KESELAMATAN
DAFTAR ISI
Bagian Pertama:
SELAMAT, KESELAMATAN
I.
DALAM
PL
II.
DALAM PB
a.
Injil
Sinoptik
b.
Injil
Keempat
c.
Kisah
Para Rasul
d.
Surat-surat
Paulus
e.
Surat
Ibrani
f.
Surat
Yakobus
g.
1 dan
2 Petrus
h.
1, 2,
dan 3 Yohanes
i.
Surat
Yudas
j.
Wahyu
III.
JALAN
KESELAMATAN
a.
Posesif
b.
Progresif
c.
Prospektif
IV.
HAK
ISTIMEWA DAN TANGGUNG JAWAB DARI KESELAMATAN
V.
PENGGENAPAN
KESELAMATAN
VI.
KEPUSTAKAAN.
Bagian Kedua:
DOSA
I.
ARTINYA
II.
ASAL
MULA DOSA
III.
AKIBAT-AKIBAT
DOSA
a.
Sikap
manusia terhadap Allah
b.
Sikap
Allah terhadap manusia
c.
Akibat-akibatnya
terhadap umat manusia
d.
Akibat-akibatnya
terhadap alam semesta
e.
Munculnya
maut
IV.
DOSA
DITANGGUNGKAN PADA SEGENAP UMAT MANUSIA
V.
HATI
YANG BUSUK
VI.
KETIDAKMAMPUAN
VII.
TANGGUNG
JAWAB
VIII.
KEMENANGAN
ATAS DOSA
IX.
KEPUSTAKAAN.
Bagian Pertama:
SELAMAT, KESELAMATAN
Ibrani yesyu’a
dan Yunani soteria, berarti tindakan atau hasil dari pembebasan atau
pemeliharaan dari bahaya atau penyakit, mencakup keselamatan, kesehatan dan
kemakmuran. Pergeseran arti ‘keselamatan’ dalam Alkitab bergerak dari ihwal
fisik ke kelepasan moral dan spiritual. Demikianlah bagian-bagian paling depan
PL berkembang dari menekankan cara-cara hamba Allah yg secara perseorangan
terlepas dari tangan musuh-musuh mereka, ke pembebasan umat-Nya dari belenggu
dan bermukimnya di tanah yg makmur; bagian-bagian paling akhir PL memberikan
tekanan yg lebih besar pada keadaan-keadaan dan kualitas-kualitas keterberkatan
secara moral dan religius, dan memperluasnya sampai melampaui batas-batas
kebangsaan. PB dengan jelas menunjukkan keterbudakan manusia kepada dosa,
bahaya dan kekuatan dosa, dan kelepasan dari dosa yg hanya dapat diperoleh
dalam Kristus. Alkitab memberikan pernyataan-pernyataan yg makin lama makin
jelas tentang bagaimana Allah menyediakan dasar keselamatan, menawarkannya, dan
bagaimana Dia sendiri pada diriNya adalah satu-satunya keselamatan manusia.
I. DALAM PL
Keselamatan
menurut PL mempunyai unsur-unsur baik yg tertuju kepada manusia maupun yg
tertuju kepada Allah. Manusia terancam bahaya penyakit, musibah fisik,
penganiayaan oleh lawan dan kematian. Dalam persekutuan umat pilihan Allah,
keterbelengguan (ketertawanan) merupakan pengalaman nyata, yg daripadanya
kelepasan mutlak diperlukan, dan gagasan-gagasan tentang keselamatan terutama
yg bersifat kesukaan dan duniawi. Bahaya yg lebih gawat adalah di mana
perseorangan dan masyarakat berdiri di hadirat Allah, yg kehendak-Nya sudah
mereka langgar dan yg murka-Nya telah menimpa mereka.
Alat-alat keselamatan, langsung atau
tidak langsung, disediakan melalui para Bapak leluhur, hakim, pemberi hukum,
imam, raja, dan nabi. Hukum, baik bersifat ritual maupun moral, akibat dosa
manusia, tidak mampu memberikan keselamatan yg penuh, tapi menunjukkan ciri dan
tuntutan Allah dan kondisi kesejahteraan manusia. Juga dalam batas-batas
tertentu ‘mengerem’ kesalahan manusia; tapi penyalahgunaannya sebagai aturan
moral melahirkan legalisme dua muka. Pertama, keterikatan secara lahiriah
kepada peraturan-peraturan telah kehilangan kenyataan spiritual yg terdalam.
Kedua, pencapaian manusia dibeberkan di hadapan Allah dalam tuntutan yg
bersifat membenarkan diri sendiri, untuk memperoleh keselamatan.
Kekakuan
upacara terancam oleh bahaya yg sama, tapi sementara kemuncak penyelenggaraan
upacara — Hari Pendamaian — hanya menggenapi pengampunan atas dosa-dosa yg
tidak disengaja, maka rinciannya menunjuk ke depan kepada datangnya keselamatan
sejati. Penekanan nabi-nabi akan betapa perlunya perubahan batiniah,
menggarisbawahi bobot kesalahan perbuatan manusia. Juga membimbing kepada
ramalan tentang keselamatan mesianis yg apokaliptik, bila Allah, sesuai
janji-Nya, akan datang sendiri dalam keselamatan sebagai Allah yg adil dan
Juruselamat (#/TB Yes 44:17*; #/TB Dan 7:13* dab). Ajaran PL tentang
keselamatan mencapai puncaknya dalam gambar Hamba yg menderita (lih #/TB Yes
53*); dalam hal ini PL menyediakan adegan untuk keselamatan dalam PB.
II. DALAM PB
a. Injil Sinoptik
Kata keselamatan diucapkan hanya
satu kali oleh Yesus (#/TB Luk 19:9*). Ay itu dapat mengacu kepada diriNya
sendiri sebagai kandungan keselamatan yg memberikan pengampunan kepada Zakheus,
atau kepada sesuatu yg nyata oleh perubahan tindakan yg dilakukan oleh pemungut
cukai itu. Tapi Tuhan Yesus menggunakan (rata kerja ‘selamat’ dan
istilah-istilah yg serupa, untuk menyatakan pertama-tama apa yg akan
dilakukan-Nya dalam kedatangan-Nya (#/TB Mr 3:4* secara implikatif, dan secara
langsung #/TB Luk 4:18; 9:56*; #/TB Mat 18:11; 20:28*), dan kedua, apa yg
dituntut dari manusia (#/TB Mr 8:35*; #/TB Luk 7:50; 8:12; 13:24*; #/TB Mat
10:22*). #/TB Luk 18:26* dan konteksnya, menunjukkan bahwa keselamatan
menghimbau hati yg menyesal, sifat seperti kanak-kanak, ketidakberdayaan diri
yg pasrah menerima, dan penyangkalan segala sesuatu demi Kristus —
kondisi-kondisi yg mustahil dapat dipenuhi manusia tanpa bantuan.
Kesaksian
orang-orang lain terhadap karya penyelamatan Tuhan Yesus, baik langsung (#/TB
Mat 8:17*) maupun tidak langsung (#/TB Mr 15:31*). Ada juga kesaksian dari
nama-Nya sendiri (#/TB Mat 1:21,23*). Semua penggunaan kata ‘selamat’ yg
berbeda-beda ini, menyatakan bahwa keselamatan sudah hadir dalam pribadi dan
pelayanan Kristus, terutama dalam kematian-Nya.
b. Injil Keempat
Kebenaran
ganda itu digarisbawahi dalam Injil keempat, di mana setiap ps menyatakan
segi-segi yg berbeda dari keselamatan. Demikianlah dalam #/TB Mat 1:12* dab
orang dilahirkan sebagai anak-anak Allah karena mempercayai Kristus; dalam #/TB
Mat 2:5* keadaan diobati dengan mengerjakan ‘apa yg dikatakan kepadamu’; dalam
#/TB Mat 3:5* kelahiran kembali oleh Roh mutlak penting guna memasuki Kerajaan,
tapi #/TB Mat 3:14,17* menjelaskan bahwa hidup baru itu tidak mungkin lepas
dari kepercayaan akan kematian Kristus, karena tanpa kematian Kristus maka
manusia berada di bawah penghukuman (#/TB Yoh 3:18*); dalam #/TB Yoh 4:22*
keselamatan itu datang melalui bangsa Yahudi — melalui wahyu yg disalurkan
dalam sejarah lewat umat Allah — dan merupakan anugerah yg mendampakkan
perubahan batiniah dan memperlengkapi manusia bagi ibadah.
