Monday, January 1, 2018

BEBAS, PEMBEBASAN, PELEPASAN





 BEBAS, PEMBEBASAN, PELEPASAN
       Pandangan Alkitab tentang kebebasan dilatarbelakangi pemikiran tentang penahanan dalam penjara atau perbudakan. Para penguasa memenjarakan orang-orang yg dipandang bersalah (#/TB Kej 39:20*); suatu bangsa yg dikalahkan akan diperbudak oleh bangsa yg mengalahkannya, atau menjadi tawanan perang oleh penakluknya, atau seorang pribadi seperti Yusuf, dijual sebagai budak. Kalau Alkitab berbicara tentang pembebasan, dalamnya terkandung pengertian tentang perbudakan atau penahanan dalam penjara, sebelum pembebasan itu.
       Kebebasan berarti kebahagiaan berdasarkan pembebasan dari perbudakan, memasuki kehidupan baru dalam sukacita dan kepuasan yg tak mungkin diperoleh sebelumnya. Gagasan tentang pelepasan atau pembebasan muncul dalam Alkitab dengan arti biasa secara sekuler (mis #/TB Mazm 105:20*; #/TB Kis 26:32*); tapi pemikiran ini juga mengalami perkembangan teologis yg penting. Hal ini terjadi karena kesadaran Israel bahwa kemerdekaan dari penaklukan bangsa-bangsa asing, seperti yg dinikmatinya, adalah anugerah Allah. Dalam PB, pembebasan menjadi suatu konsep teologis yg penting untuk menggambarkan keselamatan.
I. Pembebasan Israel
          Dalam peristiwa Keluaran, Allah membebaskan Israel dari perbudakan di Mesir, supaya sejak itu Israel sebagai umat perjanjian-Nya melayani Dia (#/TB Kel 19:3* dab; #/TB Kel 20:1* dab; #/TB Im 25:55*; bnd #/TB Yes 43:21*). Ia membawa mereka masuk ke ‘tanah yg berkelimpahan susu dan madu’ (#/TB Kel 3:8*; bnd #/TB Bil 14:7* dab; #/TB Ul 8:7* dab), menempatkan mereka di sana, memelihara mereka dalam kemerdekaan secara politis dan kemakmuran ekonomis, selama mereka menjauhi penyembahan berhala dan memelihara hukum-hukum-Nya (#/TB Ul 28:1-14*).
          Ini berarti bahwa kemerdekaan Israel tidak bergantung pada usaha-usahanya secara militer maupun politis, melainkan terletak pada ketaatannya kepada Allah. Kemerdekaannya adalah anugerah ilahi, karunia TUHAN kepada umat pilihanNya sendiri yg tidak dapat dicapai berkat jasa mereka sendiri, dan kini tetap terpelihara hanya karena kemurahan-Nya yg tidak terputus-putus. Ketidaktaatan, baik dalam kehidupan agamawi, maupun ketidakadilan sosial, akan mengakibatkan kebebasan itu hilang. Allah akan menghakimi umatNya dengan bencana nasional dan perbudakan (#/TB Ul 28:25,47* dab; bnd #/TB Hak 2:14* dab; #/TB Hak 3:7* dab, 12 dab; #/TB Hak 4:1* dab; #/TB Hak 6:1* dab). Ia akan membangkitkan kuasa-kuasa musuh melawan mereka, dan terutama mengangkut mereka ke suatu negeri di mana tak ada tanda-tanda dari kasih-Nya dapat diharapkan (#/TB Ul 28:64* dab; #/TB Am 5*; #/TB 2Raj 17:6-23*; bnd #/TB Mazm 137:1-4*).
