kali)
lebih sedikit jumlahnya dibandingkan gelar Tuhan, yg digunakan paling sedikit
25 kali. Tapi seperti ditunjukkan oleh M Hengel (The Son of God, 1976, ps 3),
gelar Anak dikenakan Paulus kepada Yesus jika ia meringkaskan si pemberitaannya
(#/TB Rom 1:3-4,9*; #/TB Gal 1:15* dab), dan ia cenderung menggunakan gelar itu
untuk pernyataan-pernyataan penting. Gelar Anak Allah itu ia gunakan jika yg
dipikirkannya khusus masalah hubungan Allah dengan Yesus, dan, seperti telah
kita lihat, menggunakan pernyataan-pernyataan tradisi yg membicarakan tentang
Allah mengutus AnakNya yg sudah ada sebelum penciptaan ke dunia ini, dan
menyerahkan Dia ke dalam maut karena kita. Yg terutama diungkapkannya ialah
kenyataan bahwa melalui pekerjaan Anak maka kita diangkat menjadi anak-anak
Allah (#/TB Rom 8:29*; #/TB Gal 4:4-6*).
Dalam
hubungan ini Paulus menggunakan beberapa ungkapan lain. Yesus disebut Gambar
Allah yg tidak kelihatan (#/TB Kol 1:15*; bnd #/TB 2Kor 4:4*); Dia-lah, Yg
sulung dari segala yg diciptakan (#/TB Rom 8:29*; #/TB Kol 1:15-18*) dan (Anak)
Yg dikasihi Allah (#/TB Ef 1:6*). Tapi semua ungkapan itu lebih merupakan
keterangan tentang Yesus ketimbang gelar. Begitu juga ungkapan-ungkapan lain yg
menerangkan berbagai tugas Yesus, seperti Kepala (#/TB Ef 1:22*) dan bahkan
Juruselamat (#/TB Ef 5:23*; #/TB Fili 3:20*).
Sudah
menjadi pokok perdebatan apakah gelar Allah dipakai oleh Paulus untuk Yesus
atau tidak. Tafsiran #/TB Rom 9:5* dapat diperdebatkan, tapi barangkali ay ini
harus dipahami sebagai doksologi bagi Kristus sebagai Allah (B. M Metzger, dlm
B Lindars dan S. S Smalley (red.), Christ and Spirit in the New Testament,
1973, hlm 95-112). Sama diragukan juga #/TB 2Tes 1:12*.
Menjelang
Surat-surat Penggembalaan, mulailah surut pemakaian gelar yg aneka ragam itu,
yg menjadi ciri Surat-surat Paulus terdahulu. Anak Allah tidak lagi muncul.
Gelar Yesus maupun Kristus tidak muncul sendirian (kecuali dlm #/TB 1Tim
5:11*), tapi bergabung dan biasanya Kristus Yesus. Namun Tuhan dipakai baik
sendirian maupun sebagai gelar gabungan. Dalam beberapa hal mungkin kita jumpai
contoh-contoh pernyataan syahadat resmi, yg diungkapkan dalam gaya luhur dan
didasarkan pada bahan tradisi (#/TB 1Tim 1:15; 2:5* dab; #/TB 1Tim 6:13*; #/TB
2Tim 1:9* dab; #/TB 2Tim 2:8*; #/TB Tit 2:11-14; 3:6*). Tidak ada keragu-raguan
bahwa di sini diberikan kepada Yesus gelar Allah (#/TB Tit 2:13*), dan Dia
dengan Allah sama-sama digelari Juruselamat (#/TB 2Tim 1:10*; #/TB Tit 1:4;
2:13; 3:6*).
IV. Gelar-gelar Yesus dalam tulisan
Yohanes
Dalam Yoh pola
penggunaan gelar itu sama dengan pola dalam Injil-injil lainnya. Kitab-kitab
Injil menceritakan kegiatan manusia Yesus, dan bentuk gabungan Yesus Kristus
hanya muncul dua kali bila totalitas makna Yesus dilihat dari sudut pandang
sesudah kebangkitan (#/TB Yoh 1:17; 17:3* — ay terakhir tampil dgn nalar ttg
seorang ‘yg sudah menyelesaikan tuntas pekerjaannya’, yg dibebankan Bapak untuk
Dia kerjakan). Walaupun istilah Tuhan berulang kali dipakai untuk menyapa
Yesus, tapi dalam cerita jarang digunakan untuk memaksudkan Yesus (hanya dlm
#/TB Yoh 4:1; 6:23; 11:2*) sampai sesudah kebangkitan, yg menetapkan kedudukan
Yesus yg baru. Tapi penting diperhatikan bahwa Yesus sendiri menunjukkan
kedudukan-Nya sebagai ‘Tuhan’ (#/TB Yoh 13:13* dab, 16; #/TB Yoh 15:15,20*) yg
memberi perintah kepada hamba-hamba-Nya — walaupun murid-muridNya Dia pandang
lebih sebagai sahabat-Nya ketimbang hamba-Nya.
Satu dari
sekian masalah pokok dalam Yoh ialah apakah Yesus memang Mesias yg
dinanti-nantikan oleh orang Yahudi dan orang Samaria; tujuan Injil Yoh ialah
membimbing orang mempercayai hal ini (#/TB Yoh 20:31*). Kendati gelar Mesias
jarang digunakan dalam Injil-injil lain, tapi dalam Injil Yoh Yesus diakui
Mesias (#/TB Yoh 1:41; 4:29; 11:27*). Tapi sangat menarik perhatian bahwa Yesus
sendiri tidak pernah mengucapkan kata itu. Acuan-acuan lain yg bersifat
setengah gelar yg digunakan dalam Yoh ialah Yg (akan) datang (#/TB Yoh 11:27;
12:13*; bnd #/TB Mat 11:3*); Yg Kudus dari Allah (#/TB Yoh 6:69*; bnd #/TB Mr
1:24*), Juruselamat (#/TB Yoh 4:42*), Anak Domba Allah (#/TB Yoh 1:29,36*),
Nabi (#/TB Yoh 6:14; 7:40*) dan Raja Israel (#/TB Yoh 1:49; 12:13; 18:33-38;
19:3,14-22*). Beberapa dari gelar ini terdapat juga dalam Injil Sinoptik.
Begitu pula
gelar Anak Manusia, yaitu sebutan khas dari Yesus tentang diriNya sendiri,
mendapat kedudukan penting dalam Yoh. Tapi di sini ada penekanan baru pada asal
sorgawi Anak Manusia itu, pada kedatangan-Nya ke dunia ini, pemuliaan-Nya di
kayu salib (#/TB Yoh 3:14,15*), arti dan peranan-Nya di kayu salib dan artinya
Dia sebagai Pemberi hidup (#/TB Yoh 3:13; 5:27; 6:27,53,62; 12:23,34; 13:31*),
hal-hal yg alpa dalam Injil-injil Sinoptik. Walaupun tidak perlu menganggap
bahwa pengaruh-pengaruh asinglah yg mendorong penggunaan gelar itu dalam Yoh,
tapi jelas bahasa yg dia gunakan cukup berbeda dari bahasa Injil-injil Sinoptik
untuk mengisyaratkan bahwa — kendati sebutan-sebutan itu jelas berdasarkan
ajaran Yesus — sebutan-sebutan itu sampai batas tertentu telah ditulis ulang
oleh Penginjil sendiri atau oleh penulis sumber-sumbernya (S. S Smalley, NTS 15, 1968-1969,
hlm 278-301).
Tidak
diragukan bahwa gelar utama Yesus dalam Injil Yoh ialah Anak Allah. Gelar ini
menandakan karibnya hubungan Allah dengan AnakNya yg tunggal, yg sudah ada
sebelum penciptaan (#/TB Yoh 3:16-18*); hubungan ini ialah saling mengasihi
(#/TB Yoh 3:35; 5:20*), dan kasih ini diungkapkan dalam cara Anak menaati
BapakNya (#/TB Yoh 5:19*) dan Bapak telah mempercayakan kepada-Nya tugas-Nya
sebagai Hakim dan Pemberi hidup (#/TB Yoh 5:17-30*). Hubungan Yesus sebagai
khas Anak dengan Allah, yg kita dapati dalam Injil Sinoptik diungkapkan di sini
lebih jelas lagi (#/TB Yoh 11:4; 12:27* dab; #/TB Yoh 17:1*). Pada dasarnya
pemikiran itulah muatan gelar Logos (atau Firman) yg terdapat dalam pendahuluan
Injil ini. Begitu dekatnya Firman disamakan dengan Allah, sehingga tepat bila
Yesus diberi gelar Allah; jelas inilah makna pengakuan Tomas dalam #/TB Yoh
20:28*, di mana penampakan Yesus yg telah bangkit itulah yg mendampakkan
pengakuan akan ke-Allah-an-Nya. Yesus juga diperkenalkan sebagai ‘Anak Tunggal
yg sama dengan Allah’ (TBI ‘ada di pangkuan Bapak’) dalam #/TB Yoh 1:18* (tapi
bacaan ini agak kurang pasti).
