Sunday, December 24, 2017

KESELAMATAN



KESELAMATAN
DAFTAR ISI
Bagian Pertama:
SELAMAT, KESELAMATAN
I.                    DALAM PL
II.                  DALAM PB
a.       Injil Sinoptik
b.      Injil Keempat
c.       Kisah Para Rasul
d.      Surat-surat Paulus
e.      Surat Ibrani
f.        Surat Yakobus
g.       1 dan 2 Petrus
h.      1, 2, dan 3 Yohanes
i.        Surat Yudas
j.        Wahyu
III.                JALAN KESELAMATAN
a.       Posesif
b.      Progresif
c.       Prospektif
IV.                HAK ISTIMEWA DAN TANGGUNG JAWAB DARI KESELAMATAN
V.                  PENGGENAPAN KESELAMATAN
VI.                KEPUSTAKAAN.
Bagian Kedua:
DOSA
I.                    ARTINYA
II.                  ASAL MULA DOSA
III.                AKIBAT-AKIBAT DOSA
a.       Sikap manusia terhadap Allah
b.      Sikap Allah terhadap manusia
c.       Akibat-akibatnya terhadap umat manusia
d.      Akibat-akibatnya terhadap alam semesta
e.      Munculnya maut
IV.                DOSA DITANGGUNGKAN PADA SEGENAP UMAT MANUSIA
V.                  HATI YANG BUSUK
VI.                KETIDAKMAMPUAN
VII.              TANGGUNG JAWAB
VIII.            KEMENANGAN ATAS DOSA
IX.                KEPUSTAKAAN.



Bagian Pertama:
SELAMAT, KESELAMATAN
       Ibrani yesyu’a dan Yunani soteria, berarti tindakan atau hasil dari pembebasan atau pemeliharaan dari bahaya atau penyakit, mencakup keselamatan, kesehatan dan kemakmuran. Pergeseran arti ‘keselamatan’ dalam Alkitab bergerak dari ihwal fisik ke kelepasan moral dan spiritual. Demikianlah bagian-bagian paling depan PL berkembang dari menekankan cara-cara hamba Allah yg secara perseorangan terlepas dari tangan musuh-musuh mereka, ke pembebasan umat-Nya dari belenggu dan bermukimnya di tanah yg makmur; bagian-bagian paling akhir PL memberikan tekanan yg lebih besar pada keadaan-keadaan dan kualitas-kualitas keterberkatan secara moral dan religius, dan memperluasnya sampai melampaui batas-batas kebangsaan. PB dengan jelas menunjukkan keterbudakan manusia kepada dosa, bahaya dan kekuatan dosa, dan kelepasan dari dosa yg hanya dapat diperoleh dalam Kristus. Alkitab memberikan pernyataan-pernyataan yg makin lama makin jelas tentang bagaimana Allah menyediakan dasar keselamatan, menawarkannya, dan bagaimana Dia sendiri pada diriNya adalah satu-satunya keselamatan manusia.
I. DALAM PL
          Keselamatan menurut PL mempunyai unsur-unsur baik yg tertuju kepada manusia maupun yg tertuju kepada Allah. Manusia terancam bahaya penyakit, musibah fisik, penganiayaan oleh lawan dan kematian. Dalam persekutuan umat pilihan Allah, keterbelengguan (ketertawanan) merupakan pengalaman nyata, yg daripadanya kelepasan mutlak diperlukan, dan gagasan-gagasan tentang keselamatan terutama yg bersifat kesukaan dan duniawi. Bahaya yg lebih gawat adalah di mana perseorangan dan masyarakat berdiri di hadirat Allah, yg kehendak-Nya sudah mereka langgar dan yg murka-Nya telah menimpa mereka.
          Alat-alat keselamatan, langsung atau tidak langsung, disediakan melalui para Bapak leluhur, hakim, pemberi hukum, imam, raja, dan nabi. Hukum, baik bersifat ritual maupun moral, akibat dosa manusia, tidak mampu memberikan keselamatan yg penuh, tapi menunjukkan ciri dan tuntutan Allah dan kondisi kesejahteraan manusia. Juga dalam batas-batas tertentu ‘mengerem’ kesalahan manusia; tapi penyalahgunaannya sebagai aturan moral melahirkan legalisme dua muka. Pertama, keterikatan secara lahiriah kepada peraturan-peraturan telah kehilangan kenyataan spiritual yg terdalam. Kedua, pencapaian manusia dibeberkan di hadapan Allah dalam tuntutan yg bersifat membenarkan diri sendiri, untuk memperoleh keselamatan.
          Kekakuan upacara terancam oleh bahaya yg sama, tapi sementara kemuncak penyelenggaraan upacara — Hari Pendamaian — hanya menggenapi pengampunan atas dosa-dosa yg tidak disengaja, maka rinciannya menunjuk ke depan kepada datangnya keselamatan sejati. Penekanan nabi-nabi akan betapa perlunya perubahan batiniah, menggarisbawahi bobot kesalahan perbuatan manusia. Juga membimbing kepada ramalan tentang keselamatan mesianis yg apokaliptik, bila Allah, sesuai janji-Nya, akan datang sendiri dalam keselamatan sebagai Allah yg adil dan Juruselamat (#/TB Yes 44:17*; #/TB Dan 7:13* dab). Ajaran PL tentang keselamatan mencapai puncaknya dalam gambar Hamba yg menderita (lih #/TB Yes 53*); dalam hal ini PL menyediakan adegan untuk keselamatan dalam PB.

II. DALAM PB
             a. Injil Sinoptik
             Kata keselamatan diucapkan hanya satu kali oleh Yesus (#/TB Luk 19:9*). Ay itu dapat mengacu kepada diriNya sendiri sebagai kandungan keselamatan yg memberikan pengampunan kepada Zakheus, atau kepada sesuatu yg nyata oleh perubahan tindakan yg dilakukan oleh pemungut cukai itu. Tapi Tuhan Yesus menggunakan (rata kerja ‘selamat’ dan istilah-istilah yg serupa, untuk menyatakan pertama-tama apa yg akan dilakukan-Nya dalam kedatangan-Nya (#/TB Mr 3:4* secara implikatif, dan secara langsung #/TB Luk 4:18; 9:56*; #/TB Mat 18:11; 20:28*), dan kedua, apa yg dituntut dari manusia (#/TB Mr 8:35*; #/TB Luk 7:50; 8:12; 13:24*; #/TB Mat 10:22*). #/TB Luk 18:26* dan konteksnya, menunjukkan bahwa keselamatan menghimbau hati yg menyesal, sifat seperti kanak-kanak, ketidakberdayaan diri yg pasrah menerima, dan penyangkalan segala sesuatu demi Kristus — kondisi-kondisi yg mustahil dapat dipenuhi manusia tanpa bantuan.
             Kesaksian orang-orang lain terhadap karya penyelamatan Tuhan Yesus, baik langsung (#/TB Mat 8:17*) maupun tidak langsung (#/TB Mr 15:31*). Ada juga kesaksian dari nama-Nya sendiri (#/TB Mat 1:21,23*). Semua penggunaan kata ‘selamat’ yg berbeda-beda ini, menyatakan bahwa keselamatan sudah hadir dalam pribadi dan pelayanan Kristus, terutama dalam kematian-Nya.
             b. Injil Keempat
             Kebenaran ganda itu digarisbawahi dalam Injil keempat, di mana setiap ps menyatakan segi-segi yg berbeda dari keselamatan. Demikianlah dalam #/TB Mat 1:12* dab orang dilahirkan sebagai anak-anak Allah karena mempercayai Kristus; dalam #/TB Mat 2:5* keadaan diobati dengan mengerjakan ‘apa yg dikatakan kepadamu’; dalam #/TB Mat 3:5* kelahiran kembali oleh Roh mutlak penting guna memasuki Kerajaan, tapi #/TB Mat 3:14,17* menjelaskan bahwa hidup baru itu tidak mungkin lepas dari kepercayaan akan kematian Kristus, karena tanpa kematian Kristus maka manusia berada di bawah penghukuman (#/TB Yoh 3:18*); dalam #/TB Yoh 4:22* keselamatan itu datang melalui bangsa Yahudi — melalui wahyu yg disalurkan dalam sejarah lewat umat Allah — dan merupakan anugerah yg mendampakkan perubahan batiniah dan memperlengkapi manusia bagi ibadah.