Dalam
#/TB Yoh 5:14* seseorang yg sudah dipulihkan harus tidak berbuat dosa lagi,
agar sesuatu yg lebih buruk tidak terjadi; dalam #/TB Yoh 5:39* Alkitab
bersaksi tentang kehidupan (keselamatan) di dalam Anak, kepada Siapa hidup dan
pengadilan diserahkan; dalam #/TB Yoh 5:24* orang percaya sudah melewati maut
menuju ke kehidupan; dalam #/TB Yoh 6:35* Yesus menyatakan diriNya sendiri
adalah roti kehidupan, kepada-Nya saja orang harus datang (#/TB Yoh 6:68*)
untuk perkataan yg menghidupkan kepada kehidupan yg kekal; dalam #/TB Yoh 7:39*
air melambangkan kehidupan Roh yg menyelamatkan, yg akan datang sesudah Yesus
dipermuliakan.
Dalam
#/TB Yoh 8:12* penginjil menunjukkan kesejahteraan karena bimbingan terang, dan
dalam #/TB Yoh 8:32,36* kebebasan oleh kebenaran di dalam Anak; dalam #/TB Yoh
9:25,37,39* keselamatan merupakan penglihatan spiritual; dalam #/TB Yoh 10:10*
jalan masuk bagi manusia ke kehidupan yg selamat dan berkelimpahan dan yang
dari Bapak adalah melalui Kristus; dalam #/TB Yoh 11:25* dab hidup kebangkitan
menjadi milik orang-orang percaya; dalam #/TB Yoh 11:50* (bnd #/TB Yoh 18:14*)
tujuan penyelamatan dari kematian Kristus digambarkan; dalam #/TB Yoh 12:32*
Kristus yg ditinggikan dalam kematian menghimbau orang kepada-Nya; dalam #/TB
Yoh 13:10* pembasuhan pertama yg dilakukan-Nya mengartikan keselamatan (’
bersih seluruhnya’); dalam #/TB Yoh 14:6* Kristus adalah jalan yg benar dan
hidup menuju hadirat Bapak; dalam #/TB Yoh 15:5* tinggal di dalam Dia, Pokok
Anggur, merupakan rahasia dari sumber-sumber kehidupan; dalam #/TB Yoh 16:7-15*
demi nama-Nya Roh akan mengatasi kendala-kendala keselamatan dan mempersiapkan
realisasinya; dalam #/TB Yoh 17:2,3,12* Kristus menjagai mereka yg mempunyai
pengetahuan tentang Allah yg benar dan tentang diriNya; dalam #/TB Yoh 19:30*
keselamatan digenapi; dalam #/TB Yoh 20:21-23* kata-kata damai dan pengampunan
menyertai pemberian Roh; dalam #/TB Yoh 21:15-18* kasih-Nya yg menyembuhkan
memancarkan kasih dalam pengikut-Nya dan memulihkan sang pengikut untuk
pelayanan.
c. Kisah Para Rasul
Kis
melacak pemberitaan (bnd #/TB Yoh 16:17*) keselamatan dalam dampaknya, pertama
atas orang banyak yg dihimbau dengan kata-kata ‘berilah dirimu diselamatkan
dari angkatan yg jahat ini’ (#/TB Kis 2:40*) melalui pertobatan (yg adalah
merupakan anugerah dan bg dari keselamatan, #/TB Kis 11:18*), pengampunan dosa,
dan penerimaan Roh Kudus; kemudian atas orang sakit, yg tidak tahu kebutuhannya
yg sesungguhnya, yg disembuhkan dengan Nama Yesus, satu-satunya Nama dengan
mana kita harus diselamatkan; dan ketiga, atas isi rumah penanya, ‘Apakah yg
harus saya lakukan supaya selamat?’ (#/TB Kis 16:30* dab).
d. Surat-surat Paulus
Paulus
menyatakan bahwa Kitab Suci dapat memberi manusia ‘hikmat dan menuntun ke
keselamatan oleh iman kepada Yesus Kristus’ (#/TB 2Tim 3:15* dab), dan
menyediakan sarana-sarana yg penting untuk menikmati keselamatan yg penuh.
Dengan memperluas dan menerapkan konsep PL tentang keadilan Tuhan yg menjadi
bayang-bayang bagi keadilan yg menyelamatkan dalam PB, Paulus menunjukkan
betapa tidak ada keselamatan oleh hukum. Sebab hukum hanya dapat menunjukkan
kehadiran dan memancing aktivitas dosa, dan membungkamkan manusia dalam
kesalahannya di hadapan Allah (#/TB Rom 3:19*; #/TB Gal 2:16*).
Keselamatan disediakan sebagai anugerah dari Allah yg adil, yg berbuat
dalam rahmat kepada pendosa yg tidak layak. Pendosa yg oleh anugerah iman,
percaya kepada keadilan Kristus yg sudah menebus dia dengan kematian-Nya dan
membenarkan dia oleh kebangkitan-Nya. Allah, demi Kristus, membenarkan pendosa
yg tak layak itu (yaitu memperhitungkan baginya keadilan Kristus yg sempurna),
mengampuni dosa-dosanya, mendamaikan dia dengan diriNya sendiri di dalam dan
melalui Kristus yg sudah ‘membuat perdamaian melalui darah salib-Nya’ (#/TB
2Kor 5:18*; #/TB Rom 5:11*; #/TB Kol 1:20*), mengangkatnya menjadi keluarga-Nya
(#/TB Gal 4:5* dab; #/TB Ef 1:13*; #/TB 2Kor 1:22*), memberinya meterai,
kesungguhan, dan buah sulung dari RohNya di dalam hatinya, dan dengan demikian
menjadikannya makhluk baru. Oleh Roh yg sama sarana keselamatan berikutnya
memampukan dia berjalan dalam kehidupan yg baru, sambil makin mematikan
perbuatan-perbuatan daging (#/TB Rom 8:13*) sampai akhirnya ia dijadikan sama
dengan Kristus (#/TB Rom 8:29*) dan keselamatannya digenapi dalam kemuliaan
(#/TB Fili 3:21*).
e. Surat Ibrani
Keselamatan ‘akbar’ Ibr melampaui bayangan keselamatan PL. Keselamatan
PB dilukiskan dengan bahasa korban; korban-korban yg sering diulang dalam
upacara PL, mengenai terutama dosa-dosa yg tidak disengaja dan hanya
menyediakan keselamatan yg dangkal, digantikan dengan korban satu-satunya yg
dipersembahkan oleh Kristus, Dia sendiri yg adalah Imam dan sekaligus korban
(#/TB Ibr 9:26; 10:12*). Pencurahan hidup-Nya dan darah-Nya dalam kematian-Nya
mengerjakan penebusan, sehingga sejak itu manusia dengan hati nurani yg bersih
dapat masuk ke hadirat Allah berdasarkan perjanjian baru, yg disahkan oleh
Allah melalui pengantaraan-Nya (#/TB Ibr 9:15; 12:24*). Surat Ibr yg
menggarisbawahi penekanan macam itu kepada hal Kristus menyelesaikan soal dosa
dengan penderitaan-Nya dan kematian-Nya guna menyediakan keselamatan kekal,
memandang juga kepada kedatangan-Nya yg kedua kali, yg pada waktu itu tidak
untuk menanggung dosa, melainkan untuk menggenapi keselamatan umat-Nya dan
pasti menganugerahkan kemuliaan yg menyertai mereka (#/TB Ibr 9:28*).