          Kerangka pemikiran teologis tentang pelepasan atau pembebasan nyata dengan jelas di sini. Kebebasan menurut PL, pada satu pihak berarti pembebasan dari kuasa-kuasa buatan yg menjauhkan manusia dari pengabdian dan pemujaan kepada Penciptanya; di pihak lain, adalah kebahagiaan positif dari kehidupan persekutuan dengan Allah dalam perjanjianNya, di tempat mana Ia berkenan menyatakan diri dan memberi berkat. Kebebasan berarti ditarik lepas dari perhambaan kepada kuasa-kuasa yg menentang Allah, bagi ketaatan kepada tuntutan-tuntutan-Nya atas kehidupan manusia. Kebebasan bukan hasil usaha manusia, melainkan pemberian cuma-cuma, sesuatu yg mustahil dapat dimiliki manusia, kecuali dikaruniakan Allah. Selanjutnya kelepasan pembebasan adalah suatu anugerah perjanjian, yg telah dijanjikan Allah untuk dipelihara selama umat-Nya setia.
          Kebebasan tidak berarti bebas dari Allah, bahkan artinya yg tepat adalah dalam pelayanan kepada Allah, manusia menemukan kebebasannya yg sempurna. Manusia dapat menikmati kebebasan dari perhambaan kepada makhluk, hanya dengan keterikatan kepada Khalik-nya. Jadi jalan Allah untuk membebaskan manusia dari para penakluk manusia dan musuh-musuh manusia, adalah dengan menjadikan manusia hamba-hamba-Nya sendiri. Ia membebaskan manusia dengan jalan membawa manusia kepada diriNya sendiri (#/TB Kel 19:4*).
          Nubuat-nubuat Yesaya tentang pembebasan dari tawanan dan pemulihan Yerusalem, memperkaya pengertian agamawi tentang kebebasan dengan menekankan bahwa peristiwa-peristiwa ini merintis jalan kepada suatu pengalaman baru, yg tidak pernah ada sebelumnya tentang persekutuan yg penuh sukacita dan memuaskan dengan Allah Israel yg rahmani (#/TB Yes 35:3-10; 43:14-44:5; 45:14-17; 49:8-50:3; 51:17-52:12; 54; 61:1* dab; bnd #/TB Yeh 36:16-36; 37:15-28*).
          Karena semua anggota dari bangsa yg dibebaskan itu adalah hamba-hamba Allah (#/TB Im 25:42,55*), maka orang Israel yg menjual dirinya untuk menjadi pelayan-pelayan rumah tangga karena tekanan kemiskinan, tidak boleh diperlakukan seperti budak-budak berkebangsaan asing, yg semata-mata merupakan milik dalam jalur warisan tuannya (#/TB Im 25:44* dab). Pada setiap tahun ke-7, mereka harus dibebaskan (kecuali mereka sukarela memilih untuk tetap menghambakan diri), sebagai peringatan akan pembebasan Allah terhadap Israel dari perbudakan di Mesir (#/TB Ul 15:12* dab). Pada setiap tahun ke-50, sebagai tambahan kepada pembebasan hamba-hamba berkebangsaan Israel, tanah yg telah diambil harus dikembalikan kepada pewarisnya (#/TB Im 25:10*). Yeremia mencela masyarakat Israel karena walaupun kepada mereka telah diberitakan pembebasan bagi hamba-hamba Ibrani, mereka tidak melaksanakan pembebasan itu (#/TB Yer 34:8-17*).

II. Kebebasan orang Kristen
          Perkembangan pemikiran tentang kebebasan, sepenuhnya terlihat dalam Injil-injil dan Surat-surat Paulus, di mana musuh-musuh — dari mana Allah melalui Kristus membebaskan umat-Nya — adalah dosa, Iblis, hukum Taurat dan maut.