             Dalam #/TB Yoh 5:14* seseorang yg sudah dipulihkan harus tidak berbuat dosa lagi, agar sesuatu yg lebih buruk tidak terjadi; dalam #/TB Yoh 5:39* Alkitab bersaksi tentang kehidupan (keselamatan) di dalam Anak, kepada Siapa hidup dan pengadilan diserahkan; dalam #/TB Yoh 5:24* orang percaya sudah melewati maut menuju ke kehidupan; dalam #/TB Yoh 6:35* Yesus menyatakan diriNya sendiri adalah roti kehidupan, kepada-Nya saja orang harus datang (#/TB Yoh 6:68*) untuk perkataan yg menghidupkan kepada kehidupan yg kekal; dalam #/TB Yoh 7:39* air melambangkan kehidupan Roh yg menyelamatkan, yg akan datang sesudah Yesus dipermuliakan.
             Dalam #/TB Yoh 8:12* penginjil menunjukkan kesejahteraan karena bimbingan terang, dan dalam #/TB Yoh 8:32,36* kebebasan oleh kebenaran di dalam Anak; dalam #/TB Yoh 9:25,37,39* keselamatan merupakan penglihatan spiritual; dalam #/TB Yoh 10:10* jalan masuk bagi manusia ke kehidupan yg selamat dan berkelimpahan dan yang dari Bapak adalah melalui Kristus; dalam #/TB Yoh 11:25* dab hidup kebangkitan menjadi milik orang-orang percaya; dalam #/TB Yoh 11:50* (bnd #/TB Yoh 18:14*) tujuan penyelamatan dari kematian Kristus digambarkan; dalam #/TB Yoh 12:32* Kristus yg ditinggikan dalam kematian menghimbau orang kepada-Nya; dalam #/TB Yoh 13:10* pembasuhan pertama yg dilakukan-Nya mengartikan keselamatan (’ bersih seluruhnya’); dalam #/TB Yoh 14:6* Kristus adalah jalan yg benar dan hidup menuju hadirat Bapak; dalam #/TB Yoh 15:5* tinggal di dalam Dia, Pokok Anggur, merupakan rahasia dari sumber-sumber kehidupan; dalam #/TB Yoh 16:7-15* demi nama-Nya Roh akan mengatasi kendala-kendala keselamatan dan mempersiapkan realisasinya; dalam #/TB Yoh 17:2,3,12* Kristus menjagai mereka yg mempunyai pengetahuan tentang Allah yg benar dan tentang diriNya; dalam #/TB Yoh 19:30* keselamatan digenapi; dalam #/TB Yoh 20:21-23* kata-kata damai dan pengampunan menyertai pemberian Roh; dalam #/TB Yoh 21:15-18* kasih-Nya yg menyembuhkan memancarkan kasih dalam pengikut-Nya dan memulihkan sang pengikut untuk pelayanan.
             c. Kisah Para Rasul
             Kis melacak pemberitaan (bnd #/TB Yoh 16:17*) keselamatan dalam dampaknya, pertama atas orang banyak yg dihimbau dengan kata-kata ‘berilah dirimu diselamatkan dari angkatan yg jahat ini’ (#/TB Kis 2:40*) melalui pertobatan (yg adalah merupakan anugerah dan bg dari keselamatan, #/TB Kis 11:18*), pengampunan dosa, dan penerimaan Roh Kudus; kemudian atas orang sakit, yg tidak tahu kebutuhannya yg sesungguhnya, yg disembuhkan dengan Nama Yesus, satu-satunya Nama dengan mana kita harus diselamatkan; dan ketiga, atas isi rumah penanya, ‘Apakah yg harus saya lakukan supaya selamat?’ (#/TB Kis 16:30* dab).
             d. Surat-surat Paulus
             Paulus menyatakan bahwa Kitab Suci dapat memberi manusia ‘hikmat dan menuntun ke keselamatan oleh iman kepada Yesus Kristus’ (#/TB 2Tim 3:15* dab), dan menyediakan sarana-sarana yg penting untuk menikmati keselamatan yg penuh. Dengan memperluas dan menerapkan konsep PL tentang keadilan Tuhan yg menjadi bayang-bayang bagi keadilan yg menyelamatkan dalam PB, Paulus menunjukkan betapa tidak ada keselamatan oleh hukum. Sebab hukum hanya dapat menunjukkan kehadiran dan memancing aktivitas dosa, dan membungkamkan manusia dalam kesalahannya di hadapan Allah (#/TB Rom 3:19*; #/TB Gal 2:16*).
             Keselamatan disediakan sebagai anugerah dari Allah yg adil, yg berbuat dalam rahmat kepada pendosa yg tidak layak. Pendosa yg oleh anugerah iman, percaya kepada keadilan Kristus yg sudah menebus dia dengan kematian-Nya dan membenarkan dia oleh kebangkitan-Nya. Allah, demi Kristus, membenarkan pendosa yg tak layak itu (yaitu memperhitungkan baginya keadilan Kristus yg sempurna), mengampuni dosa-dosanya, mendamaikan dia dengan diriNya sendiri di dalam dan melalui Kristus yg sudah ‘membuat perdamaian melalui darah salib-Nya’ (#/TB 2Kor 5:18*; #/TB Rom 5:11*; #/TB Kol 1:20*), mengangkatnya menjadi keluarga-Nya (#/TB Gal 4:5* dab; #/TB Ef 1:13*; #/TB 2Kor 1:22*), memberinya meterai, kesungguhan, dan buah sulung dari RohNya di dalam hatinya, dan dengan demikian menjadikannya makhluk baru. Oleh Roh yg sama sarana keselamatan berikutnya memampukan dia berjalan dalam kehidupan yg baru, sambil makin mematikan perbuatan-perbuatan daging (#/TB Rom 8:13*) sampai akhirnya ia dijadikan sama dengan Kristus (#/TB Rom 8:29*) dan keselamatannya digenapi dalam kemuliaan (#/TB Fili 3:21*).
             e. Surat Ibrani
             Keselamatan ‘akbar’ Ibr melampaui bayangan keselamatan PL. Keselamatan PB dilukiskan dengan bahasa korban; korban-korban yg sering diulang dalam upacara PL, mengenai terutama dosa-dosa yg tidak disengaja dan hanya menyediakan keselamatan yg dangkal, digantikan dengan korban satu-satunya yg dipersembahkan oleh Kristus, Dia sendiri yg adalah Imam dan sekaligus korban (#/TB Ibr 9:26; 10:12*). Pencurahan hidup-Nya dan darah-Nya dalam kematian-Nya mengerjakan penebusan, sehingga sejak itu manusia dengan hati nurani yg bersih dapat masuk ke hadirat Allah berdasarkan perjanjian baru, yg disahkan oleh Allah melalui pengantaraan-Nya (#/TB Ibr 9:15; 12:24*). Surat Ibr yg menggarisbawahi penekanan macam itu kepada hal Kristus menyelesaikan soal dosa dengan penderitaan-Nya dan kematian-Nya guna menyediakan keselamatan kekal, memandang juga kepada kedatangan-Nya yg kedua kali, yg pada waktu itu tidak untuk menanggung dosa, melainkan untuk menggenapi keselamatan umat-Nya dan pasti menganugerahkan kemuliaan yg menyertai mereka (#/TB Ibr 9:28*).