Perlu kita
perhatikan bahwa ada beberapa ungkapan Aku-lah dalam Yoh yg berkaitan dengan
‘Gembala yg baik’ dan ‘Pohon anggur yg benar’ merujuk kepada Yesus.
Kadang-kadang kita jumpai ungkapan ‘Aku ini’ (#/TB Yoh 6:20*), ‘Aku ada’ (#/TB
Yoh 8:58*). Karena ungkapan-ungkapan ini adalah gema dari pengakuan Yahweh akan
diriNya yg terdapat dalam #/TB Yes 43:10* (Aku tetap Dia) dan 48:12 (Aku-lah yg
tetap sama), maka patutlah ungkapan-ungkapan ini kita pandang secara
terselubung memaksudkan ke-Allah-an Yesus.
Penggunaan
gelar dalam Surat-surat Yoh serupa dengan penggunaannya dalam Injil Yoh,
walaupun ada beda dalam cara Injil Yoh memperkenalkan Yesus waktu hidup di
dunia dari cara Surat Kiriman memperkenalkan Tuhan yg telah bangkit dari
kematian. Satu-satunya Surat dalam PB yg tidak merujuk kepada Yesus ialah 3
Yoh. Tapi hal itu tentu bukanlah tanpa sebab. Dalam 1 Yoh sering Yesus menjadi
pokok uraian, di mana dinyatakan Yesus adalah Mesias (bnd TBI #/TB Mat 16:17*)
atau Anak Allah (#/TB 1Yoh 2:22; 4:15; 5:1,5*). Walaupun di sini bisa timbul
pertanyaan apakah Yesus memang adalah Mesias yg dinanti-nantikan orang Yahudi,
umumnya para ahli sependapat bahwa masalah pokok yg paling mendasar di sini
ialah: apakah dalam Yesus sudah ada inkarnasi Allah yg sungguh-sungguh dan
mantap. Lawan-lawan Yohanes agaknya menyangkal kesatuan yg utuh mantap dan
langgeng pada Mesias atau Anak Allah (#/TB 1Yoh 4:2*) dengan Yesus (#/TB 1Yoh
4:2*; #/TB 2Yoh 1:7*), dan Yohanes harus menekankan bahwa Yesus Kristus
benar-benar sudah datang baik dengan (dalam) air maupun dengan (dalam) darah.
Artinya, menjalani baptisan dan menjalani kematian. Justru Yohanes memakai
gelar selengkapnya ‘AnakNya Yesus Kristus’ (#/TB 1Yoh 1:3; 3:23; 5:20*; bnd TBI
#/TB Mat 16:17*) untuk menandaskan objek kepercayaan Kristen. Hanya Anak Allah
saja yg bisa menjadi Juruselamat dunia (#/TB 1Yoh 4:14*). Istilah Tuhan alpa
dalam Surat-surat Yoh.
Dalam Why
nama Yesus mendapat kedudukan penting sebagai sebutan seperti dalam Ibr. Gelar
lengkap Yesus Kristus hanya digunakan sebagai sebutan khidmat dalam pendahuluan
Kitab (#/TB Wahy 1:1* dab; 5), tapi ada empat ay mengenai Mesias atau
Mesias-Nya (TBI ‘Dia yg diurapi-Nya’; #/TB Wahy 20:4,6; 11:15; 12:10*), yg
menunjukkan bahwa pemikiran mengenai Mesias sebagai petugas Allah untuk
menegakkan pemerintahan-Nya sangat hidup pada Yohanes. Pemikiran ini
selanjutnya nampak dalam cara penggunaan gelar ilahi Raja dan Tuhan, baik
terhadap Allah maupun Yesus (#/TB Wahy 15:3; 17:14; 19:16*). Tapi gelar Yesus
yg paling khas istimewa dalam Why ialah Anak Domba, yg di sini muncul 28 kali
dan tidak muncul di tempat lain. Anak domba menggabungkan ciri-ciri paradoksal,
yaitu sudah disembelih atau disalibkan (#/TB Wahy 5:6*) tapi menjadi Tuhan yg
patut disembah (#/TB Wahy 5:8*). Ia mengarahkan murka-Nya terhadap yg jahat
(#/TB Wahy 6:16*) dan dipimpin-Nya umat Allah dalam peperangan (#/TB Wahy
17:14*), tapi darah-Nya-lah yg menjadi korban penghapus dosa (#/TB Wahy 7:14*),
dan melalui darahNya umat-Nya yg sudah mati martir bangkit dalam kemenangan
(#/TB Wahy 12:11*).
V. Gelar-gelar Yesus dalam sisa PB
Di antara
Surat-surat lain PB nampak Ibr paling istimewa menggunakan gelar-gelar itu.
Surat Ibr berulang kali menggunakan gelar Yesus untuk menyebut Orang yg sudah
menanggung derita kehinaan dan maut, tapi sudah ditinggikan oleh Allah (#/TB
Ibr 2:9; 13:12*). Surat Ibr juga mengacu kepada Yesus hanya dengan gelar Tuhan
(#/TB Ibr 2:3; 7:14*) atau Kristus (#/TB Ibr 3:6,14* dab). Tapi kendati penulis
tahu pasti bahwa Kristus berarti ‘yg diurapi’ (#/TB Ibr 1:9*), penggunaan gelar
ini lebih merupakan nama yg perlu diperjelas dengan salah satu gelar lainnya.
Penulis menyebut Yesus sebagai Pemimpin (’ yg memimpin kepada keselamatan dan
kepada iman’, #/TB Ibr 2:10; 12:2*), dengan menggunakan ungkapan yg
penggunaannya lebih luas sebagai gelar Kristus (#/TB Kis 3:15; 5:31*).
Tapi yg
lebih mencolok ialah penulis menganggap Yesus Imam Besar, dan pekerjaan-Nya
dinyatakan dalam pengertian jabatan Imam Besar sesuai peraturan korban PL. Jika
istilah ini lebih merupakan keterangan ketimbang gelar Yesus, maka istilah Anak
ialah gelar bermakna yg mendasarinya. Segera sesudah penulis menyatakan jati
diri Yesus sebagai Anak Allah, yg ditinggikan mengungguli malaikat dan Musa,
penulis melanjutkannya dengan membuktikan bagaimana kedudukan ini menunjukkan
kelaikan Yesus menjadi Imam Besar dan Pengantara antara Allah dan manusia.
Penulis dengan cermat mengutip #/TB Mazm 2:7* (#/TB Ibr 1:5; 5:5*) dan #/TB
Mazm 110:4* untuk menyatakan kedudukan Yesus. Ia menekankan betapa dahsyat
akibatnya bila seseorang menolak keselamatan yg dikerjakan oleh Juruselamat yg
sudah ditinggikan demikian (#/TB Ibr 6:6; 10:29*).
Yakobus dua
kali menyebut Tuhan Yesus Kristus (#/TB Yak 1:1; 2:1*), tapi bila ia
membicarakan kedatangan Tuhan (#/TB Yak 5:7* dab), maka pasti maksudnya ialah
Yesus.
Dalam 1 Ptr
alpa penggunaan Yesus sebagai nama tunggal dan tersendiri, dan penulis lebih
cenderung menggunakan Yesus Kristus. Tuhan kita Yesus Kristus digunakan satu
kali (#/TB 1Pet 1:3*) sesuai ungkapan tradisi. Tapi seringnya digunakan gelar
Kristus berkaitan dengan penderitaan dan kematian-Nya, sangat menarik perhatian
(#/TB 1Pet 1:11,19; 2:21; 3:18* dab). Seperti telah kita lihat hal itu adalah
khas pada awal penggunaan gelar itu. Penulis juga bicara tentang mengakui
Mesias adalah Tuhan (#/TB 1Pet 3:15*; bnd #/TB 1Pet 2:13*) dalam cara — sekali
lagi — yg mengingatkan kita pada awal penggunaan gelar itu.