          Pelayanan Kristus kepada masyarakat adalah pelayanan pembebasan. Ia memulainya dengan memaklumkan diriNya sebagai penggenap dari #/TB Yes 61:1*, ’…Ia telah mengurapi aku … untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan’ (#/TB Luk 4:16* dab). Dengan menolak keinginan-keinginan orang Zelot, yg mendambakan kemerdekaan nasional dari penjajahan Roma, Kristus memaklumkan bahwa Ia telah datang untuk membebaskan Israel dari perbudakan kepada dosa dan Iblis, dalam keadaan mana Ia menemukan mereka sedang berada (#/TB Yoh 8:34-36,41-44*). Kata-Nya, Ia datang, untuk menjatuhkan ‘penguasa dunia ini’, ‘orang kuat’, dan untuk membebaskan tawanan-tawanannya (#/TB Yoh 12:31* dab; #/TB Mr 3:27*; #/TB Luk 10:17* dab). Pengusiran setan (#/TB Mr 3:22* dab) dan penyembuhan (#/TB Luk 13:16*) adalah bagian dari pekerjaan diterjangnya kuasa iblis. Kristus menunjuk kepada semua hal itu (#/TB Luk 11:20*; bnd #/TB Mat 12:28*) sebagai bukti positif dari kedatangan Kerajaan Allah di tengah-tengah umat manusia (yaitu kerajaan eskatologis yg dijanjikan di mana manusia menerima pengampunan dan keselamatan utuh dari Allah dan secara mutlak pula menaati kehendak-Nya seutuhnya). *KERAJAAN ALLAH.
          Paulus sering berkata bahwa Kristus membebaskan orang percaya, di sini dan kini, dari pengaruh-pengaruh yg bersifat merusak, yg dahulu memperbudak mereka: yakni dari dosa, penguasa kejam yg upah pelayanan kepadanya adalah maut (#/TB Rom 6:18-23*); dari hukum Taurat sebagai suatu sistem keselamatan, yg membangkitkan dosa dan memberi kekuatan kepadanya (#/TB Gal 4:21* dab; #/TB Gal 5:1*: #/TB Rom 6:14; 7:5-13; 8:2*; #/TB 1Kor 15:56*); dari ‘kuasa kegelapan’ yg jahat (#/TB Kol 1:13*); dari kepercayaan kepada ilah-ilah takhayul (#/TB 1Kor 10:29*; #/TB Gal 4:8*); dan dari beban upacara-upacara agama Yahudi (#/TB Gal 2:4*). Di atas semuanya ini Paulus menegaskan, kebebasan dari sisa ikatan kepada dosa yg telah berakar (#/TB Rom 7:14,23*), dan dari kerusakan jasmani dan kematian, yg akan ditambahkan pada waktunya (#/TB Rut 1:18-21*).
          Dalam segala seginya, kebebasan demikian, adalah pemberian Kristus, yg oleh kematian-Nya telah membayar lunas pembebasan umat-Nya dari perhambaan (#/TB 1Kor 6:20; 7:22* dab). (Mungkin di sini terdapat rujukan terhadap gagasan bahwa dewa-dewa Yunani ‘membeli’ hamba-hamba bagi pembebasan.) Kebebasan dari hukum, dosa, dan kematian disampaikan kepada orang percaya oleh Roh yg mempersatukan mereka dengan Kristus melalui iman (#/TB Rom 8:2*; #/TB 2Kor 8:17*). Pembebasan membawa serta pengangkatan menjadi anak (#/TB Gal 4:5*); mereka yg dibebaskan dari dosa, menjadi anak-anak Allah, dan menerima Roh Kristus sebagai Roh pengangkatan, yg memberikan jaminan bahwa mereka adalah sungguh-sungguh anak Allah dan pewaris-Nya (#/TB Gal 4:6* dab; #/TB Rom 8:15* dab).
          Jawaban manusia terhadap anugerah kebebasan (eleutheria), dan sesungguhnya cara manusia menerima anugerah itu, adalah sukarela menerima ikatan perhambaan (douleia) kepada Allah (#/TB Rom 6:17-22*), kepada Kristus (#/TB 1Kor 7:22*), kepada kebenaran (#/TB Rom 6:18*), dan terhadap semua orang karena Injil (#/TB 1Kor 9:19-23*) dan karena Juruselamat (#/TB 2Kor 4:5*).