             f Surat Yakobus
             Yak mengajarkan bahwa keselamatan bukanlah hanya’oleh iman’ saja, tapi juga oleh ‘perbuatan’ (#/TB Yak 2:24*). Tujuannya ialah untuk membuyarkan harapan siapa saja yg menggantungkan keselamatannya hanya pada pengetahuan intelektual tentang keberadaan Allah, tanpa adanya perubahan hati yg mendampakkan perbuatan-perbuatan yg adil. Yakobus bukannya membuang iman yg benar, tapi menekankan bahwa kehadiran orang beriman nampak melalui perbuatan yg pada gilirannya menunjukkan daya penyelamatan dari agama yg benar, yg sedang bekerja melalui firman Allah dalam hati. Ia tak kalah dalam minatnya untuk membawa kembali orang-orang berdosa dari kesalahan jalannya dan menyelamatkan nyawanya dari kematian (#/TB Yak 5:20*).
             g. 1 dan 2 Petrus
             1 Ptr menekankan hal yg sama dengan Ibr mengenai mahalnya keselamatan (#/TB Yak 1:19*) yg dicari-cari dan dinubuatkan para nabi. Tapi kini sudah menjadi realitas bagi mereka, yg bagaikan domba yg sesat telah kembali kepada Gembala jiwanya (#/TB Yak 2:24* dab). Segi keakanannya dapat dikenal oleh mereka ‘yg dipelihara … kepada keselamatan yg telah tersedia untuk dinyatakan’ (#/TB 1Pet 1:5*)
             Dalam 2 Ptr keselamatan mencakup luput dari kerusakan yg ada dan terjadi di dunia ini melalui nafsu, dengan cara turut mengambil bagian dalam kodrat ilahi (#/TB 1Pet 1:4*). Dalam dunia yg penuh dosa ini, orang percaya merindukan langit baru dan bumi baru di mana bersemi keadilan, namun mengakui bahwa penundaan kedatangan akhir zaman (parousia) terkait pada kesabaran Tuhan dan penundaan itu sendiri merupakan salah satu segi keselamatan (#/TB 1Pet 3:13,15*).
             h. 1, 2, dan 3 Yohanes
             Bagi 1 Yoh bahasa korban Ibr merupakan kesepakatan nalar. Kristus adalah keselamatan kita dengan menjadi tebusan bagi dosa-dosa kita, sebagai akibat dari kasih Allah. Adalah Allah sendiri oleh kasih-Nya di dalam darah kehidupan Kristus yg dicurahkan, yg menghapus dosa-dosa kita dan menyucikan kita. Seperti dalam Injil Keempat, keselamatan berarti dilahirkan dari Allah, mengenal Allah, memperoleh hidup kekal di dalam Kristus, hidup dalam terang dan kebenaran Allah, tinggal di dalam Allah dan mengetahui bahwa Ia tinggal di dalam kita melalui kasih oleh RohNya (#/TB 1Pet 3:9; 4:6,13; 5:11*). 3 Yoh mempunyai doa yg penting bagi kesejahteraan umum dan kesehatan jasmani (kesejahteraan alamiah) untuk menyertai kesejahteraan jiwa (ay #/TB 1Pet 5:2*).
             i. Surat Yudas
             #/TB Yud 1:3*, dalam mengacu kepada ‘keselamatan kita bersama’, memikirkan sesuatu yg berkaitan dengan ‘iman bersama’ dalam #/TB Tit 1:4*, dan menghubungkannya dengan ‘iman’ (bnd #/TB Ef 4:5*) untuk mana orang percaya harus berjuang. Keselamatan ini meliputi kebenaran-kebenaran yg menyelamatkan, hak-hak istimewa, tuntutan-tuntutan, dan pengalaman-pengalaman pembaca-pembacanya yg bermacam-macam. Dalam ay #/TB Ef 4:22* dab ia dengan keras ingin menerapkan keselamatan ini kepada berbagai kelompok orang yg dalam kebimbangan, bahaya dan kemerosotan.
             j. Wahyu
             Why mengulangi tema (dari 1 Yoh) keselamatan sebagai pembebasan atau penyucian dari dosa melalui darah Kristus, dan pengangkatan orang percaya menjadi imamat yg berkerajaan (#/TB Ef 1:5* dab). Dalam cara mengenang pemazmur, penulis dengan puji-pujian menggambarkan keselamatan bergantung dalam keseluruhannya kepada Tuhan (#/TB Wahy 7:10*). Ps-ps penutup Why melukiskan keselamatan sebagai daun-daun pohon kehidupan yg diperuntukkan bagi kesembuhan bangsa-bangsa. Hak mendekati pohon itu, sama seperti mendekati kota keselamatan, diberikan hanya kepada mereka yg namanya tertulis dalam kitab kehidupan.
III. JALAN KESELAMATAN
          Titik tolak pemikiran Alkitab ialah bahwa sejak kejatuhannya, manusia — baik sebagai perseorangan maupun sebagai masyarakat memerlukan pertolongan, yaitu keselamatan. Ia berada dalam lingkaran setan pada posisi dan kondisi yg berbahaya, bersalah dan tak berdaya. Kesalahannya telah tidak melayakkan dia menerima bantuan yg dapat melepaskannya dari keadaan dan kedudukannya itu. Tidak ada kebijakan dan kekuatan manusiawi yg mampu memecahkan masalah itu untuk dapat keluar dari dalam lingkaran itu. Allah sendiri harus mengambil prakarsa jika manusia harus diselamatkan.
          Ada berbagai gambaran tentang kegawatan manusia — kegagalan, kekurangan, kekosongan, keterasingan, keterbelengguan, pemberontakan, penyakit, kerusakan, pencemaran, kematian. Demikian juga banyaknya usaha yg sia-sia untuk memperbaiki keadaan itu — pencerahan intelektual terhadap ketidaktahuan, pembaharuan moral, peningkatan estetika, penanganan medis atau psikologis, perbaikan masyarakat dengan menggunakan kehebatan teknologi canggih, strategi ekonomi dan politik, dan di atas segalanya juga teknik-teknik keagamaan yg diciptakan manusia. Sejak dini dalam kisahnya, manusia sudah harus melihat, sebagaimana ia masih harus melihat, bahwa ia tidak dapat mengupayakan keselamatannya sendiri. Sebab dosanya berakar, dan ia pada dirinya terpusat pada dirinya sendiri saja. Usaha-usaha manusia untuk menyelamatkan dirinya sendiri merupakan penentangan terburuk kepada Allah dan terkena hukuman-Nya.
          Alkitab menggambarkan Allah dalam kasih yg kudus berprakarsa memikirkan dan melaksanakan ‘karya penyelamatan’. Acuan-acuan Alkitab kepada apa yg sudah terjadi terdahulu atau pada ‘saat kejadian dunia’, telah melahirkan pertanyaan seperti kapan, dan dalam urutan yg bagaimana Allah merancang penyelamatan itu (#/TB Mat 13:35; 25:34*; #/TB Yoh 17:24*; #/TB Ef 1:4*; #/TB Ibr 4:3*; #/TB 1Pet 1:20*; #/TB Wahy 13:8; 17:8*). Namun teolog spekulatiflah yg bertugas membahas masalah, dalam urutan kronologis yg bagaimanakah empat istilah: penciptaan, kejatuhan, pemilihan, penyelamatan itu dinyatakan.
          Alat-alat keselamatan menjadi lebih jelas. Adalah jelas bahwa Bapak, Anak dan Roh terlibat (pengalimatannya yg tradisional ialah bahwa Bapak mendekritkan, Anak mengadakan dan Roh menerapkan keselamatan). ‘Poros’ keselamatan itu adalah salib Kristus (#/TB Rom 1:16*; #/TB 1Kor 1:18*). Dengan tidak melupakan hidup dan kebangkitan Kristus, teolog-teolog biblika sepakat bahwa dalam kematian Kristus-lah Allah melaksanakan tindakan penyelamatan yg sentral bagi manusia. Adalah Tuhan Allah sendiri, dalam kasih-Nya yg kudus, yg menyediakan keselamatan. Gambaran keselamatan itu bermacam-macam. Tapi polanya menyatakan keagungan, rahasia, kekuasaan, dan betas kasihan Allah yg sedang berkarya: dosa yg merupakan penghinaan terhadap kekudusan Allah ditiadakan dalam Kristus.
