PROBLEMATIKA SURAT FILIPI
PASAL 3
DAN PEMIMPIN MASA KINI
Masalah-masalah
yang terjadi dalam jemaat Filipi, khususnya pada surat Filipi pasal 3 adalah
adanya sekelompok orang yang memberikan contoh negatif di dalam jemaat. Paulus
menyerang dua kecenderungan yang berbeda yaitu golongan bersunat, yang ia sebut
“anjing” dan “penyunat palsu” (3:2); dan para pemuja kebebasan, yang “Tuhan
mereka ialah perut mereka” (3:19). Paulus memberikan suatu peringatan yang
keras dan tajam (Fil. 3:2), menunjukkan
bahwa musuh-musuh ini sudah mulai masuk dan beroperasi di dalam jemaat
dengan ajaran bahwa apabila seseorang ingin diselamatkan, ia harus memiliki
nilai tambah di hadapan Allah melalui berbagai perbuatan hukum yang tak
terhitung. Jerry Autrey menjelaskan bahwa:
Paulus memperingatkan jemaat Filipi terhadap dua bahaya
yang sedang dihadapi gereja-gereja pada abad pertama, yaitu legalisme dan antinomianisme.
Yang pertama dari ajaran-ajaran sesat ini mengajarkan bahwa keselamatan harus
diperoleh dengan jalan bekerja, sedangkan ajaran sesat lain itu mengajarkan
bahwa orang Kristen bebas untuk berbuat sekehendak hatinya.”[1]
Paulus
mengecam para penyesat itu sebagai “anjing-anjing” dan “pekerja-pekerja jahat.”
Istilah Yunani yang dipakai adalah katakome
(pemenggal).Peringatan tersebut ditinjau dari tiga sisi: watak mereka
(anjing-anjing), perilaku mereka (Pekerja-pekerja yang jahat) dan pengakuan
iman mereka (penyunat-penyunat yang palsu).Artinya menunjukkan sesuatu yang
najis dan cemar, berperilaku curang, iman ditambah dengan perbuatan baik.
Golongan Bersunat, Filipi 3:2
Menurut
keyakinan orang Yahudi, sunat ditetapkan bagi umat Israel sebagai tanda dan
simbol bahwa mereka adalah umat yang telah memasuki suatu hubungan istimewah
dengan Allah. Mereka memandang sunat dalam dirinya sendiri sebagai sesuatu yang
cukup untuk menjadikan mereka khusus bagi Allah. Adapun tiga istilah yang digunakan
Paulus terhadap golongan bersunat yang terdapat dalam kelompok orang-orang
Yahudi, adalah sebagai berikut yaitu:
Hati-hatilah terhadap
anjing-anjing
Kata
“hati-hati terhadap anjing-anjing” adalah sebagai suatu tanda peringatan bahwa
akan muncul orang-orang yang membawa pengaruh jahat ke dalam jemaat di Filipi.
J. L. Ch. Abineno mengatakan “Mereka disebut “anjing-anjing” (kunes). Suatu sebutan yang biasa dipakai
oleh orang-orang Yahudi untuk orang-orang kafir, karena orang-orang kafir
mereka anggap kotor dan najis. Paulus mengatakan, bahwa penyesat-penyesat
jemaat adalah orang-orang yang demikian: orang-orang kotor dan najis yang harus
dijauhi.”[2] Di dalam
Alkitab kata anjing selalu berarti hal yang paling rendah dan cemar. Seperti
dijelaskan oleh William Barclay bahwa:
Dalam perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus, sebagian dari siksaan
yang dialami Lazarus ialah anjing-anjing jalanan yang mengganggunya dengan menjilat
boroknya (Luk. 16:21). Dalam Kitab Ulangan, hukum menetapkan bahwa upah sundal
atau uang semburit (the wages of e dog dalam
RSV) dilarang dibawa ke rumah Tuhan (Ul. 23:18). Dalam Kitab Wahyu kata
“anjing” berarti mereka yang cemar sehingga mereka diusir dari Kota Suci (Why.
22:15). Barang yang kudus tidak boleh dilemparkan kepada anjing (Mat. 7:6).[3]
Begitulah jawaban Paulus
terhadap guru-guru Yahudi. Jadi,dari penjelasan di atas dapat dimengerti bahwa
segala sesuatu yang telah tercemar harus dipisahkan dari sesuatu yang kudus dan
suci. Tafsiran Alkitab Wycliffe menjelaskan kata anjing menurut Taurat Musa bahwa:
Menurut Taurat Musa, anjing adalah seekor hewan yang najis (Ul. 23:18).