Ciri 2 Ptr
ialah memakai gelar Tuhan Yesus Kristus (lih di atas). Gelar Juruselamat juga
sering digunakan di sini (#/TB 2Pet 1:1,11; 2:20; 3:2,18*) dan dalam #/TB 2Pet
1:1*, ‘keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus’ menyamakan Allah dan
Yesus. Gelar yg digunakan Yudas pada umumnya serupa; kedua penulis itu
menggunakan bentuk yg tidak biasa bagi Yesus, yaitu despotes, ‘Tuhan’ (#/TB
2Pet 2:1*; #/TB Yud 1:4*); mungkin sebabnya ialah latar belakang yg dipikirkan,
yaitu kelepasan hamba-hamba; istilah ini tidak populer karena mengisyaratkan
penguasa yg semena-mena.
VI. Kesimpulan
Ajaran PB
tentang Yesus tidak terbatas pada makna yg terkandung dalam gelar-gelar seperti
dikemukakan di atas. Perlu kita simak apa yg dikatakan tentang watak dan
kegiatan Yesus, baik selama hidup-Nya di bumi ini maupun dalam keadaan-Nya di
sorga. Juga penting merenungkan berbagai pernyataan syahadat dan karya sastra
yg mengungkapkan makna Yesus. Namun demikian, gelar-gelar itu sendiri
meringkaskan banyak ajaran PB. Meneliti gelar-gelar itu memungkinkan kita
melihat bagaimana jalan pikiran murid-murid ditempa oleh perjumpaan mereka
dengan Yesus selama hidup-Nya, dan kemudian dengan sungguh diteguhkan oleh
pengalaman mereka akan Dia sebagai Tuhan yg bangkit dari antara orang mati, dan
akhirnya berkembang sewaktu mereka menginjili dan mengajar di antara masyarakat
Yahudi dan Helenisme. Dengan, cara yg berbeda-beda gelar-gelar itu
mengungkapkan harkat Yesus yg luhur sebagai Anak Allah, tugas penyelamatan-Nya
sebagai Mesias dan Juruselamat, dan kedudukan-Nya yg patut dimuliakan sebagai
Tuhan.
Gereja
perdana menggunakan sumber bahan yg kaya untuk menerangkan siapa Yesus; pada
dasarnya bahannya diambil dari PL, yg dipandang sebagai nubuat yg diberikan
Allah tentang Yesus yg akan datang. Tapi serentak dengan itu gereja perdana
tidak takut menggunakan gelar yg maknanya relevan dengan dunia yg lebih luas.
Ada gelar yg kadang-kadang kurang pas dibandingkan gelar lainnya. Tapi semuanya
secara bersama-sama memberi kesaksian bahwa di dalam Yesus sesungguhnya
Allah-lah yg bertindak untuk menghakimi dan menyelamatkan dunia ini, dan gelar
itu memanggil semua orang supaya mengakui bahwa Yesus memang satu dengan Allah
dan layak disembah, seperti yg sepatutnya terhadap Allah sendiri.
KEPUSTAKAAN.
- Lih pokok-pokok terkait dalam DBS; NIDNTT; TDNT; F. H Borsch, The Son of Man in Myth and History, 1967;
- W Bousset, Kyrios Christos, 1970;
- 0 Cullmann, The Christology of the New Testament2, 1963;
- R. H Fuller, The Foundations of New Testament Christology, 1965;
- F Hahn, The Titles of Jesus in Christology, 1969;
- M Hengel, The Son of God, 1976;
- J. B Higgins, Jesus and the Son of Man, 1964;
- M. D Hooker, Jesus and the Servant, 1959; The Son of Man in Mark, 1967;
- W Kramer, Christ, Lord, Son of God, 1966;
- LH Marshall, The Origins of New Testament Christology, 1977;
- S Mowinckel, He That Cometh, 1956;
- N Pen: in, A Modern Pilgrimage in New Testament Christology, 1974;
- V Taylor, The Names of Jesus, 1953;
- The Person of Christ in New Testament Teaching, 1958;
- II. E Tddt, The Son of Man in the Synoptic Tradition, 1965; G Vermes, Jesus the Jew, 1973.
BAGIAN II
YESUS KRISTUS, AJARAN
I. Sumber-sumber
Ajaran Tuhan
Yesus disajikan terutama dalam keempat Kitab Injil (*INJIL, KITAB-KITAB).
Walaupun dalam Kitab-kitab PB lainnya hanya sedikit rujukan langsung pada
ajaran-Nya, namun Kis, Surat-surat Kiriman dan Why mengukuhkan inti ajaran-Nya
seperti disajikan dalam Kitab-kitab Injil. Berita Kitab-kitab PB dan
tulisan-tulisan Kristen abad 1 dan 2 didasarkan pada ajaran Tuhan Yesus. Jadi
tulisan-tulisan ini adalah merupakan sumber data yg penting, kendati tidak
secara langsung sebagai sumber data. Semua usaha untuk membuktikan bahwa rasul-rasul,
khususnya Paulus, memberitakan suatu Injil yg bertentangan dengan ajaran Yesus,
gagal total (*PAULUS). Ada kesatuan hakiki antara ajaran Tuhan Yesus, ajaran
rasul Paulus dan gereja perdana.
Mengandaikan
ada pertentangan antara ajaran Yesus seperti yg disajikan dalam Injil Sinoptik
dengan ajaran-Nya yg disajikan dalam Injil Yoh, itu hanyalah lahiriahnya saja.
Memang benar bahwa Injil Yoh lebih banyak memberi perhatian kepada ajaran Yesus
yg bersifat ‘metafisika’ dan mencatat banyak percakapan yg di dalamnya Tuhan
Yesus langsung berbicara mengenai diriNya sendiri dan hubungan-Nya dengan
Allah. Juga benar ada perbedaan aksen dan tekanan; tapi ajaran Yesus dalam
Injil Sinoptik dan dalam Yoh pada dasarnya adalah sama (bnd #/TB Mat 11:25-30;
12:50; 14:33; 16:16; 17:5; 25:34; 26:39,63-65; 27:43; 28:18-20*; #/TB Mr
1:1,11; 2:5,10; 8:29,38; 9:7,37; 10:29-30; 12:6,35-37; 13:26,31-32;
14:36,61-64; 15:39*; #/TB Luk 1:30-35; 2:49; 3:23,38; 9:23-26,35; 10:21-24;
22:69-71; 23:46; 24:36-53* dst, dgn isi Injil keempat).
Setiap
penulis Kitab Injil mempunyai tujuan khusus, dan untuk mencapai tujuan itu
masing-masing memilih sendiri dari ajaran Yesus yg cocok dengan tujuan itu.
Dengan cara kerja demikian Kitab-kitab Injil saling melengkapi dan tidak bertentangan
satu sama lain. Kitab-kitab Injil bersama-sama memberikan laporan lengkap dan
menakjubkan tentang inti ajaran Yesus Kristus. Jika kita meneliti Kitab-kitab
PB lainnya, juga hidup dan ajaran gereja perdana, maka nampak jelas betapa
teguhnya ajaran dan praktik gereja perdana didasarkan pada ajaran Kristus yg
disajikan dalam keempat Injil Kanon.
II. Ajaran Kristus tiada taranya
Bahwa Tuhan
Yesus berbicara dalam bahasa yg lazim pada zaman-Nya (harfiah dan kiasan), dan
bahwa bentuk lahiriah ajaran-Nya sering senada dengan ajaran para rabi Yahudi
dan guru-guru agama lain pada zaman-Nya, disetujui secara luas. Tapi pokok
ajaran Yesus Kristus adalah total baru dan revolusioner. Ucapan orang-orang
Yahudi yg dikerahkan untuk menangkap Dia tetap benar, bahkan dalam arti yg
lebih luas dan dalam daripada pemahaman mereka, ‘Belum pernah seorang manusia
berkata seperti orang itu!’ (#/TB Yoh 7:46*; bnd #/TB Mat 7:28-29*; #/TB Mr
1:22*). Justru sia-sia menganggap bahwa ajaran Yesus hanyalah merupakan
perkembangan wajar dari ajaran Yahudi yg terbaik pada zaman-Nya, atau paling
tidak mengungguli maupun menyamai karya persekutuan Qumran atau suatu sekte
Yahudi yg lain. Kesamaan antara ajaran-Nya dan ajaran-ajaran sekolah rabi atau
sekte-sekte agama di Palestina pada waktu itu, timbul dari kenyataan bahwa Dia
hidup dan mengajar dalam kerangka sejarah yg sama. Tapi pada dasarnya
ajaran-Nya bukan hanya baru tapi juga khas unik.