          Hubungan damai dengan Allah disahkan oleh Dia, yg telah membuat pendamaian melalui salib-Nya dan penebusan bagi manusia yg terasing dari Khalik-nya. Pembebasan diumumkan di pengadilan, karena Allah dalam AnakNya memikul hukuman yg seyogianya dibebankan atas manusia, dengan menyamakan diriNya sendiri dengan dosa manusia; kehormatan Allah dipuaskan oleh kesempurnaan Kristus yg diserahkan dalam ketaatan; Kristus mempersatukan kemanusiaan dalam diriNya sendiri, dan menyerahkan itu sebagai korban-Nya kepada Bapak. Kristus adalah Pemenang mutlak dalam kematian-Nya.
          Tekanan di sini terletak pada keselamatan yg telah disediakan Allah bagi manusia dalam Kristus, dan sekalipun tidak ada pemisahan antara mereka, penting ditunjukkan bagaimana Allah mengerjakan keselamatan dalam manusia Yesus.
          Adalah Roh Kudus yg mewujudkan keselamatan itu menjadi riil (konkret) bagi manusia. Pengalaman manusia tentang keselamatan melalui tiga kurun waktu, dan dapat dilukiskan dalam pengertian masa lalu, masa kini, dan masa datang; posesif, progresif dan prospektif. Sang insan sudah diselamatkan, sedang diselamatkan dan akan diselamatkan (#/TB Ef 2:8*; #/TB 1Kor 1:18*; #/TB Mat 10:22*; #/TB Rom 5:9,10; 8:24*).

             a. Posesif
             Manusia dengan iman yg dikerjakan oleh Roh di dalam dia, dianugerahi status baru dalam Kristus; ia telah dibenarkan dan dibebaskan demi Kristus. Apabila ia dalam statusnya yg belum dibenarkan sama sekali tidak layak memperoleh keselamatan, maka sesudah dibenarkan (bukan oleh kebenarannya sendiri) ia tidak dapat menjadi tidak layak akan keselamatan atau membuat dirinya tidak dibenarkan, dalam arti menggagalkan apa yg sudah dikerjakan Tuhan untuknya. Ia sudah ditebus, didamaikan, diampuni, disucikan (#/TB Yoh 13:10*), telah melewati maut menuju ke kehidupan, dan dikaruniai jaminan oleh Roh yg bersaksi bersama rohnya sendiri bahwa ia adalah anak Allah (#/TB Rom 8:16*), turut menjadi pewaris bersama Kristus, memiliki hidup yg kekal dalam kualitasnya dan kekekalan waktu, dan yg mematahkan belenggu ketakutan akan maut (#/TB Ibr 2:15*).
             b. Progresif
             Rahmat Allah yg membawa keselamatan (#/TB Tit 2:11*), yg merupakan kekuatan sebagai dampak pemberitaan tentang salib kepada mereka yg ‘diselamatkan’ (#/TB 1Kor 1:18*) mengajarkan: (i) kebutuhan akan karya pengudusan oleh Roh; (ii) penerapan keselamatan yg telah diberikan Tuhan kepada manusia (#/TB Fili 2:12*); dan (iii) penyangkalan terhadap nafsu-nafsu duniawi, yg mendampakkan hidup yg saleh dan adil dan ilahi di dunia yg sekarang. Seperti iman adalah penting dalam keselamatan yg dimengerti secara posesif, maka demikian jugalah kasih dalam keselamatan yg dimengerti secara progresif. Oleh kasih yg disemaikan oleh Roh maka hidup manusia terpelihara, mencapai kepribadian yg benar dalam merefleksikan citra Allah, dan Roh sungguh-sungguh hadir dalam pribadinya terhadap orang-orang lain yg membutuhkan keselamatan.
             c. Prospektif
             Keselamatan seutuhnya akan diwujudkan kelak. Manusia diselamatkan oleh pengharapan. Orang percaya ditunjuk untuk memperoleh keselamatan (#/TB 1Tes 5:9*; #/TB 2Tes 2:13*; #/TB 2Tim 2:10*; #/TB Ibr 1:14*). Keselamatan siap untuk dinyatakan pada akhir zaman (#/TB 1Pet 1:5*). Keselamatan ‘lebih dekat bagi kita daripada waktu kita percaya’ (#/TB Rom 13:11*). Bagi mereka yg mencari Kristus, Ia akan datang untuk kedua kalinya, bukan untuk urusan dosa, melainkan ‘untuk keselamatan’ (#/TB Ibr 9:28*). Pada waktu kejahatan dikalahkan tuntas dan mutlak untuk selama-lamanya, suara sorgawi akan menyerukan ‘Sekarang keselamatan telah datang’ (#/TB Wahy 12:10*).
IV. HAK ISTIMEWA DAN TANGGUNG JAWAB DARI KESELAMATAN
          Penerima keselamatan di mana pun tidak boleh membanggakan diri kepada Allah. Bahkan orang-orang pilihan diperingatkan supaya makin meneguhkan panggilan dan pemilihan mereka (#/TB 2Pet 1:10*) dan untuk mengerjakan keselamatan mereka dengan takut dan gentar (#/TB Fili 2:13*). Persekutuan orang percaya yg sudah diselamatkan — gereja — merupakan penjaga keselamatan, dan kalimat extra ecclesiam nulla salus (di luar gereja tidak ada keselamatan) baru mengandung artinya yg sebenarnya, bila tugas hikmat memelihara kerygma dan didache tentang keselamatan diwujudkan. Gereja harus menjadi ‘persekutuan orang-orang yg prihatin’, umat yg diselamatkan dan menyelamatkan.
          Jika keselamatan benar-benar bekerja dalam diri orang-orang percaya, maka persekutuan (koinonia) mereka di dalam Roh akan bertambah. Dan kekuatan yg menyelamatkan dari Tuhan, yg secara ‘vertikal’ bekerja ke bawah, membuat mereka sadar akan dampak ‘horisontal’ atas masyarakat dan yg harus terjadi karena memiliki keselamatan itu. Mereka yg memiliki keselamatan harus menjadi terang dunia, garam dunia, kota di atas gunung. Sejarah gereja menunjukkan bagaimana gereja telah belajar dan masih harus belajar untuk bersaksi secara nabiah tentang keselamatan dalam setiap zaman.
V. PENGGENAPAN KESELAMATAN
          Alkitab tidak bicara tentang keselamatan yg sedikit demi sedikit bagi seluruh umat manusia, apakah itu dalam arti mempersiapkan mereka semua bagi kemuliaan, atau pengubahan masyarakat oleh perkembangan yg berkesinambungan melalui penerapan prinsip-prinsip ‘selamat’. Tapi Alkitab menjanjikan pembinasaan tuntas kejahatan secara apokaliptis ataupun eskatologis, pembebasan makhluk ciptaan yg sekarang ini mengerang dalam belenggu kerusakan menuju ke kebebasan anak-anak Allah yg berkilauan (#/TB Rom 8:21* dab) pada saat ‘pengangkatan’, ‘penebusan tubuh’, ‘penciptaan kembali’ (#/TB Mat 19:28*), dan penciptaan ‘langit baru dan bumi baru, di mana tinggal keadilan’, di mana Tuhan akan dilihat secara tatap muka.

KEPUSTAKAAN.
  • W Foerster, G Fohrer, TDNT 7, hlm 965-1003;
  • M Green, The Meaning of Salvation, 1965;
  • G. C Berkouwer, Faith and Justification, 1954;
  • Faith  Sanctification, 1952;
  • E. Brunner, The Mediator, 1947;
  • R. W Dale, The Atonement20, 1899;
  • J Denney, The Death of Christ, edisi 1951;
  • P. T Forsyth, The Cruciality of the Cross z, 1948;
  • L Morris, The Apostolic Preaching of the Cross, 1955;
  • J Murray, Redemption Accomplished and Applied, 1955;
  • L Newbigin, Sin and Salvation, 1956;
  • G. B Stevens, The Christian Doctrine of Salvation, 1905.


