Friday, January 5, 2018

PROBLEMATIKA SURAT FILIPI PASAL 3 DAN PEMIMPIN MASA KINI




PROBLEMATIKA SURAT FILIPI PASAL 3
DAN PEMIMPIN MASA KINI

Masalah-masalah yang terjadi dalam jemaat Filipi, khususnya pada surat Filipi pasal 3 adalah adanya sekelompok orang yang memberikan contoh negatif di dalam jemaat. Paulus menyerang dua kecenderungan yang berbeda yaitu golongan bersunat, yang ia sebut “anjing” dan “penyunat palsu” (3:2); dan para pemuja kebebasan, yang “Tuhan mereka ialah perut mereka” (3:19). Paulus memberikan suatu peringatan yang keras dan tajam (Fil. 3:2), menunjukkan  bahwa musuh-musuh ini sudah mulai masuk dan beroperasi di dalam jemaat dengan ajaran bahwa apabila seseorang ingin diselamatkan, ia harus memiliki nilai tambah di hadapan Allah melalui berbagai perbuatan hukum yang tak terhitung. Jerry Autrey menjelaskan bahwa:
Paulus memperingatkan jemaat Filipi terhadap dua bahaya yang sedang dihadapi gereja-gereja pada abad pertama, yaitu legalisme dan antinomianisme. Yang pertama dari ajaran-ajaran sesat ini mengajarkan bahwa keselamatan harus diperoleh dengan jalan bekerja, sedangkan ajaran sesat lain itu mengajarkan bahwa orang Kristen bebas untuk berbuat sekehendak hatinya.”[1]

Paulus mengecam para penyesat itu sebagai “anjing-anjing” dan “pekerja-pekerja jahat.” Istilah Yunani yang dipakai adalah katakome (pemenggal).Peringatan tersebut ditinjau dari tiga sisi: watak mereka (anjing-anjing), perilaku mereka (Pekerja-pekerja yang jahat) dan pengakuan iman mereka (penyunat-penyunat yang palsu).Artinya menunjukkan sesuatu yang najis dan cemar, berperilaku curang, iman ditambah dengan perbuatan baik.
Golongan Bersunat, Filipi 3:2

Menurut keyakinan orang Yahudi, sunat ditetapkan bagi umat Israel sebagai tanda dan simbol bahwa mereka adalah umat yang telah memasuki suatu hubungan istimewah dengan Allah. Mereka memandang sunat dalam dirinya sendiri sebagai sesuatu yang cukup untuk menjadikan mereka khusus bagi Allah. Adapun tiga istilah yang digunakan Paulus terhadap golongan bersunat yang terdapat dalam kelompok orang-orang Yahudi, adalah sebagai berikut yaitu:

Hati-hatilah terhadap anjing-anjing
Kata “hati-hati terhadap anjing-anjing” adalah sebagai suatu tanda peringatan bahwa akan muncul orang-orang yang membawa pengaruh jahat ke dalam jemaat di Filipi. J. L. Ch. Abineno mengatakan “Mereka disebut “anjing-anjing” (kunes). Suatu sebutan yang biasa dipakai oleh orang-orang Yahudi untuk orang-orang kafir, karena orang-orang kafir mereka anggap kotor dan najis. Paulus mengatakan, bahwa penyesat-penyesat jemaat adalah orang-orang yang demikian: orang-orang kotor dan najis yang harus dijauhi.”[2] Di dalam Alkitab kata anjing selalu berarti hal yang paling rendah dan cemar. Seperti dijelaskan oleh William Barclay bahwa:
Dalam perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus, sebagian dari siksaan yang dialami Lazarus ialah anjing-anjing jalanan yang mengganggunya dengan menjilat boroknya (Luk. 16:21). Dalam Kitab Ulangan, hukum menetapkan bahwa upah sundal atau uang semburit (the wages of e dog dalam RSV) dilarang dibawa ke rumah Tuhan (Ul. 23:18). Dalam Kitab Wahyu kata “anjing” berarti mereka yang cemar sehingga mereka diusir dari Kota Suci (Why. 22:15). Barang yang kudus tidak boleh dilemparkan kepada anjing (Mat. 7:6).[3]

Begitulah jawaban Paulus terhadap guru-guru Yahudi. Jadi,dari penjelasan di atas dapat dimengerti bahwa segala sesuatu yang telah tercemar harus dipisahkan dari sesuatu yang kudus dan suci. Tafsiran Alkitab Wycliffe menjelaskan kata anjing menurut Taurat Musa bahwa:
Menurut Taurat Musa, anjing adalah seekor hewan yang najis (Ul. 23:18). Di kota-kota di Asia anjing itu merupakan hewan pemakan bangkai dan pada umumnya berpenyakit – satu “mahkluk yang dibenci, menjijikkan dan buruk” SBK I, 722. Paulus membalik istilah penghinaan yang sejak lama dipergunakan untuk menyebut orang-orang bukan Yahudi oleh orang Yahudi (bdg. Mat. 15:27) ini dan mengatakan bahwa justru orang Kristenlah yang makan di meja perjamuan, sedangkan orang-orang Yahudi adalah mereka yang memakan “sampah peraturan-peraturan duniawi” (Lightfoot). Anjing-anjing di sini adalah golongan Yudaisme ekstrem atau orang-orang Yahudi yang menentang kekristenan (jumlah mereka menjadi kecil).[4]

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa Rasul Paulus dengan tegas menyatakan suatu perubahan posisi kepada golongan orang bersunat yang menganggap diri mereka sebagai orang yang dipilih Allah. Menurut Paulus pemikiran Yahudi memiliki pandangan yang sama; anjing berarti segala sesuatu yang najis. Warren W. Wiersbe mengatakan bahwa:
Di sini Paulus menyebut kelompok Yahudi ortodoks itu dengan sebutan “anjing”! Paulus tidak hanya menggunakan istilah itu sebagai sebutan saja; ia menyamakan guru-guru palsu itu dengan kaum gelandangan yang kelihatan begitu kotor bagi orang-orang yang sopan. Sama seperti anjing-anjing, kelompok Yudaizer menggigit tumit Paulus dan mengikuti dia dari tempat yang satu ke tempat yang lain sambil “menggonggong” pengajaran Palsu mereka. Mereka adalah pembuat kerusuhan dan pembawa penyakit yang berbahaya.[5]

Menurut Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 Matius-Wahyu menjelaskan bahwa: “Cara mereka ‘berkeliaran di jemaat-jemaat Kristen, sambil berusaha menarik orang-orang yang bukan Yahudi yang telah menjadi Kristen, untuk berpindah ke golongan Yudais’ (Beare). Mereka adalah pekerja-pekerja, tetapi dalam perkara yangjahat, yang membalikkan orang dari kebenaran  dan kemerdekaan (bnd Mat. 23:15; 2 kor. 11:13; Gal. 1:7-9).”[6]Mereka bukan saja tidak hidup menurut firman Allah, tetapi lebih daripada itu: mereka memutar-balikannya (Gal. 1:7). Dan dengan itu mereka mau menyesatkan jemaat.Pekerjaan mereka jahat (bnd. 2 Kor. 11:13).[7]Itulah watak orang-orang bersunat. Alkitab Edisi Studi mengartikan kata anjing-anjing adalah: “Anjing-anjing: menunjuk pada orang-orang yang menginginkan agar semua orang yang baru mengimani Tuhan harus juga menaati hukum Taurat, khususnya hukum yang mengatakan bahwa semua laki-laki dan pria dewasa harus disunat.”[8]