Di kota-kota di Asia anjing itu merupakan hewan pemakan bangkai dan pada
umumnya berpenyakit – satu “mahkluk yang dibenci, menjijikkan dan buruk” SBK I,
722. Paulus membalik istilah penghinaan yang sejak lama dipergunakan untuk
menyebut orang-orang bukan Yahudi oleh orang Yahudi (bdg. Mat. 15:27) ini dan
mengatakan bahwa justru orang Kristenlah yang makan di meja perjamuan,
sedangkan orang-orang Yahudi adalah mereka yang memakan “sampah
peraturan-peraturan duniawi” (Lightfoot). Anjing-anjing di sini adalah golongan
Yudaisme ekstrem atau orang-orang Yahudi yang menentang kekristenan (jumlah
mereka menjadi kecil).[4]
Berdasarkan penjelasan di atas
dapat dipahami bahwa Rasul Paulus dengan tegas menyatakan suatu perubahan
posisi kepada golongan orang bersunat yang menganggap diri mereka sebagai orang
yang dipilih Allah. Menurut Paulus pemikiran Yahudi memiliki pandangan yang
sama; anjing berarti segala sesuatu yang najis. Warren W. Wiersbe mengatakan
bahwa:
Di sini Paulus menyebut kelompok Yahudi ortodoks itu dengan sebutan
“anjing”! Paulus tidak hanya menggunakan istilah itu sebagai sebutan saja; ia
menyamakan guru-guru palsu itu dengan kaum gelandangan yang kelihatan begitu
kotor bagi orang-orang yang sopan. Sama seperti anjing-anjing, kelompok
Yudaizer menggigit tumit Paulus dan mengikuti dia dari tempat yang satu ke
tempat yang lain sambil “menggonggong” pengajaran Palsu mereka. Mereka adalah
pembuat kerusuhan dan pembawa penyakit yang berbahaya.[5]
Menurut Tafsiran Alkitab Masa Kini 3
Matius-Wahyu menjelaskan bahwa: “Cara mereka ‘berkeliaran di jemaat-jemaat
Kristen, sambil berusaha menarik orang-orang yang bukan Yahudi yang telah
menjadi Kristen, untuk berpindah ke golongan Yudais’ (Beare). Mereka adalah pekerja-pekerja, tetapi dalam perkara yangjahat, yang membalikkan orang dari
kebenaran dan kemerdekaan (bnd Mat.
23:15; 2 kor. 11:13; Gal. 1:7-9).”[6]“Mereka bukan saja tidak hidup
menurut firman Allah, tetapi lebih daripada itu: mereka memutar-balikannya (Gal. 1:7). Dan dengan
itu mereka mau menyesatkan jemaat.Pekerjaan mereka jahat (bnd. 2 Kor. 11:13).”[7]Itulah watak
orang-orang bersunat. Alkitab Edisi Studi mengartikan kata anjing-anjing
adalah: “Anjing-anjing: menunjuk pada orang-orang yang menginginkan agar semua
orang yang baru mengimani Tuhan harus juga menaati hukum Taurat, khususnya
hukum yang mengatakan bahwa semua laki-laki dan pria dewasa harus disunat.”[8]
Hati-hatilah
terhadap pekerja-pekerja yang jahat
Maksud dari pekerja-pekerja
yang jahat adalah orang-orang yang memberitakan Injil lain yaitu
keselamatan meliputi bukan hanya percaya kepada Kristus, tetapi juga bergabung
dengan agama Yahudi dengan jalan sunat, menaati hukum Taurat, merayakan
hari-hari raya Yahudi. Paulus menulis
surat kepada para musuhnya yang ia sebut sebagai orang-orang yang “memberitakan
Kristus karena dengki dan perselisihan”, untuk “kepentingan sendiri,” dan
dengan maksud yang “tidak iklas” (Flp. 1:15,17). Warren W. Wiersbe dalam
bukunya menjelaskan bahwa:
“Pekerja-pekerja
yang jahat” – Orang-orang ini mengajarkan bahwaorang-orang berdosa itu
diselamatkan melalui iman ditambah
perbuatan baik, terutama perbuatan-perbuatan yang disebutkan dalam hukum
Taurat. Tetapi paulus menyatakan bahwa “perbuatan baik” mereka sesungguhnya
adalah perbuatan yang jahat karena
dilakukan oleh daging (manusia lama), bukan oleh Roh, dan perbuatan-perbuatan
itu hanya memuliakan para pelakunya, dan bukan Yesus Kristus. Dalam Efesus
2:8-10 dan Titus 3:3-7 disebutkan dengan jelas bahwa tidak ada seorang pun yang
dapat diselamatkan melalui perbuatan-perbuatan agama.[9]
Oleh karena itu semua ajaran atau gagasan yang bersumber dari manusia,
gereja, atau tradisi dan tidak dinyatakan atau tersirat dalam firman Allah
tidak boleh dimasukan dalam Injil Krsitus. Mencampur isi asli Injil dengan
hal-hal itu ialah “memutarbalikkan Injil Krsitus”.
