DAMAI SEJAHTERA
BAB I
DAMAI, HARI PENDAMAIAN
(Ibrani yom
hakkippurim). Hari ke- 10 bulan ke-7 (Tisyri, yaitu September/Oktober), bagi
Israel merupakan hari suci paling khidmat. Dilarang melakukan segala jenis
pekerjaan dan semua orang diperintahkan untuk benar-benar berpuasa.
I. Tujuan
Hari
Pendamaian merupakan peringatan bahwa pengorbanan yg dilakukan di atas mezbah
setiap hari, setiap minggu dan setiap bulan tidaklah cukup untuk meniadakan
dosa. Pada saat pemuja mempersembahkan korban bakaran mereka harus berdiri
jauh, tidak boleh mendekati kehadiran Allah yg suci, yg dinyatakan antara kerub
di tempat mahasuci. Hanya pada hari ini saja dari setiap tahun, darah tebusan
dibawa ke tempat mahasuci, ruang singgasana yg suci, oleh Imam Besar mewakili
bangsanya.
Imam Besar
‘mengadakan pendamaian … karena segala kenajisan orang Israel dan karena segala
pelanggaran mereka, apa pun juga dosa mereka’ (#/TB Im 16:16*). Pendamaian
pertama-tama diadakan untuk para imam karena pengantara Tuhan dengan umat-Nya
harus tahir. Tempat Suci pun ditahirkan, karena tempat itu pun dianggap telah
dikotori oleh kehadiran dan pelayanan orang-orang berdosa.
II. Ibadah
Mempersiapkan korban pendamaian untuk hari itu, Imam Besar menanggalkan
jubah resminya dan mengenakan pakaian putih yg sederhana. Kemudian ia
mengorbankan seekor sapi jantan sebagai korban penghapus dosanya sendiri dan
kaum imam. Setelah mengisi pedupaannya dengan bara api dari mezbah, Imam Besar
memasuki tempat mahasuci, di mana ia menaruh dupa di atas bara itu. Dupa itu
mengeluarkan gumpalan asap di atas tutup pendamaian yg berfungsi sebagai
penutup tabut perjanjian Tuhan. Lalu Imam Besar mengambil sedikit darah dari
sapi jantan itu dan memercikkannya di atas tutup pendamaian dan di atas tanah
di depan tabut itu. Dengan cara demikian pendamaian diadakan untuk kaum imam.
Imam Besar
selanjutnya mengorbankan seekor kambing jantan sebagai korban penghapus dosa
bangsa Israel. Sebagian dari darah binatang itu dibawa ke dalam tempat
mahasuci, dan dipercikkan di sana dengan cara yg sama seperti darah dipercikkan
pada waktu diadakan korban penghapus dosa bagi para imam (#/TB Im 16:11-15*).
Setelah
mentahirkan tempat mahasuci dan mezbah korban bakaran dengan campuran darah
dari sapi jantan dan kambing (#/TB Im 16:18-19*) Imam Besar mengambil kambing
kedua, meletakkan tangannya ke atas kepala kambing itu dan mengakui segala dosa
orang Israel. Lalu kambing itu dilepaskan ke padang gurun, yg melambangkan
segala dosa orang Israel telah diangkut. Bangkai-bangkai dari kedua korban itu
dibawa ke luar perkemahan dan dibakar. Hari itu diakhiri dengan mempersembahkan
korban tambahan lain.
III. Arti
Surat Ibr
mengartikan upacara Hari Pendamaian sebagai lambang karya Kristus yg mengadakan
pendamaian (#/TB Ibr 9:10*). Yesus disebut ‘Imam kita yg Maha Besar’ dan darah
yg tertumpah di bukit Golgota dilihat sebagai perlambang darah sapi-sapi dan
kambing-kambing jantan. Berbeda dari keimaman dalam PL, Kristus yg tak berdosa
tidak perlu mempersembahkan korban untuk dosa-Nya sendiri.
Sama seperti
Imam Besar PL memasuki tempat mahasuci dengan darah korban yg dikorbankan, maka
Yesus memasuki sorga untuk menghadap hadirat Allah demi kepentingan umat-Nya
(#/TB Ibr 9:11-12*). Imam Besar PL harus mempersembahkan korban penghapus dosa
setiap tahun untuk dosanya sendiri dan dosa-dosa umatnya. Pengulangan
persembahan korban demikian setiap tahun mengingatkan bahwa pendamaian yg
sempurna dan utuh diberikan. Yesus, melalui darah-Nya sendiri menciptakan
kelepasan yg kekal untuk umat-Nya (#/TB Ibr 9:12*).
#/TB Ibr
9:13-14* mencatat bahwa persembahan korban yg dilakukan para imam hanya
mencapai pentahiran tubuh. Dengan upacara mereka membersihkan lahiriah orang
berdosa, tapi mereka tidak dapat melakukan pembersihan batiniah, yg merupakan
prasyarat untuk bersekutu dengan Tuhan. Persembahan korban ini merupakan
lambang dan nubuat tentang pekerjaan Yesus, yg melalui korban-Nya yg ‘lebih
baik’ menyucikan hati nurani kita dari perbuatan dosa.