Hati-hatilah terhadap pekerja-pekerja yang jahat
Maksud dari pekerja-pekerja yang jahat adalah orang-orang yang memberitakan Injil lain yaitu keselamatan meliputi bukan hanya percaya kepada Kristus, tetapi juga bergabung dengan agama Yahudi dengan jalan sunat, menaati hukum Taurat, merayakan hari-hari raya Yahudi. Paulus menulis surat kepada para musuhnya yang ia sebut sebagai orang-orang yang “memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan”, untuk “kepentingan sendiri,” dan dengan maksud yang “tidak iklas” (Flp. 1:15,17). Warren W. Wiersbe dalam bukunya menjelaskan bahwa:
Pekerja-pekerja yang jahat” – Orang-orang ini mengajarkan bahwaorang-orang berdosa itu diselamatkan melalui iman ditambah perbuatan baik, terutama perbuatan-perbuatan yang disebutkan dalam hukum Taurat. Tetapi paulus menyatakan bahwa “perbuatan baik” mereka sesungguhnya adalah perbuatan yang jahat karena dilakukan oleh daging (manusia lama), bukan oleh Roh, dan perbuatan-perbuatan itu hanya memuliakan para pelakunya, dan bukan Yesus Kristus. Dalam Efesus 2:8-10 dan Titus 3:3-7 disebutkan dengan jelas bahwa tidak ada seorang pun yang dapat diselamatkan melalui perbuatan-perbuatan agama.[9]

Oleh karena itu semua ajaran atau gagasan yang bersumber dari manusia, gereja, atau tradisi dan tidak dinyatakan atau tersirat dalam firman Allah tidak boleh dimasukan dalam Injil Krsitus. Mencampur isi asli Injil dengan hal-hal itu ialah “memutarbalikkan Injil Krsitus”.
Seperti percaya pada hukum Taurat adalah suatu kebenaran bagi orang-orang Yahudi pada zaman paulus, sehingga ketika Paulus memberitakan Kristus adalah satu-satunya kebenaran yang menyelamatakan manusia dari hukuman dosa tidak diterima oleh mereka. Lebih memiliki kepercayaan bahwa keselamatan bisa diterima melalui perbuatan baik dengan kata lain mereka menyatukan perbuatan baik dengan kasih karunia agar bisa mendapatkan keselamatan. William Barcley menjelaskan bahwa:
“Ia menyebut mereka pekerja-pekerja yang jahat, yaitu yang melakukan hal-hal jahat. Orang Yahudi amat yakin bahwa mereka mengerjakan kebenaran. Pandangan mereka ialah bahwa dengan memelihara berbagai aturan dan ketentuan Hukum Taurat mereka melakukan kebenaran. Dampak dari ajaran mereka menjauhkan orang dari Allah, bukan mendekatkannya. Mereka mengira sedang mengerjakan kebaikan, tetapi kenyataannya mereka mengerjakan kejahatan.”[10]

Rasul Paulus mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak dapat bersukacita karena lebih mengutamakan taurat, tetapi tidak melakukannya ke dalam kehidupansehari-hari sehingga mereka disebut pekerja (membaca taurat), tetapi tidak mempraktekan, apa yang Taurat ajarkan.
Dalam nas ini (3:2) Paulus menyebut mereka “pekerja-pekerja yang jahat” (kakoi ergatai). Berdasarkan sebutan ini ada penafsir yang menduga, bahwa penyesat-penyesat ini bukanlah orang-orang Yahudi biasa, orang Yahudi yang tidak percaya kepada Yesus Kristus, tetapi orang Yahudi yang menjadi anggota jemaat. Mereka bekerja sebagai pekabar-pekabar Injil, tetapi Injil yang mereka beritakan bukanlah Injil yang benar.Mereka menuntut hal-hal yang tidak sesuai dengan Firman Allah. Mereka adalah rasul-rasul palsu (2Kor.11:13) yang menyesatkan jemaat.[11]

Para pengajar palsu itu mengatakan bahwa “penyataan alkitabiah itu benar, tetapi pada saat yang sama mereka juga mengatakan bahwa mereka memiliki penyataan dan pengetahuan tambahan di luar yang alkitabiah yang setara dengan kekuasaan Alkitabdan absah bagi jemaat secara keseluruhan.”[12]Harus diketahui bahwa pengajaran palsu semacam itu biasanya mendatangkan suatu sikritisme antara iman Kristen dengan agama-agama atau filsafat-filsafat lain. Hal ini mengakibatkan kesalahan yaitu:
(1)Penyataan yang dinyatakan sebagai sesuatu yang baru itu disejajarkan dengan kekuasaan penyataan alkitabiah yang asli dari rasul-rasul dalam Kristus. (2) Alkitab menjadi kurang penting dan Kristus menjadi urutan kedua setelah “orang kudus” atau pendiri suatu gerakan atau gereja tertentu. (3) Pengajar palsu itu menyatakan bahwa mereka memiliki pengertian yang lebih dalam atau ekslusif mengenai apa yang disebut sebagai “penyataan tersembunyi” dalam Alkitab.[13]

Pekerja-pekerja curang yang menyamar sebagai rasul-rasul, mereka memakai orang jahat sebagai perantaranya, dengan menjadikan mereka “rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang” untuk melakukan perkara-perkara yang menarik perhatian seolah-olah ditujuhkan kepada Allah. Seperti dijelaskan dalam Alkitab bahwa:
Alkitab berbicara mengenai pemimpin yang curang ini sebagai orang yang diberi kekuatan oleh Iblis. (a) mereka kelihatannya melakukan perkara-perkara besar bagi Allah (ay. 15; Why. 13:2), (b)menyampaikan khotbah Injil yang menarik perhatian (ay. 4) dan (c) kelihatannya benar tetapi pada kenyataanya mereka menolak ibadah dan mengingkari kekuatannya (2 Tim. 3:5). (2) orang ini menyamar sebagai “rasul-rasul Kristus” dan “hamba-hamba kebenaran” (ay. 15). Demikian, mereka meniru pelayan Kristus yang sejati dan menyinggung setiap “bentuk ibadah” yang ada dalam berita mereka (2 Tim. 3:5). Bisa jadi mereka itu memiliki perhatian dan kasih yang tulus, dan mungkin mereka memberitakan pengampunan, damai sejahtera, kepuasan, kasih, dan banyak hal lain yang berguna, tetapi mereka hidup di bawah pengaruh Iblis. Injil mereka sering menjadi berita dari akal manusia dan bukan penafsiran yang benar dari penyataan Allah yang ditemukan dalam Alkitab (bd. Gal. 1:6-7; 1 Pet. 2:1-3). Berita mereka menyimpang dari pengajaran rasul-rasul PB.[14]

Mereka menyamar sebagai rasul-rasul Kristus, pada hal maksud mereka bukanlah untuk memajukan Kerajaan Kristus, melainkan untuk menipu anggota-anggota jemaat dan mencari keuntungan bagi diri mereka sendiri.Pekerjaan mereka adalah membujuk atau mempengaruhi orang-orang yang telah dimenangkan oleh Paulus melalui pemberitaan Injil Kristus. Warren W. Wiersbe, menjelaskan bahwa:Akan tetapi kelompok penentang itu merasa tidak puas. Karena merasa gagal dalam usaha mereka menentang Paulus, di kota Antiokhia dan Yerusalem, lalu mereka mengikuti paulus kemana pun ia pergi dan berusaha membujuk orang-orang yang baru dimenangkan olehnya dan gereja-gerejanya.[15]