Bagian Kedua:
DOSA
I. ARTINYA
          Alkitab menggunakan beberapa istilah untuk dosa. Kata Ibrani yg paling umum ialah khatta’t (dlm berbagai bentuk dari akar kata yg sama), ‘awon, pesya ‘ra‘; dan kata Yunani ialah hamartia, hamartema, parabasis, paraptoma, poneria, anomia dan adikia. Ada beda pengertian terkandung dalam masing-masing istilah itu yg memantulkan berbagai segi, dan dari situ orang mengenali dosa. Dosa ialah kegagalan, kekeliruan atau kesalahan, kejahatan, pelanggaran, tidak menaati hukum, kelaliman atau ketidakadilan. Dosa ialah kejahatan dalam segala bentuknya.
          Tapi keterangan tentang dosa janganlah begitu saja dikutip dari istilah-istilah dalam Alkitab. Ciri utama dosa dalam segala seginya ialah tertuju kepada Allah. Daud mengungkapkan hal ini dalam pengakuannya, ‘Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa’ (#/TB Mazm 51:4*), dan Paulus dalam tuduhannya, ‘Keinginan daging ialah perseteruan terhadap Allah’ (#/TB Rom 8:7*). Kepastian arah ini harus dipertimbangkan bila hendak mencari pengertian yg dikandung istilah-istilah yg bermacam-macam itu. Setiap pengertian tentang dosa yg tidak dilatari penentangan yg tertuju kepada Allah, adalah merupakan penyimpangan dari arti yg digambarkan Alkitab.
          Pikiran umum bahwa dosa adalah melulu keakuan, menunjukkan pemahaman yg salah tentang kodrat dosa dan bobot kejahatannya. Dari awalnya dan sepanjang perkembangannya, dosa adalah setiap penentangan yg ditujukan kepada Allah, dan patokan inilah yg dapat menerangkan keanekaan bentuk dan kegiatan dosa. Apabila Alkitab berkata bahwa ‘dosa ialah pelanggaran hukum Allah’ (#/TB 1Yoh 3:4*), maka kepada pengertian yg sama inilah perhatian kita ditujukan. Hukum Allah ialah gambaran dari kesempurnaan Allah; dalam hukum-Nya, kekudusan-Nya-lah yg terungkap untuk mengatur pikiran dan tindakan, selaras dengan kesempurnaan-Nya. Pelanggaran ialah penentangan atas apa yg dituntut kemuliaan Allah dari kita, yg pada hakikatnya sama dengan menentang Allah sendiri.
II. ASAL MULA DOSA
          Dosa sudah ada di alam semesta sebelum Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Ini terbukti dari hadirnya penggoda itu di Taman Eden dengan kata-kata godaannya. Tapi Alkitab tidak memberikan keterangan tentang kejatuhan Iblis dan malaikat-malaikatnya ke dalam dosa, kecuali asal mula dosa dalam kaitannya dengan manusia.
          #/TB Kej 3* menceritakan jalannya peristiwa pencobaan, dan #/TB 1Tim 2:14* mengulas pencobaan itu (bnd #/TB Yak 1:13-14*). Serangan Iblis ditujukan terhadap keutuhan dan kebenaran Allah (bnd #/TB Kej 3:4*). Dan silat katanya yg meyakinkan Hawa ialah, bahwa Hawa bersama suaminya akan menjadi sama seperti Allah, yakni akan mengenal yg baik dan yg jahat (bnd #/TB Kej 3:5*). Kepada keinginan durhaka inilah perhatian Hawa dipusatkan, dan secara khusus dalam tanggapannya terungkap bisikan, ‘Pohon itu menarik hati karena memberi pengertian’, yg justru adalah tahapan menuju aib dan kemurtadan dalam hati dan pikiran Hawa. Reaksi Hawa menunjukkan bahwa Iblis berhasil menjerat kepercayaan Hawa, dan bahwa Hawa membenarkan dakwaan Iblis terhadap kebenaran Allah. Reaksi itu juga menunjukkan bahwa Hawa ingin menjadi sama seperti Allah — tahu yg baik dan yg jahat.
          Jenis keinginan atau hawa nafsu itulah yg disoroti untuk melacak asal mula dosa. Hawa memberikan tempat kepada Iblis, yg hanya boleh diduduki Allah saja. Hawa menyetujui serangan Iblis yg bersifat paling menghujat atas kedaulatan Allah. Hawa menginginkan bagi dirinya hak-hak khusus Allah. Dalam kesediaannya berbincang-bincang dengan penggoda, dalam ketiadaan niatnya menolak saran-saran penggoda yg demikian kasar dan lancung, dan dalam persetujuan hatinya secara diam-diam terletak tahapan langkah-langkahnya yg mendahului tindakannya memakan buah terlarang itu.
          Di situlah letaknya asal mula dosa dan sifatnya yg sesungguhnya. Dosa tidak bermula pada tindakan yg terang-terangan; dosa timbul dari hati dan pikiran (bnd #/TB Mr 7:21-23*). Kebusukan hati terungkap sendiri dalam perbuatan melanggar perintah Allah; Adam dan Hawa mula-mula sesat dari Allah, barulah kemudian mereka melakukan pelanggaran-pelanggaran nyata. Mereka dihanyutkan oleh hawa nafsu sendiri dan tergoda. Bagaimana ini dapat terjadi dalam hal mereka, itulah rahasia asal mula dosa.
          Bobot kejahatan dosa yg pertama itu nampak dalam kenyataan, bahwa dosa itu memperkosa kedaulatan Allah dan perintah-Nya dalam hal kekuasaan, kebaikan, hikmat, keadilan, kesetiaan dan kasih karunia-Nya. Pelanggaran berarti membuang kekuasaan Allah, meragukan kebaikan hatiNya, menengkari hikmat-Nya, menolak keadilan-Nya, memutarbalikkan kebenaran-Nya, dan menghinakan kasih karunia-Nya. Lawan dari segenap kemahasempurnaan Allah ialah dosa. Dan melawan itu adalah tetap watak dosa.
III. AKIBAT-AKIBAT DOSA
          Dosa Adam dan Hawa bukanlah peristiwa yg berdiri sendiri tanpa kaitan. Akibat-akibatnya terhadap mereka, terhadap keturunannya dan terhadap dunia segera kelihatan.
             a. Sikap manusia terhadap Allah
             Perubahan sikap Adam dan Hawa terhadap Allah menunjukkan pemberontakan yg terjadi dalam hati mereka. ‘Bersembunyilah manusia dan istrinya itu terhadap Allah Yahweh di antara pohon-pohonan dalam taman’ (#/TB Kej 3:8*), dan ‘ditutupilah dirinya dengan cawat’ (#/TB Kej 3:7*). Padahal manusia diciptakan untuk hidup di hadapan Allah dan dalam persekutuan dengan Dia. Tapi sekarang — setelah mereka jatuh ke dalam dosa — mereka gentar berjumpa dengan Allah (bnd #/TB Yoh 3:20*). Rasa malu dan ketakutan yg sekarang merajai hati mereka (bnd #/TB Kej 2:25; 3:7,10*) menunjukkan bahwa perpecahan sudah terjadi.
             b. Sikap Allah terhadap manusia
             Perubahan tidak hanya terjadi pada sikap manusia terhadap Allah, tapi juga pada sikap Allah terhadap manusia. Hajaran, hukuman, kutukan dan pengusiran dari Taman Eden, semuanya ini menandakan perubahan itu. Dosa timbul pada satu pihak, tapi akibat-akibatnya melibatkan kedua pihak. Dosa menimbulkan amarah dan kegusaran Allah, dan memang harus demikian sebab dosa bertentangan mutlak dengan hakikat Allah. Mustahil Allah masa bodoh terhadap dosa, karena mustahil pula Allah menyangkali diriNya sendiri.