Kemah Suci
PL dimaksudkan — sebagian — untuk mengajar Israel, bahwa dosa menutup jalan
bagi manusia ke hadirat Tuhan. Hanya Imam Besar dan ia hanya sekali setahun, dapat
memasuki tempat maha suci, dan harus membawa darah yg ia persembahkan sebagai
pendamaian (#/TB Ibr 9:7*). Tapi Yesus, melalui ‘suatu cara yg baru dan hidup’,
memasuki sorga tempat maha suci yg benar, di mana Ia tinggal senantiasa sebagai
Pengantara bagi umat-Nya. Orang percaya tidak perlu berdiri jauh, seperti
halnya orang Israel pada zaman dulu. Kim melalui Kristus, mereka dapat langsung
mendekati takhta kasih karunia Allah. Dan #/TB Ibr 13:11-12* mencatat bahwa
tubuh binatang yg dikorbankan pada Hari Pendamaian dibakar di luar perkemahan
Israel. Yesus juga telah menderita di luar pintu gerbang Yerusalem agar Ia
dapat menyelamatkan umat-Nya dari dosa.
IV. Ibadah modern
Dalam
kebiasaan Yahudi modern, Hari Pendamaian (Yom Kippur) adalah hari terakhir dari
‘Sepuluh Hari Penyesalan’ yg dimulai dengan Rosy Hasyanah, Hari Tahun Baru
Yahudi. Masa 10 hari ini disediakan bagi latihan rohani untuk menyesal, berdoa,
dan berpuasa sebagai persiapan menyambut hari paling khidmat sepanjang tahun,
yakni Yom Kippur. Walaupun penyerahan korban persembahan sebagai bagian dari
upacara Hari Pendamaian tidak diberlakukan lagi sejak Bait Suci dihancurkan,
namun orang Yahudi masih menghormati hari itu dengan berpuasa dan tidak
melakukan suatu pekerjaan apa pun.
Terompet
tanduk biri-biri jantan ditiup untuk menghimbau orang beribadah di sinagoge
pada malam Yom Kippur. Pada saat ini kebaktian Kol Nidre (’ Sumpah-sumpah’) yg
mengesankan itu dikumandangkan. Jemaah menyesal dan memohon kepada Tuhan untuk
mengampuni mereka, sebab mereka telah melanggar sumpah karena mereka tak
sanggup memenuhinya. Kebaktian diadakan esok harinya, dimulai pagi-pagi sekali
hingga matahari terbenam, lalu Hari Pendamaian diakhiri dengan bunyi tiupan
terompet tunggal. Sesudah itu jemaat pulang ke rumah masing-masing.
KEPUSTAKAAN. M Noth, Leviticus,
1965; N. H Snaith, The Jewish New Year Festival, 1947, hlm 121; Leviticus and
Numbers, 1967, hlm 109-118; R de Vaux, Ancient Israel, 1961, hlm 507-510;
Studies in Old Testament Sacrifice, 1964, hlm 91-97. CFP/NY WBS
BAB II
DAMAI, PENDAMAIAN
Istilah bh
Indonesia ‘damai’ dalam beberapa bentuk digunakan sebagai padanan kata Ibrani
kpr dan kata Yunani hilaskomai; mis #/TB Im 17:11* ‘mengadakan pendamaian’,
#/TB 1Yoh 2:2* ‘Ia adalah pendamaian’. Damai dipakai juga sebagai padanan untuk
katallage, mis #/TB Rom 5:10* ‘diperdamaikan dengan Allah’. Secara umum,
pendamaian mengacu kepada karya Kristus yg menyelesaikan semua soal akibat dosa
manusia, dan yg memulihkan hubungan manusia dengan Tuhan Allah.
I. Kebutuhan akan pendamaian
Keharusan
akan kebutuhan pendamaian timbul karena tiga hal: dosa itu pada dirinya adalah
universal, bobotnya teramat berat, dan ketidakmampuan manusia mengatasi dosa
itu. Bahwa dosa universal terbukti dalam Alkitab; lih #/TB 1Raj 8:46*; #/TB
Mazm 14:3*; #/TB Pengkh 7:20*; #/TB Mr 10:18*; #/TB Rom 3:23* dan ay-ay lainnya.
Bahwa bobot dosa teramat berat nampak dalam bagian-bagian yg menunjukkan betapa
menjijikkan dosa itu bagi Allah, mis #/TB Hab 1:13*; #/TB Yes 59:2*; #/TB Ams
15:29*; #/TB Mr 3:29* (dosa yg tak terampuni); #/TB Mr 14:21*. Sebelum
diperdamaikan dengan Allah, manusia hidup jauh dari Allah’ (#/TB Kol 1:21*),
menghadapi penghakiman dan hukuman (#/TB Ibr 10:27*).
Manusia
tidak akan pernah mampu mengatasi atau menyelesaikan soal dosa ataupun
menyembunyikan perbuatan dosanya (#/TB Bil 32:23*), atau membersihkan diri dari
dosa (#/TB Ams 20:9*). Perbuatan atau amal apa pun tidak akan membenarkan
manusia di hadapan Allah (#/TB Rom 3:20*; #/TB Gal 2:16*). Seandainya manusia
harus tergantung pada dirinya sendiri, maka manusia tak akan pernah selamat.
Mungkin bukti paling penting mengenai hal ini ialah fakta bahwa Kristus Anak
Allah terpaksa datang ke dunia guna menyelamatkan manusia. Kenyataan memang
demikian, melulu karena semua manusia adalah orang berdosa dan keadaannya fatal
dan sangat menyedihkan.