          Kebebasan Kristen bukanlah penghapusan tanggung jawab, juga bukan dukungan bagi kemerdekaan mutlak. Orang Kristen tidak lagi ‘berada di bawah hukum Taurat’ (#/TB Rom 6:14*) bagi keselamatannya, tapi itu tidak berarti bahwa orang Kristen hidup ‘tanpa’ hukum dalam hubungan dengan Allah (#/TB 1Kor 9:21*). Hukum ilahi, seperti ditafsirkan dan dicontohkan oleh Kristus sendiri, tetap merupakan ukuran yg mengungkapkan kehendak Kristus, bagi hamba-hamba-Nya yg dibebaskan-Nya sendiri (#/TB 1Kor 7:22*).
          Dengan demikian, orang Kristen berada ‘di bawah hukum bagi Kristus’ (#/TB 1Kor 9:19-23*). ‘Hukum Kristus’ (#/TB Gal 6:2*) menurut Yakobus, ‘hukum yg memerdekakan’ (#/TB Yak 1:25; 2:12*) — adalah hukum kasih (#/TB Gal 5:13* dab, bnd #/TB Mr 12:28* dab; #/TB Yoh 13:34*), yaitu persembahan diri secara sukarela dan terus-menerus bagi kebaikan orang lain (#/TB 1Kor 9:1-23; 10:23-33*) dan kemuliaan Allah (#/TB 1Kor 10:31*). Kehidupan di dalam kasih ini adalah jawaban dari rasa syukur yg dituntut dan dibangkitkan oleh Injil yg membebaskan. Kebebasan Kristen secara tepat adalah kemerdekaan untuk kasih dan pelayanan kepada Allah dan manusia, dan karena itu apabila kemerdekaan tersebut dijadikan dalih bagi kebebasan menurut maunya sendiri tanpa kasih, itu adalah penyalahgunaan (#/TB Gal 5:13*; bnd #/TB 1Pet 2:16*; #/TB 2Pet 2:19*), atau sikap tidak peduli yg tidak dapat dipertanggungjawabkan (#/TB 1Kor 8:9-12*).
          Paulus menulis surat kepada jemaat Galatia untuk melawan ancaman terhadap kebebasan Kristen, yg dilancarkan oleh teologia Yudaisme. Persoalan mendasar yg dilihat oleh Paulus adalah kecukupan Kristus bagi penyelamatan, terlepas dari aural perbuatan atas dasar hukum Taurat. Para penganut paham Yahudi berpendapat bahwa orang kafir yg sudah percaya kepada Kristus, tetap memerlukan sunat untuk dapat diselamatkan. Paulus membantah bahwa jika demikian halnya, maka dengan alasan yang sama mereka harus melakukan seluruh hukum Musa bagi keselamatan; tapi hal ini akan menjadi usaha mencari pembenaran melalui hukum Taurat, dan usaha demikian akan berarti menjauh dari kasih karunia dan dari Kristus (#/TB Gal 5:2-4*). Paulus berpendapat, bahwa orang Kristen Yahudi atau non-Yahudi, adalah bebas dari semua tuntutan untuk menjalankan hukum Taurat bagi penerimaan mereka, sebab sebagai orang yg percaya kepada Kristus, orang itu telah diterima secara penuh oleh Allah (#/TB Gal 3:28* dab), sebagaimana dibuktikan oleh karunia Roh kepadanya (#/TB Gal 3:2* dab, 14; #/TB Gal 4:6; 5:18*). Tidak ada alasan; membebani seorang non-Yahudi yg baru bertobat untuk harus melaksanakan upacara-upacara yg diajarkan oleh Musa (sunat, hari-hari raya keagamaan [#/TB Gal 4:10*], dsb), yg setidak-tidaknya berasal dari zaman pra Kristen. Karya penebusan Kristus telah membebaskannya tuntas dari tuntutan untuk mencari keselamatan melalui hukum Taurat (#/TB Gal 3:13; 4:5; 5:1*). Tugasnya sekarang ialah, pertama, memelihara anugerah kebebasan yg dari Allah itu terhadap setiap orang yg mengatakan kepadanya bahwa iman kepada Kristus saja tidak cukup untuk menyelamatkannya (#/TB Gal 5:1*), dan, kedua, mendayagunakan kebebasannya sebaik mungkin dengan jalan membiarkan Roh memimpinnya ke dalam penerapan hukum kasih secara bertanggung jawab (#/TB Gal 5:13* dab).