f Surat Yakobus
Yak
mengajarkan bahwa keselamatan bukanlah hanya’oleh iman’ saja, tapi juga oleh
‘perbuatan’ (#/TB Yak 2:24*). Tujuannya ialah untuk membuyarkan harapan siapa
saja yg menggantungkan keselamatannya hanya pada pengetahuan intelektual
tentang keberadaan Allah, tanpa adanya perubahan hati yg mendampakkan
perbuatan-perbuatan yg adil. Yakobus bukannya membuang iman yg benar, tapi
menekankan bahwa kehadiran orang beriman nampak melalui perbuatan yg pada
gilirannya menunjukkan daya penyelamatan dari agama yg benar, yg sedang bekerja
melalui firman Allah dalam hati. Ia tak kalah dalam minatnya untuk membawa
kembali orang-orang berdosa dari kesalahan jalannya dan menyelamatkan nyawanya
dari kematian (#/TB Yak 5:20*).
g. 1 dan 2 Petrus
1 Ptr
menekankan hal yg sama dengan Ibr mengenai mahalnya keselamatan (#/TB Yak
1:19*) yg dicari-cari dan dinubuatkan para nabi. Tapi kini sudah menjadi
realitas bagi mereka, yg bagaikan domba yg sesat telah kembali kepada Gembala
jiwanya (#/TB Yak 2:24* dab). Segi keakanannya dapat dikenal oleh mereka ‘yg
dipelihara … kepada keselamatan yg telah tersedia untuk dinyatakan’ (#/TB 1Pet
1:5*)
Dalam 2
Ptr keselamatan mencakup luput dari kerusakan yg ada dan terjadi di dunia ini
melalui nafsu, dengan cara turut mengambil bagian dalam kodrat ilahi (#/TB 1Pet
1:4*). Dalam dunia yg penuh dosa ini, orang percaya merindukan langit baru dan
bumi baru di mana bersemi keadilan, namun mengakui bahwa penundaan kedatangan
akhir zaman (parousia) terkait pada kesabaran Tuhan dan penundaan itu sendiri
merupakan salah satu segi keselamatan (#/TB 1Pet 3:13,15*).
h. 1, 2, dan 3 Yohanes
Bagi 1
Yoh bahasa korban Ibr merupakan kesepakatan nalar. Kristus adalah keselamatan
kita dengan menjadi tebusan bagi dosa-dosa kita, sebagai akibat dari kasih
Allah. Adalah Allah sendiri oleh kasih-Nya di dalam darah kehidupan Kristus yg
dicurahkan, yg menghapus dosa-dosa kita dan menyucikan kita. Seperti dalam
Injil Keempat, keselamatan berarti dilahirkan dari Allah, mengenal Allah,
memperoleh hidup kekal di dalam Kristus, hidup dalam terang dan kebenaran
Allah, tinggal di dalam Allah dan mengetahui bahwa Ia tinggal di dalam kita
melalui kasih oleh RohNya (#/TB 1Pet 3:9; 4:6,13; 5:11*). 3 Yoh mempunyai doa
yg penting bagi kesejahteraan umum dan kesehatan jasmani (kesejahteraan
alamiah) untuk menyertai kesejahteraan jiwa (ay #/TB 1Pet 5:2*).
i. Surat Yudas
#/TB Yud
1:3*, dalam mengacu kepada ‘keselamatan kita bersama’, memikirkan sesuatu yg
berkaitan dengan ‘iman bersama’ dalam #/TB Tit 1:4*, dan menghubungkannya
dengan ‘iman’ (bnd #/TB Ef 4:5*) untuk mana orang percaya harus berjuang.
Keselamatan ini meliputi kebenaran-kebenaran yg menyelamatkan, hak-hak
istimewa, tuntutan-tuntutan, dan pengalaman-pengalaman pembaca-pembacanya yg
bermacam-macam. Dalam ay #/TB Ef 4:22* dab ia dengan keras ingin menerapkan
keselamatan ini kepada berbagai kelompok orang yg dalam kebimbangan, bahaya dan
kemerosotan.
j. Wahyu
Why
mengulangi tema (dari 1 Yoh) keselamatan sebagai pembebasan atau penyucian dari
dosa melalui darah Kristus, dan pengangkatan orang percaya menjadi imamat yg
berkerajaan (#/TB Ef 1:5* dab). Dalam cara mengenang pemazmur, penulis dengan
puji-pujian menggambarkan keselamatan bergantung dalam keseluruhannya kepada
Tuhan (#/TB Wahy 7:10*). Ps-ps penutup Why melukiskan keselamatan sebagai daun-daun
pohon kehidupan yg diperuntukkan bagi kesembuhan bangsa-bangsa. Hak mendekati
pohon itu, sama seperti mendekati kota keselamatan, diberikan hanya kepada
mereka yg namanya tertulis dalam kitab kehidupan.
III. JALAN KESELAMATAN
Titik tolak
pemikiran Alkitab ialah bahwa sejak kejatuhannya, manusia — baik sebagai
perseorangan maupun sebagai masyarakat memerlukan pertolongan, yaitu
keselamatan. Ia berada dalam lingkaran setan pada posisi dan kondisi yg
berbahaya, bersalah dan tak berdaya. Kesalahannya telah tidak melayakkan dia
menerima bantuan yg dapat melepaskannya dari keadaan dan kedudukannya itu.
Tidak ada kebijakan dan kekuatan manusiawi yg mampu memecahkan masalah itu
untuk dapat keluar dari dalam lingkaran itu. Allah sendiri harus mengambil
prakarsa jika manusia harus diselamatkan.
Ada berbagai
gambaran tentang kegawatan manusia — kegagalan, kekurangan, kekosongan,
keterasingan, keterbelengguan, pemberontakan, penyakit, kerusakan, pencemaran,
kematian. Demikian juga banyaknya usaha yg sia-sia untuk memperbaiki keadaan
itu — pencerahan intelektual terhadap ketidaktahuan, pembaharuan moral,
peningkatan estetika, penanganan medis atau psikologis, perbaikan masyarakat
dengan menggunakan kehebatan teknologi canggih, strategi ekonomi dan politik,
dan di atas segalanya juga teknik-teknik keagamaan yg diciptakan manusia. Sejak
dini dalam kisahnya, manusia sudah harus melihat, sebagaimana ia masih harus
melihat, bahwa ia tidak dapat mengupayakan keselamatannya sendiri. Sebab dosanya
berakar, dan ia pada dirinya terpusat pada dirinya sendiri saja. Usaha-usaha
manusia untuk menyelamatkan dirinya sendiri merupakan penentangan terburuk
kepada Allah dan terkena hukuman-Nya.
Alkitab
menggambarkan Allah dalam kasih yg kudus berprakarsa memikirkan dan
melaksanakan ‘karya penyelamatan’. Acuan-acuan Alkitab kepada apa yg sudah
terjadi terdahulu atau pada ‘saat kejadian dunia’, telah melahirkan pertanyaan
seperti kapan, dan dalam urutan yg bagaimana Allah merancang penyelamatan itu
(#/TB Mat 13:35; 25:34*; #/TB Yoh 17:24*; #/TB Ef 1:4*; #/TB Ibr 4:3*; #/TB
1Pet 1:20*; #/TB Wahy 13:8; 17:8*). Namun teolog spekulatiflah yg bertugas
membahas masalah, dalam urutan kronologis yg bagaimanakah empat istilah:
penciptaan, kejatuhan, pemilihan, penyelamatan itu dinyatakan.
Alat-alat
keselamatan menjadi lebih jelas. Adalah jelas bahwa Bapak, Anak dan Roh
terlibat (pengalimatannya yg tradisional ialah bahwa Bapak mendekritkan, Anak
mengadakan dan Roh menerapkan keselamatan). ‘Poros’ keselamatan itu adalah
salib Kristus (#/TB Rom 1:16*; #/TB 1Kor 1:18*). Dengan tidak melupakan hidup
dan kebangkitan Kristus, teolog-teolog biblika sepakat bahwa dalam kematian
Kristus-lah Allah melaksanakan tindakan penyelamatan yg sentral bagi manusia.
Adalah Tuhan Allah sendiri, dalam kasih-Nya yg kudus, yg menyediakan
keselamatan. Gambaran keselamatan itu bermacam-macam. Tapi polanya menyatakan
keagungan, rahasia, kekuasaan, dan betas kasihan Allah yg sedang berkarya: dosa
yg merupakan penghinaan terhadap kekudusan Allah ditiadakan dalam Kristus.