II. Pendamaian dalam PL
Allah dan
manusia menjadi sangat berjauhan karena dosa manusia, dan manusia tidak dapat
menemukan jalan kembali. Tapi Allah berprakarsa dan menyediakan jalan. Dapat
dikatakan bahwa dalam PL pendamaian diperoleh dengan mengadakan korban-korban,
tapi sekali-kali tidak boleh dilupakan bahwa tentang darah pendamaian Allah
telah berkata, ‘Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk
mengadakan pendamaian bagi nyawamu’ (#/TB Im 17:11*). Pendamaian diperoleh
bukan oleh nilai apa pun yg terkandung dalam binatang yg dikorbankan, melainkan
karena pengorbanan itu adalah jalan yg ditentukan sendiri oleh Allah bagi
manusia untuk memperoleh pendamaian.
Pengorbanan
itu menjelaskan beberapa kebenaran tertentu mengenai pendamaian. Korban
sekali-kali tidak boleh tercela. Ini menandaskan mutlaknya perlu kesempurnaan.
Pengorbanan menelan harkat kualitas Maha Akbar, karena pendamaian tidak mudah
dan murah, dan bobot dosa sangat berat. Kematian korban adalah segi yg paling
penting dari pengorbanan itu. Hal ini terungkap sebagian dalam kiasan darah,
sebagian dalam sifat umum upacara pengorbanan itu, dan sebagian lagi dalam
acuan-acuan lain mengenai pendamaian.
Dalam
beberapa bagian PL pendamaian nampaknya diperoleh, atau paling tidak dimohonkan
dengan cara lain disamping melalui upacara pengorbanan: tapi bagian-bagian ini
juga mengacu kepada kematian sebagai jalan pendamaian. Maka dalam #/TB Kel
32:30-32* Musa berusaha mengupayakan adanya pendamaiaan karena dosa bangsa
Israel, dengan cara memohon kepada Allah untuk menghapuskan namanya dari kitab
yg ditulisnya. Artinya, kematiannya sendiri. Dalam Bit #/TB Kel 25:6-8,13*
Pinehas mengupayakan adanya pendamaian dengan cara membunuh beberapa orang berdosa
tertentu. Contoh-contoh lain dapat disebut. Tapi jelas, bahwa dalam PL telah
dikenal bahwa kematianlah hukuman bagi orang berdosa (#/TB Yeh 18:20*), namun
dengan luwes Allah berkenan mengindahkan kematian seorang korban untuk
menggantikan kematian seorang berdosa. Demikian jelas dan gamblangnya
kebijaksanaan ilahi ini sehingga penulis Surat Ibr dapat menyimpulkan dengan
berkata ‘tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan’ (#/TB Ibr 9:22*).
III. Pendamaian dalam PB
Menurut PB
pengorbanan-pengorbanan pada zaman dahulu itu bukanlah sumber utama bagi
penghapusan dosa. Sebab hanya melalui kematian Kristus pelanggaran yg terjadi
di bawah perjanjian pertama memperoleh penebusan (#/TB Ibr 9:15*). Salib adalah
pusat PB dan bahkan pusat seluruh Alkitab. Semua hal prasalib menuju ke salib.
Dan semua hal sesudah salib menoleh ke salib. Justru tidak mengherankan jika
terdapat sangat banyak ajaran mengenai salib. Para penulis PB tidak menyajikan
suatu ajaran klise, melainkan menulis dari sudut pandang yg berbeda-beda dan
memberi penekanan yg berbeda-beda pula. Mereka menyajikan beberapa segi dad
pendamaian itu. Masing-masing menuliskan apa yg ia lihat, yg satu melihat lebih
dari yg lain. Tapi mereka tidak melihat sesuatu yg berbeda. Selanjutnya, kita
pertama-tama akan menalar apa yg dikatakan ajaran asasi dan umum mengenai
pendamaian, kemudian beberapa hal yg diinformasikan kepada kita oleh salah satu
penulis PB.
a. Pendamaian mengungkapkan kasih
Allah kepada manusia
Para
penulis PB sepakat bahwa pendamaian adalah hasil kerja kasih Allah. Pendamaian
itu bukan sesuatu yg dipaksakan atau diperas oleh Anak yg penuh belas kasihan
dari Bapak yg keras dan ogah, yg memang adil tapi tak dapat goyah. Pendamaian
menunjukkan kasih Bapak sebagaimana kasih Anak. Paulus menerangkan bahwa ‘Allah
menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita,
ketika kita masih berdosa’ (#/TB Rom 5:8*). #/TB Yoh 3:16* berkata, ‘Begitu
besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan AnakNya’. Dalam
Kitab-kitab Injil ditekankan bahwa Anak Manusia harus menderita (#/TB Mr 8:31*
dan ay-ay sejajar). Artinya, kematian Kristus bukan terjadi kebetulan:
kematian-Nya berakar dalam suatu keharusan ilahi. Hal ini kita lihat juga dalam
doa Yesus di Getsemane jadilah kehendak-Mu, ya Bapak!’ (#/TB Mat 26:42*). Dalam
Ibr dikatakan bahwa ‘oleh kasih karunia Allah, Ia (Kristus) mengalami maut bagi
semua manusia’ (#/TB Ibr 2:9*). Pemikiran ini terbentang di sepanjang PB, dan
baiklah kita mengingatnya dalam memikirkan cara (metode) terciptanya
pendamaian.
b. Unsur pengorbanan dalam
kematian Kristus
Pemikiran
lain yg tersebar luas dalam PB ialah bahwa Kristus mati ‘untuk menanggung
hukuman dosa manusia’. Bukan bahwa orang jahat melulu memberontak melawan Dia,
atau bahwa musuh-musuh-Nya melakukan makar terhadap Dia dan bahwa Ia tak
sanggup menghadapi mereka. Tidak. Ia ‘telah diserahkan karena pelanggaran kita’
(#/TB Rom 4:25*). Ia datang khusus untuk mati karena dosa-dosa kita. Darah-Nya
ditumpahkan ‘bagi banyak orang untuk pengampunan dosa’ (#/TB Mat 26:28*). Ia
‘mengadakan penyucian dosa’ (#/TB Ibr 1:3*). ‘Ia sendiri telah memikul dosa
kita di dalam tubuhNya di kayu salib’ (#/TB 1Pet 2:24*). ‘Ia adalah pendamaian
untuk segala dosa kita’ (#/TB 1Yoh 2:2*). Salib Kristus tak dapat dimengerti
kecuali kita melihat bahwa di kayu salib Juruselamat berurusan dengan dosa umat
manusia.