Seperti percaya pada hukum Taurat adalah suatu
kebenaran bagi orang-orang Yahudi pada zaman paulus, sehingga ketika Paulus
memberitakan Kristus adalah satu-satunya kebenaran yang menyelamatakan manusia
dari hukuman dosa tidak diterima oleh mereka. Lebih memiliki kepercayaan bahwa
keselamatan bisa diterima melalui perbuatan baik dengan kata lain mereka
menyatukan perbuatan baik dengan kasih karunia agar bisa mendapatkan
keselamatan. William Barcley menjelaskan bahwa:
“Ia menyebut
mereka pekerja-pekerja yang jahat,
yaitu yang melakukan hal-hal jahat. Orang Yahudi amat yakin bahwa mereka
mengerjakan kebenaran. Pandangan mereka ialah bahwa dengan memelihara berbagai
aturan dan ketentuan Hukum Taurat mereka melakukan kebenaran. Dampak dari
ajaran mereka menjauhkan orang dari Allah, bukan mendekatkannya. Mereka mengira
sedang mengerjakan kebaikan, tetapi kenyataannya mereka mengerjakan kejahatan.”[10]
Rasul Paulus mengatakan
bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak dapat bersukacita karena lebih mengutamakan taurat, tetapi tidak melakukannya
ke dalam kehidupansehari-hari sehingga mereka disebut pekerja (membaca taurat), tetapi
tidak mempraktekan, apa yang Taurat ajarkan.
Dalam nas ini (3:2) Paulus menyebut mereka “pekerja-pekerja
yang jahat” (kakoi ergatai). Berdasarkan sebutan ini ada penafsir yang
menduga, bahwa penyesat-penyesat ini bukanlah orang-orang Yahudi biasa, orang
Yahudi yang tidak percaya kepada Yesus Kristus, tetapi orang Yahudi yang
menjadi anggota jemaat. Mereka bekerja sebagai pekabar-pekabar Injil, tetapi
Injil yang mereka beritakan bukanlah Injil yang benar.Mereka menuntut hal-hal
yang tidak sesuai dengan Firman Allah. Mereka adalah rasul-rasul palsu
(2Kor.11:13) yang menyesatkan jemaat.[11]
Para pengajar palsu itu
mengatakan bahwa “penyataan alkitabiah itu benar, tetapi pada saat yang sama
mereka juga mengatakan bahwa mereka memiliki penyataan dan pengetahuan tambahan
di luar yang alkitabiah yang setara dengan kekuasaan Alkitabdan absah bagi
jemaat secara keseluruhan.”[12]Harus
diketahui bahwa pengajaran palsu semacam itu biasanya mendatangkan suatu
sikritisme antara iman Kristen dengan agama-agama atau filsafat-filsafat lain.
Hal ini mengakibatkan kesalahan yaitu:
(1)Penyataan yang dinyatakan sebagai sesuatu yang baru itu disejajarkan
dengan kekuasaan penyataan alkitabiah yang asli dari rasul-rasul dalam Kristus.
(2) Alkitab menjadi kurang penting dan Kristus menjadi urutan kedua setelah
“orang kudus” atau pendiri suatu gerakan atau gereja tertentu. (3) Pengajar
palsu itu menyatakan bahwa mereka memiliki pengertian yang lebih dalam atau
ekslusif mengenai apa yang disebut sebagai “penyataan tersembunyi” dalam
Alkitab.[13]
Pekerja-pekerja curang yang
menyamar sebagai rasul-rasul, mereka memakai orang jahat sebagai perantaranya,
dengan menjadikan mereka “rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang” untuk
melakukan perkara-perkara yang menarik perhatian seolah-olah ditujuhkan kepada
Allah. Seperti dijelaskan dalam Alkitab bahwa:
Alkitab berbicara mengenai
pemimpin yang curang ini sebagai orang yang diberi kekuatan oleh Iblis. (a)
mereka kelihatannya melakukan perkara-perkara besar bagi Allah (ay. 15; Why.
13:2), (b)menyampaikan khotbah Injil yang menarik perhatian (ay. 4) dan (c)
kelihatannya benar tetapi pada kenyataanya mereka menolak ibadah dan
mengingkari kekuatannya (2 Tim. 3:5). (2) orang ini menyamar sebagai
“rasul-rasul Kristus” dan “hamba-hamba kebenaran” (ay. 15). Demikian, mereka
meniru pelayan Kristus yang sejati dan menyinggung setiap “bentuk ibadah” yang
ada dalam berita mereka (2 Tim. 3:5). Bisa jadi mereka itu memiliki perhatian
dan kasih yang tulus, dan mungkin mereka memberitakan pengampunan, damai
sejahtera, kepuasan, kasih, dan banyak hal lain yang berguna, tetapi mereka
hidup di bawah pengaruh Iblis. Injil mereka sering menjadi berita dari akal
manusia dan bukan penafsiran yang benar dari penyataan Allah yang ditemukan
dalam Alkitab (bd. Gal. 1:6-7; 1 Pet. 2:1-3). Berita mereka menyimpang dari
pengajaran rasul-rasul PB.[14]
Mereka menyamar sebagai
rasul-rasul Kristus, pada hal maksud mereka bukanlah untuk memajukan Kerajaan Kristus,
melainkan untuk menipu anggota-anggota jemaat dan mencari keuntungan bagi diri
mereka sendiri.Pekerjaan mereka adalah membujuk atau mempengaruhi orang-orang
yang telah dimenangkan oleh Paulus melalui pemberitaan Injil Kristus. Warren W.