Hubungan
damai dengan Allah disahkan oleh Dia, yg telah membuat pendamaian melalui
salib-Nya dan penebusan bagi manusia yg terasing dari Khalik-nya. Pembebasan
diumumkan di pengadilan, karena Allah dalam AnakNya memikul hukuman yg
seyogianya dibebankan atas manusia, dengan menyamakan diriNya sendiri dengan
dosa manusia; kehormatan Allah dipuaskan oleh kesempurnaan Kristus yg
diserahkan dalam ketaatan; Kristus mempersatukan kemanusiaan dalam diriNya
sendiri, dan menyerahkan itu sebagai korban-Nya kepada Bapak. Kristus adalah
Pemenang mutlak dalam kematian-Nya.
Tekanan di
sini terletak pada keselamatan yg telah disediakan Allah bagi manusia dalam
Kristus, dan sekalipun tidak ada pemisahan antara mereka, penting ditunjukkan
bagaimana Allah mengerjakan keselamatan dalam manusia Yesus.
Adalah Roh
Kudus yg mewujudkan keselamatan itu menjadi riil (konkret) bagi manusia.
Pengalaman manusia tentang keselamatan melalui tiga kurun waktu, dan dapat
dilukiskan dalam pengertian masa lalu, masa kini, dan masa datang; posesif,
progresif dan prospektif. Sang insan sudah diselamatkan, sedang diselamatkan
dan akan diselamatkan (#/TB Ef 2:8*; #/TB 1Kor 1:18*; #/TB Mat 10:22*; #/TB Rom
5:9,10; 8:24*).
a. Posesif
Manusia
dengan iman yg dikerjakan oleh Roh di dalam dia, dianugerahi status baru dalam
Kristus; ia telah dibenarkan dan dibebaskan demi Kristus. Apabila ia dalam
statusnya yg belum dibenarkan sama sekali tidak layak memperoleh keselamatan,
maka sesudah dibenarkan (bukan oleh kebenarannya sendiri) ia tidak dapat
menjadi tidak layak akan keselamatan atau membuat dirinya tidak dibenarkan,
dalam arti menggagalkan apa yg sudah dikerjakan Tuhan untuknya. Ia sudah
ditebus, didamaikan, diampuni, disucikan (#/TB Yoh 13:10*), telah melewati maut
menuju ke kehidupan, dan dikaruniai jaminan oleh Roh yg bersaksi bersama rohnya
sendiri bahwa ia adalah anak Allah (#/TB Rom 8:16*), turut menjadi pewaris
bersama Kristus, memiliki hidup yg kekal dalam kualitasnya dan kekekalan waktu,
dan yg mematahkan belenggu ketakutan akan maut (#/TB Ibr 2:15*).
b. Progresif
Rahmat
Allah yg membawa keselamatan (#/TB Tit 2:11*), yg merupakan kekuatan sebagai
dampak pemberitaan tentang salib kepada mereka yg ‘diselamatkan’ (#/TB 1Kor
1:18*) mengajarkan: (i) kebutuhan akan karya pengudusan oleh Roh; (ii)
penerapan keselamatan yg telah diberikan Tuhan kepada manusia (#/TB Fili
2:12*); dan (iii) penyangkalan terhadap nafsu-nafsu duniawi, yg mendampakkan hidup
yg saleh dan adil dan ilahi di dunia yg sekarang. Seperti iman adalah penting
dalam keselamatan yg dimengerti secara posesif, maka demikian jugalah kasih
dalam keselamatan yg dimengerti secara progresif. Oleh kasih yg disemaikan oleh
Roh maka hidup manusia terpelihara, mencapai kepribadian yg benar dalam
merefleksikan citra Allah, dan Roh sungguh-sungguh hadir dalam pribadinya
terhadap orang-orang lain yg membutuhkan keselamatan.
c. Prospektif
Keselamatan seutuhnya akan diwujudkan kelak. Manusia diselamatkan oleh
pengharapan. Orang percaya ditunjuk untuk memperoleh keselamatan (#/TB 1Tes
5:9*; #/TB 2Tes 2:13*; #/TB 2Tim 2:10*; #/TB Ibr 1:14*). Keselamatan siap untuk
dinyatakan pada akhir zaman (#/TB 1Pet 1:5*). Keselamatan ‘lebih dekat bagi
kita daripada waktu kita percaya’ (#/TB Rom 13:11*). Bagi mereka yg mencari
Kristus, Ia akan datang untuk kedua kalinya, bukan untuk urusan dosa, melainkan
‘untuk keselamatan’ (#/TB Ibr 9:28*). Pada waktu kejahatan dikalahkan tuntas
dan mutlak untuk selama-lamanya, suara sorgawi akan menyerukan ‘Sekarang
keselamatan telah datang’ (#/TB Wahy 12:10*).
IV. HAK ISTIMEWA DAN TANGGUNG JAWAB DARI KESELAMATAN
Penerima
keselamatan di mana pun tidak boleh membanggakan diri kepada Allah. Bahkan
orang-orang pilihan diperingatkan supaya makin meneguhkan panggilan dan
pemilihan mereka (#/TB 2Pet 1:10*) dan untuk mengerjakan keselamatan mereka
dengan takut dan gentar (#/TB Fili 2:13*). Persekutuan orang percaya yg sudah
diselamatkan — gereja — merupakan penjaga keselamatan, dan kalimat extra
ecclesiam nulla salus (di luar gereja tidak ada keselamatan) baru mengandung
artinya yg sebenarnya, bila tugas hikmat memelihara kerygma dan didache tentang
keselamatan diwujudkan. Gereja harus menjadi ‘persekutuan orang-orang yg
prihatin’, umat yg diselamatkan dan menyelamatkan.
Jika
keselamatan benar-benar bekerja dalam diri orang-orang percaya, maka
persekutuan (koinonia) mereka di dalam Roh akan bertambah. Dan kekuatan yg
menyelamatkan dari Tuhan, yg secara ‘vertikal’ bekerja ke bawah, membuat mereka
sadar akan dampak ‘horisontal’ atas masyarakat dan yg harus terjadi karena
memiliki keselamatan itu. Mereka yg memiliki keselamatan harus menjadi terang
dunia, garam dunia, kota di atas gunung. Sejarah gereja menunjukkan bagaimana
gereja telah belajar dan masih harus belajar untuk bersaksi secara nabiah
tentang keselamatan dalam setiap zaman.
V. PENGGENAPAN KESELAMATAN
Alkitab
tidak bicara tentang keselamatan yg sedikit demi sedikit bagi seluruh umat
manusia, apakah itu dalam arti mempersiapkan mereka semua bagi kemuliaan, atau
pengubahan masyarakat oleh perkembangan yg berkesinambungan melalui penerapan
prinsip-prinsip ‘selamat’. Tapi Alkitab menjanjikan pembinasaan tuntas
kejahatan secara apokaliptis ataupun eskatologis, pembebasan makhluk ciptaan yg
sekarang ini mengerang dalam belenggu kerusakan menuju ke kebebasan anak-anak
Allah yg berkilauan (#/TB Rom 8:21* dab) pada saat ‘pengangkatan’, ‘penebusan
tubuh’, ‘penciptaan kembali’ (#/TB Mat 19:28*), dan penciptaan ‘langit baru dan
bumi baru, di mana tinggal keadilan’, di mana Tuhan akan dilihat secara tatap
muka.
KEPUSTAKAAN.
- W Foerster, G Fohrer, TDNT 7, hlm 965-1003;
- M Green, The Meaning of Salvation, 1965;
- G. C Berkouwer, Faith and Justification, 1954;
- Faith Sanctification, 1952;
- E. Brunner, The Mediator, 1947;
- R. W Dale, The Atonement20, 1899;
- J Denney, The Death of Christ, edisi 1951;
- P. T Forsyth, The Cruciality of the Cross z, 1948;
- L Morris, The Apostolic Preaching of the Cross, 1955;
- J Murray, Redemption Accomplished and Applied, 1955;
- L Newbigin, Sin and Salvation, 1956;
- G. B Stevens, The Christian Doctrine of Salvation, 1905.