III. Metode pengajaran Kristus
Tuhan Yesus
memakai beberapa metode mengajar untuk menyesuaikan ajaran-Nya dengan
keadaan-keadaan tertentu. Ia membaca Kitab-kitab PL di sinagoge dan
menerangkannya kepada jemaat (#/TB Luk 4:16-32*); Ia mengajar di lapangan
terbuka, seperti saat Ia mengucapkan Khotbah di Bukit yg tak ada taranya itu,
yg dialamatkan terutama kepada murid-murid-Nya, tapi didengar juga oleh banyak
pendengar lain (#/TB Mat 5:1-7:29*; #/TB Luk 6:17-49*); Ia bicara langsung dan
secara pribadi dengan orang-orang tertentu (#/TB Mr 10:21*; #/TB Luk 10:39*);
Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memaksa orang berpikir (#/TB Luk
10:26; 12:56-57*; #/TB Mat 24:45*; #/TB Mr 4:21*). Ia bersoal jawab dengan
lawan-lawan-Nya untuk menghilangkan pikiran-pikiran mereka yg salah. Dia
terlibat dalam perdebatan dimana Ia membuktikan kebebalan pikiran
lawan-lawan-Nya dengan logika yg tak dapat ditolak (#/TB Mr 12:18-27*; #/TB Luk
20:41-44*). Ia mengemukakan paradoks-paradoks dan ucapan-ucapan pendek yg tajam
untuk mengukir kebenaran-kebenaran luhur tertentu dalam hati murid-murid-Nya
(#/TB Mat 5:3-4*; #/TB Luk 9:24; 20:25*). Ia sering mengutip PL (#/TB Mr
12:24-27,35-37*; #/TB Luk 4:4-8,12*). Ia menggunakan alat peraga (#/TB Yoh
13:1-15*; #/TB Mat 18:2-4; 21:18-22*). Ia berbicara lebih akrab dan gamblang
dengan kelompok murid-murid-Nya (#/TB Mat 17:9-13*; #/TB Mr 12:43-44*; #/TB Yoh
13:1-17:26*). Ia mengemukakan ucapan-ucapan penting yg mengandung nubuat (#/TB
Mat 24:5-44*; #/TB Mr 13:1-37*; #/TB Luk 21:5-36*). Ia sering mengajarkan
kepada murid-muridNya perihal diriNya dan Allah dengan artian sungguh-sungguh
‘bersifat metafisika’ (#/TB Mat 11:25-27*; #/TB Luk 10:21-22*; #/TB Yoh
5:16-47; 6:32-71*) dan Ia sering mengajar dengan menggunakan perumpamaan
(*UMPAMA, PERUMPAMAAN). Yg menyertai seluruh ajaran-Nya ialah kekuasaan-Nya yg
khas. Nabi-nabi PL berbicara dengan wibawa yg mereka terima, tapi Yesus Kristus
berbicara dengan wibawa ilahi, mutlak dan dari diriNya sendiri (lih J. N Geldenhuys, Supreme Authority,
1953, ps 1).
IV. Jenis-jenis ajaran Tuhan Yesus
Tidaklah
mungkin ‘mengebiri’ ajaran Yesus menjadi seperti filsafat, teologi atau etika.
Ajaran-Nya berbeda sekali dari ajaran setiap orang sebelum dan sesudah Dia.
Tapi kita dapat mengklasifikasikan ajaran Yesus dengan judul judul berikut:
etika (#/TB Mat 5; 6; 7*; #/TB Luk 6:17-49; 11:37-54* dst), metafisika dan
teologi (#/TB Mat 11:25-27*; #/TB Luk 10:21-22*; #/TB Yoh 6:33-48; 8:58* dst),
sosial (#/TB Luk 14:7-14; 20:19-25*; #/TB Mat 19:3-12* dst), penyelamatan (#/TB
Mat 9:12-13; 11:28-30; 16:24-26; 20:28*; #/TB Luk 9:23-24; 14:15-24; 15:1-32;
18:9-14; 19:9-10*; #/TB Yoh 10:1-18* dst), eskatologi (#/TB Mat 24; 25*; #/TB Mr 13*; #/TB Luk 21*; #/TB Yoh
14:1-3*, dll).
Dasar
ajaran-Nya ialah ajaran-Nya yg langsung maupun tak langsung mengenai diriNya
sendiri. Seluruh ajaran-Nya menyatu pada diriNya sendiri.
V. Tema utama
Berbeda dari
semua guru agama yg lain, Yesus tidaklah pertama-tama mengajarkan
kebenaran-kebenaran mengenai Allah dan agama. Inti ajaran-Nya ialah pengumuman
mengenai diriNya sendiri sebagai Anak Allah dan Juruselamat dunia. Hal itu
bukanlah melulu sistem teologi, tapi penyataan diri. Memang benar Ia tidak
secara terbuka dan tidak setiap saat mengumumkan diriNya adalah Mesias dan Anak
Allah. Dan karena dalam benak orang Yahudi terdapat konsep yg salah tentang
watak dan tugas Mesias, maka Ia sangat berhati-hati — tidak memaparkan secara
luas kemesiasanNya kepada mereka. Tapi penelitian yg cermat atas keempat Injil
menyingkapkan, bahwa sejak dari awal Yesus mengajarkan bahwa Dia adalah Anak
Allah. Penting diperhatikan bahwa dalam ucapan Yesus yg pertama sekali seperti
dicatat dalam Injil, Ia dengan lembut tapi pasti mengingatkan Maria bahwa
BapakNya yg sebenarnya ialah Allah (#/TB Luk 2:48-50*); dan dalam ucapan-Nya yg
terakhir di kayu salib Ia menyerahkan diriNya kepada Allah, ‘Ya Bapak, ke dalam
tanganMu Ku-serahkan nyawa-Ku’ (#/TB Luk 23:46*). Dan sesudah kebangkitan-Nya
Ia menugasi Maria Magdalena untuk menyampaikan pesan-Nya kepada
murid-murid-Nya, ‘Aku akan pergi kepada BapakKu’ (#/TB Yoh 20:17*).
Ciri paling
khas ajaran Tuhan Yesus ialah pengumuman-Nya bahwa Allah adalah Bapak. Memang
dalam satu dua ay PL Allah telah dinyatakan sebagai Bapak, tapi dalam ajaran
Yesus ini Allah diperkenalkan lebih sebagai Bapak dari umat-Nya, Israel,
ketimbang Bapak dari pribadi orang percaya. Yesus mengumumkan Allah sebagai
Bapak dalam cara baru dan yg lebih bersifat pribadi. Dalam keempat Injil ada kr
150 acuan dimana Yesus menyebut Allah sebagai Bapak. Ia mengajarkan bahwa Allah
adalah BapakNya sendiri dalam arti khas (#/TB Luk 2:49; 10:21-22; 20:41-44;
22:29*; #/TB Mat 11:25-27; 15:13; 16:13-17,27; 21:37; 22:2; 26:29,63-64; 27:43;
28:18-20*; #/TB Mr 8:38; 12:6,35-37; 13:24-27; 14:61-62*; #/TB Yoh 3:35;
5:18,22-23* dst). Ia tak pernah menyamakan ke-Bapak-an Allah dalam hubungan
terhadap diriNya sendiri dengan ke-Bapak-an Allah dalam hubungan terhadap
murid-murid-Nya atau terhadap manusia lain pada umumnya. Tak pernah Dia berdoa
kepada Allah dengan ucapan, ‘Ya, Bapak kami!’, tapi selalu langsung, ‘Ya,
Bapak!’ (#/TB Mr 14:36*; #/TB Mat 11:25*; #/TB Luk 10:21*; #/TB Yoh 11:41;
17:1-26* dst).