Wiersbe, menjelaskan bahwa: “Akan
tetapi kelompok penentang itu merasa tidak puas. Karena merasa gagal dalam
usaha mereka menentang Paulus, di kota Antiokhia dan Yerusalem, lalu mereka
mengikuti paulus kemana pun ia pergi dan berusaha membujuk orang-orang yang
baru dimenangkan olehnya dan gereja-gerejanya.”[15]
Hati-hatilah
terhadap Penyunat-penyunat Palsu
Alkitab Edisi Studi menjelaskan bahwa:
Dalam Alkitab, sunat pertama kali
disebut berkaitan dengan janji Allah untuk membuat keturunan Abraham menjadi
sebuah bangsa yang besar dan memberikan mereka tanah yang akan menjadi milik
mereka sendiri. Sebagai alasannya, Abraham dan keturunannya harus menaati
Allah. Untuk menunjukkan bahwa mereka menepati janji mereka kepada Allah,
setiap keturunan laki-laki Abraham harus disunat (Kej. 17;1-14). Bahkan para
lelaki bukan Yahudi yang ingin menjadi bagian dari bangsa Israel juga harus
disunat (Kej. 34: 21-24). Sunat menjadi suatu syarat dalam hukum Taurat (Im.
12:3).[16]
Harus diketahui bahwa praktik
sunat menimbulkan perdebatan dan perpecahan di kalangan jemaat Kristen perdana.
Sejumlah orang Kristen Yahudi yang hidup menurut hukum Taurat merasa bahwa
mereka dan setiap pengikut Kristus yang bukan orang Yahudi harus menaati semua
hukum Taurat dan melakukan semua praktik ritualnya, termasuk sunat(Kis. 11:1-2),
21:17-24). Bagi Paulus, sunat itu bermakna hanya jika seseorang dapat menaati
seluruh hukum Taurat. Jika seseorang tidak menaati seluruh hukum Taurat, sunat
tidak akan menjadikannya “seorang Yahudi sejati”. Oleh karena itu manusia dapat
diterima Allah, bukan karena melakukan segala hal yang diminta oleh hukum
Taurat, tetapi karena ia memiliki iman (Rm. 3:28; Flp. 3:7-9).
Paulus menyebut mereka sebagai
penyesat atau penyunat-penyunat palsu.“Istilah “katatome” (dari “katatemnein”
= mengiris, mengerat, memotong sampai putus) yang diterjemahkan di sini dengan
“penyunat palsu” sebenarnya berarti: irisan, keratan (daging). Sunat, yang
dilepaskan dari karya Penyelamatan Kristus, jadi yang tidak mempunyai arti
(isi) rohani, menurut Paulus, sama saja dengan keratan daging yang tidak ada
gunanya.”[17]Jadi,
Paulus menegaskan bahwa seseorang yang melakukan sunat lahiriah tidak menjamin untuk
berkenan kepada Allah. Karena hal tersebut merupakan kekejian bagi Allah. Samuel
Benyamin Hakh juga menjelaskan bahwa:
Orang-orang Yahudi kadang-kadang disebut juga sebagai orang yang bersunat
(peritome), karena sunat merupakan
ritus yang sangat penting sebagai tanda masuk menjadi umat Allah. Akan tetapi,
dari sudut pandang Paulus, sunat tidak perlu dikenakan kepada orang non-Yahudi
untuk menjadi umat Allah. Oleh karena itu, mereka yang menyunatkan orang non-Yahudi
dalam keyakinan bahwa mereka menjadi umat Allah untuk memperoleh keselamatan,
hanya merupakan suatu “pembegalan” (katakome)
diri.[18]
Adapun ajaran para penyunat palsu adalah keselamatan bisa diperoleh melalui
sunat lahiriah. Warren W. Wiersbe dalam bukunya menjelaskan bahwa: “Penyunat-penyunat yang palsu” – Di sini
paulus menyindir kata “sunat”. Golongan Yudaizer mengajarkan bahwa sunat itu
penting untuk memperoleh keselamatan (Kis. 15:1; Gal. 6:12-18); akan tetapi
Paulus menyatakan bahwa sunat itu
sendiri hanyalah merupakan suatu perbuatan untuk menutupi kejahatan manusia.”[19]
Bersunat adalah syarat Hukum Taurat mengharuskan semua laki-laki Yahudi yang
ingin menjadi bagian dari umat pilihan Allah disunat saat berusia delapan hari,
atau di kemudian hari jika diperlukanseperti dijelaskan dalam Kitab Kejadian
34: 21-23; dan Kitab Imamat 12:3.
Rasul Paulus menentang para
penganut golongan bersunat, “Mereka yang disebutnya sebagai “para
pengacau”, yaitu orang Yahudi yang menegaskan bahwa orang percaya yang bukan
Yahudi harus melakukan ritus-ritus Yahudi seperti sunat (Gal. 1:6-9, 6:12-14;
Flp. 3:2). Paulus mengatakan bahwa mereka keliru jika menganggap sunat sebagai
cara untuk “melengkapi” apa yang telah dimulai oleh Roh Kudus (Gal. 3:1-3).”[20]Sehinggasecara
singkat Paulus mengatakan, “bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya,
tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya” (Gal. 6:15).