Bagian Kedua:
DOSA
I. ARTINYA
Alkitab
menggunakan beberapa istilah untuk dosa. Kata Ibrani yg paling umum ialah
khatta’t (dlm berbagai bentuk dari akar kata yg sama), ‘awon, pesya ‘ra‘; dan
kata Yunani ialah hamartia, hamartema, parabasis, paraptoma, poneria, anomia
dan adikia. Ada beda pengertian terkandung dalam masing-masing istilah itu yg
memantulkan berbagai segi, dan dari situ orang mengenali dosa. Dosa ialah
kegagalan, kekeliruan atau kesalahan, kejahatan, pelanggaran, tidak menaati
hukum, kelaliman atau ketidakadilan. Dosa ialah kejahatan dalam segala
bentuknya.
Tapi
keterangan tentang dosa janganlah begitu saja dikutip dari istilah-istilah
dalam Alkitab. Ciri utama dosa dalam segala seginya ialah tertuju kepada Allah.
Daud mengungkapkan hal ini dalam pengakuannya, ‘Terhadap Engkau, terhadap
Engkau sajalah aku telah berdosa’ (#/TB Mazm 51:4*), dan Paulus dalam
tuduhannya, ‘Keinginan daging ialah perseteruan terhadap Allah’ (#/TB Rom
8:7*). Kepastian arah ini harus dipertimbangkan bila hendak mencari pengertian
yg dikandung istilah-istilah yg bermacam-macam itu. Setiap pengertian tentang
dosa yg tidak dilatari penentangan yg tertuju kepada Allah, adalah merupakan
penyimpangan dari arti yg digambarkan Alkitab.
Pikiran umum
bahwa dosa adalah melulu keakuan, menunjukkan pemahaman yg salah tentang kodrat
dosa dan bobot kejahatannya. Dari awalnya dan sepanjang perkembangannya, dosa
adalah setiap penentangan yg ditujukan kepada Allah, dan patokan inilah yg
dapat menerangkan keanekaan bentuk dan kegiatan dosa. Apabila Alkitab berkata
bahwa ‘dosa ialah pelanggaran hukum Allah’ (#/TB 1Yoh 3:4*), maka kepada
pengertian yg sama inilah perhatian kita ditujukan. Hukum Allah ialah gambaran
dari kesempurnaan Allah; dalam hukum-Nya, kekudusan-Nya-lah yg terungkap untuk
mengatur pikiran dan tindakan, selaras dengan kesempurnaan-Nya. Pelanggaran
ialah penentangan atas apa yg dituntut kemuliaan Allah dari kita, yg pada
hakikatnya sama dengan menentang Allah sendiri.
II. ASAL MULA DOSA
Dosa sudah ada
di alam semesta sebelum Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Ini terbukti dari
hadirnya penggoda itu di Taman Eden dengan kata-kata godaannya. Tapi Alkitab
tidak memberikan keterangan tentang kejatuhan Iblis dan malaikat-malaikatnya ke
dalam dosa, kecuali asal mula dosa dalam kaitannya dengan manusia.
#/TB Kej 3*
menceritakan jalannya peristiwa pencobaan, dan #/TB 1Tim 2:14* mengulas
pencobaan itu (bnd #/TB Yak 1:13-14*). Serangan Iblis ditujukan terhadap
keutuhan dan kebenaran Allah (bnd #/TB Kej 3:4*). Dan silat katanya yg
meyakinkan Hawa ialah, bahwa Hawa bersama suaminya akan menjadi sama seperti
Allah, yakni akan mengenal yg baik dan yg jahat (bnd #/TB Kej 3:5*). Kepada
keinginan durhaka inilah perhatian Hawa dipusatkan, dan secara khusus dalam
tanggapannya terungkap bisikan, ‘Pohon itu menarik hati karena memberi
pengertian’, yg justru adalah tahapan menuju aib dan kemurtadan dalam hati dan
pikiran Hawa. Reaksi Hawa menunjukkan bahwa Iblis berhasil menjerat kepercayaan
Hawa, dan bahwa Hawa membenarkan dakwaan Iblis terhadap kebenaran Allah. Reaksi
itu juga menunjukkan bahwa Hawa ingin menjadi sama seperti Allah — tahu yg baik
dan yg jahat.
Jenis
keinginan atau hawa nafsu itulah yg disoroti untuk melacak asal mula dosa. Hawa
memberikan tempat kepada Iblis, yg hanya boleh diduduki Allah saja. Hawa
menyetujui serangan Iblis yg bersifat paling menghujat atas kedaulatan Allah.
Hawa menginginkan bagi dirinya hak-hak khusus Allah. Dalam kesediaannya
berbincang-bincang dengan penggoda, dalam ketiadaan niatnya menolak saran-saran
penggoda yg demikian kasar dan lancung, dan dalam persetujuan hatinya secara
diam-diam terletak tahapan langkah-langkahnya yg mendahului tindakannya memakan
buah terlarang itu.
Di situlah
letaknya asal mula dosa dan sifatnya yg sesungguhnya. Dosa tidak bermula pada
tindakan yg terang-terangan; dosa timbul dari hati dan pikiran (bnd #/TB Mr
7:21-23*). Kebusukan hati terungkap sendiri dalam perbuatan melanggar perintah
Allah; Adam dan Hawa mula-mula sesat dari Allah, barulah kemudian mereka
melakukan pelanggaran-pelanggaran nyata. Mereka dihanyutkan oleh hawa nafsu
sendiri dan tergoda. Bagaimana ini dapat terjadi dalam hal mereka, itulah
rahasia asal mula dosa.
Bobot
kejahatan dosa yg pertama itu nampak dalam kenyataan, bahwa dosa itu memperkosa
kedaulatan Allah dan perintah-Nya dalam hal kekuasaan, kebaikan, hikmat,
keadilan, kesetiaan dan kasih karunia-Nya. Pelanggaran berarti membuang
kekuasaan Allah, meragukan kebaikan hatiNya, menengkari hikmat-Nya, menolak
keadilan-Nya, memutarbalikkan kebenaran-Nya, dan menghinakan kasih karunia-Nya.
Lawan dari segenap kemahasempurnaan Allah ialah dosa. Dan melawan itu adalah
tetap watak dosa.
III. AKIBAT-AKIBAT DOSA
Dosa Adam
dan Hawa bukanlah peristiwa yg berdiri sendiri tanpa kaitan. Akibat-akibatnya
terhadap mereka, terhadap keturunannya dan terhadap dunia segera kelihatan.
a. Sikap manusia terhadap Allah
Perubahan
sikap Adam dan Hawa terhadap Allah menunjukkan pemberontakan yg terjadi dalam
hati mereka. ‘Bersembunyilah manusia dan istrinya itu terhadap Allah Yahweh di
antara pohon-pohonan dalam taman’ (#/TB Kej 3:8*), dan ‘ditutupilah dirinya
dengan cawat’ (#/TB Kej 3:7*). Padahal manusia diciptakan untuk hidup di
hadapan Allah dan dalam persekutuan dengan Dia. Tapi sekarang — setelah mereka
jatuh ke dalam dosa — mereka gentar berjumpa dengan Allah (bnd #/TB Yoh 3:20*).