Jika Yesus
berbicara kepada murid-murid-Nya, Ia tak pernah menyebut Allah sebagai ‘Bapak
kita’, tapi selalu ‘BapakKu’ (#/TB Luk 10:22*; #/TB Mat 11:27; 12:50*; #/TB Yoh
20:17*) atau ‘Bapak-mu’ (#/TB Mr 11:25-26*; #/TB Mat 5:45,48* dst). Pembatasan
yg demikian jelas perihal hubungan-Nya dengan Allah, bergema sepanjang
ajaran-Nya, baik dalam Injil-injil Sinoptik maupun dalam Injil keempat. Dalam
hal ini Yesus memang unik. Tidak seorang pun guru agama sebelum dan sesudah Dia
yg menyatakan hubungannya mutlak dengan Allah, seperti terungkap dalam
kata-kata, ‘Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh BapakKu dan tidak seorang pun
mengenal Anak selain Bapak, dan tidak seorang pun mengenal Bapak selain Anak
dan orang yg kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya’ (#/TB Mat 11:27*; bnd
#/TB Luk 10:22*; #/TB Mr 8:38*; #/TB Yoh 17:1-5* dst).
Tapi ajaran
Yesus mengenai ke-Bapak-an Allah tidak berhenti pada pengumuman hubungan-Nya yg
khas dengan Allah Bapak. Ia ajar juga murid-murid-Nya mempercayai Allah sebagai
Bapak dari semua orang percaya. Dalam Khotbah di Bukit lebih 14 kali Ia
menyebut Allah sebagai Bapak dari murid-murid-Nya (lih khususnya #/TB Mat
6:1-34*; bnd #/TB Luk 6:36*). Karena hubungan Allah dengan manusia inilah yg
harus mendasari hidup rohani pengikut-Nya, maka Yesus mengajar mereka berdoa
kepada Allah dengan ucapan ‘Bapak kami’ (#/TB Mat 6:9*). Karena Allah adalah
Bapak mereka, mereka tak usah takut (#/TB Mat 10:28-30; 6:26-32*); mereka dapat
dan harus berdoa dengan iman yg sungguh kepada-Nya (#/TB Mat 7:7-11*; #/TB Luk
11:9-13*). Karena Allah sempurna dalam kasih dan kemurahan, maka mereka harus
demikian juga (#/TB Mat 5:43-48*; #/TB Luk 6:36*).
Ajaran Yesus
mengenai ke-Bapak-an Allah merupakan pukulan maut terhadap ajaran ahli-ahli
Taurat, yg sudah membebani agama demikian sarat dengan bentuk-bentuk lahiriah,
upacara dan peraturan. Justru Yesus berkata bahwa ajaran-Nya sedemikian
barunya, jadi untuk mendekati Allah tata cara lama harus dihapus dan diganti
dengan tata cara baru, yaitu melalui Dia (#/TB Mr 2:22*; #/TB Mat 9:14-17*;
#/TB Luk 5:33-39*).
Dengan
mengajarkan bahwa hubungan antara Allah dan orang percaya adalah sama dengan
hubungan antara seorang ayah dan anak-anaknya, maka Yesus menjungkirbalikkan
seluruh pengertian agama yg ada. Karena Allah adalah Bapak yg panjang sabar dan
mengasihi, maka masih ada harapan bahkan bagi pendosa paling besar (bnd
perumpamaan Anak yg Hilang, yg diterima dgn welas asih dan dipulihkan ke dlm
hidup baru oleh bapaknya yg pengampun, #/TB Luk 15:11-32*). Sebagai Bapak,
Allah memperhatikan bahkan ciptaan-Nya yg paling kecil sekalipun dan mengasuh
semuanya (#/TB Mat 6:26; 10:29-30*; #/TB Luk 12:24-27*). Sebagai Bapak, Ia tahu
kebutuhan yg sesungguhnya dari anak-anak-Nya, karena itu orang percaya tak usah
kuatir atau takut (#/TB Luk 12:4-7,22-32*). Sebagai Bapak, Ia tetap setia
terhadap mereka, bahkan di tengah-tengah suasana paling sukar dan berbahaya
(#/TB Luk 12:11-12*; #/TB Mr 13:11*).
Tapi serentak Yesus juga mengajarkan dengan
gamblang bahwa Allah bukan hanya Bapak yg imanen dan hadir di mana-mana, tapi
Allah adalah juga dan sekaligus Tuhan yg transenden dan mahakuasa atas langit
dan bumi (#/TB Mat 11:25*). Karena itu jika berdoa kepada Allah, kita wajib
berkata, ‘Bapak kami yang di sorga’ (#/TB Mat 6:9*). Dan karena Allah adalah
Bapak yg mahakuasa yg menciptakan dan memelihara segala sesuatu (#/TB Luk
10:21*; #/TB Mat 19:26*), maka tugas mulia dan luhur bagi orang percaya ialah memuliakan
atau menguduskan nama Allah (#/TB Mat 5:16; 6:9*; #/TB Mr 12:17,30*; #/TB Luk
8:39*; #/TB Yoh 15:8*). Melakukan kehendak Bapak bukan lagi menjadi beban yg
memberatkan, tapi hak istimewa penuh sukacita (bnd kata-kata jadilah kehendakMu
di bumi seperti di sorga’, #/TB Mat 6:10* dan #/TB Yoh 15:10-15*). Yg jadi
pendorong bagi orang percaya untuk melayani sesamanya dan bahkan untuk
mengasihi musuhnya, ialah kerinduan menjadi anak-anak yg layak bagi Bapak
sorgawinya (#/TB Mat 5:44-48*).
Ajaran Yesus
mengenai ke-Bapak-an Allah memaparkan kebenaran yg menakjubkan, yaitu bahwa
demikian kasihnya Allah memelihara orang percaya dan seluruh ciptaan, sehingga
bahkan rambut di kepala mereka pun Dia hitung (#/TB Mat 10:30*), bunga bakung
Dia perlengkapi dengan keelokan dan burung terkecil sekalipun Dia asuh (#/TB
Mat 6:26-30; 10:29*). Karena kasih yg demikian, maka tidak ada alasan bagi
orang percaya untuk kuatir akan kebutuhan pribadinya maupun kebutuhan lainnya,
juga tentang hari yg akan datang (#/TB Mat 6:25,34*). Jika orang percaya
menempatkan Allah sebagai satu-satunya yg utama dalam hati dan hidupnya, maka
Dia akan memelihara mereka dalam setiap keadaan, bahkan keadaan yg paling gawat
sekalipun (#/TB Mr 13:11*; #/TB Luk 12:4-12; 21:18*).
Pada pihak lain, juga sama jelas dan
gamblangnya, Yesus mengajarkan bahwa barangsiapa menolak Dia dan tidak menaati
Allah Bapak, orang-orang yg menolak kasih karunia-Nya yg menyelamatkan, akan
langsung menghadap hukuman yg tidak terelakkan (#/TB Mat 8:12; 21:43-45; 22:13;
25:30,41-46*; #/TB Mr 8:38; 12:9-12; 13:26* dab; #/TB Luk 13:27* dab, 34 dab;
#/TB Luk 19:27; 21:20-24*). Ia tidak membiarkan pendengarNya ragu sedikit pun,
bahwa tujuan akhir manusia tergantung pada sikap mereka terhadap Dia dan perkataan-Nya
(#/TB Mr 8:38; 10:29* dab; #/TB Mr 12:6-11*; #/TB Luk 9:26*; #/TB Yoh 12:48;
14:6,21-24; 15:22* dab). Ia datang untuk memberi nyawa-Nya menjadi tebusan bagi
banyak orang (#/TB Mr 10:45*; #/TB Mat 20:28; 26:28*; #/TB Yoh 10:11*), dan
karena Allah Bapak sudah menyerahkan segala sesuatu kepada Dia, maka Ia
mengundang semua orang datang kepada-Nya untuk beroleh hidup yg kekal (#/TB Mat
11:27-28; 22:1-10; 25:1-12*; #/TB Yoh 6:35-37*). Mencari dan menyelamatkan
orang yg hilang adalah keinginan yg sungguh dan kesukaan besar bagi BapakNya
dan Dia sendiri (#/TB Mat 22:4,9*; #/TB Mr 10:45*; #/TB Luk 12:32; 15:1-32;
19:10*; #/TB Yoh 3:16* dab); tapi barangsiapa menolak penyelamatan ini, berarti
mendatangkan pada dirinya kebinasaan yg kekal (#/TB Mr 12:9*; #/TB Mat 22:7,13;
25:30,41,46*; #/TB Yoh 8:24*).