Tidak demikian orang-orang percaya, seperti dikatakan oleh J. Wessley Brill
bahwa: “Kita yang percaya kepada Kristus
adalah anak-anak Abraham oleh iman, tidak menjadi soal apakah kita orang Yahudi
atau orang asing. Kita adalah sunat yang rohani dan bukan sunat yang
jasmani.Kitalah sunat yang benar yang sudah membuang segala kenajisan hati dan
kita telah menaruh kebenaran Kristus.”[21]
Dengan demikian
Rasul Paulus menyinggung, bahwa orang-orang yang bersunat
secara rohani adalah orang-orang yang beribadah kepada Allah.
Para Pemuja
Kebebasan, Filipi 3:18, 19
Paulus menyebut para pemuja kebebasan sebagai seteru salib Kristus. Tafsiran Alkitab Wyclife mengatakan bahwa:
Yang dimaksud dengan seteru
salibKristus bukanlah golongan Yudaisme (ay. 2 dst) juga bukan golongan
kafir (ini tentu akan menimbulkan reaksi yang berbeda dengan menangis), melainkan orang-orang
penganut Libertin yang dalam hal tertentu terkait dengan gereja itu. Mereka menafsirkan
kebebasan Kristen secara salah sebagai kebebasan dari segala batasan moral.
Mereka adalah (bukan “hidup sebagai”) seteru salib Kristus. Mereka memusuhi
segala sesuatu yang berpihak pada salib.”[22]
Tetapi Alkitab mengatakan bahwa
salib Kristus itu
bertujuan untuk membebaskan manusia dari dosa dan pelanggaran hukum. Jadi bila
orang-orang dengan sengaja hidup dalam dosa dan pelanggaran hukum, mereka hidup
bertentangan dengan tujuan salib. Paulus menangis ketika iamenulis tentang
orang-orang seperti itu.
Adapun guru-guru palsu berupaya untuk menjadikan iman Kristen sebagai
ajaran akal budi (intelektual) dan membuat semacam filsafat.
Mereka mulai dengan ajaran dasar bahwa
sejak awal sejarah ada dua realitas – roh dan materi. Mereka menyatakan bahwa
roh sama sekali baik dan materi sama sekali jahat. Karena dunia diciptakan dari
materi yang adalah jahat, maka dosa dan kejahatan ada di dalamnya. Jadi,
apabila materi itu jahat pada dasarnya, maka tubuh juga pada dasarnya jahat dan
akan tetap tinggaldemikian, apa pun yang Anda inginkan dengan tubuhmu; karena
tubuh jahat, maka tidak ada pengaruhnya apa pun yang Anda lakukan terhadapnya.
Mereka mengajarkan bahwa kerakusan, perzinahan, homoseksualitas dan kemabukan
tidak berarti apa-apasebab semuanya itu hanya berdampak pada tubuh yang tidak
berarti.[23]
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan menjelaskan bahwa: “Seteru salib
Kristus. Seteru-seteru ini dapat diartikan sebagai orang-orang yang mengaku
percaya tetapi mencemarkan Injil dengan cara hidup yangtidak susila dan ajaran
palsu.”[24]Ajaran
mereka bahwa ”Seseorang tidak dapat disebut sempurna sebelum mengalami segala
sesuatu yang ditawarkan oleh hidup ini, baik kebaikan maupun kejahatan. Oleh
sebab itu kata mereka, tugas manusia adalah menyelam kedasar dosa maupun
melakukan kebajikan-kebajikan.”[25] Dengan
berperilaku demikian mereka berusaha untuk melemahkan kekuasaan Alkitab dengan
pengajaran yang subversif atau berkenaan dengan prinsip-prinsip yang tidak
alkitabiah.