Rasa malu dan ketakutan yg sekarang merajai hati mereka (bnd #/TB Kej 2:25;
3:7,10*) menunjukkan bahwa perpecahan sudah terjadi.
b. Sikap Allah terhadap manusia
Perubahan
tidak hanya terjadi pada sikap manusia terhadap Allah, tapi juga pada sikap
Allah terhadap manusia. Hajaran, hukuman, kutukan dan pengusiran dari Taman
Eden, semuanya ini menandakan perubahan itu. Dosa timbul pada satu pihak, tapi
akibat-akibatnya melibatkan kedua pihak. Dosa menimbulkan amarah dan kegusaran
Allah, dan memang harus demikian sebab dosa bertentangan mutlak dengan hakikat
Allah. Mustahil Allah masa bodoh terhadap dosa, karena mustahil pula Allah
menyangkali diriNya sendiri.
c. Akibat-akibatnya terhadap umat
manusia
Sejarah
umat manusia berikutnya melengkapi daftar kejahatan (#/TB Kej 4:8,19,23,24;
6:2,3,5*). Dan timbunan kejahatan yg merajalela itu mencapai kesudahannya dalam
pemusnahan umat manusia, kecuali 8 orang (#/TB Kej 6:7,13; 7:21-24*). Kejatuhan
ke dalam dosa berakibat tetap dan menyeluruh, tidak hanya menimpa Adam dan
Hawa, tapi juga menimpa segenap keturunan mereka; dalam ihwal dosa dan
kejahatan terkandung solidaritas insani, yakni sama-sama langsung terhisab
dalam perbuatan dosa itu dan menanggung segala akibatnya.
d. Akibat-akibatnya terhadap alam
semesta
Akibat-akibat dari kejatuhan ke dalam dosa meluas sampai ke alam
semesta. ‘Terkutuklah tanah ini karena engkau’ (#/TB Kej 3:17*; bnd #/TB Rom
8:20*). Manusia adalah mahkota seluruh ciptaan, dijadikan menurut gambar Allah,
dan karena itu merupakan wakil Allah (#/TB Kej 1:26*). Bencana kejatuhan
manusia ke dalam dosa mendatangkan bencana laknat atas alam semesta, yg tadinya
atasnya manusia telah dikaruniai kuasa. Dosa adalah peristiwa dalam kawasan
rohani manusia, tapi akibatnya menimpa seluruh alam semesta.
e. Munculnya maut
Maut
adalah rangkuman dari hukuman atas dosa. Inilah peringatan yg bertalian dengan
larangan di Taman Eden (#/TB Kej 2:17*), dan merupakan pengejawantahan langsung
kutuk ilahi atas orang berdosa (#/TB Kej 3:19*). Maut sebagai gejala alamiah,
ialah porandanya unsur-unsur kedirian manusia yg pada asalinya adalah utuh dan
padu sejalin. Keporandaan ini melukiskan hakikat maut, yaitu keterpisahan, dan
hal ini terungkap sejelas-jelasnya dalam terpisahnya manusia dari Allah, yg
nyata pada pengusiran manusia dari Taman Eden. Oleh karena dosa, manusia gentar
menghadapi kematian (#/TB Luk 12:5*; #/TB Ibr 2:15*).
IV. DOSA DITANGGUNGKAN PADA SEGENAP UMAT MANUSIA
Dosa
pertama, yaitu dosa Adam, mempunyai makna dan dampak khas bagi seluruh
umat manusia. #/TB Rom 5:12,14-19* dan #/TB 1Kor 15:22* memberi penekanan pada
pelanggaran yg satu itu oleh manusia yg satu itu, dan hanya karena pelanggaran
yg satu itulah dosa, hukuman dan maut berkuasa dan menimpa segenap umat
manusia. Dosa itu disebut ‘seperti yg telah dibuat oleh Adam’, ‘pelanggaran
satu orang’, ‘satu pelanggaran’, ‘ketidaktaatan satu orang’ (#/TB Rom
5:14,15,16,19*). Pasti yg dimaksudkan ialah pelanggaran pertama dari Adam. Jadi
anak kalimat dalam #/TB Rom 5:12* ‘karena semua orang telah berbuat dosa’,
menunjuk kepada dosa-dosa segenap umat manusia terhisab di dalam dosa Adam. Itu
tidak menunjuk kepada dosa-dosa nyata segenap umat manusia, apalagi kepada
kebusukan hati yang diwarisi manusia. Lagipula anak kalimat dari ay #/TB Rom
5:12* tadi jelas menyatakan bagaimana ‘semua orang telah jatuh di dalam kuasa
maut’ (ay #/TB Rom 5:15*), dan dalam ay-ay berikutnya ditekankan ‘pelanggaran
yg satu itu’ (TBI, ‘satu pelanggaran itu’).
Jika bukan
dosa yg satu itu yg dimaksudkan, maka Paulus telah menandaskan dua hal yg
berlainan dengan mengaitkannya pada pokok yg sama dalam konteks naskah yg sama.
Justru satu-satunya keterangan terhadap kedua bentuk pernyataan ini, ialah
semua orang terhisab dalam dosa Adam. Kesimpulan itu juga yg harus diambil dari
#/TB 1Kor 15:22* ‘di dalam Adam semua orang mati’. Maut ialah upah dosa, dan
melulu akibat dosa (#/TB Rom 6:23*). Karena semua mati di dalam Adam, maka
penyebabnya adalah karena semua berdosa di dalam Adam.
Menurut
Alkitab, jenis solidaritas pada keterhisaban dengan Adam, yg menerangkan
segenap umat manusia terhisab dalam dosa Adam, sama dengan jenis solidaritas
dengan Kristus, yakni terhisab dalam karya penyelamatan Kristus bagi semua
orang yg dipersatukan dengan Dia. Gambaran kesejajaran Adam dengan Kristus
dalam #/TB Rom 5:12-19*; #/TB 1Kor 15:22,45-49* menjelaskan jenis hubungan yg
sama antara kedua Tokoh itu dengan manusia. Kita tidak perlu mendalilkan
sesuatu kenyataan dalam hal Adam dan umat manusia melebihi apa yg kita jumpai
dalam hal Kristus dan umat-Nya. Kristus adalah Kepala yg mewakili umat-Nya.
Kekepalaan demikianlah yg mutlak mendasari solidaritas segenap umat manusia
dalam keterhisabannya berdosa dalam dosa Adam.
Menolak
ajaran ini bukan hanya berarti tidak mau menerima kesaksian ps-ps yg berkaitan
dengannya, tapi juga berarti tidak menghargai hubungan erat antara asas yg
menguasai hubungan manusia dengan Adam dan asas yg menguasai tindakan
penyelamatan Allah. Kesejajaran Adam sebagai manusia pertama dengan Kristus
sebagai Adam terakhir, menunjukkan bahwa asas yg berlaku dan mendasari
tercapainya keselamatan dalam Kristus, adalah sama dengan asas yg berlaku yg
menghisabkan manusia berdosa dan pewaris kerajaan maut.
Sejarah umat
manusia dapat diterangkan sebagai dua sisi yg bertentangan yaitu: 1. dosa —
kutuk maut dan 2. keadilbenaran pembenaran — hidup. Yg pertama timbul dari
kesatuan manusia dengan Adam, yg kedua dari kesatuan dengan Kristus. Hanya
kedua inilah sarana yg ada, yg di dalamnya manusia hidup dan bergerak.
Pemerintahan Allah terhadap manusia ditata sesuai bentuk kedua sisi itu. Jika
kita mengabaikan Adam maka kita tak akan mengerti Kristus dengan sesungguhnya.
Semua yg mati — mati di dalam Adam; semua yg dihidupkan — dihidupkan di dalam
Kristus.
V. HATI YANG BUSUK
Dosa tidak
pernah melulu hanya berupa tindak pelanggaran dengan sengaja. Setiap keinginan
melakukan tindak kejahatan adalah lebih busuk daripada kejahatan itu sendiri.
Perbuatan dosa adalah pertanda dari hati yg berdosa (bnd #/TB Mr 7:20-23*; #/TB
Ams 4:23; 23:7*). Justru dosa senantiasa melibatkan hati, akal budi, pembawaan
dan kehendak secara jungkir balik. Ini benar seperti jelas nampak dalam
peristiwa dosa pertama, dan berlaku pada semua tindak perbuatan dosa. Karena
dosa Adam ditimpakan dan ditanggungkan kepada segenap keturunannya, maka
segenap umat manusia terhisab langsung dalam kejungkirbalikan itu. Bila tidak,
maka dosa Adam menjadi tanpa arti, demikian juga pertanggungan dan keterhisaban
itu akan tinggal maya. Maka dapatlah dimengerti penegasan Paulus, ‘Oleh
ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa’ (#/TB Rom
5:19*).
Kebusukan yg
ditimbulkan dosa dan yg dalamnya semua manusia lahir ke bumi, adalah dasar
keterhisaban manusia langsung terlibat dalam dosa Adam. Dengan tepat Daud
menyimpulkannya, ‘Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa
aku dikandung ibuku’ (#/TB Mazm 51:5*). Dan tentang itu Tuhan Yesus berkata,
‘Apa yg dilahirkan dari daging, adalah daging’ (#/TB Yoh 3:6*).