             c. Akibat-akibatnya terhadap umat manusia
             Sejarah umat manusia berikutnya melengkapi daftar kejahatan (#/TB Kej 4:8,19,23,24; 6:2,3,5*). Dan timbunan kejahatan yg merajalela itu mencapai kesudahannya dalam pemusnahan umat manusia, kecuali 8 orang (#/TB Kej 6:7,13; 7:21-24*). Kejatuhan ke dalam dosa berakibat tetap dan menyeluruh, tidak hanya menimpa Adam dan Hawa, tapi juga menimpa segenap keturunan mereka; dalam ihwal dosa dan kejahatan terkandung solidaritas insani, yakni sama-sama langsung terhisab dalam perbuatan dosa itu dan menanggung segala akibatnya.
             d. Akibat-akibatnya terhadap alam semesta
             Akibat-akibat dari kejatuhan ke dalam dosa meluas sampai ke alam semesta. ‘Terkutuklah tanah ini karena engkau’ (#/TB Kej 3:17*; bnd #/TB Rom 8:20*). Manusia adalah mahkota seluruh ciptaan, dijadikan menurut gambar Allah, dan karena itu merupakan wakil Allah (#/TB Kej 1:26*). Bencana kejatuhan manusia ke dalam dosa mendatangkan bencana laknat atas alam semesta, yg tadinya atasnya manusia telah dikaruniai kuasa. Dosa adalah peristiwa dalam kawasan rohani manusia, tapi akibatnya menimpa seluruh alam semesta.
             e. Munculnya maut
             Maut adalah rangkuman dari hukuman atas dosa. Inilah peringatan yg bertalian dengan larangan di Taman Eden (#/TB Kej 2:17*), dan merupakan pengejawantahan langsung kutuk ilahi atas orang berdosa (#/TB Kej 3:19*). Maut sebagai gejala alamiah, ialah porandanya unsur-unsur kedirian manusia yg pada asalinya adalah utuh dan padu sejalin. Keporandaan ini melukiskan hakikat maut, yaitu keterpisahan, dan hal ini terungkap sejelas-jelasnya dalam terpisahnya manusia dari Allah, yg nyata pada pengusiran manusia dari Taman Eden. Oleh karena dosa, manusia gentar menghadapi kematian (#/TB Luk 12:5*; #/TB Ibr 2:15*).
IV. DOSA DITANGGUNGKAN PADA SEGENAP UMAT MANUSIA
          Dosa pertama, yaitu dosa Adam, mempunyai makna dan dampak khas bagi seluruh umat manusia. #/TB Rom 5:12,14-19* dan #/TB 1Kor 15:22* memberi penekanan pada pelanggaran yg satu itu oleh manusia yg satu itu, dan hanya karena pelanggaran yg satu itulah dosa, hukuman dan maut berkuasa dan menimpa segenap umat manusia. Dosa itu disebut ‘seperti yg telah dibuat oleh Adam’, ‘pelanggaran satu orang’, ‘satu pelanggaran’, ‘ketidaktaatan satu orang’ (#/TB Rom 5:14,15,16,19*). Pasti yg dimaksudkan ialah pelanggaran pertama dari Adam. Jadi anak kalimat dalam #/TB Rom 5:12* ‘karena semua orang telah berbuat dosa’, menunjuk kepada dosa-dosa segenap umat manusia terhisab di dalam dosa Adam. Itu tidak menunjuk kepada dosa-dosa nyata segenap umat manusia, apalagi kepada kebusukan hati yang diwarisi manusia. Lagipula anak kalimat dari ay #/TB Rom 5:12* tadi jelas menyatakan bagaimana ‘semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut’ (ay #/TB Rom 5:15*), dan dalam ay-ay berikutnya ditekankan ‘pelanggaran yg satu itu’ (TBI, ‘satu pelanggaran itu’).
          Jika bukan dosa yg satu itu yg dimaksudkan, maka Paulus telah menandaskan dua hal yg berlainan dengan mengaitkannya pada pokok yg sama dalam konteks naskah yg sama. Justru satu-satunya keterangan terhadap kedua bentuk pernyataan ini, ialah semua orang terhisab dalam dosa Adam. Kesimpulan itu juga yg harus diambil dari #/TB 1Kor 15:22* ‘di dalam Adam semua orang mati’. Maut ialah upah dosa, dan melulu akibat dosa (#/TB Rom 6:23*). Karena semua mati di dalam Adam, maka penyebabnya adalah karena semua berdosa di dalam Adam.
          Menurut Alkitab, jenis solidaritas pada keterhisaban dengan Adam, yg menerangkan segenap umat manusia terhisab dalam dosa Adam, sama dengan jenis solidaritas dengan Kristus, yakni terhisab dalam karya penyelamatan Kristus bagi semua orang yg dipersatukan dengan Dia. Gambaran kesejajaran Adam dengan Kristus dalam #/TB Rom 5:12-19*; #/TB 1Kor 15:22,45-49* menjelaskan jenis hubungan yg sama antara kedua Tokoh itu dengan manusia. Kita tidak perlu mendalilkan sesuatu kenyataan dalam hal Adam dan umat manusia melebihi apa yg kita jumpai dalam hal Kristus dan umat-Nya. Kristus adalah Kepala yg mewakili umat-Nya. Kekepalaan demikianlah yg mutlak mendasari solidaritas segenap umat manusia dalam keterhisabannya berdosa dalam dosa Adam.
          Menolak ajaran ini bukan hanya berarti tidak mau menerima kesaksian ps-ps yg berkaitan dengannya, tapi juga berarti tidak menghargai hubungan erat antara asas yg menguasai hubungan manusia dengan Adam dan asas yg menguasai tindakan penyelamatan Allah. Kesejajaran Adam sebagai manusia pertama dengan Kristus sebagai Adam terakhir, menunjukkan bahwa asas yg berlaku dan mendasari tercapainya keselamatan dalam Kristus, adalah sama dengan asas yg berlaku yg menghisabkan manusia berdosa dan pewaris kerajaan maut.
          Sejarah umat manusia dapat diterangkan sebagai dua sisi yg bertentangan yaitu: 1. dosa — kutuk maut dan 2. keadilbenaran pembenaran — hidup. Yg pertama timbul dari kesatuan manusia dengan Adam, yg kedua dari kesatuan dengan Kristus. Hanya kedua inilah sarana yg ada, yg di dalamnya manusia hidup dan bergerak. Pemerintahan Allah terhadap manusia ditata sesuai bentuk kedua sisi itu. Jika kita mengabaikan Adam maka kita tak akan mengerti Kristus dengan sesungguhnya. Semua yg mati — mati di dalam Adam; semua yg dihidupkan — dihidupkan di dalam Kristus.
V. HATI YANG BUSUK
          Dosa tidak pernah melulu hanya berupa tindak pelanggaran dengan sengaja. Setiap keinginan melakukan tindak kejahatan adalah lebih busuk daripada kejahatan itu sendiri. Perbuatan dosa adalah pertanda dari hati yg berdosa (bnd #/TB Mr 7:20-23*; #/TB Ams 4:23; 23:7*). Justru dosa senantiasa melibatkan hati, akal budi, pembawaan dan kehendak secara jungkir balik. Ini benar seperti jelas nampak dalam peristiwa dosa pertama, dan berlaku pada semua tindak perbuatan dosa. Karena dosa Adam ditimpakan dan ditanggungkan kepada segenap keturunannya, maka segenap umat manusia terhisab langsung dalam kejungkirbalikan itu. Bila tidak, maka dosa Adam menjadi tanpa arti, demikian juga pertanggungan dan keterhisaban itu akan tinggal maya. Maka dapatlah dimengerti penegasan Paulus, ‘Oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa’ (#/TB Rom 5:19*).