Hati-hatilah terhadap Penyunat-penyunat Palsu
Alkitab Edisi Studi menjelaskan bahwa:
Dalam Alkitab, sunat pertama kali disebut berkaitan dengan janji Allah untuk membuat keturunan Abraham menjadi sebuah bangsa yang besar dan memberikan mereka tanah yang akan menjadi milik mereka sendiri. Sebagai alasannya, Abraham dan keturunannya harus menaati Allah. Untuk menunjukkan bahwa mereka menepati janji mereka kepada Allah, setiap keturunan laki-laki Abraham harus disunat (Kej. 17;1-14). Bahkan para lelaki bukan Yahudi yang ingin menjadi bagian dari bangsa Israel juga harus disunat (Kej. 34: 21-24). Sunat menjadi suatu syarat dalam hukum Taurat (Im. 12:3).[16]

Harus diketahui bahwa praktik sunat menimbulkan perdebatan dan perpecahan di kalangan jemaat Kristen perdana. Sejumlah orang Kristen Yahudi yang hidup menurut hukum Taurat merasa bahwa mereka dan setiap pengikut Kristus yang bukan orang Yahudi harus menaati semua hukum Taurat dan melakukan semua praktik ritualnya, termasuk sunat(Kis. 11:1-2), 21:17-24). Bagi Paulus, sunat itu bermakna hanya jika seseorang dapat menaati seluruh hukum Taurat. Jika seseorang tidak menaati seluruh hukum Taurat, sunat tidak akan menjadikannya “seorang Yahudi sejati”. Oleh karena itu manusia dapat diterima Allah, bukan karena melakukan segala hal yang diminta oleh hukum Taurat, tetapi karena ia memiliki iman (Rm. 3:28; Flp. 3:7-9).
Paulus menyebut mereka sebagai penyesat atau penyunat-penyunat palsu.“Istilah “katatome” (dari “katatemnein” = mengiris, mengerat, memotong sampai putus) yang diterjemahkan di sini dengan “penyunat palsu” sebenarnya berarti: irisan, keratan (daging). Sunat, yang dilepaskan dari karya Penyelamatan Kristus, jadi yang tidak mempunyai arti (isi) rohani, menurut Paulus, sama saja dengan keratan daging yang tidak ada gunanya.”[17]Jadi, Paulus menegaskan bahwa seseorang yang melakukan sunat lahiriah tidak menjamin untuk berkenan kepada Allah. Karena hal tersebut merupakan kekejian bagi Allah. Samuel Benyamin Hakh juga menjelaskan bahwa:
Orang-orang Yahudi kadang-kadang disebut juga sebagai orang yang bersunat (peritome), karena sunat merupakan ritus yang sangat penting sebagai tanda masuk menjadi umat Allah. Akan tetapi, dari sudut pandang Paulus, sunat tidak perlu dikenakan kepada orang non-Yahudi untuk menjadi umat Allah. Oleh karena itu, mereka yang menyunatkan orang non-Yahudi dalam keyakinan bahwa mereka menjadi umat Allah untuk memperoleh keselamatan, hanya merupakan suatu “pembegalan” (katakome) diri.[18]

Adapun ajaran para penyunat palsu adalah keselamatan bisa diperoleh melalui sunat lahiriah. Warren W. Wiersbe dalam bukunya menjelaskan bahwa: “Penyunat-penyunat yang palsu” – Di sini paulus menyindir kata “sunat”. Golongan Yudaizer mengajarkan bahwa sunat itu penting untuk memperoleh keselamatan (Kis. 15:1; Gal. 6:12-18); akan tetapi Paulus menyatakan bahwa sunat itu sendiri hanyalah merupakan suatu perbuatan untuk menutupi kejahatan manusia.”[19] Bersunat adalah syarat Hukum Taurat mengharuskan semua laki-laki Yahudi yang ingin menjadi bagian dari umat pilihan Allah disunat saat berusia delapan hari, atau di kemudian hari jika diperlukanseperti dijelaskan dalam Kitab Kejadian 34: 21-23; dan Kitab Imamat 12:3.
Rasul Paulus menentang  para penganut golongan bersunat, “Mereka yang disebutnya sebagai “para pengacau”, yaitu orang Yahudi yang menegaskan bahwa orang percaya yang bukan Yahudi harus melakukan ritus-ritus Yahudi seperti sunat (Gal. 1:6-9, 6:12-14; Flp. 3:2). Paulus mengatakan bahwa mereka keliru jika menganggap sunat sebagai cara untuk “melengkapi” apa yang telah dimulai oleh Roh Kudus (Gal. 3:1-3).”[20]Sehinggasecara singkat Paulus mengatakan, “bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya” (Gal. 6:15).
Tidak demikian orang-orang percaya, seperti dikatakan oleh J. Wessley Brill bahwa: “Kita yang percaya kepada Kristus adalah anak-anak Abraham oleh iman, tidak menjadi soal apakah kita orang Yahudi atau orang asing. Kita adalah sunat yang rohani dan bukan sunat yang jasmani.Kitalah sunat yang benar yang sudah membuang segala kenajisan hati dan kita telah menaruh kebenaran Kristus.[21]
Dengan demikian Rasul Paulus menyinggung, bahwa orang-orang yang bersunat secara rohani adalah orang-orang yang beribadah kepada Allah.

Para Pemuja Kebebasan, Filipi 3:18, 19

Paulus menyebut para pemuja kebebasan sebagai seteru salib Kristus. Tafsiran Alkitab Wyclife mengatakan bahwa:
Yang dimaksud dengan seteru salibKristus bukanlah golongan Yudaisme (ay. 2 dst) juga bukan golongan kafir (ini tentu akan menimbulkan reaksi yang berbeda dengan menangis), melainkan orang-orang penganut Libertin yang dalam hal tertentu terkait dengan gereja itu. Mereka menafsirkan kebebasan Kristen secara salah sebagai kebebasan dari segala batasan moral. Mereka adalah (bukan “hidup sebagai”) seteru salib Kristus. Mereka memusuhi segala sesuatu yang berpihak pada salib.”[22]

Tetapi Alkitab mengatakan bahwa salib Kristus itu bertujuan untuk membebaskan manusia dari dosa dan pelanggaran hukum. Jadi bila orang-orang dengan sengaja hidup dalam dosa dan pelanggaran hukum, mereka hidup bertentangan dengan tujuan salib. Paulus menangis ketika iamenulis tentang orang-orang seperti itu.
Adapun guru-guru palsu berupaya untuk menjadikan iman Kristen sebagai ajaran akal budi (intelektual) dan membuat semacam filsafat.
Mereka mulai dengan ajaran dasar bahwa sejak awal sejarah ada dua realitas – roh dan materi. Mereka menyatakan bahwa roh sama sekali baik dan materi sama sekali jahat. Karena dunia diciptakan dari materi yang adalah jahat, maka dosa dan kejahatan ada di dalamnya. Jadi, apabila materi itu jahat pada dasarnya, maka tubuh juga pada dasarnya jahat dan akan tetap tinggaldemikian, apa pun yang Anda inginkan dengan tubuhmu; karena tubuh jahat, maka tidak ada pengaruhnya apa pun yang Anda lakukan terhadapnya. Mereka mengajarkan bahwa kerakusan, perzinahan, homoseksualitas dan kemabukan tidak berarti apa-apasebab semuanya itu hanya berdampak pada tubuh yang tidak berarti.[23]

Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan menjelaskan bahwa: “Seteru salib Kristus. Seteru-seteru ini dapat diartikan sebagai orang-orang yang mengaku percaya tetapi mencemarkan Injil dengan cara hidup yangtidak susila dan ajaran palsu.”[24]Ajaran mereka bahwa ”Seseorang tidak dapat disebut sempurna sebelum mengalami segala sesuatu yang ditawarkan oleh hidup ini, baik kebaikan maupun kejahatan. Oleh sebab itu kata mereka, tugas manusia adalah menyelam kedasar dosa maupun melakukan kebajikan-kebajikan.”[25] Dengan berperilaku demikian mereka berusaha untuk melemahkan kekuasaan Alkitab dengan pengajaran yang subversif atau berkenaan dengan prinsip-prinsip yang tidak alkitabiah. Dengan menolak kekuasaan penuh Alkitab, mereka menyangkal bahwa Alkitab adalah benar dan dapat dipercaya dalam semua yang diajarkannya. Alkitab mengatakan bahwa “Kesudahan mereka adalah kebinasaan, lawan dari keselamatan. Tuhan mereka, hal yang paling utama bagi mereka, adalah perut. Yang dimaksudkan bukan hanya kerakusan tetapi segala bentuk pemuasan nafsu yang memalukan, dan mereka ditentukan untuk memikirkan hal-hal yang kotor dan duniawi.”[26] Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 menjelaskan bahwa:
Mungkin mereka antinomia (penganut ajaran yang ,mengatakan, karena orang Kristen yang sudah dibebaskan oleh anugerah, maka tidak perlu menaati Taurat) dalam berpikir, bahwa mereka dapat memegang iman kepada Kristus dan tidak peduli terhadap soal-soal moral. Lebih mungkin mereka adalah seperti dilukiskan oleh Paulus dalam 2:21 sebagai mencari ‘kepentingan diri sendiri’ bukan kepentingan Yesus Kristus’ mereka adalah seteru salib Kristus.[27]

Hal tersebut membuat hati Paulus resah melihat orang yang dilayaninya berada dalam bahaya, karena mereka berada di jalan menuju kebinasaan. Dengan demikian sangat penting adanya penyesuan segala pikiran dengan kehendak Kristus. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan menjelaskan bagaimana cara menaklukkan pikiran kepada ketuhanan Kristus yaitu:
(1)Sadarlah bahwa Allah mengetahui setiap pikiran dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari hadapan-Nya (Mzm. 94:11; 139:2,4,23-24). Kita harus memberi pertanggunganjawaban kepada Allah bagi pikiran, perkataan, dan perbuatan kita (5:10; Pkh. 12:14; Mat. 12:35-37; Rm. 14:12). (2) Sadarlah bahwa pikiran kita merupakan medan pertempuran. Beberapa buah pikiran berasal dari kita sendiri sedangkan lainnya datang secara langsung dari musuh kita. Menawan setiap pikiran menuntut peperangan melawan baik tabiat berdosa kita maupun kuasa roh-roh jahat (Ef. 6:12-13; bd. Mat. 4:3-11)......... Tolaklah dan lawanlah dengan gigih pikiran yang jahat... (3) Bersikaplah tegasdalam memusatkan pikiran pada Kristus dan perkarasorgawi lebih daripada perkara duniawi (Flp. 3:19; Kol. 3:2),...Penuhilah pikiranmu dengan firman Allah (Mzm. 1:1-3; 19:8-15) dan dengan perkara yang mulia, yang baik dan yang patut dipuji (Flp. 4:8). (4) Berhati-hatilah selalu akan apa yang dilihatoleh matamu dan apa yang didengar oleh telingamu. Tolaklah dengna tegas untuk mengizinkan (a) matamu menjadi alat penyalur hawa nafsu (Ayb. 31:1; 1 Yoh. 2:16), atau untuk (b) meletakkan hal-hal yang tidak patut dan jahat di depan matamu...(Mzm. 101:3; Yes. 33:14-15; Rm. 13:14).[28]

Ciri-ciri orang yang tidak diselamatkan adalah mereka yang melayani diri mereka sendiri yaitu Tuhan mereka ialah perut mereka (perangai yang rendah, kenginginan dan nafsu daging mereka), orang-orang seperti ini disebut sebagai orang-orang yang menentang ajaran hukum Taurat (Rom. 16:8), mereka mengajarkan bahwa karena keselamatan diperoleh melalui kasih karunia, maka iman yang menyelamatkan tidak perlu meliputi ketaatan kepada Kristus. “Mereka percaya bahwa seseorang dapat hidup dalam dosa dan menolak hukum moral Allah, namun tetap memiliki keselamatan kekal. Guru-guru palsu ini merupakan pembicara yang fasih, yang menyampaikan berita yang menyenangkan dan meyakinkan (bd. Yud. 16), tetapi sesungguhnya mereka menipu.”[29] Di dalam kehidupan mereka yang sesungguhnya, yaitu yang tidak tampak kepada umum, mereka dipenuhi “rampasan dan kerakusan” Matius 23:28. Kehidupan mereka menyeleweng dari prinsip kebebasan Kristen yaitu: “Dalam kekristenan semua hukum sudah batal dan bahwa orang Kristen mempunyai kebebasan untuk berbuat apa saja yang diinginkannya. Mereka mengubah kebebasan Kristen menjadi kebebasan yang bukan Kristen. Mereka mengumbar hawa nafsunya dengan sebebas-bebasnya.”[30] Menyangkut hal-hal seperti hawa nafsu, kebejatan, perzinahan, kerakusan dan kegemaran yang memusat pada diri sendiri merupakan penyelewengan terhadap kebenaran Alkitab. Selain itu mereka juga menyeleweng doktrin anugerah dengan mengatakan bahwa: “Karena anugerah demikian besar sehingga sanggup menutupi setiap dosa, maka orang boleh berdosa sebagaimana ia inginkan dan tidak perlu takut; itu tidak ada artinya bagi kasih Allah yang selalu mau mengampuni.”[31]Alkitab Penuntun Hidup berkelimpahan menjelaskan bahwa:
Penipuan ilahi ini memperoleh kedudukan yang berpengaruh di dalam gereja melalui dua cara. (a) Beberapa guru/pengkhotbah palsu mengawali pelayanan mereka dengan kesungguhan hati, kebenaran, kemurnian, dan iman yang sungguh-sungguh kepada Kristus. Kemudian karena kesombongan dan keinginan yang tak bermoral, kasih dan pengabdian mereka kepada Kristus  semakin memudar. Sebagai akibatnya, hubungan mereka terputus dengan kerajaan Allah (1 Kor. 6:9-10; Gal. 5:19-21; Ef. 5:5-6) sehingga mereka menjadi sarana Iblis sementara masih menyamar sebagai pelayan kebenaran (2 Kor. 11;15). (b) Guru-guru/pengkhotbah lainnya tidak pernah sungguh-sungguh percaya kepada Kristus. Iblis telah menanamkan mereka di dalam gereja sejak awal pelayanan mereka (Mat. 13: 24-28, 36-43) sambil menggunakan kecakapan dan karismamereka serta membantu dalam keberhasilan mereka. Siasat Iblis ialah menempatkanmereka dalam kedudukan yang berpengaruh di dalam gereja agar mereka dapat merusak pekerjaan Kristus. Iblis mengetahui bahwa pada saatperbuatan mereka ketahuan, Injil dan nama Kristus akan sangat dipermalukan.[32]