Kesaksian
Alkitab mengenai kebusukan hati yg sifatnya merembes rata dan menyeluruh ini
adalah gamblang. #/TB Kej 6:5; 8:21* menyajikan bobot dan kualitasnya
‘Kejahatan manusia besar di bumi dan… kecenderungan hatinya selalu membuahkan
kejahatan semata-mata’, dan ‘yg ditimbulkan hatinya adalah jahat’. Kutipan ini
jelas menyatakan kecenderungan hati manusia — suatu ungkapan yg pemakaiannya
dalam Alkitab adalah wajar dan tepat, untuk menelanjangi sifat kebusukan hati
manusia.
Dakwaan #/TB
Kej 6:5* tidak dibatasi pada zaman pra Air Bah saja, dan ini jelas dari #/TB
Kej 8:21*. Justru sifat ‘kedosaan’ itu sudah kokoh, mantap dan berlangsung
terus. Karena itu tak satu pun upaya manusiawi akan mampu mengobatinya. Orang
tidak akan mampu meniadakan kesaksian yg terukir dalam pernyataan Allah ini.
Tak ada kemungkinan lain kecuali bahwa fakta kebusukan hati itu adalah bersifat
menyeluruh, baik dilihat dari kehebatan bobotnya maupun dari luasnya. Fakta itu
mencakup hati manusia yg paling hakiki dan merupakan ciri khas dari watak
manusia.
Kesaksian
Alkitab berikutnya tentang ‘keberdosaan’ manusia adalah sama. Yahweh
menyelidiki hati dan menguji batin manusia (bnd #/TB Yer 17:10*), dan hasilnya,
‘Betapa liciknya hati, lebih licik daripada segala sesuatu, hatinya sudah
membatu: siapakah yg dapat mengetahuinya?’ (#/TB Yer 17:9*). Rasul Paulus dalam
#/TB Rom 3:10-18* mengutip beberapa nas PL, khususnya #/TB Mazm 14; 53*, di mana dipaparkan tuduhan-tuduhan yg
paling berat terhadap manusia. Tidak ada yg terkecuali! Hal ini jelas terlihat
baik dari konteksnya maupun dari tuduhan itu sendiri. Ay-ay yg menyusuli #/TB
Rom 3:9* mengukuhkan kenyataan bahwa baik orang Yahudi maupun orang Yunani —
mereka semuanya adalah sama dan sama-sama di bawah kuasa dosa. Ay-ay itu juga
menunjukkan betapa busuknya hati akibat dosa.
Oleh
pernyataan ‘tidak ada yg benar, seorang pun tidak’ dan pernyataan-pernyataan
berikutnya, maka dari sudut mana pun manusia dilihat, dirinya secara menyeluruh
alpa total akan apa yg baik atau berkenan di mata Allah.
Dalam rangka
nada yg sama, #/TB Rom 8:5-7* menelanjangi keinginan daging yg demikian
tajamnya bertentangan dengan keinginan Roh. Penggunaan istilah ‘keinginan
daging’ adalah dalam arti susila yg menghunjuk kepada kodrat manusia yg
dikendalikan dan dikuasai oleh dosa. Dan itulah pula yg dimaksudkan Tuhan Yesus
dengan, ‘Apa yg dilahirkan dari daging, adalah daging’ (#/TB Yoh 3:6*). Jadi
apabila Paulus berkata bahwa ‘keinginan daging adalah perseteruan terhadap
Allah’ (#/TB Rom 8:7*), maka istilah itu di sini berarti ‘pikiran’ (Yunani
phronema). Dengan perkataan lain, pikiran dan jalan pikiran manusia dikuasai
dan ditentukan oleh permusuhan terhadap Allah; bahkan pikiran daging itu
sendiri sama dengan perseteruan itu. Perseteruan adalah tindak tanduk manusia
yg paling asli dan khas. Di tempat di mana kemuliaan Allah menuntut penjelmaan
yg paling nyata, justru di situlah perseteruan itu paling hebat.
Walaupun
mungkin orang-orang yg berhati busuk masih melakukan hal-hal yg dituntut hukum
Taurat, namun mereka tidak taat kepada hukum Taurat Allah melulu oleh
perseteruan itu (#/TB Rom 8:7*; #/TB 1Kor 2:14*; bnd #/TB Mat 6:2,5,16*; #/TB
Mr 7:6,7*; #/TB Rom 13:4*; #/TB 1Kor 10:31; 13:3*; #/TB Tit 1:15; 3:5*; #/TB
Ibr 11:4,6*).
VI. KETIDAKMAMPUAN
Ketidakmampuan manusia melakukan yg baik adalah akibat ketiadaan
kapasitasnya, yg menjadi tiada sebab kodrat hatinya yg busuk. Karena kebusukan
hati itu menyeluruh, maka menyeluruh pula ketidakmampuan manusia untuk
melakukan yg baik dan membuat hati Allah senang.
Kita tidak
akan mampu mengubah watak kita atau berperilaku lain dari itu. Dalam hal
pengertian, manusia duniawi tak akan dapat memahami hal-hal yg berasal dari Roh
Allah, sebab hal-hal itu hanya dapat dilihat dengan mata rohani (#/TB 1Kor
2:14*). Mengenai ketaatan kepada hukum Taurat Allah, manusia duniawi bukan
hanya tidak tunduk kepada hukum Taurat Allah, tapi bahkan tidak bisa (#/TB Rom
8:7*). Mereka yg hidup menurut daging tak dapat menyenangkan hati Allah. Pohon
yg tidak baik tak mungkin menghasilkan buah yg baik (#/TB Mat 7:18*). Ketidakmungkinan
pada kedua kasus itu tak dapat disangkal. Tuhan Yesus sendiri mengatakan, bahwa
iman kepada-Nya sekalipun adalah tak mungkin tanpa karunia dan tarikan Allah
Bapak (#/TB Yoh 6:44,45,65*). Kesaksian ini sama maknanya dengan ucapan-Nya yg
tegas, bahwa seorang pun tak akan dapat mengerti Kerajaan Allah atau masuk ke
dalamnya, sebelum ia dilahirkan kembali dari air dan Roh (#/TB Yoh 3:3,5-6,8*;
bnd #/TB Yoh 1:13*; #/TB 1Yoh 2:29; 3:9; 4:7; 5:1,4,18*).
Mutlaknya
dan pentingnya perubahan radikal seperti penciptaan baru itu, membuktikan
betapa gawatnya kedosaan manusia yg tanpa asa. Seluruh kesaksian Alkitab yg
bertalian tentang manusia diperbudak dosa, menyimpulkan bahwa manusia duniawi —
baik secara psikologis, susila maupun rohani — mustahil menerima hal-hal yg
berasal dari Roh Allah, mustahil mengasihi Allah dan melakukan sesuatu yg
menyenangkan Allah, dan mustahil percaya kepada Kristus demi keselamatan
jiwanya. Perbudakan dosa inilah yg menjadi pradalil Injil, dan kemuliaan Injil
adalah justru menyediakan kelepasan dari belenggu perhambaan dosa. Injil ialah
Kabar Baik tentang kasih karunia dan kuasa bagi segenap umat manusia yg pada
dirinya tidak berdaya sama sekali.