Dengan menolak
kekuasaan penuh Alkitab, mereka menyangkal bahwa Alkitab adalah benar dan dapat
dipercaya dalam semua yang diajarkannya. Alkitab mengatakan bahwa “Kesudahan
mereka adalah kebinasaan, lawan dari keselamatan. Tuhan mereka, hal yang paling
utama bagi mereka, adalah perut. Yang dimaksudkan bukan hanya kerakusan tetapi
segala bentuk pemuasan nafsu yang memalukan, dan mereka ditentukan untuk
memikirkan hal-hal yang kotor dan duniawi.”[26] Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 menjelaskan bahwa:
Mungkin mereka antinomia (penganut
ajaran yang ,mengatakan, karena orang Kristen yang sudah dibebaskan oleh
anugerah, maka tidak perlu menaati Taurat) dalam berpikir, bahwa mereka dapat
memegang iman kepada Kristus dan tidak peduli terhadap soal-soal moral. Lebih
mungkin mereka adalah seperti dilukiskan oleh Paulus dalam 2:21 sebagai mencari
‘kepentingan diri sendiri’ bukan kepentingan Yesus Kristus’ mereka adalah
seteru salib Kristus.[27]
Hal tersebut membuat hati Paulus resah melihat orang yang dilayaninya berada
dalam bahaya, karena mereka berada di jalan menuju kebinasaan. Dengan demikian
sangat penting adanya penyesuan segala pikiran dengan kehendak Kristus. Alkitab
Penuntun Hidup Berkelimpahan menjelaskan bagaimana cara menaklukkan pikiran
kepada ketuhanan Kristus yaitu:
(1)Sadarlah
bahwa Allah mengetahui setiap pikiran dan tidak ada sesuatu pun yang
tersembunyi dari hadapan-Nya (Mzm. 94:11; 139:2,4,23-24). Kita harus memberi
pertanggunganjawaban kepada Allah bagi pikiran, perkataan, dan perbuatan kita (5:10;
Pkh. 12:14; Mat. 12:35-37; Rm. 14:12). (2) Sadarlah bahwa pikiran kita
merupakan medan pertempuran. Beberapa buah pikiran berasal dari kita sendiri
sedangkan lainnya datang secara langsung dari musuh kita. Menawan setiap
pikiran menuntut peperangan melawan baik tabiat berdosa kita maupun kuasa
roh-roh jahat (Ef. 6:12-13; bd. Mat. 4:3-11)......... Tolaklah dan lawanlah
dengan gigih pikiran yang jahat... (3) Bersikaplah tegasdalam memusatkan
pikiran pada Kristus dan perkarasorgawi lebih daripada perkara duniawi (Flp.
3:19; Kol. 3:2),...Penuhilah pikiranmu dengan firman Allah (Mzm. 1:1-3;
19:8-15) dan dengan perkara yang mulia, yang baik dan yang patut dipuji (Flp.
4:8). (4) Berhati-hatilah selalu akan apa yang dilihatoleh matamu dan apa yang
didengar oleh telingamu. Tolaklah dengna tegas untuk mengizinkan (a) matamu
menjadi alat penyalur hawa nafsu (Ayb. 31:1; 1 Yoh. 2:16), atau untuk (b)
meletakkan hal-hal yang tidak patut dan jahat di depan matamu...(Mzm. 101:3;
Yes. 33:14-15; Rm. 13:14).[28]
Ciri-ciri
orang yang tidak diselamatkan adalah mereka yang melayani diri mereka sendiri
yaitu Tuhan mereka ialah perut mereka (perangai yang rendah, kenginginan dan
nafsu daging mereka), orang-orang seperti ini disebut sebagai orang-orang yang
menentang ajaran hukum Taurat (Rom. 16:8), mereka mengajarkan bahwa karena
keselamatan diperoleh melalui kasih karunia, maka iman yang menyelamatkan tidak
perlu meliputi ketaatan kepada Kristus. “Mereka percaya bahwa seseorang dapat
hidup dalam dosa dan menolak hukum moral Allah, namun tetap memiliki
keselamatan kekal. Guru-guru palsu ini merupakan pembicara yang fasih, yang
menyampaikan berita yang menyenangkan dan meyakinkan (bd. Yud. 16), tetapi
sesungguhnya mereka menipu.”[29] Di dalam
kehidupan mereka yang sesungguhnya, yaitu yang tidak tampak kepada umum, mereka
dipenuhi “rampasan dan kerakusan” Matius 23:28. Kehidupan mereka menyeleweng
dari prinsip kebebasan Kristen yaitu: “Dalam kekristenan semua hukum sudah
batal dan bahwa orang Kristen mempunyai kebebasan untuk berbuat apa saja yang
diinginkannya. Mereka mengubah kebebasan Kristen menjadi kebebasan yang bukan
Kristen. Mereka mengumbar hawa nafsunya dengan sebebas-bebasnya.”[30] Menyangkut
hal-hal seperti hawa nafsu, kebejatan, perzinahan, kerakusan dan kegemaran yang
memusat pada diri sendiri merupakan penyelewengan terhadap kebenaran Alkitab.