Samuel Benyamin Hakh dalam bukunya mengatakan bahwa: “Para pengajar sesat itu menganggap diri mereka seakan-akan sempurna, Paulus melanjutkan dengan mengatakan bahwa mereka adalah” “seteru salib dan “Tuhan mereka adalah perut, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi” (Flp. 3:18,19).”[33]Demikianlah ciri-ciri orang yang membuat Tuhan bagi dirinya yang berdasarkan atas pengetahuan dan perasaan pancaindera, artinya mereka membuat suatu berhala, untuk disembah. Sebagai akibatnya mereka menyombongkan diri mengenai hal-hal yang dianggap mulia, dan lebih memikirkan perkara-perkara duniawi, serta menyangkal pengajaran Kristen yang sebenarnya. Sesungguhnya perbuatan tersebut sedang menghantar mereka kepada suatu kebinasaan. Paulus mengakatan bahwa kesudahan mereka adalah kebinasaan (Fil. 3:19a).
Masalah-masalah Yang Terjadi Saat Ini
Pada masa kini, penyesatan bukannya berkurang. Munculnya guru-guru palsu yang harus diwaspadai jemaat. Hal ini terus berlangsung terus-menerus sampai akhir zaman. Salah satu tanda akhir zaman adalah munculnya ajaran sesat di mana-mana seiring dengan munculnya nabi-nabi palsu. Realita ini sudah menunjukkan keberadaanya. Banyak orang memperdayakan seperti menipu, membawa penyesatan, menyusup dalam gereja. Jadi, hal ini penting sekali untuk diketahui agar orang-orang percaya masa kini menjadi pribadi yang tidakdiperdaya, dan dimanipulasi, dan masuk dalam penyesatan.
Munculnya penyesat-penyesat di dalam gereja yang mengajarkan bahwa keselamatan dapat diperoleh karena memiliki moral yang baik. Simon Chan, mengatakan bahwa:
Dalam semua agama gnostik, keselamatan adalah pembebasan dari sejarah peralihan menuju kekekalan yang tanpa batas waktu.Dalam Neo-Platonisme keselamatan berarti pembebasan jiwa dari perbudakan dunia materi untuk kembali pada pelukan yang kekal, Pribadi tak bernama.Dalam Buddhisme keselamatan berarti kebebasan dari siklus kelahiran kembali berdasarkan karena dan masuk dalam nirwana yang Kekal.Dalam agama-agama gnostik ini keselamatan dicapai dengan memanipulasi teknik-teknik Rohani tertentu – disiplin asketik seperti kontemplasi dan/atau usaha-usaha moral seperti menuruti langkah Buddhisme delapan kali lipat.[34]

Persoalan mengenai bagaimana keselamatan dapat diperoleh atau disebarkan juga sangat penting. Berbagai pandangan tertentu menganggap penyebaran keselamatan sebagai proses yang lahiriah. “Pandangan ini berlaku dalam berbagai sistem sakramentalis yang mempercayai bahwa keselamatan atau anugerah diperoleh melalui objek jasmaniah tertentu. Misalnya, dalam Katolik Roma tradisional, diyakini bahwa anugerah diterima oleh seseorang dengan cara memakan Roti Komuni. Sekalipun nilai dari sebuah sakramen sedikit banyak tergantung pada sikap batiniah atau keadaan anggota jemaat yang menerima. Komuni itu, namun anugerah terutama diterima melalui tindakan lahiriah dalam sakramen. Kalangan lainnya lagi beranggapan bahwa Keselamatan diperoleh dengancara melakukan tindakan moral.[35] Millard J. Erickson, menjelaskan bahwa:
Menurut pengertian ini, Keselamatan bukanlah sesuatu yang dimiliki seseorang atau suatu organisasi dan kemudian disampaikan kepada orang lain, melainkan sesuatu yang tercipta karena terjadi perubahan keadaan.Pandangan ini terjadi dalam gerekan Injil-sosial dan di berbagai aliran teologi pembebasan.Cara mengubah yang digagaskan oleh beberapa ideology ini sering kali bersifat sangat sekuler.Misalnya, mereka melibatkan penggunaan sarana-sarana politik praktis.[36]

Keselamatan yang diperoleh bukan karena usaha manusia malainkan anugerahAllah, yang dinyatakan melalui karyapenyaliban Yesus Kristus, untuk menyelamatkan dunia dari dosa dan kejahatan.

Tidak Menjaga Integritas
Integritas berasal dari bahasa latin “integrare” yang artinya “Menjadiutuh” dan diadopsi ke dalam bahasa Inggris sebagai “integryty.”[37] Jadi integritas adalah seseorang yang mempunyai kepribadian utuh dalam kata dan perbuatan. Integritas merupakan tulang punggung dari seorang hamba Tuhan. Jhon Maxwell mengatakan bahwa: “Seorang yang berintegritas tidak mempunyai loyalitas yang terbagi (itu kemenduaan namanya), juga tidak pura-pura (itu kemunafikan namanya). Orang yang berintegritas itu “utuh”; dapat diidentifikasikan dari tunggalnya tekad mereka. Orang yang berintegritas tidak perlu menyembunyikan apa pun atau takutterhadap apa pun. Kehidupan mereka ibarat buku yang terbuka.”[38]
Sebagai hamba Tuhan mempunyai kecederungan bekerja untuk imagedaripada mempertahankan integritsnya sebagai seorang hamba Tuhan. Langkahnya seorang hamba Tuhan yang berintegritas, seringkali menyebabkan banyak permasalahan dan menghilangnya pengikut yang sebenarnya dapat dijadikan sebagai generasi dalam memimpin jemaat.
Hamba Tuhan masa kini, integritas bukan lagi mejadi modal kepercayaan hamba Tuhan di depan orang-orang yang dilayaninya. “Integritas adalah komoditi yang mulai menghilang saat ini, standar-standar pribadi ambruk di dunia yang telah mengutamakan kesenangan pribadi serta jalan pintas menuju sukses.”[39]“Beberapa dari mereka bahkan memiliki cacat karakter. integritas seringkali dikorbankan demi kelanggengan ambisi pribadi. Pada saat yang bersamaan dampak dari aksi kepemimpinan mereka menjalar seperti kanker dari dalam organisasi, dan melumpuhkan secara perlahan.”[40]
Melihat realita yang terjadi, apa yang didambakan tersebut belum kunjung dicapai. Perlu diperhatikan bahwa apa yang terjadi didunia sekulerpun hari-hari ini telah merambat masuk kedalam gereja. Masalah integritas telah menjadi hal yang jarang ditemukan dalamkehidupan pelayan Kristen dalam hal ini para hamba Tuhan, yang diyakini oleh para kaum awam sebagai sosok yang patut diteladani dan dihormati.Jonathan Parapak seorang cendekiawan Kristen dan pendiri Perkantas dalam kata pengantarnya pada buku Integritas : “Memimpin di bawah pengamatan Tuhan” yang ditulis oleh Jonathan Lamb mengatakan bahwa lebih memprihatinkan lagi berkembangnya masalah perpecahan dan bentrokan dalam berbagai institusi Kristiani bahkan di gereja yang disebabkan masalah korupsi dan integritas para pejabatnya.”[41]Jadi masalah integritas adalah masalah yang cukup universal karena bukan hanya terjadi di dunia sekuler tetapi juga terjadi dalam gereja. DR. Paul G. Caram dalam bukunya pedoman bagi hamba Tuhan (The Minister’s Manual) menyatakan bahwa:
Kondisi suatu bangsa berkaitan langsung dengan kondisi gereja didalam bangsa tersebut, dan kodisi gereja berkaitan langsung dengan kondisi para hamba Tuhannya.Seorang hamba Tuhan memiliki kuasa untuk mengarahkan umatnya kepada kebenaran atau kepada keduniawian.Tatkala suatu bangsa murtad atau mundur dari Tuhan dan sudah siap untuk dihukum, hal tersebut sesungguhnya adalah akibat dari pekerjaan seorang imam yang telah menurunkan standar-standar Allah.[42].