          Pada bagian lain, Paulus menunjukkan hal yg sama. Orang Kristen bebas dari tuntutan keharusan untuk bekerja bagi keselamatannya, dan ia juga tidak terikat kepada upacara-upacara Yahudi ataupun kepada takhayul dan pantangan pantangan kafir. Ada keluasan tentang banyak hal yg netral di mana ‘segala sesuatu halal bagiku’ (#/TB 1Kor 6:12; 10:23*). Dalam hal-hal ini, orang Kristen harus menggunakan kemerdekaannya secara bertanggung jawab menurut pertimbangan yg tepat dan membangun serta menghargai dengan lembut perasaan hati saudara-saudara yg lemah (bnd #/TB 1Kor 8; 9; 10*; #/TB Rom 14:1-15:7*).
III. Kehendak bebas
Perdebatan historis tentang apakah manusia yg jatuh ke dalam dosa mempunyai ‘kehendak bebas’, hanya mempunyai suatu hubungan tidak langsung dengan pemikiran Alkitab tentang kebebasan dan kemerdekaan. Harus dibuat pembedaan-pembedaan untuk menunjukkan persoalan-persoalan yang tercakup di dalamnya.
          1. Jika ungkapan ‘kehendak bebas’ dipahami secara moralistis dan psikologis, sebagai kemampuan menentukan pilihan yg tidak dipaksakan, secara spontan, dengan suka rela dan karena itu dapat dipertanggungjawabkan, Alkitab penuh dengan acuan bahwa semua manusia memilikinya, baik yg belum atau yg sudah dilahirkan kembali.
          2. Jika ungkapan itu dipahami secara metafisis, dalam pengertian bahwa tindakan-tindakan manusia pada masa yg akan datang tidak dipastikan sebelumnya, dan karena itu pada dasarnya tidak dapat diramalkan, nampaknya Alkitab tidak menegaskan ataupun menyangkal adanya unsur di masa depan yg tidak dapat dipastikan, sehubungan dengan kehidupan moral atau keadaan jasmani orang itu sendiri. Tapi nampaknya ada pengertian bahwa dalam hubungan dengan Allah, tidak ada suatu hal di masa akan datang yg tidak diketahui-Nya; sebab Ia lebih dahulu mengetahui dan dalam hal tertentu Ia mengatur lebih dahulu semua hal (*PELIHARA, PEMELIHARAAN, *TENTU, PENENTUAN DARI SEMULA).
          3. Jika ungkapan itu dipahami secara teologis, sebagai petunjuk tentang suatu kemampuan bawaan pada manusia yg belum dilahirkan kembali, untuk melakukan tindakan-tindakan yg baik tanpa syarat menurut pandangan Allah, atau untuk menjawab undangan Injil, maka nas-nas seperti #/TB Rom 8:5-8*; #/TB Ef 2:1-10*; #/TB Yoh 6:44*, nampaknya menunjukkan bahwa tak ada manusia yg bebas untuk ketaatan dan iman, sampai ia dibebaskan dari kuasa dosa oleh anugerah Allah yg diberikan lebih dahulu. Segala pilihan bebasnya lewat satu atau lain jalan merupakan tindakan-tindakan melayani dosa, sampai anugerah menghancurkan kuasa dosa dan menggerakkannya untuk taat kepada Injil (bnd #/TB Rom 6:17-22*).

          KEPUSTAKAAN.
Arndt; MM; H Schleir dalam TDNT; LAE, hlm 326 dst; Calvin, Institutio, 3, 19;
 J. Blunck, NIDNTT I, hlm 715-720.

No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...