Sebagai Anak
Manusia, yg kepada-Nya telah diberikan kuasa atas alam semesta (#/TB Yoh 5:25*;
bnd #/TB Dan 7:13* dab), Yesus mengajarkan bahwa Dia-lah yg akan melaksanakan
penghakiman pada saatnya segala sesuatu akan digenapi. Dia akan berkata kepada
orang-orang benar, ‘Mari, hai kaum yg diberkati oleh BapakKu, terimalah
Kerajaan yg telah disediakan bagimu…’ (#/TB Mat 25:34*), dan kepada orang-orang
fasik, ‘Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk…’ (#/TB Mat
25:41*). Sikap orang terhadap Dia dan terhadap ‘saudara-saudara-Nya’, yg
dinyatakan dalam hidup harian orang itu, akan dijadikan patokan yg menentukan
pada hari penghakiman (#/TB Mat 25:31-46*; #/TB Mr 9:37,41*; #/TB Luk
10:10-16*; #/TB Yoh 8:51; 12:26; 15:23* dab), sebab Yesus bukan tukang sulap,
juga bukan melulu Mesias orang Yahudi saja, tapi Anak Allah yg kepada-Nya telah
diberikan segala kuasa yg ada di sorga dan di bumi (#/TB Mat 11:27; 28:18-20*;
#/TB Luk 10:22*; #/TB Mr 12:6*; #/TB Yoh 3:34-36; 5:17-27; 8:58; 10:30*).
VI. Tema-tema lain yg penting
Sesudah
meneliti tempat paling mulia yg diberikan kepada ke-Bapak-an Allah dalam ajaran
Tuhan Yesus, marilah meneliti tema-tema lain yg penting.
a. Kerajaan Allah
#/TB Mr
1:15* mencatat Yesus memulai pelayanan-Nya di muka umum dengan memberitakan
kabar gembira dari Allah dalam kata-kata, ‘Waktunya telah genap; Kerajaan Allah
sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!’ Beberapa hari
sebelumnya, yaitu sesudah Yesus dibaptiskan, seruan dari sorga menyatakan
kepada-Nya, ‘Engkau-lah Anak yg Ku-kasihi, kepada-Mu-lah Aku berkenan’ (#/TB Mr
1:11*). Untuk mengerti ajaran Yesus tentang Kerajaan Allah, penting sekali
memperhatikan hubungan erat antara kesadaran-Nya akan ke-Anak-an-Nya yg khas
dengan pemberitaan-Nya perihal kabar baik tentang Kerajaan Allah.
Ungkapan
‘Kerajaan Allah’ atau ‘Kerajaan Sorga’
(ungkapan terakhir paling disukai Matius) dipakai oleh Yesus dalam aneka ragam
arti (*RAJA, KERAJAAN ALLAH/SORGA). Pada dasarnya ungkapan itu mengartikan
pemerintahan yg berdaulat, kuasa rajawi Allah, yg secara khas dimanifestasikan
dalam pelayanan Yesus, dan yg ditentukan akan ditegakkan genap seutuhnya pada
saat Anak Manusia dinyatakan dalam kemuliaan-Nya. Karena pemerintahan rajawi
Allah adalah atas hidup manusia, maka keselamatan ditawarkan kepada semua orang
yg bertobat dari dosa-dosanya dan yg percaya kepada Yesus Kristus; jadi Tuhan
Yesus memulai pelayanan-Nya di muka umum dengan memberitakan ini sebagai kabar
baik (#/TB Mr 1:14-15*; #/TB Mat 4:17-23*).
Pada
zaman Yesus pemikiran yg merajai benak orang Yahudi tentang Kerajaan Allah
ialah pemikiran materialistis — keyakinan bahwa Allah akan membangun suatu
kerajaan duniawi, dan melalui Mesias — raja kerajaan duniawi itu — akan
memerintah seluruh dunia dan akan menjadikan Yahudi menjadi bangsa penguasa
atas semua bangsa lain. Segi-segi spiritual pemerintahan Allah seperti telah
disinggung samar-samar dalam beberapa bagian PL, dan yg disinggung lebih jelas
di tempat-tempat lain, umumnya dilupakan. Tapi Yesus tidak hanya mengumumkan
sifat rohani pemerintahan Allah, Ia juga memberikan kepada istilah ‘Kerajaan
Allah’ makna baru yg revolusioner. Kedaulatan ilahi yg Dia umumkan ialah
kedaulatan BapakNya, dan tak dapat dipisahkan dari diri dan pekerjaan Yesus
sendiri sebagai Anak yg dikasihi Allah (#/TB Mr 1:11,15,17; 13:26*; #/TB Mat
7:21-27; 10:40; 11:27; 12:28-30*; #/TB Luk 10:16-24; 11:20-23; 21:27,31;
22:29-30*; #/TB Yoh 5:36; 10:30,37-38*).
Ajaran
Yesus bahwa pemerintahan rajawi Allah telah menjadi fakta nyata dalam diri
Yesus sendiri dan dalam pelayanan-Nya (#/TB Mr 1:15*; #/TB Mat 11:27; 12:28;
13:17*; #/TB Luk 4:21; 10:17-24; 11:20*), dan jika manusia mau bertobat dan
percaya maka ia akan beroleh bagian dalam berkat-berkat kemenangan yg menyertai
Kerajaan itu (#/TB Mr 1:15; 2:9-12; 10:45*; #/TB Mat 11:28; 22:10*; #/TB Luk
5:32; 7:48-50; 15:1-32; 18:13-14*; #/TB Yoh 10:9-10,27-29*). Tapi Ia juga
mengajarkan dengan tandas bahwa penggenapan tuntas seutuhnya Kerajaan Allah itu
masih akan datang (#/TB Mr 13:24-27*; #/TB Mat 13:40-43,49-50; 24:29-31;
25:31-46*; #/TB Luk 11:29-32; 21:25-31; 22:18,29-30*; #/TB Yoh 5:27-29;
14:2-3*).
Kerajaan
Allah — dipandang sebagai kumpulan dari semua berkat ilahi yg bisa diperoleh —
dinyatakan oleh Yesus sebagai harta yg sangat berharga untuk dimiliki dan yg
tiada taranya (#/TB Mat 13:44-46*; #/TB Luk 12:31*). Karena itu Ia menghimbau
pengikut-Nya supaya bersedia menderita demi Dia, dan untuk mengorbankan bahkan
hidup mereka sendiri guna menjadi anggota yg sungguh dari Kerajaan itu (#/TB Mr
8:34-38*; #/TB Luk 9:23-26; 12:4-9,32; 17:33*; #/TB Mat 16:24-27*; #/TB Yoh
15:18-21; 16:33; 21:18-19*).
Asas dari
seluruh ajaran-Nya mengenai Kerajaan Allah, ialah pernyataan-Nya yg tandas
gamblang bahwa Dia Anak Allah dan bahwa Bapak telah menyerahkan segala sesuatu
kepada-Nya (bnd #/TB Mat 5:10-11; 7:21-22; 10:32-40; 11:27; 28:18*; #/TB Mr
12:6; 13:26*; #/TB Luk 10:22*; #/TB Yoh 10:27-30; 17:1-2*).
b. Anak Manusia
Yesus
sering menyebut diriNya Anak Manusia. Dalam #/TB Mr 8:38; 13:26; 14:62*; #/TB
Luk 17:24; 21:27* dst, Ia memakai jelas sebutan .itu untuk menerangkan watak
dan misi-Nya berkaitan dengan penglihatan dalam #/TB Dan 7:13* dab, ’…tampak
datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia ….
Kekuasaannya ialah kekuasaan yg kekal ….’ Dengan menyamakan diriNya ‘Anak
Manusia’ yg kepadaNya telah diberikan kuasa yg kekal untuk memerintah semua
bangsa, Yesus mengumumkan bahwa Dia-lah Mesias yg ditentukan Allah, dan bahwa
pada akhirnya Dia pasti menang, walaupun musuh-musuh-Nya kelihatannya menang
dan pengikut-Nya tak berdaya. Anak Manusia yg merendahkan diriNya menjadi
manusia sejati adalah serentak Pemenang yg kekal (#/TB Mat 24:30*).