Dengan
berbuat demikian Kristus memenuhi semua yg dilambangkan dalam pengorbanan yg
lama, dan para penulis PB gemar memikirkan tentang kematian-Nya sebagai
pengorbanan. Yesus sendiri menunjuk kepada darah-Nya sebagai ‘darah perjanjian’
(#/TB Mr 14:24*), yg menunjukkan kepada kita upacara pengorbanan guna
memperoleh artinya. Justru bahasa Perjamuan Kudus sangat bersifat pengorbanan,
yg mengacu kepada korban yg sempurna genap di kayu salib.
Paulus
berkata, ‘Yesus Kristus telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diriNya
untuk kita sebagai persembahan dan korban yg harum bagi Allah’ (#/TB Ef 5:2*).
Kadang-kadang Paulus menunjuk bukan kepada korban-korban secara umum, tapi
kepada satu korban khusus, seperti dalam #/TB 1Kor 5:7*, ‘Sebab anak domba
Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus’.
Petrus
berbicara tentang ‘darah yg mahal, yaitu darah Kristus, yg sama seperti darah
anak domba yg tak bernoda dan tak bercacat’ (#/TB 1Pet 1:19*), yg menyatakan
bahwa dalam satu segi kematian Kristus adalah pengorbanan. Yohanes Pembaptis
berseru, ‘Lihatlah Anak Domba Allah yg menghapus dosa dunia’ (#/TB Yoh 1:29*).
Pada abad
pertama M hakikat dan makna pengorbanan dikenal di mana-mana, sehingga apa pun
latar belakang seseorang ia akan mengerti hunjukan pada pengorbanan bila ia
membacanya. Para penulis PB memanfaatkan hal ini dan menggunakan terminologi
pengorbanan untuk mengungkapkan apa yg telah Kristus lakukan untuk manusia. Apa
yg dilambangkan dalam korban-korban PL, bahkan lebih dari itu, Kristus telah
menggenapinya tuntas dan seutuhnya dalam kematian-Nya.
c. Manusia diperdamaikan dengan
Allah
Ada 4
perikop tentang pendamaian yg harus dipikirkan secara khusus, yaitu #/TB Rom
5:10* dab; #/TB 2Kor 5:18* dab; #/TB Ef 2:11* dab; #/TB Kol 1:20* dab. Dalam bh
Yunani dipakai istilah katallage, kallasso dan apokatalasso. Gagasan pendamaian
mencakup arti bahwa dua pihak yg sekarang telah didamaikan, tadinya berlawanan,
dan sekarang perlawanan mereka sudah hapus. Menurut Alkitab orang berdosa adalah
‘seteru Allah’ (#/TB Rom 5:10*; #/TB Kol 1:21*; #/TB Yak 4:5*). Bobot ay-ay ini
dan ay-ay searti jangan diremehkan. Seteru jelas berarti lawan atau musuh
tengik. Menurut Alkitab Allah sangat memusuhi segala sesuatu yg jahat.
Jalan
mengatasi permusuhan ialah menyingkirkan penyebab timbulnya permusuhan itu.
Dalam keadaan tertentu pihak yg bersalah boleh minta maaf, boleh membayar
utangnya, boleh mengembalikan apa yg dia curi: tapi jalan pendamaian senantiasa
bersifat menyingkirkan penyebab timbulnya permusuhan itu. Justru Kristus mati
untuk meniadakan dosa manusia. Dengan cara demikian Ia menyingkirkan
perseteruan manusia dengan Allah, Ia membuka jalan bagi manusia untuk kembali
mendekati Tuhan: inilah pendamaian!
Sangat
menarik bahwa PB tidak berkata Kristus mendamaikan Allah dengan manusia. Yg
dikatakan dan ditekankan ialah pendamaian manusia dengan Allah. Dosa manusialah
yg menyebabkan perseteruan itu, justru dosa manusialah yg harus digumuli.
Manusia patut diajak, dengan perkataan #/TB 2Kor 5:20*, ‘berilah dirimu
didamaikan dengan Allah’. Atas dasar ini ada orang berpendapat bahwa karya
Kristus yg mendamaikan hanya mempengaruhi manusia saja. Tapi pandangan ini
tidak cocok dengan seluruh amanat PB sebagai satu kesatuan.
Kekudusan Allah menuntut adanya
tembok pemisah antara Allah dan manusia. Jika masalah dosa diserahkan kepada
manusia saja, maka ia tak akan acuh mengenai dosanya dan tidak merasakan
perseteruan dengan Allah akibat dosa itu.
Tembok
pemisah dibangun karena kekudusan Allah menuntut kesucian diri manusia. Bila
pendamaian terjadi, kita tidak dapat berkata bahwa Allah terlepas dari
pendamaian itu. Harus ada perubahan pada tuntutan hukuman dari Allah, jika
murka Allah dengan segala yg tercakup dalam ungkapan itu tidak akan ditimpakan
lagi ke atas manusia.