          Kebusukan yg ditimbulkan dosa dan yg dalamnya semua manusia lahir ke bumi, adalah dasar keterhisaban manusia langsung terlibat dalam dosa Adam. Dengan tepat Daud menyimpulkannya, ‘Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku’ (#/TB Mazm 51:5*). Dan tentang itu Tuhan Yesus berkata, ‘Apa yg dilahirkan dari daging, adalah daging’ (#/TB Yoh 3:6*).
          Kesaksian Alkitab mengenai kebusukan hati yg sifatnya merembes rata dan menyeluruh ini adalah gamblang. #/TB Kej 6:5; 8:21* menyajikan bobot dan kualitasnya ‘Kejahatan manusia besar di bumi dan… kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata’, dan ‘yg ditimbulkan hatinya adalah jahat’. Kutipan ini jelas menyatakan kecenderungan hati manusia — suatu ungkapan yg pemakaiannya dalam Alkitab adalah wajar dan tepat, untuk menelanjangi sifat kebusukan hati manusia.
          Dakwaan #/TB Kej 6:5* tidak dibatasi pada zaman pra Air Bah saja, dan ini jelas dari #/TB Kej 8:21*. Justru sifat ‘kedosaan’ itu sudah kokoh, mantap dan berlangsung terus. Karena itu tak satu pun upaya manusiawi akan mampu mengobatinya. Orang tidak akan mampu meniadakan kesaksian yg terukir dalam pernyataan Allah ini. Tak ada kemungkinan lain kecuali bahwa fakta kebusukan hati itu adalah bersifat menyeluruh, baik dilihat dari kehebatan bobotnya maupun dari luasnya. Fakta itu mencakup hati manusia yg paling hakiki dan merupakan ciri khas dari watak manusia.
          Kesaksian Alkitab berikutnya tentang ‘keberdosaan’ manusia adalah sama. Yahweh menyelidiki hati dan menguji batin manusia (bnd #/TB Yer 17:10*), dan hasilnya, ‘Betapa liciknya hati, lebih licik daripada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yg dapat mengetahuinya?’ (#/TB Yer 17:9*). Rasul Paulus dalam #/TB Rom 3:10-18* mengutip beberapa nas PL, khususnya #/TB Mazm 14;  53*, di mana dipaparkan tuduhan-tuduhan yg paling berat terhadap manusia. Tidak ada yg terkecuali! Hal ini jelas terlihat baik dari konteksnya maupun dari tuduhan itu sendiri. Ay-ay yg menyusuli #/TB Rom 3:9* mengukuhkan kenyataan bahwa baik orang Yahudi maupun orang Yunani — mereka semuanya adalah sama dan sama-sama di bawah kuasa dosa. Ay-ay itu juga menunjukkan betapa busuknya hati akibat dosa.
          Oleh pernyataan ‘tidak ada yg benar, seorang pun tidak’ dan pernyataan-pernyataan berikutnya, maka dari sudut mana pun manusia dilihat, dirinya secara menyeluruh alpa total akan apa yg baik atau berkenan di mata Allah.
          Dalam rangka nada yg sama, #/TB Rom 8:5-7* menelanjangi keinginan daging yg demikian tajamnya bertentangan dengan keinginan Roh. Penggunaan istilah ‘keinginan daging’ adalah dalam arti susila yg menghunjuk kepada kodrat manusia yg dikendalikan dan dikuasai oleh dosa. Dan itulah pula yg dimaksudkan Tuhan Yesus dengan, ‘Apa yg dilahirkan dari daging, adalah daging’ (#/TB Yoh 3:6*). Jadi apabila Paulus berkata bahwa ‘keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah’ (#/TB Rom 8:7*), maka istilah itu di sini berarti ‘pikiran’ (Yunani phronema). Dengan perkataan lain, pikiran dan jalan pikiran manusia dikuasai dan ditentukan oleh permusuhan terhadap Allah; bahkan pikiran daging itu sendiri sama dengan perseteruan itu. Perseteruan adalah tindak tanduk manusia yg paling asli dan khas. Di tempat di mana kemuliaan Allah menuntut penjelmaan yg paling nyata, justru di situlah perseteruan itu paling hebat.
          Walaupun mungkin orang-orang yg berhati busuk masih melakukan hal-hal yg dituntut hukum Taurat, namun mereka tidak taat kepada hukum Taurat Allah melulu oleh perseteruan itu (#/TB Rom 8:7*; #/TB 1Kor 2:14*; bnd #/TB Mat 6:2,5,16*; #/TB Mr 7:6,7*; #/TB Rom 13:4*; #/TB 1Kor 10:31; 13:3*; #/TB Tit 1:15; 3:5*; #/TB Ibr 11:4,6*).
VI. KETIDAKMAMPUAN
          Ketidakmampuan manusia melakukan yg baik adalah akibat ketiadaan kapasitasnya, yg menjadi tiada sebab kodrat hatinya yg busuk. Karena kebusukan hati itu menyeluruh, maka menyeluruh pula ketidakmampuan manusia untuk melakukan yg baik dan membuat hati Allah senang.
          Kita tidak akan mampu mengubah watak kita atau berperilaku lain dari itu. Dalam hal pengertian, manusia duniawi tak akan dapat memahami hal-hal yg berasal dari Roh Allah, sebab hal-hal itu hanya dapat dilihat dengan mata rohani (#/TB 1Kor 2:14*). Mengenai ketaatan kepada hukum Taurat Allah, manusia duniawi bukan hanya tidak tunduk kepada hukum Taurat Allah, tapi bahkan tidak bisa (#/TB Rom 8:7*). Mereka yg hidup menurut daging tak dapat menyenangkan hati Allah. Pohon yg tidak baik tak mungkin menghasilkan buah yg baik (#/TB Mat 7:18*). Ketidakmungkinan pada kedua kasus itu tak dapat disangkal. Tuhan Yesus sendiri mengatakan, bahwa iman kepada-Nya sekalipun adalah tak mungkin tanpa karunia dan tarikan Allah Bapak (#/TB Yoh 6:44,45,65*). Kesaksian ini sama maknanya dengan ucapan-Nya yg tegas, bahwa seorang pun tak akan dapat mengerti Kerajaan Allah atau masuk ke dalamnya, sebelum ia dilahirkan kembali dari air dan Roh (#/TB Yoh 3:3,5-6,8*; bnd #/TB Yoh 1:13*; #/TB 1Yoh 2:29; 3:9; 4:7; 5:1,4,18*).
          Mutlaknya dan pentingnya perubahan radikal seperti penciptaan baru itu, membuktikan betapa gawatnya kedosaan manusia yg tanpa asa. Seluruh kesaksian Alkitab yg bertalian tentang manusia diperbudak dosa, menyimpulkan bahwa manusia duniawi — baik secara psikologis, susila maupun rohani — mustahil menerima hal-hal yg berasal dari Roh Allah, mustahil mengasihi Allah dan melakukan sesuatu yg menyenangkan Allah, dan mustahil percaya kepada Kristus demi keselamatan jiwanya. Perbudakan dosa inilah yg menjadi pradalil Injil, dan kemuliaan Injil adalah justru menyediakan kelepasan dari belenggu perhambaan dosa. Injil ialah Kabar Baik tentang kasih karunia dan kuasa bagi segenap umat manusia yg pada dirinya tidak berdaya sama sekali.