Hal senada pula dinyatakan dalam bukunya Pdt. Yakobus Handjoyo Wijaya yaitu bahwa:Untuk menjadi seorang pemimpin tidaklah sederhana dan mudah, karena seorang pemimpin itu tidak hanya bertanggung jawab pada dirinya sendiri tetapi juga kepada banyak orang yang dipimpinnya. Ada banyak syarat yang harus dipenuhinya dan mentaati segala ketetapan yang sudah digariskan kepadanya.[43] Sudah terlalu biasa melihat korban yang berjatuhan dari kalangan petinggi gereja. Cara hidup pengkhotbah-pengkhotbah menyiratkan pertentangan dengan apa yang dikhotbahkan.

Mementingkan diri sendiri
Dalan dunia ini, sikap mementingkan diri sendiri telah menjadi sesuatu yang lumrah. Seolah-olah manusia tidak lagi mampu menanggulangi nafsu ini. Sampai hari ini, nafsu ini terus muncul. Sehingga hati manusia kurang pada kecenderungan untuk memberi hati dan hidupnya bagi kepentingan orang lain. Ia kurang mampuberkorban demi kepentingan orang lain. Kecuali kalau ia memiliki tujuan tertentu. Sehingga kebaikannya kepada orang lain dengan satu tujuan tertentu. Memberi supaya diberi. Berbuat baik, supaya dibalas dengan kebaikan. Kebaikannya adalah kebaikan berpamrih. Itulah karakter di dunia ini. Tulus Tu’u menjelaskan bahwa:
Dalam penelitian psikologi ditemukan manusia memiliki naluri antara lain naluri untuk mempertahankan diri dan naluri mementingkan diri sendiri. Dalam kedua naluri ini, sangat terkait satu dengan lainnya. Dalam naluri itu untuk mempertahankan diri, manusia bekerja dan berusaha mencari dan mendapatkan banyak hal agar ia dapat bertahan dalam hidupnya. Dengan demikian, kerja dan usahanya dilakukan selain untuk mempertahankan dirinya, juga untuk kepentingan dirinya. Kadang-kadang untuk mempertahankan dirinya, naluri mementingkan dirinya sendiri kelihatan sangat dominan. Sehingga kepentingan orang lain dilupakan, atau bahkan dilanggarnya. Atau demi kepentingan dirinya sendiri, orang lain dikorbankannya.[44]

Mementingkan diri sendiri sering menuntut untuk dilayani oleh orang lain. “Orang yang ingin dilayani adalah orang yang menempatkan dirinya di atas orang yang diharapkan untuk melayani dirinya. Orang yang ingin dilayani adalah orang menganggap dirinya lebih penting dan sangat penting dibandingkan dengan orang lain. Orang yang ingin dilayani adlaah orang yang berpola pikir bahwa orang yang statusnya tinggi mesti dilayani oleh orang yang statusnya lebih rendah.”[45]Pola pikir tersebut dapat membawa orang lain lebih muda memperalat orang lain bagi kepentingan dirinya sendiri. Ia dapat dengan mudah juga memperlakukan orang lain semaunya dan sesukanya. Ia dapat dengan mudah menjadi orang yang otoriter dan sewenang-wenang. Ia menjadi biasa dan mudah merendahkan dan kurang menghargai orang lain. Dalam dirinya, lebih minta dilayani daripada melayani. Lebih minta dimengerti daripada mau mengerti orang lain. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan menjelaskan bahwa:
Ada pendeta yang berkhotbah, mengajar, menggembalakan, gereja atau mengarang, bukan karena sungguh-sungguh memperhatikan kemajuan Injil, tetapi karena kepentingan, kemuliaan, martabat dan ambisi yang mementingkan diri sendiri. Mereka tidak berusaha menyenangkan hati Tuhan Yesus, tetapi malah berusaha menyenangkan hati manusia dan agar disenangi oleh mereka (Fil. 2:20-21; 1:15; 2 Tim 4:10,16) pendeta-pendeta seperti itu bukanlah hamba Tuhan yang sejati.[46]

Mementingkan dirisendiri merupakan pengaruh yang buruk bagi setiap pengikut Kristus, karenapengikut Kristulah yangmenjadi teladan dalam mendorong orang untuk mengikut kebenaran Firman Tuhan dengan sungguh, serta menjadi pengaruh bagi orang lain:
Sangat berbahaya jika memimpin adalah untuk kepentingan pribadi, bukan kepentingan mereka yang dipimpinya atau bahkan melupakan kepentingan kelompok atau organisasi.Seorang pemimpin dapat lupadiri dan hanya melakukan tugasnya apabila ada hal-hal yang menguntungkan dirinya.Ini bukan pandangan skeptis dan negatif, tetapi itulah kenyataan yang harus di waspadai.Pemimpin yang ambisius memimpin untuk kepentingan diri sendiri. Mungkin sebelum menjadi pemimpin ia melakukan apa saja yang dikehendaki oleh mereka yang akan dipimpin nanti.[47]

Tetapi, karenatidak didasari dengan hati yang murni, justru melupakan mereka yang dilayaninya setelah ia menjadi pemimpin. Semestinya ia memimpin untuk kepentingan semua orang. Hamba Tuhan ada yang mudah bertindak arogan ketika menjadikan dirinya sebagai tuan bukan hamba. Sendjaya dalam bukunya berjudul Kepemimpinan Kristen menjelaskan bahwa:
Dalam kepemimpinan Kristen, baik di dalam maupun di luar gereja, disadari atau tidak, sebutan “hamba Tuhan”mengimplikasikan sebuah persepsi kuasa yang dapat menjebak diri mereka. “Memang saya hamba, tapi tunggu dulu, saya bukan hamba sembarangan .saya hambanyaTUHAN” konsep diri seperti iniseringkali membuat pemimpin Kristen berlaku seperti Tuhandaripada seperti hamba. Karena hambanya Tuhan, maka ia merasa statusnya lebih superior dari orang lain dan berhak menjadi tuan.[48]

Oleh sebab itu, hamba Tuhan harus lebih mengutamakan Tuhandalam pelayanan daripada kepenting pribadi.