Hal ini
tidak berarti bahwa ada perubahan dalam kasih Allah, apalagi dalam diri Allah.
Alkitab sangat gamblang menandaskan bahwa kasih Allah kepada manusia tidak
berubah, kendati apa pun diperbuat oleh manusia. Harus diingat, bahwa pekerjaan
Kristus yg mendamaikan berakar dalam kasih Allah yg begitu besar kepada
manusia. ‘Ketika kita masih berdosa’, maka pada saat itu ‘Kristus telah mati
untuk kita’ (#/TB Rom 5:8*). Kebenaran ini kukuh mantap. Tapi janganlah
sekali-kali menganggap bahwa pendamaian melulu bersifat subyektif. Dalam arti
tertentu pendamaian terjadi di luar diri manusia sebelum terjadi di dan atas
diri manusia. Paulus berkata tentang Kristus, ‘Oleh Dia kita telah menerima
pendamaian itu’ (#/TB Rom 5:11*). Pendamaian siap diberikan dan diberlakukan
justru ditawarkan (karena pendamaian itu sudah ada dan tersedia) sebelum
manusia menerimanya. Dengan kata-kata lain, pendamaian itu harus dilihat sebagai
pasti dan positif hasilnya, baik pada pihak manusia maupun pada pihak Allah.
d. Pekerjaan Kristus dan murka Allah
Gagasan
bahwa kematian Kristus menampung dan menanggung segenap murka Allah, sering
dikecam oleh ahli-ahli modern sebagai ‘tidak layak’, tidak cocok dengan
pengertian Kristen tentang Tuhan Allah.
Namun
orang-orang pada zaman PL tidak menganggap gagasan ini sukar: bagi mereka
‘Allah adalah … Allah yg murka setiap hari’ (#/TB Mazm 7:10*). Mereka yakin
bahwa dosa menimbulkan reaksi ilahi yg hebat sekali. Allah bukan lemah secara
moral, Ia sangat tegas menentang kejahatan dalam segala bentuknya. Memang, Ia
panjang sabar (#/TB Neh 9:17* dab), namun murka-Nya terhadap dosa adalah pasti.
Menurut #/TB Bil 14:18*, Tuhan yg panjang sabar sekali-kali tidak membebaskan
orang yg bersalah dari hukuman. Justru dalam ay yg terkait dengan kemurahan
Allah, disebut bahwa Ia menolak untuk melepaskan orang yg salah. Bagi orang
zaman PL, bahwa Allah panjang sabar adalah sesuatu yg mengherankan, yg tidak
bisa diharapkan dan yg menghasilkan hormat agamawi.
Tapi
orang yg yakin bahwa Allah murka terhadap dosa, yakin pula bahwa murka ini
dapat dielakkan, biasanya melalui penyerahan korban terkait. Hal ini dapat terjadi
bukan karena korban itu mengandung suatu kuasa, tapi karena Allah sendiri
berkata, ‘Allah telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk
mengadakan pendamaian dengan pengantaraan nyawa’ (#/TB Im 17:11*).
Pengampunan tidak ditarik dari suatu ilah yg tidak mau memberikannya.
Pengampunan adalah karunia dari Allah yg suka mengampuni. ‘Ia bersifat
penyayang, Ia mengampuni kesalahan mereka dan tidak memusnahkan mereka; banyak
kali Ia menahan murka-Nya dan tidak membangkitkan segenap amarah-Nya’ (#/TB
Mazm 78:38*). Manusia tidak dapat melakukan suatu apa pun untuk menangkis murka
Allah. Allah sendiri yg menahan murka itu dan tidak membangkitkan amarah-Nya.
Ungkapan
‘murka Allah’ terdapat beberapa kali dalam PB. Tapi disamping itu ada bukti
lain yg menyatakan bahwa Allah senantiasa gigih melawan kejahatan. Keadaan
orang berdosa teramat buruk, karena ia salah di hadapan Allah. Tidak ada pada
orang berdosa harapan lain kecuali penghakiman dan hukuman ilahi. Tidak penting
apakah akan menyebut hal ini ‘murka Tuhan’ atau tidak, yg jelas itu adalah
fakta. Namun Alkitab menyebutnya ‘murka Allah’ dan tidak ada ungkapan lain yg
memuaskan.
Istilah
‘pendamaian’ dipakai dalam #/TB Rom 3:21-26*. ‘Oleh kasih karunia (kita) telah
dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus
telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya’.
Menurut Paulus setiap orang, baik Yahudi maupun non-Yahudi, telah kena hukuman,
‘Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman
manusia’ (#/TB Rom 1:18*). Berkaitan dengan latar belakang ini Paulus
memaparkan pekerjaan Kristus. Kristus mati bukan untuk menyelamatkan manusia
dari maut yg tidak ada. Ia melepaskan dan menyelamatkan manusia dari bahaya
maut yg benar-benar ada dan riil. Vonis hukuman telah dijatuhkan menimpa
manusia. Dalam ps-ps pendahuluan Surat Rm dengan tegas Paulus menekankan murka
Allah, adalah justru karena pekerjaan Kristus yg menyelamatkan pasti melepaskan
orang berdosa dari murka itu. Hal ini diterangkan sebagai jalan pendamaian’
(Yunani hilasterion), yg menggambarkan jalan Tuhan menyelesaikan kemelut
masalah dosa manusia.