Tuhan
Yesus memberikan juga arti baru dan yg lebih luas pada istilah PL ‘Anak
Manusia’ itu. Ini jelas dari kenyataan betapa seringnya Ta memakai sebutan khas
ini mengacu pada diriNya berkaitan dengan keharusan-Nya menderita dan mati di
kayu salib (#/TB Mr 8:31; 9:31; 10:33; 14:21,41*; #/TB Luk 18:31; 19:10*; #/TB
Mat 20:18,28; 26:45*). Melalui penyamaan diriNya dengan manusia berdosa maka
‘Anak Manusia juga, datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang’ (#/TB Mr 10:45*;
bnd #/TB Yoh 10:11,15*). Tapi Ia juga mengajarkan bahwa penderitaanNya akan
disusuli kebangkitan-Nya (#/TB Mat 20:18-19*; #/TB Mr 8:31; 10:33-34*; #/TB Luk
18:31-33*), dan bahwa pada penggenapan segala sesuatu akan dinyatakan
kemenangan akhir bagi diriNya dan pengikut-Nya (#/TB Luk 21:25-28; 22:29-30*;
#/TB Mr 13:26-27; 14:24-25,62*; lih #/TB Yoh 13:31-32*).
c. Ke-Mesias-an Yesus
Adalah
jelas bahwa Yesus mengajar murid-murid-Nya untuk mempercayai bahwa Dia-lah
Mesias atau Kristus (artinya: Raja yg diurapi) yg datang dari Allah. Tapi
karena luasnya salah pemahaman mengenai Mesias di antara orang Yahudi (bnd #/TB
Yoh 6:15*), maka Ia melarang keras membicarakan ke-Mesias-an-Nya di muka umum
(#/TB Mr 9:7-9*; #/TB Mat 16:20; 17:9*). Baru sesudah Ia menyelesaikan misi
pelayanan-Nya di muka umum dan setelah dekat waktu-Nya untuk menderita di kayu
salib, Ia mengumumkan secara terbuka peranan-Nya sebagai Raja Mesias, saat Ia
dielu-elukan memasuki Yerusalem (#/TB Mat 21:1-11*; #/TB Mr 11:1-18*; #/TB Luk
19:1-48*; #/TB Yoh 12:12-50*). Di hadapan hakim-hakim yg mengadili-Nya dengan
tegas Ia menyatakan bahwa memang Dialah Kristus (#/TB Mat 26:63-64*; #/TB Mr
14:61-62*; #/TB Luk 22:69-71; 23:2-3*), tapi Dia bukan Mesias duniawi seperti yg
diharapkan orang Yahudi (#/TB Yoh 18:36*).
Penting
diperhatikan, Ia tidak mengajarkan bahwa karena Dia adalah Mesias maka Dia
adalah Anak Allah. Sebaliknya, dasar ajaran-Nya ialah bahwa Dia adalah Anak
Allah dalam arti mutlak (bnd #/TB Mat 27:43; 11:27; 24:36*; #/TB Mr 13:32*
dst), dan karena Dia adalah Anak Allah maka Dia adalah Mesias yg sesungguhnya,
yg diurapi oleh Allah. Pertama-tama dan yg paling asasi Dia adalah Anak Tunggal
dan Anak Kekal dari Bapak (*MESIAS).
d. Kematian Yesus
Menurut
keempat Injil Yesus mengajarkan bahwa Dia akan menderita sengsara dan akan
mati. Ia memberi banyak perhatian pada kematian-Nya yg akan menyusul itu,
terutama pada masa-masa akhir pelayanan-Nya (#/TB Mat 16:21*; #/TB Mr 8:31;
9:31; 10:33-34*; #/TB Luk 9:22,44; 12:37*; #/TB Yoh 6:51; 10:11-18*). Tapi
menjelang kurun waktu #/TB Mr 2:20* Ia mulai mempersiapkan murid-murid-Nya
untuk siap menerima kenyataan yg akan terjadi, yakni bahwa Ia harus menderita
dan mati. Ia menekankan bahwa penderitaan-Nya adalah sesuai kehendak Allah dan
dalam hal itu Dia sendiri ikhlas memilih untuk menanggung sengsara dan mati
demi umat-Nya (#/TB Mr 10:45; 14:24*; #/TB Yoh 10:11-18*).
Ucapan
Tuhan Yesus yg menetapkan pelembagaan Perjamuan Kudus jelas menyatakan hakikat
kematian-Nya di kayu salib adalah pengorbanan. Ia memberikan raga-Nya untuk
disiksa demi umat manusia, dan darah-Nya untuk dicurahkan demi keselamatan yg
kekal (#/TB Luk 22:19-20*; #/TB Mat 26:27-28*; #/TB Mr 14:22-24*; bnd #/TB Yoh
14:2; 10:15; 19:30*). Kematian-Nya memungkinkan tersedianya pengampunan dosa
(#/TB Mat 26:27-28*), dan perjanjian baru antara Allah dan manusia diadakan
(#/TB Luk 22:20*). Justru Yesus mengajarkan bahwa melalui kematian-Nya tersedia
berkat abadi bagi banyak orang dan tercipta hubungan baru antara Allah dan
manusia melalui pengampunan dosa hasil
karya pengorbanan-Nya menyerahkan nyawa-Nya menjadi korban tebusan dosa. Bahasa
yg Dia gunakan untuk mengungkapkan hal ini jelas diwarnai gambaran Hamba Yahweh
yg menderita sengsara karena menanggung hukuman dosa banyak orang dan memberi
mereka kebenaran (#/TB Yes 52:13-53:12*).
e. Peristiwa peristiwa yg akan
datang
Tapi
Yesus tidak hanya mengajarkan bahwa Dia akan menderita sengsara dan akan mati;
banyak lagi yg Dia ajarkan berkaitan dengan ihwal yg akan terjadi dalam waktu
dekat dan pada masa depan yg masih jauh.
Pertama, Ia mengajarkan bahwa
kendati Dia harus memberikan nyawa-Nya dan mati menjadi tebusan bagi banyak
orang, Dia akan bangkit dari antara orang mati (#/TB Mr 9:9*, dst).
Kedua, berulang kali Dia
ajarkan bahwa kendati begitu besarnya kebencian dan kekuasaan musuh-musuh-Nya,
dan kendati nampaknya Ia seperti bertekuk lutut di bawah kuasa mereka, pada
akhirnya Dia-lah pemenang. Penelitian yg cermat akan ajaran-Nya berkaitan
dengan eskatologi dalam #/TB Mat 24*; #/TB Mr 13*; #/TB Luk 21:5-36*, dan
ucapan-ucapan-Nya yg lain, mengungkapkan bahwa kemenangan-Nya atas seluruh
kuasa kejahatan dan pernyataan kuasa ke-Allah-an-Nya, dinyatakan-Nya sebagai
sesuatu yg akan menjadi kenyataan praktis dalam tahapan yg berurutan. Pada
dasarnya kemenangan-Nya sudah menjadi realitas mulia (#/TB Luk 10:17-22*; #/TB
Mat 11:27; 28:18-20*; #/TB Yoh 6:35-39*). Tapi murid-muridNya masih harus
menghadapi banyak cobaan sebelum Ia datang dalam kemuliaan untuk kedua kalinya
(#/TB Mat 10:16-23*; #/TB Mr 13:5-13*; #/TB Yoh 16:33*; #/TB Luk 21:12-25,26*).
Yesus
mempraucapkan bahwa dalam arti tertentu murid-murid-Nya dan musuh-musuh-Nya
akan segera mengalami kenyataan peri keberjayaan-Nya, yg melalui-Nya Allah
Bapak menyatakan kuasa kedaulatan-Nya (#/TB Mat 10:23; 16:28*; #/TB Mr 9:1*; #/TB
Luk 22:69* dst). Dan ini benar-benar digenapi dalam peristiwa-peristiwa yg
menyertai kematianNya (#/TB Mat 27:45,51* dab; #/TB Mr 15:33,38* dab; #/TB Luk
23:44* dab), dalam kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya (#/TB Mat 28:1-10*; #/TB
Luk 24*; #/TB Kis 1:9*), pada hari Pentakosta sebagai penggenapan janji-Nya
mengenai Roh Kudus (#/TB Kis 2:1-36*; bnd #/TB Yoh 16:7-22*; #/TB Luk 24:49*),
dalam pendirian gereja-Nya dan perkembangannya yg tak terhalangi itu (#/TB Kis
2:37-47* dan bg Kis yg lain), dalam hukuman yg menimpa musuh-musuh-Nya, dalam
kernusnahan Yerusalem dan Bait Suci, juga nasib bangsa Yahudi yg begitu
memilukan. Dalam semua peristiwa historis itu Kerajaan Allah dimanifestasikan
sesuai ajaran nubuat Yesus (#/TB Mr 12:9; 13:2,14-23*; #/TB Mat 21:43,44;
23:27-39; 24:1-25*; #/TB Luk 19:41-44; 21:5-6,20-24*).