Selain itu mereka juga menyeleweng doktrin anugerah dengan mengatakan bahwa:
“Karena anugerah demikian besar sehingga sanggup menutupi setiap dosa, maka
orang boleh berdosa sebagaimana ia inginkan dan tidak perlu takut; itu tidak
ada artinya bagi kasih Allah yang selalu mau mengampuni.”[31]Alkitab
Penuntun Hidup berkelimpahan menjelaskan bahwa:
Penipuan ilahi ini memperoleh
kedudukan yang berpengaruh di dalam gereja melalui dua cara. (a) Beberapa guru/pengkhotbah
palsu mengawali pelayanan mereka dengan kesungguhan hati, kebenaran, kemurnian,
dan iman yang sungguh-sungguh kepada Kristus. Kemudian karena kesombongan dan
keinginan yang tak bermoral, kasih dan pengabdian mereka kepada Kristus semakin memudar. Sebagai akibatnya, hubungan
mereka terputus dengan kerajaan Allah (1 Kor. 6:9-10; Gal. 5:19-21; Ef. 5:5-6)
sehingga mereka menjadi sarana Iblis sementara masih menyamar sebagai pelayan
kebenaran (2 Kor. 11;15). (b) Guru-guru/pengkhotbah lainnya tidak pernah
sungguh-sungguh percaya kepada Kristus. Iblis telah menanamkan mereka di dalam
gereja sejak awal pelayanan mereka (Mat. 13: 24-28, 36-43) sambil menggunakan
kecakapan dan karismamereka serta membantu dalam keberhasilan mereka. Siasat
Iblis ialah menempatkanmereka dalam kedudukan yang berpengaruh di dalam gereja agar
mereka dapat merusak pekerjaan Kristus. Iblis mengetahui bahwa pada saatperbuatan
mereka ketahuan, Injil dan nama Kristus akan sangat dipermalukan.[32]
Samuel Benyamin Hakh dalam bukunya mengatakan bahwa: “Para pengajar sesat
itu menganggap diri mereka seakan-akan sempurna, Paulus melanjutkan dengan
mengatakan bahwa mereka adalah” “seteru salib dan “Tuhan mereka adalah perut,
kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada
perkara duniawi” (Flp. 3:18,19).”[33]Demikianlah ciri-ciri orang
yang membuat Tuhan bagi dirinya yang berdasarkan atas pengetahuan dan perasaan
pancaindera, artinya mereka membuat suatu berhala, untuk disembah. Sebagai
akibatnya mereka menyombongkan diri mengenai hal-hal yang dianggap mulia, dan
lebih memikirkan perkara-perkara duniawi, serta menyangkal pengajaran Kristen
yang sebenarnya. Sesungguhnya perbuatan tersebut sedang menghantar mereka
kepada suatu kebinasaan. Paulus mengakatan bahwa kesudahan mereka adalah
kebinasaan (Fil. 3:19a).
Masalah-masalah
Yang Terjadi Saat Ini
Pada masa kini, penyesatan
bukannya berkurang. Munculnya guru-guru palsu yang harus diwaspadai jemaat. Hal
ini terus berlangsung terus-menerus sampai akhir zaman. Salah satu tanda akhir
zaman adalah munculnya ajaran sesat di mana-mana seiring dengan munculnya
nabi-nabi palsu. Realita ini sudah menunjukkan keberadaanya. Banyak orang
memperdayakan seperti menipu, membawa penyesatan, menyusup dalam gereja. Jadi,
hal ini penting sekali untuk diketahui agar orang-orang percaya masa kini
menjadi pribadi yang tidakdiperdaya, dan dimanipulasi, dan masuk dalam
penyesatan.
Munculnya penyesat-penyesat di
dalam gereja yang mengajarkan bahwa keselamatan dapat diperoleh
karena memiliki moral yang
baik. Simon
Chan, mengatakan bahwa:
Dalam semua
agama gnostik, keselamatan adalah pembebasan dari sejarah peralihan menuju
kekekalan yang tanpa batas waktu.Dalam Neo-Platonisme keselamatan berarti
pembebasan jiwa dari perbudakan dunia materi untuk kembali pada pelukan yang
kekal, Pribadi tak bernama.Dalam Buddhisme keselamatan berarti kebebasan dari
siklus kelahiran kembali berdasarkan karena dan masuk dalam nirwana yang
Kekal.Dalam agama-agama gnostik ini keselamatan dicapai dengan memanipulasi
teknik-teknik Rohani tertentu – disiplin asketik seperti kontemplasi dan/atau
usaha-usaha moral seperti menuruti langkah Buddhisme delapan kali lipat.[34]
Persoalan
mengenai bagaimana keselamatan dapat diperoleh atau disebarkan juga sangat
penting. Berbagai pandangan tertentu menganggap penyebaran keselamatan sebagai
proses yang lahiriah. “Pandangan ini berlaku dalam berbagai sistem
sakramentalis yang mempercayai bahwa keselamatan atau anugerah diperoleh
melalui objek jasmaniah tertentu. Misalnya, dalam Katolik Roma tradisional,
diyakini bahwa anugerah diterima oleh seseorang dengan cara memakan Roti
Komuni. Sekalipun nilai dari sebuah sakramen sedikit banyak tergantung pada
sikap batiniah atau keadaan anggota jemaat yang menerima. Komuni itu, namun anugerah terutama
diterima melalui tindakan lahiriah dalam sakramen. Kalangan lainnya lagi
beranggapan bahwa Keselamatan diperoleh dengancara melakukan tindakan moral.”[35]
Millard J. Erickson, menjelaskan bahwa:
Menurut
pengertian ini, Keselamatan bukanlah sesuatu yang dimiliki seseorang atau suatu
organisasi dan kemudian disampaikan kepada orang lain, melainkan sesuatu yang
tercipta karena terjadi perubahan keadaan.Pandangan ini terjadi dalam gerekan
Injil-sosial dan di berbagai aliran teologi pembebasan.Cara mengubah yang
digagaskan oleh beberapa ideology ini sering kali bersifat sangat
sekuler.Misalnya, mereka melibatkan penggunaan sarana-sarana politik praktis.[36]
Keselamatan yang diperoleh bukan
karena usaha manusia malainkan anugerahAllah, yang dinyatakan melalui karyapenyaliban
Yesus Kristus, untuk menyelamatkan dunia dari dosa dan kejahatan.