VII. TANGGUNG JAWAB
          Karena dosa adalah sikap menentang Allah, maka Allah tak dapat ‘membiarkan dosa atau tak acuh terhadapnya. Allah bertindak melawannya. Dan tindakan-Nya yg khas adalah murka-Nya. Akan halnya Alkitab berulang kali menyebut murka Allah, mendorong kita memperhitungkan kenyataan dan anti murka-Nya itu. PL menggunakan beberapa istilah untuk murka. Istilah bh Ibrani yg paling sering digunakan ialah ‘af dalam arti marah, dan kharon ‘af untuk mengungkapkan kehebatan murka Allah (bnd #/TB Kel 4:14; 32:12*; #/TB Bil 11:10; 22:22*; #/TB Yos 7:1*; #/TB Ayub 42:7*; #/TB Mazm 21:8*; #/TB Yes 10:5*; #/TB Nah 1:6*; #/TB Zef 2:2*); kata hema juga berulang-ulang digunakan (bnd #/TB Ul 29:23*; #/TB Mazm 6:1; 79:6; 90:7*; #/TB Yer 7:20*; #/TB Nah 1:2*); ‘evrd (bnd #/TB Mazm 78:49*; #/TB Yes 9:20; 10:6*; #/TB Yeh 7:19*; #/TB Hos 5:10*) dan qetsef (bnd #/TB Ul 29:28*; #/TB Mazm 38:1*; #/TB Yer 32:37; 50:13*; #/TB Za 1:2*) cukup sering dipakai dan perlu disebut; demikian juga za’am yg melahirkan perasaan berang (bnd #/TB Mazm 38:3; 69:24; 78:50*; #/TB Yes 10:5*; #/TB Yeh 22:31*; #/TB Nah 1:6*).
          Jelas kelihatan bahwa dalam PL banyak ay mengenai murka Allah. Sering beberapa istilah sama-sama tampil dalam satu ay untuk menguatkan dan meneguhkan pikiran yg dilukiskannya. Istilah-istilah itu sendiri mengandung kehebatan pada dirinya dan dalam susunan kalimat di mana kata-kata itu dipakai, untuk mengungkapkan ketidaksenangan yg membara, rasa murka yg menyala-nyala dan pembalasan yg kudus.
          Istilah-istilah Yunaninya ialah orge dan thymus. Yg pertama kerap kali bertalian dengan murka Allah dalam PB (bnd #/TB Yoh 3:36*; #/TB Rom 1:18; 2:5,8; 3:5; 5:9; 9:22*; #/TB Ef 2:3; 5:6*; #/TB 1Tes 1:10*; #/TB Ibr 3:11*; #/TB Wahy 6:17*) dan yg terakhir agak jarang (bnd #/TB Rom 2:8*; #/TB Wahy 14:10,19; 16:1,19; 19:15*; lih zelos dlm #/TB Ibr 10:27*).
          Karena itu murka Allah adalah suatu kenyataan yg sungguh, dan bahasa serta ajaran Alkitab mengukirkan ke dalam hati kita kesungguhan tersebut yg menjadi ciri khasnya. Ada tiga hal pokok yg perlu diketahui. Pertama, murka Allah janganlah diartikan dalam bentuk dan sifat kemarahan yg kalap tidak menentu, seperti lazimnya kemarahan manusia. Murka Allah adalah rasa tidak senang atas dasar pertimbangan yg benar-benar matang dan tegas yg dituntut oleh kekudusan-Nya. Kedua, murka Allah janganlah diartikan sebagai dipacu oleh dendam, melainkan kemarahan yg kudus; tak ada sekelumit pun sifat kedengkian dalamnya. Murka Allah bukanlah permusuhan yg timbul dari hati yg busuk, melainkan kebencian yg benar dan pada tempatnya. Ketiga, tidak boleh merendahkan murka Allah menjadi kemauan menghukum. Murka ialah pengejawantahan positif dari ketidakpuasan, tepat seperti apa yg menyenangkan hati Allah memberikan kepuasan kepada-Nya. Janganlah meniadakan dari Allah apa yg kita sebut perasaan hati. Murka Allah mempunyai padanannya dalam hati manusia, yg terungkap sempurna dalam teladan hidup Yesus sendiri (bnd #/TB Mr 3:5; 10:14*).
          Justru simpul tanggung jawab karena dosa ialah murka Allah. Dan karena dosa tak pernah tanpa oknum persona, tapi justru dalamnya, dan pelakunya, yakni oknum persona itu, maka murka Allah tertuang dalam ketidaksenangan yg tertuju kepada manusia; manusia — kitalah obyek murkaNya itu. Siksaan yg bersifat hukuman yg diderita manusia adalah ungkapan murka Allah. Rasa bersalah dan tersiksa adalah pantulan di alam sadar kita akan ketidaksenangan Allah. Bobot inti kebinasaan terakhir adalah siksaan yg tak berbatas akibat murka Allah (bnd #/TB Yes 30:33; 66:24*; #/TB Dan 12:2*; #/TB Mr 9:43,45,48*).
VIII. KEMENANGAN ATAS DOSA
          Kendati dosa adalah ihwal yg sangat menyedihkan, Alkitab menawarkan pengharapan dan optimisme menghadapinya. Inti berita Alkitab adalah prakarsa akbar ilahi mengatasi dosa, yaitu rencana Allah menyelamatkan manusia yg berpusat pada Tuhan Yesus Kristus, Adam yg terakhir, Anak Yg Kekal, Juruselamat manusia. Dosa dikalahkan oleh karya Kristus — kelahiran-Nya yg ajaib, hidup-Nya yg taat kepada Allah secara sempurna, khususnya kematian-Nya di kayu salib, kebangkitan-Nya, kenaikan-Nya ke sorga ke sebelah kanan Bapak, kerajaan-Nya atas sejarah umat manusia dan kedatangan-Nya yg kedua kali dengan penuh kemuliaan. Kuasa rampasan dosa sudah dibinasakan, tuntutannya yg sadis dan aneh ditelanjangi, kedok siasat najisnya dibuka dan dibuang, akibat-akibat buruk dari kejatuhan Adam dibungkamkan, diimbangi dan diimbali, sehingga kehormatan dan keakbaran Allah dibenarkan dan dikukuhkan, kekudusan-Nya dimantapkan, dan kemuliaan-Nya berjaya luas.
          Itulah amanat akbar Alkitab, ‘Allah dalam Kristus telah menaklukkan dosa!’ Dampak penaklukan itu terungkap dalam kehidupan umat Allah, yaitu orang-orang yg oleh iman kepada Yesus Kristus dan karya penyelamatan-Nya yg tuntas sempurna, dibebaskan dari kesalahan dan hukuman dosa. Dan mereka mengalami penaklukan kuasa dosa melalui kesatuan mereka dengan Kristus. Proses pengalaman ini akan mencapai puncaknya pada zaman akhir — pada waktu Kristus dalam kemuliaan-Nya datang untuk kedua kalinya. Pada waktu itu pula umat Allah akan dikuduskan secara sempurna, dosa akan dienyahkan dari ciptaan Allah, dan sorga serta bumi baru akan terwujud di mana kebenaran diberlakukan. (Lih #/TB Kej 3:15*; #/TB Yes 52:13*; #/TB Yer 31:31-34*; #/TB Mat 1:21*; #/TB Mr 2:5; 10:45*; #/TB Luk 2:11; 11:12-22*; #/TB Yoh 1:29; 3:16* dab; #/TB Kis 2:38; 13:38* dab; Rm passim; #/TB 1Kor 15:3* dab; 22 dab; #/TB Ef 1:13-14; 2:1-10*; #/TB Kol 2:11-15*; #/TB Ibr 8:1-10:25*; #/TB 1Pet 1:18-21*; #/TB 2Pet 3:11-13*; #/TB 1Yoh 1:6-2:2*; #/TB Wahy 20:7-14; 21:22-22:5*.)
KEPUSTAKAAN.
  • J Muller, The Christian Doctrine of Sin, 1877;
  • J On, Sin as a Problem of Today, 1910;
  • F. R Tenant, The Concept ofSin, 1912;
  • C Ryder Smith, The Bible Doctrine of Sin, 1953;
  • E Brunner, Man in Revolt, 1939;
  • R Niebuhr, The Nature and Destiny of Man, 1941 dan 1943;
  • J Murray, The Imputation of Adam’s Sin, 1959;
  • G. C Berkouwer, Sin, 1971; W Gunther, W Bauder, NIDNTT 3, hlm 573-587; TDNT 1, hlm 149-163,267-339; 3, hlm 167-172; 5, hlm 161-166, 447-448, 736-744; 6, hlm 170-172, 883-884; 7, hlm 339-358.


No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...