Dalam
#/TB 1Yoh 2:2* Yesus disebut ‘pendamaian untuk segala dosa kita’. Dalam ay #/TB
1Yoh 2:1* Ia disebut ‘pengantara pada Bapak’. Karena dibutuhkan pengantara
dengan Allah, maka pasti manusia sudah dalam keadaan sangat berbahaya. Jadi
pendamaian di sini adalah sama seperti di tempat-tempat lain, yg berarti Yesus menanggung
murka Allah guna membebaskan manusia dari murka itu.
Tapi
pandangan Alkitab tentang pendamaian tidak tergantung dari hanya beberapa ay
tertentu saja. Pendamaian merupakan cerminan dari ajaran Alkitab sebagai
keseluruhan. Pendamaian mengingatkan kita bahwa Allah sangat melawan segala
kejahatan, bahwa sifat ilahi ini cocok disebut ‘murka’, dan bahwa murka itu
dielakkan hanya melalui pekerjaan Kristus yg mendamaikan.
e. Kristus mati sebagai wakil
manusia
Para ahli
setuju, bahwa kematian Kristus adalah untuk orang lain. Jika dalam suatu
pengertian Ia mati ‘karena dosa’, dalam pengertian lain Ia mati ‘karena kita’.
Bila kita berkata bahwa Kristus mati sebagai wakil, itu berarti bahwa Ia mati
khusus untuk kita. Sebagai wakil kita Ia tergantung di kayu salib. Hal ini
diungkapkan dalam #/TB 2Kor 5:14*, ‘Satu orang sudah mati untuk semua orang,
maka mereka semua sudah mati’. Kematian seorang wakil dihitung sebagai kematian
mereka yg diwakili-Nya. Dalam #/TB 1Yoh 2:1* Yesus disebut ‘pengantara pada
Bapak’, maka pemikiran tentang perwakilan tersirat jelas, dan bagian ini segera
dilanjutkan dengan uraian tentang kematian Kristus karena dosa. Salah satu tema
pokok Surat Ibr ialah mengenai Yesus sebagai Imam Agung. Pemikiran ini diulangi
beberapa kali. Apa pun yg lain yg dapat dikatakan mengenai seorang Imam Besar,
yg jelas adalah Ia mewakili orang lain. Karena itu pemikiran tentang perwakilan
dapat dikatakan sangat kuat dalam Surat Ibr ini.
f. Kematian Kristus sebagai
pengganti
Walaupun
banyak ahli modem tidak mau menerimanya, namun hal pengganti (substitusi)
merupakan ajaran PB, bukan dalam satu dua tempat tapi di seantero PB. Menurut
#/TB Mr 10:45*, ‘Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk
melayani, dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang’.
Baik
rincian maupun garis besar ay ini menunjuk pada gagasan pengganti. Dalam
rinciannya istilah ‘tebusan’ mempunyai arti pengganti, dan kata depan anti (’
bagi’) juga dipakai dalam arti pengganti: dalam garis besarnya, manusia
seharusnya mati, justru Kristus mati sebagai pengganti, dan manusia tidak harus
mati lagi. Kebenaran yg sama dinyatakan oleh kutipan-kutipan PB dari #/TB Yes
53* mengenai Hamba yg menderita, karena tentang Dia dikatakan, ‘la ditikam
karena pemberontakan kita, Ia diremukkan karena kejahatan kita; ganjaran yg
mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpa kan kepada-Nya, dan oleh
bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh … Tuhan telah menimpakan kepada-Nya kejahatan
kits sekalian’ (#/TB Yes 53:5*).
Tersembunyinya semangat Kristus di Getsemane menunjuk pada hal yg sama.
Ia berani, dan banyak yg jauh kurang layak daripada Dia juga telah menghadapi
maut dengan tenang. Tersembunyinya semangat dan mencuatnya penderitaan itu tak
dapat dipahami kecuali kita terima apa yg dikatakan Paulus, bahwa ‘Dia yg tidak
mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karma kita’ (#/TB 2Kor 5:21*).
Dalam kematian-Nya Ia menggantikan kita, dan jiwa-Nya yg suci tersembunyi dari
pengenalan ini dengan orang-orang berdosa. Dan nampaknya hanya hal inilah yg
dapat menjelaskan seruan, ‘AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?’
(#/TB Mr 15:34*).
Menurut
#/TB Gal 3:13*, ‘Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan
jalan menjadi kutuk karena kita’. Ia menanggung kutuk atas kita, yg berarti Ia
menggantikan kita. Pemikiran yg sama terdapat dalam #/TB Rom 3:21-26*. Di situ
Paulus mengembangkan gagasan bahwa keadilan Allah dimanifestasikan dengan cara
melalui mana dosa diampuni, yakni salib. Ia tidak mengatakan — seperti beberapa
orang menganggap — kebenaran Allah diperlihatkan dalam fakta bahwa dosa
diampuni, tapi bahwa kebenaran itu diperlihatkan pada jalan melalui mana dosa
diampuni.
Penebusan
bukanlah ihwal melupakan dosa-dosa yg telah terjadi dahulu (#/TB Rom 3:25*).
Salib menunjukkan bahwa lah adalah benar sewaktu Ia pada saat yg sama
membenarkan orang-orang yg percaya. Ini tentu berarti bahwa Allah benar dalam
cara-Nya menangani soal dosa, dan ini persis sama dengan mengatakan bahwa
Kristus menanggung hukuman dosa manusia. Pemikiran ini juga terdapat dalam ay
yg berhubungan dengan menanggung atau memikul dosa, mis #/TB Ibr 9:28*; #/TB
1Pet 2:24*. Arti menanggung dosa dijelaskan dalam PL sebagai menanggung hukuman
akibat dosa. Misalnya dalam #/TB Yeh 18:20* dikatakan, ‘Orang yg berbuat dosa,
itu yg harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya’. Dan
dalam #/TB Bil 14:34* mengembara di padang gurun digambarkan sebagai menanggung
akibat kesalahan umat Israel. Jadi apabila Kristus disebut menanggung dosa
kita, itu berarti bahwa Ia menanggung hukuman kita.