Kesombongan
Manusia pada umumnya suka dan senang dihormati, dihargai, diperhatikan, diberi tempat baik dan dilayani. Apalagi bila ia sudah pernah mengecap mengalami hal-hal tersebut, oleh karena memiliki uang dan harta yang banyak, posisinya baik dalam masyarakat atau karena jabatan yang tinggi. Maka ia ingin keadaan itu terus berlangsung dan tidak pernah berubah lagi. Ia mempunyai naluri mempertahnkan diri supaya berada dalam posisi itu tanpa perubahan itu adalah salah satu ciri kesombongan.
Perbuatan diri sendiri berdasarkan kesombongan, dan juga mendatangkan kesombongan dalam hati manusia. Sebelum Paulus menjadi orang Kristen, dalam hidupnya terlihat empat macam hal yang membuat kesombongan itu terjadi:
Pertama, kesombongan karena keturunannya: Orang Ibrani asli, disunat pada hari kedelapan dll. Kedua,kesombongan karena ia mentaati hukum taurat dengan teliti, atau dengan kata lain, seorang yang ortodoks, yang betul-betul taat kepada agama. ketiga, kesombongan karena ia seorang yang giat dan berjerih-payah dalam menjalankan agamanya walaupun ia buta kepada hal ia menganiayakan orang Kristen dan merusakkan jemaat Tuhan.[49]

Kesombongan adalah sarana yang dipakai Iblis untuk menghancurkan para hamba Tuhan, karena sikap sombong adalah kekejian bagi Allah. Selanjutnya dikatakan,J.Wessley Brill, bahwa:
Keempat, kesombongan karena kebenaran diri sendiri, Tetapi kebenaran itu berdasarkan Taurat saja, bukan kebenaran yang berkenan kepada Tuhan atau yang sampai kepada kebenaran Kristus. Kebenaran Paulus dahulu itu tidak menunjukkan kepadanya banyak kesalahan yang ada di dalam hatinya, misalnya kesalahan mengiakan hal Stefanus dibunuh karena agama.Rasul Paulus dahulu bermegah atas semua itu, tetapi semua itu tidak dibenarkan di hadapan Allah.Yang berkenan kepada-Nya hanyalah iman kepada Kristus dan kepada anugerah-Nya.[50]

Kesombongan sangat memiliki pengaruh yang besar untuk diri sendiri dan terhadap orang lain, menganggap diri sendiri paling kuat, hebat dan mampu.Tetapiharus diketahui bahwa hanya ada satu pribadi yang lebih besar yaitu Yesus Kristus.
Kalau Kristus dinobatkan di dalam kita, maka barulah kehidupan kita berkenan kepada Tuhan.Banyak orang di dalam dunia ini yang tulus hatinya, tetapi tidak berbuat menurut kebenaran Allah. Dahulu dengan tulus hati Paulus menyangka bahwa ia berbuat menurut kebenaran walaupun ia menyetujui dan mengambil bagian dalam pembunuhan Stefanus. Ketulusan hati Paulus didasarkan atas kepercayaan yang salah, yang sangat disesalinya kemudian hari (lihat 1 Korintus 19:9; Galatia 13; 1 Timotius 1: 13).Menganut suatu kepercayaan atau suatu agama itu tidak benar.Kita harus mengasihi Tuhan kita Yesus Knstus dengan tulus ikhlas.[51]

Itulah kehidupan yang Tuhan ingin dapati di dalam kehidupan setiap pengikut Kristus.Kristus saja yang menyelamatkan dan Kristus saja yang memuaskan hati. Kristus menjadi segala di dalam segala, memenuhi hati dengan segala sukacita, yang tidak dipahami dan tidak didapati oleh orang-orang lain. Kehidupan itu menjauhkan dari segala keduniawian dan perbuatan menaruh percaya pada pekerjaan jasmani saja. 
Angkuh adalah sifat suka memandang rendah orang lain, songkak, tinggi hati, dan sombong. Orang seperti ini dalam bergaul akan memilih orang yang dianggapnya sederajat dengan dirinya. Ia tidak suka bergaul dengan orang yang dipandang statusnya lebih rendah dari dirinya. “Sikap sombongnya terjadi, karena ia beranggapan bahwa apa yang ada pada dirinya adalah hasil perjuangan dirinya sendiri. Ia lau menepuk dadanya, tanda kehebatannya. Harta, uang, kekayaan, dan jabatan yang ada di tangannya dianggap sebagai kekuatan dan wibawa abgi harga dirinya. Semakin banyak ia memiliki hal-hal itu, semakin ia merasaharga dirinya naik. Sementara itu, orang lain dilihatnya dengan sebelah mata, mereka dianggapnya lebih rendah dari dirinya.”[52] Sebagai hamba Tuhan, tidak berpikir demikian. Harta, kekayaan, uang, jabatan, baginya adalah berkat Tuhan yang patut disyukuri. Harga dirinya tidak bergantung pada hal-hal itu. Harga dirinya terletak pada mutuh layanan yang diberikannya kepada orang-orang yang dilayani dan sesamanya.
Secara negatif dikatakan bahwa sikap tinggi hati adalah, kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan. “Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan,” (Ams. 16:18; 18:12). Kehancuran hidup tidak terjadi serta merta. Tetapi ia berproses terlebih dahulu. Proses yang menjatuhkan dan menghancurkan seseorang adalah ketika orang hidup bersikap tinggi hati. , sombong, congkak, dan angkuh. Itulah awal kehancuran dan kejatuhannya.”[53]

Mencari Popularitas
Dalam kehidupan dan pelayanan jemaat tak pernah luput dari krisis pelayanan.Krisis dapat berupa perasaan jenuh dan bosan dalam melayani.Mereka juga terjebak dalam rutinitas yang melelahkan dan merasa tidak bisa lepas dari rutinitas tersebut, sehingga mereka merasa kehilangan arah pelayanan.Kehilangan arah pelayanan membuat pelayanan itu tidak berjalan dengan efektif.Pelayanan kerapkali dinilai hanya dari berdasarkan hasil yang dicapai dari pelayanan itu. Jika tujuan dalam pelayanan belum tercapai maka pelayanan tersebut belum dikatakan berhasil.Situasi ini mencerminkan keadaan modern yang cenderung instan. Pelayanan yang dilakukan harus memberikan pengaruh dan perubahan yang cepat. Penilaian pelayanan hanya dari hasil yang dapat dihitung dan tidak lagi melihat proses dari pelaku-pelaku pelayanan itu.[54]
Pelayanan itu tidak lagi ditujukan pada Tuhan dan sesama, melainkan pelayanan itu dilakukan hanya sebagai tugas dan kewajiban belaka.Pelayanan kemudian dilakukan tanpa makna dan itu berulang kali terjadi. Di lain sisi, tak dapat disangkal keberhasilan dalam pelayanan bisa membawa kebanggaan dan popularitas, khususnya bagi pemimpin jemaat. Pemimpin jemaat yang punya otoritas dan kedudukan dalam gereja dapat menjadikan pelayanan untuk mendatangkan keuntungan bagi diri mereka sendiri.Tujuan pelayanan sebagai perwujudan kehendak Allah tidak lagi terjadi.Wujud pelayanan berubah menjadi “pamer kehebatan” dari pelaku-pelaku pelayanan.Fenomena ini seringkali terlihat di gereja-gereja perkotaan, namun bukan tidak mungkin terjadi di hampir gereja dimana saja.
Pelayanan juga dapat mendatangkan “godaan“ bagi pemimpin-pemimpin gereja. Tak jarang krisis pelayanan juga adalah persoalan kekuasaan dalam gereja.Situasi ini sering menyebabkan relasi antara pemimpin dengan anggota berada dalam relasi yang ditentukan oleh posisi jabatan dalam gereja. Kekuasaan menjadi ancaman terhadap kesatuan jemaat dan salah satu pemicu dari perpecahan dalam jemaat.Padahal jika melihat kepada Yesus, berkebalikan dengan kepemimpinan yang mengejar kekuasaan.Yesus menampilkan sikap seorang pelayan Allah yang rendah hati dan bahkan bersedia menjadi hamba. Dengan kata lain kepemimpinan yang berani meninggalkan kekuasaan. Dengan demikian, krisis pelayanan yang kerapkali muncul adalah tentang komitmen pelayanan.Komitmen menyangkut juga mengenai karakter dari para pelayan itu sendiri. Pentingnya karakter seorang pelayan juga seringkali dilupakan, padahal dalam kekristenan itu mempunyai keharusan untuk meneladani karakter Kristus.Karakter Kristus seharusnya selalu dihayati oleh gereja dan bahkan setiap orang Kristen. Pemahaman untuk melihat kembali karakter Kristus itulah yang harus diangkat kembali.