Jika
Yesus bicara tentang kedatangan Kerajaan Allah dan penyataan kuasa ilahi-Nya,
Dia sering menunjuk jauh ke masa yg akan datang — jauh dari penyataan awal
kuasaNya itu. Ia mengajarkan bahwa Kerajaan Allah akan datang dalam kemuliaan
yg sempurna, dan pada saat itu kedaulatan pemerintahan Bapak akan dinyatakan
dalam Anak meliputi alam semesta dan segenap matra kehidupan (#/TB Mat
24:29-31; 25:31-34*; #/TB Mr 13:24-27*; #/TB Luk 21:25-27*; #/TB Yoh 5:28-29;
6:44; 14:2-3*). Dari ucapan-ucapan-Nya dalam #/TB Mr 13:7,10; 14:9*; #/TB Mat
24:14,36-51; 25:1-46* (perhatikan khususnya #/TB Mat 24:14; 25:19*; #/TB Luk
19:11; 21:9,24*) jelas Ia tidak pernah mengajarkan, bahwa kedatangan final Kerajaan
Allah tidak akan terjadi pada waktu itu.
Untuk
mengamati ajaran Tuhan Yesus mengenai masa yg akan datang, perlu kita
perhatikan berbagai segi yg dibicarakan-Nya perihal kedatangan Kerajaan Allah.
Tentang beberapa hal Yesus nampaknya menyatakan pemerintahan Allah kini dan di
sini — pada satu sisi dalam karya penyelamatan-Nya dan pada sisi lain dalam
tindakan penghakimanNya. Pada segi-segi lainnya yg terutama ditekankan ialah
keadaan tragis yg akan menimpa bangsa Yahudi, Yerusalem dan Bait Suci akibat
terus-menerus menolak Yesus sebagai Mesias. Tapi sebagai puncak gunung yg
mengungguli semua puncak gunung lainnya nampak jaya perkasa, demikianlah nubuat
Tuhan Yesus menjangkau masa yg akan datang, baik yg sudah dekat maupun yg masih
jauh di depan, mencakup yg lokal maupun nasional menuju penggenapan universal
pada hari terakhir. Pada saat itu Bapak akan membuktikan dan mensahihkan Yesus
adalah AnakNya sekali untuk selama-lamanya, dengan menyatakan dan
memanifestasikan kemuliaan Yesus yg kepada-Nya telah Bapak berikan
pemerintahan-Nya yg kekal meliputi alam semesta (bnd khususnya #/TB Luk
21:5-27* dan lih Geldenhuys, hlm 522-545).
VII. Bukti-bukti yg membenarkan
ajaran Yesus Kristus
Kebenaran
ajaran Tuhan Yesus mengenai masa yg akan datang telah dibuktikan oleh
fakta-fakta historis. Masih banyak lagi yg dapat dikemukakan untuk membuktikan
kebenaran nubuat-Nya. Penggenapan pra-ucapan-Nya dalam #/TB Luk 21:24* (bnd
#/TB Mr 13:2* dst) merupakan contoh nubuat konkret yg digenapi tepat sekali.
Sejak Yerusalem dimusnahkan oleh tentara Romawi thn 70 M, wilayah kota lama —
Yerusalem asli —‘ diinjak-injak oleh bangsa-bangsa (yg tidak mengenal Allah)’
(#/TB Luk 21:24*) sepanjang sembilan belas abad yg lewat, sampai zaman kita.
Dengan cara-cara lain kebenaran ajaran
Tuhan Yesus sebagai keseluruhan juga sudah terbukti. Di atas segala-galanya,
Allah Bapak sendiri meneguhkan ajaran AnakNya sbb:
1.
Mengumumkan dari sorga baik pada waktu baptisan maupun pada pemuliaan di atas
gunung, bahwa Yesus adalah Anak yg dikasihi Allah dan yg kepada-Nya Allah
berkenan (#/TB Mr 1:11; 9:7* dab).
2. Memberi
Yesus kuasa untuk melakukan mujizat-mujizat yg tiada taranya, dan dengan
demikian menyatakan kuasa keilahian-Nya atas penyakit rohani dan penyakit
badani (menyembuhkan penyakit yg tak dapat disembuhkan juga mencelikkan orang
buta); kuasa atas alam (mengubah air menjadi anggur, menghentikan angin topan
dsb); kuasa atas kematian badani dan rohani (membangkitkan orang mati,
mengampuni orang berdosa dan mengubah hidup mereka).
3.
Membangkitkan Yesus dari kematian dan meninggikan Dia di tempat paling mulia di
sebelah kanan-Nya.
4. Mujizat
pada hari Pentakosta pertama, yg mengubah murid-murid-Nya yg jumlahnya sangat
kecil dan tak berarti itu menjadi pembangun gereja.
5.
Mengendalikan sejarah umat manusia dan bangsa-bangsa sedemikian rupa, sehingga
semua nubuat Yesus mengenai masa yg akan datang sudah digenapi atau sedang
dalam proses penggenapan. Ump, Tuhan Yesus mengajarkan, walaupun pengikut-Nya
akan mengalami banyak penderitaan, toh gereja-Nya tidak akan lenyap, tapi
sebaliknya akan terus memberitakan Injil di wilayah yg makin luas ‘di seluruh
dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa; sesudah itu barulah tiba
kesudahannya’ (#/TB Mat 24:14*). Sewaktu Yesus mengucapkan kata-kata emas itu,
nampak — sejauh nalar manusiawi — segala sesuatu menentang terjadinya nubuat
ini. Tapi kendati semua kendala itu, dan kendati waktu telah berlalu hampir
2.000 thn, gereja Tuhan terus dibimbing dan dilindungi oleh Allah, dan kini
gereja memberitakan Injil kepada lebih banyak bangsa daripada tahun-tahun
sebelumnya.
6.
Terciptanya dan terpeliharanya PB, yg bersama PL merupakan Firman Allah yg
lengkap seutuhnya, dan yg memproklamasikan Yesus sebagai pusat dari segala
sesuatu, manunggal dengan Bapak dan Roh Kudus (#/TB Mat 28:18-20*; #/TB 2Kor
13:14*).
7. Kebenaran ajaran Tuhan Yesus terungkap
nyata dan berakar teguh dalam hidup orang percaya dan gereja oleh Roh Kudus yg
tinggal dan menghidupinya. Dengan demikian janji-Nya yg diucapkan dalam #/TB
Yoh 15:26; 16:13-15* terus digenapi, dengan ucapan-Nya dalam #/TB Yoh
14:25-26*, ‘Semuanya itu Ku-katakan kepadamu, selagi Aku berada bersama-sama
dengan kamu; tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yg akan diutus oleh Bapak dalam
nama-Ku, Dia-lah yg akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan yg telah
Ku-katakan kepadamu’ (bnd #/TB Kis 1:4,5,8*).
KEPUSTAKAAN.
- A Edersheim, The Life and Times of Jesus the Messiah, 2 jilid, 1883;
- J Klausner, Jesus ofNazareth, 1929;
- T. W Manson, The Teaching of Jesus2, 1935;
- V Taylor, The Life and Ministry of Jesus, 1954;
- H. E. W Turner, Jesus, Master and Lord’, 1954;
- G Bornkamm, Jesus of Nazareth, 1960;
- E Stauffer, Jesus and His Story, 1960;
- J Jeremias, The Parables of Jesus2, 1963;
- C. K Barrett, Jesus and the Gospel Tradition, 1967;
- D Guthrie, A Shorter Life of Christ, 1970;
- C. H Dodd, The Founder of Christianity, 1970;
- J Jeremias, New Testament Theology I: The Proclamation of Jesus, 1971;
- E Scweizer, Jesus, 1971;
- H Conzelmann Jesus, 1973:
- M Hunter, The Work and Words of Jesus, 1973;
- E Trocme, Jesus and His Contemporaries, 1973;
- G Vermes, Jesus the Jew, 1973;
- F. F Bruce, Jesus and Christian Origins outside the New Testament, 1974; G. E Ladd, A Theology of the New Testament, 1974, bg 1; G. N Stanton, Jesus of Nazareth in New Testament Preaching, 1974;
- R. T France, The Man they Crucified: A Portrait of Jesus, 1975.
No comments:
Post a Comment