Penggantian mendasari kenyataan bahwa Kristus ‘telah menyerahkan diriNya
sebagai tebusan bagi semua manusia’ (#/TB 1Tim 2:6*). Istilah Yunani antilutron
(tebusan) merupakan kata gabungan yg berarti pengganti tebusan. Dalam kamus
Grimm-Thayer istilah ini diterangkan sebagai ‘sesuatu berikan untuk mengganti
sesuatu yg lain sebagai harga tebusannya’. Tidaklah mungkin membuang arti
penggantian dari istilah ini. Pemikiran yg sama terdapat dalam nubuat sinis
Kayafas, ‘Lebih berguna bagi kita jika satu orang mati untuk bangsa kita
daripada seluruh bangsa kita ini binasa’ (#/TB Yoh 11:50*). Bagi Kayafas
kata-kata itu merupakan kebijaksanaan politis belaka, tapi bagi Yohanes
kata-kata itu mengandung nubuat bahwa Kristus akan mati ganti manusia.
Bukti-bukti di atas kendati tidak lengkap namun kuat dan antap. Tidak
mungkin untuk menyangkal bahwa menurut PB penggantian adalah salah satu segi
dari pekerjaan Kristus.
g. Segi-segi pendamaian lainnya
dalam PB
Demikianlah pokok-pokok utama mengenai pendamaian yg terdapat di seluruh
PB. Kebenaran-kebenaran lain yg penting telah dinyatakan oleh penulis-penulis
tertentu (tapi tidak berarti bahwa kebenaran-kebenaran itu kurang layak
diterima, melainkan hanyalah cara penggolongan saja). Paulus melihat di kayu
salib jalan pelepasan. Manusia pada dasarnya adalah hamba dosa (#/TB Rom 6:17;
7:14*), tapi dalam Kristus orang sudah menjadi merdeka (#/TB Rom 6:14,22*).
Demikian pula melalui Kristus orang dimerdekakan dari daging, mereka telah
menyalibkan daging’ (#/TB Gal 5:24*), karena ‘keinginan daging berlawanan
dengan keinginan Roh’ (#/TB Gal 5:17*) dan daging yg bukan dari Kristus pasti
akan mati (#/TB Rom 8:13*). Murka Allah nyata atas manusia yg menindas
kebenaran (#/TB Rom 1:18*), tapi Kristus melepaskan orang juga dari murka ini.
Orang-orang percaya ‘dibenarkan oleh darah-Nya’, dan karena itu akan
diselamatkan dari murka Allah (#/TB Rom 5:9*).
Hukum
Taurat dapat dipandang dari berbagai sudut, tapi menganggap hukum Taurat
sebagai jalan untuk memperoleh keselamatan adalah mencelakakan. Hukum Taurat
menunjukkan dosa seseorang kepada orang itu (#/TB Rom 7:7*), dan bahwa memasuki
persekutuan yg telah dirasuki dosa akan mematikan dia (#/TB Rom 7:9-11*).
Akibatnya ialah bahwa ‘semua orang, yg hidup dari pekerjaan hukum Taurat,
berada di bawah kutuk’ (#/TB Gal 3:10*); tapi ‘Kristus telah menebus kita dari
kutuk hukum Taurat’ (#/TB Gal 3:13*). Bagi orang pada zaman purba kematian
adalah musuh yg paling mengerikan, yg terhadapnya tak seorang pun dapat menang.
Tapi Paulus menyanyikan lagu kemenangan dalam Kristus yg memberi kemenangan, bahkan
atas maut (#/TB 1Kor 15:55-57*). Jelas sekali bahwa Paulus melihat Kristus
adalah Pelepas maha sanggup.
Ada
banyak segi positif pendamaian. Tapi cukuplah menyebut penyelamatan,
pembenaran, dan pengangkatan. Semua ini merupakan gagasan yg sangat berarti
bagi Paulus. Dalam beberapa hal ia merupakan orang pertama yg menggunakan
istilah-istilah tersebut. Jelas ia berpikir bahwa Kristus telah berbuat banyak
untuk umat-Nya dalam kematian-Nya yg mendamaikan.
Bagi
penulis Surat Ibr pemikiran utama ialah mengenai Kristus sebagai Imam Agung yg
mulia. Penulis mengembangkan sepenuhnya gagasan tentang keunikan dan
kesempurnaan pengorbanan Kristus. Berlawanan dengan korban-korban di atas
mezbah-mezbah Yahudi yg dilayani oleh imam-imam keturunan Harun, maka korban
Kristus dalam kematian-Nya adalah kekal sifatnya. Itu tidak akan pernah
berubah. Kristus telah menyelesaikan tuntas segenap soal dosa manusia.
Dalam
tulisan Yohanes terdapat pemikiran tentang Kristus sebagai penyataan khusus
dari Bapak. Dia-lah diutus oleh Bapak, dan segala yg diperbuat-Nya harus
diartikan dalam terang kenyataan ini. Jadi Yohanes melihat Kristus memenangkan
pertarungan melawan kegelapan, mengalahkan si Jahat. Ia berbicara banyak
tentang pelaksanaan maksud Allah dalam Kristus. Ia melihat kemuliaan yg benar
pada salib di atas mana telah dilakukan pekerjaan akbar dan perkasa.