[1]Jerry Autrey, Surat Kiriman Penjara, (Malang: Penerbit Gandum Mas, tt), 48.
[2]Dr. J. L. Ch. Abineno, Surat Filipi, Cetakan ke: 10, (Jakarta: PT PBK Gunung Mulia, 2008), 96.

[3]William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika, Cetakan ke 4, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004), 87.
[4]Tafsiran Alkitab Wycliffe Volume 3 Perjanjian Baru, Cetakan Pertama, (Malang: Gandum Mas, 2001), 783.

[5]Warren W. Wiersbe, Sukacita Di Dalam Kristus, Cetakan ke-3, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1994), 88, 89.
[6]Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Cetakan Ke – 4, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina kasih/OMF, 1986), 650

[7]J.L. Ch Abineno, Surat Filipi, Cetakan Ke 7, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2001), 79.
[8]Alkitab Edisi Studi, 1930.
[9]Warreen W. Wiersbe, Sukacita Di Dalam Kristus, Cetakan ke- 3, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1994), 89.

[10]William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika, Cetakan Ke 4, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004), 88.
[11]J.L. Ch. Abineno. Surat Filipi. Cetakan Ke 10, (Jakarta:PT.BPK Gunung Mulia,2008),  96.

[12]Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Cetakan Pertama, (Malang: Gandum Mas, 1994), 1934.

[13]Ibid, 1934.
[14]Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Cetakan Pertama, (Malang: Gandum Mas, 1994), 1934.

[15]Warren W. Wiersbe, Sukacita di dalam Kristus, (Bandung: Kalam Hidup, 1994), 88.

[16]Alkitab Edisi Studi, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2010), 1908.
[17]DR. J. L. Ch Abineno, Surat Filipi, Cetakan ke- 10, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2008), 67.

[18]Dr Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru, Cetakan Pertama, (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), 192, 193.
[19]Wareen W. Wiersbe, Sukacita Di Dalam Kristus, Cetakan ke- 3, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1994), 89.

[20]Alkitab Edisi Studi, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2010), 1908.
[21]J.Wessley Brill, Tafsiran Surat Filipi, Cetakan Ke -7, (Bandung:Yayasan Kalam Hidup, 2003), 86.
[22]Tafsiran Alkitab Wycliffe Volume 3 Perjanjian Baru, Cetakaan Pertama, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2001), 786.
[23]William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika, Cetakan Ke 4, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004),108.

[24]Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Cetakan Pertama, (Malang: Gandum Mas, 1994), 1983.

[25]William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika, Cetakan Ke 4, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004), 108.

[26]Tafsiran Alkitab Wycliffe Volume 3 Perjanjian Baru, Cetakaan Pertama, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2001), 786.
[27]Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Cetakan Ke – 4, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina kasih/OMF, 1986), 653.

[28]Alkitab Penuntu Hidup Berkelimpahan, Cetakan Pertama, (Malang: Gandum Mas, 1994), 1933.
[29]Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Cetakan Pertama, (Malang: Gandum Mas, 1994), 1871.

[30]William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika, Cetakan Ke 4, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004), 108.

[31]Ibid, 108.
[32]Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Cetakan Pertama, (Malang: Gandum Mas, 1994),1610.

[33]Dr. Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru, Cetakan Pertama, (Bandung: Bina Media Infoemasi, 2010), 188.
[34]Simon Chan. Spiritual Theology, 100.

[35]Millard J. Erickson, Teologi Kristen Volume Tiga, 72.
[36]Millard J. Erickson, Teologi Kristen Volume Tiga, 72.

[37]Bambang Yudho, Prinsi-prinsip Kepemimpinan Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 2006), 20.

[38]Jhon Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Dalam Diri Anda, (Batam: Interaksara, 2004), 70.
[39]Jhon Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Dalam Diri Anda, (Batam: Interaksara, 2004), 70.69.

[40]Firman Senjaya, Kepemimpinan Kristen. Konsep Karakter Kompetensi, (Yogyakarta: Kairos Books, 2004), 17-18.

[41]Jonathan Lamb, Integritas, (Jakarta: Perkantas – Divisi Literatur, 2008),17.
[42]Paul G. Caram, Pedoman Bagi Hamba Tuhan,(Jakarta:Voic Of Hope,2007),V.

[43]Yakobus Handjojo Wijaya,  Ikabot kemulian Allah yang lenyap (Jakarta: 2005), 64.
[44]Tulus Tu’u, Pemimpin Kristiani Yang Berhasil, Cetakan Pertama, (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), 17.

[45]Ibid, 15.

[46]Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Cetakan Pertama, (Malang: Gandum Mas, 1994), 1981.

[47]Jonathan Willy S, Lead By Heart, (Yogyakarta: Andi Offset, 2009), 3-4.

[48]Sandjaya, Kepemimpinan Kristen, (tt: Kairos, 2004), 72.
[49]J.Wessley Brill, Tafsiran Surat Filipi, (Bandung:Yayasan Kalam Hidup, 2003), 91.

[50]Ibid, 91.
[51]J.Wessley Brill, Tafsiran Surat Filipi, (Bandung:Yayasan Kalam Hidup, 2003), 91.

[52]Tulus Tu’u, Pemimpin kristiani Yang Berhasil, Cetakan pertama, (Bandung: Bina Media Press, 2010), 58.
[53]Tulus Tu’u, Pemimpin kristiani Yang Berhasil, Cetakan pertama, (Bandung: Bina Media Press, 2010), 58.

[54]Stefanus Christian Haryono, “Spiritualitas Panggilan”, dalam Pelayan, Spiritualitas & Pelayanan, Ed. Oleh Asnath N. Natar, (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2012), 38-39.

No comments:

Post a Comment

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22)

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22) Sebagai anak-anak terang, umat Allah hidup dengan meneladani Allah (ayat 1). Sama seperti Yesus ya...