VII. TANGGUNG JAWAB
Karena dosa
adalah sikap menentang Allah, maka Allah tak dapat ‘membiarkan dosa atau tak
acuh terhadapnya. Allah bertindak melawannya. Dan tindakan-Nya yg khas adalah
murka-Nya. Akan halnya Alkitab berulang kali menyebut murka Allah, mendorong
kita memperhitungkan kenyataan dan anti murka-Nya itu. PL menggunakan beberapa
istilah untuk murka. Istilah bh Ibrani yg paling sering digunakan ialah ‘af
dalam arti marah, dan kharon ‘af untuk mengungkapkan kehebatan murka Allah (bnd
#/TB Kel 4:14; 32:12*; #/TB Bil 11:10; 22:22*; #/TB Yos 7:1*; #/TB Ayub 42:7*;
#/TB Mazm 21:8*; #/TB Yes 10:5*; #/TB Nah 1:6*; #/TB Zef 2:2*); kata hema juga
berulang-ulang digunakan (bnd #/TB Ul 29:23*; #/TB Mazm 6:1; 79:6; 90:7*; #/TB
Yer 7:20*; #/TB Nah 1:2*); ‘evrd (bnd #/TB Mazm 78:49*; #/TB Yes 9:20; 10:6*; #/TB
Yeh 7:19*; #/TB Hos 5:10*) dan qetsef (bnd #/TB Ul 29:28*; #/TB Mazm 38:1*;
#/TB Yer 32:37; 50:13*; #/TB Za 1:2*) cukup sering dipakai dan perlu disebut;
demikian juga za’am yg melahirkan perasaan berang (bnd #/TB Mazm 38:3; 69:24;
78:50*; #/TB Yes 10:5*; #/TB Yeh 22:31*; #/TB Nah 1:6*).
Jelas
kelihatan bahwa dalam PL banyak ay mengenai murka Allah. Sering beberapa
istilah sama-sama tampil dalam satu ay untuk menguatkan dan meneguhkan pikiran
yg dilukiskannya. Istilah-istilah itu sendiri mengandung kehebatan pada dirinya
dan dalam susunan kalimat di mana kata-kata itu dipakai, untuk mengungkapkan
ketidaksenangan yg membara, rasa murka yg menyala-nyala dan pembalasan yg kudus.
Istilah-istilah Yunaninya ialah orge dan thymus. Yg pertama kerap kali
bertalian dengan murka Allah dalam PB (bnd #/TB Yoh 3:36*; #/TB Rom 1:18;
2:5,8; 3:5; 5:9; 9:22*; #/TB Ef 2:3; 5:6*; #/TB 1Tes 1:10*; #/TB Ibr 3:11*;
#/TB Wahy 6:17*) dan yg terakhir agak jarang (bnd #/TB Rom 2:8*; #/TB Wahy
14:10,19; 16:1,19; 19:15*; lih zelos dlm #/TB Ibr 10:27*).
Karena itu
murka Allah adalah suatu kenyataan yg sungguh, dan bahasa serta ajaran Alkitab
mengukirkan ke dalam hati kita kesungguhan tersebut yg menjadi ciri khasnya.
Ada tiga hal pokok yg perlu diketahui. Pertama, murka Allah janganlah diartikan
dalam bentuk dan sifat kemarahan yg kalap tidak menentu, seperti lazimnya
kemarahan manusia. Murka Allah adalah rasa tidak senang atas dasar pertimbangan
yg benar-benar matang dan tegas yg dituntut oleh kekudusan-Nya. Kedua, murka
Allah janganlah diartikan sebagai dipacu oleh dendam, melainkan kemarahan yg
kudus; tak ada sekelumit pun sifat kedengkian dalamnya. Murka Allah bukanlah
permusuhan yg timbul dari hati yg busuk, melainkan kebencian yg benar dan pada
tempatnya. Ketiga, tidak boleh merendahkan murka Allah menjadi kemauan
menghukum. Murka ialah pengejawantahan positif dari ketidakpuasan, tepat
seperti apa yg menyenangkan hati Allah memberikan kepuasan kepada-Nya.
Janganlah meniadakan dari Allah apa yg kita sebut perasaan hati. Murka Allah
mempunyai padanannya dalam hati manusia, yg terungkap sempurna dalam teladan
hidup Yesus sendiri (bnd #/TB Mr 3:5; 10:14*).
Justru
simpul tanggung jawab karena dosa ialah murka Allah. Dan karena dosa tak pernah
tanpa oknum persona, tapi justru dalamnya, dan pelakunya, yakni oknum persona
itu, maka murka Allah tertuang dalam ketidaksenangan yg tertuju kepada manusia;
manusia — kitalah obyek murkaNya itu. Siksaan yg bersifat hukuman yg diderita
manusia adalah ungkapan murka Allah. Rasa bersalah dan tersiksa adalah pantulan
di alam sadar kita akan ketidaksenangan Allah. Bobot inti kebinasaan terakhir
adalah siksaan yg tak berbatas akibat murka Allah (bnd #/TB Yes 30:33; 66:24*;
#/TB Dan 12:2*; #/TB Mr 9:43,45,48*).
VIII. KEMENANGAN ATAS DOSA
Kendati dosa
adalah ihwal yg sangat menyedihkan, Alkitab menawarkan pengharapan dan
optimisme menghadapinya. Inti berita Alkitab adalah prakarsa akbar ilahi
mengatasi dosa, yaitu rencana Allah menyelamatkan manusia yg berpusat pada
Tuhan Yesus Kristus, Adam yg terakhir, Anak Yg Kekal, Juruselamat manusia. Dosa
dikalahkan oleh karya Kristus — kelahiran-Nya yg ajaib, hidup-Nya yg taat
kepada Allah secara sempurna, khususnya kematian-Nya di kayu salib,
kebangkitan-Nya, kenaikan-Nya ke sorga ke sebelah kanan Bapak, kerajaan-Nya
atas sejarah umat manusia dan kedatangan-Nya yg kedua kali dengan penuh
kemuliaan. Kuasa rampasan dosa sudah dibinasakan, tuntutannya yg sadis dan aneh
ditelanjangi, kedok siasat najisnya dibuka dan dibuang, akibat-akibat buruk
dari kejatuhan Adam dibungkamkan, diimbangi dan diimbali, sehingga kehormatan
dan keakbaran Allah dibenarkan dan dikukuhkan, kekudusan-Nya dimantapkan, dan
kemuliaan-Nya berjaya luas.
Itulah
amanat akbar Alkitab, ‘Allah dalam Kristus telah menaklukkan dosa!’ Dampak
penaklukan itu terungkap dalam kehidupan umat Allah, yaitu orang-orang yg oleh
iman kepada Yesus Kristus dan karya penyelamatan-Nya yg tuntas sempurna,
dibebaskan dari kesalahan dan hukuman dosa. Dan mereka mengalami penaklukan
kuasa dosa melalui kesatuan mereka dengan Kristus. Proses pengalaman ini akan
mencapai puncaknya pada zaman akhir — pada waktu Kristus dalam kemuliaan-Nya datang
untuk kedua kalinya. Pada waktu itu pula umat Allah akan dikuduskan secara
sempurna, dosa akan dienyahkan dari ciptaan Allah, dan sorga serta bumi baru
akan terwujud di mana kebenaran diberlakukan. (Lih #/TB Kej 3:15*; #/TB Yes
52:13*; #/TB Yer 31:31-34*; #/TB Mat 1:21*; #/TB Mr 2:5; 10:45*; #/TB Luk 2:11;
11:12-22*; #/TB Yoh 1:29; 3:16* dab; #/TB Kis 2:38; 13:38* dab; Rm passim; #/TB
1Kor 15:3* dab; 22 dab; #/TB Ef 1:13-14; 2:1-10*; #/TB Kol 2:11-15*; #/TB Ibr
8:1-10:25*; #/TB 1Pet 1:18-21*; #/TB 2Pet 3:11-13*; #/TB 1Yoh 1:6-2:2*; #/TB
Wahy 20:7-14; 21:22-22:5*.)
KEPUSTAKAAN.
- J Muller, The Christian Doctrine of Sin, 1877;
- J On, Sin as a Problem of Today, 1910;
- F. R Tenant, The Concept ofSin, 1912;
- C Ryder Smith, The Bible Doctrine of Sin, 1953;
- E Brunner, Man in Revolt, 1939;
- R Niebuhr, The Nature and Destiny of Man, 1941 dan 1943;
- J Murray, The Imputation of Adam’s Sin, 1959;
- G. C Berkouwer, Sin, 1971; W Gunther, W Bauder, NIDNTT 3, hlm 573-587; TDNT 1, hlm 149-163,267-339; 3, hlm 167-172; 5, hlm 161-166, 447-448, 736-744; 6, hlm 170-172, 883-884; 7, hlm 339-358.
No comments:
Post a Comment