Dari
semua ini jelas bahwa pendamaian berwawasan luas dan dalam. Para penulis PB
berusaha sebisa mungkin menyajikan arti dari perbuatan ilahi yg agung ini,
kendati dengan bahasa yg serba kurang. Ada hal-hal penting lainnya yg jumlahnya
jauh lebih banyak daripada yg dikemukakan di atas. Tapi semua pokok yg telah
dinyatakan itu adalah penting, dan tak boleh diabaikan. Dan janganlah
sekali-kali menganggap bahwa pendamaian melulu hal negatif. Karya Kristus
mengorbankan diriNya untuk menyingkirkan dosa, membuka jalan bagi kehidupan
baru dalam Kristus. Dan kehidupan baru itu, buah hasil karya Kristus di atas
salib, janganlah dipikirkan sebagai suatu rincian yg tak berarti. Kepada
kehidupan yg baru itu tertuju segala sesuatu yg lain.
KEPUSTAKAAN D. M Baillie, God was in
Christ, 1956; J Denney, The Death of Christ, 1951; The Christian Doctrine of
Reconciliation, 1917; V Taylor, The Atonement in New Testament Teaching; G
Aulen, Christus Victor, 1931; S Cave, The Doctrine of the Work of Christ; E
Brunner, The Mediator; K Barth, Church Dogmatics, 4, i; The Doctrine of
Reconciliation; J. S Stewart, A Man in Christ; Anselm, Cur Deus Homo?; L
Morris, The Apostolic Preaching of the Cross, 1965; The Cross in the New
Testament, 1967; J Knox, The Death of Christ; J. I Parker, TynB 25, 1974, hlm
3-45. LM/NY WBS/MBD
BAB III
DAMAI SEJAHTERA
Pengertian
dasar dari kata Ibrani syalom adalah sehat walafiat, utuh, keadaan baik. Kata
Yunani eirene pertama-tama berarti negatif dalam tulisan klasik. Tapi melalui
LXX (yg memakai kata itu untuk menerjemahkan syalom), maka kata itu dalam PB
mempunyai makna syalom, dan hampir selalu mempunyai anti rohani. Bahwa kata itu
mempunyai anti yg sangat luas, nampak dari banyaknya terjemahannya:
selamat: #/TB
Kej 43:27*; #/TB Kel 4:13*; #/TB Mr 5:34*; #/TB Luk 7:50*
persahabatan:
#/TB Yos 9:15*
jangan kuatir:
#/TB Hak 19:20*
damai: #/TB
1Raj 5:12*; #/TB Ibr 12:14*
kesejahteraan:
#/TB Mazm 122:7*; #/TB Yer 28:7*
kemujuran: #/TB
Mazm 73:3*
tenteram: #/TB
Mazm 4:7*
keselamatan:
#/TB Mazm 85:9*
damai
sejahtera: #/TB Yes 48:18; 57:19*; #/TB Luk 1:79; 2:14; 10:5*; #/TB Yoh 14:27;
20:19*; #/TB Kis 10:36*.
Karena dunia
sudah kacau akibat dosa manusia, dan karena kesejahteraan datang hanya sebagai
karunia Allah, maka pengharapan akan datangnya Mesias membawa zaman kedamaian
atau kesejahteraan (#/TB Yes 2:2-4; 11:1-9*; #/TB Hag 2:6-8*), dan merupakan
kedatangan Raja Damai (#/TB Yes 9:6* dab; bnd #/TB Yer 33:15* dab; #/TB Yeh
34:23* dab; #/TB Mi 5:6*; #/TB Za 9:9* dab). PB menunjukkan penggenapan dari
pengharapan ini. Dalam Kristus damai sejahtera sudah datang (#/TB Luk 1:79;
2:14,29* dab). Dia-lah yg mengaruniakannya (#/TB Mr 5:34*; #/TB Luk 7:50*; #/TB
Yoh 20:19,21,26*), dan murid-murid-Nya menjadi pembawanya (#/TB Luk 10:5* dab;
#/TB Kis 10:36*).
Kebutuhan
paling utama dan yg pertama dari manusia berdosa ialah harus ada damai
sejahtera dengan Allah. Artinya, permusuhan yg ditimbulkan oleh dosa dijauhkan
dulu melalui kematian Kristus (#/TB Rom 5:1*; #/TB Kol 1:20*). Barulah.
kemudian menyusul kesejahteraan batin (#/TB Fili 4:7*), yg tidak akan dapat
dirongrong oleh kemelut dunia (#/TB Yoh 14:27; 16:33*). Damai sejahtera antara
manusia dengan manusia adalah sebagian dari tujuan kematian Kristus (#/TB Ef
2*) dan tujuan dari pekerjaan Rob Kudus (#/TB Gal 5:22*); tapi manusia harus
aktif untuk mengembangkannya (#/TB Ef 4:3*; #/TB Ibr 12:14*), tidak melulu
hanya dalam arti menjauhkan perselisihan atau pertentangan, tapi juga dalam
arti keselarasan dan peranan yg sungguh dari tubuh Kristus (#/TB Rom 14:19*;
#/TB 1Kor 14:33*).
KEPUSTAKAAN W Foerster dan G von Rad
mengenai ‘eirene’ dlm TDNT 2, hlm 400-420; D Gillett, Them 1, 1976, hlm 80 dst;
H Beck, C Brown, NIDNTT 2, hlm 776-783. FF/MHS
No comments:
Post a Comment