Tidak Menjaga Integritas
Integritas berasal dari bahasa latin “integrare”
yang artinya “Menjadiutuh” dan diadopsi ke dalam bahasa Inggris sebagai
“integryty.”[37] Jadi
integritas adalah seseorang yang mempunyai kepribadian utuh dalam kata dan
perbuatan. Integritas merupakan tulang punggung dari seorang hamba Tuhan. Jhon
Maxwell mengatakan bahwa: “Seorang yang berintegritas tidak mempunyai loyalitas
yang terbagi (itu kemenduaan namanya), juga tidak pura-pura (itu kemunafikan
namanya). Orang yang berintegritas itu “utuh”; dapat diidentifikasikan dari
tunggalnya tekad mereka. Orang yang berintegritas tidak perlu menyembunyikan apa
pun atau takutterhadap apa pun. Kehidupan mereka ibarat buku yang terbuka.”[38]
Sebagai hamba Tuhan mempunyai kecederungan bekerja
untuk imagedaripada mempertahankan
integritsnya sebagai seorang hamba Tuhan. Langkahnya seorang hamba Tuhan yang
berintegritas, seringkali menyebabkan banyak permasalahan dan menghilangnya
pengikut yang sebenarnya dapat dijadikan sebagai generasi dalam memimpin
jemaat.
Hamba Tuhan masa kini, integritas bukan lagi mejadi
modal kepercayaan hamba Tuhan di depan orang-orang yang dilayaninya.
“Integritas adalah komoditi yang mulai menghilang saat ini, standar-standar
pribadi ambruk di dunia yang telah mengutamakan kesenangan pribadi serta jalan
pintas menuju sukses.”[39]“Beberapa
dari mereka bahkan memiliki cacat karakter. integritas seringkali dikorbankan
demi kelanggengan ambisi pribadi. Pada saat yang bersamaan dampak dari aksi
kepemimpinan mereka menjalar seperti kanker dari dalam organisasi, dan
melumpuhkan secara perlahan.”[40]
Melihat
realita yang terjadi, apa yang didambakan tersebut belum kunjung dicapai. Perlu
diperhatikan bahwa apa yang terjadi didunia sekulerpun hari-hari ini telah
merambat masuk kedalam gereja. Masalah integritas telah menjadi hal yang jarang
ditemukan dalamkehidupan pelayan Kristen
dalam hal ini para hamba Tuhan, yang diyakini oleh para kaum awam sebagai sosok
yang patut diteladani dan dihormati.Jonathan Parapak seorang cendekiawan
Kristen dan pendiri Perkantas dalam kata pengantarnya pada buku Integritas :
“Memimpin di bawah pengamatan Tuhan” yang ditulis oleh Jonathan Lamb mengatakan
bahwa lebih memprihatinkan lagi berkembangnya masalah perpecahan dan bentrokan
dalam berbagai institusi Kristiani
bahkan di gereja yang disebabkan masalah korupsi dan integritas para pejabatnya.”[41]Jadi
masalah integritas adalah masalah yang cukup universal karena bukan hanya
terjadi di dunia sekuler tetapi juga terjadi dalam gereja. DR. Paul G. Caram
dalam bukunya pedoman bagi hamba Tuhan (The Minister’s Manual) menyatakan bahwa:
Kondisi suatu bangsa berkaitan
langsung dengan kondisi gereja didalam bangsa tersebut, dan kodisi gereja
berkaitan langsung dengan kondisi para hamba Tuhannya.Seorang hamba Tuhan
memiliki kuasa untuk mengarahkan umatnya kepada kebenaran atau kepada keduniawian.Tatkala
suatu bangsa murtad atau mundur dari Tuhan dan sudah siap untuk dihukum, hal
tersebut sesungguhnya adalah akibat dari pekerjaan seorang imam yang telah
menurunkan standar-standar Allah.[42].
Hal senada
pula dinyatakan dalam bukunya Pdt. Yakobus Handjoyo Wijaya yaitu bahwa: “Untuk
menjadi seorang pemimpin tidaklah sederhana dan mudah, karena seorang pemimpin
itu tidak hanya bertanggung jawab pada dirinya sendiri tetapi juga kepada
banyak orang yang dipimpinnya. Ada banyak syarat yang harus dipenuhinya dan
mentaati segala ketetapan yang sudah digariskan kepadanya.”[43] Sudah terlalu biasa melihat korban yang
berjatuhan dari kalangan petinggi gereja. Cara hidup pengkhotbah-pengkhotbah
menyiratkan pertentangan dengan apa yang dikhotbahkan.
Mementingkan diri
sendiri
Dalan dunia
ini, sikap mementingkan diri sendiri telah menjadi sesuatu yang lumrah.
Seolah-olah manusia tidak lagi mampu menanggulangi nafsu ini. Sampai hari ini,
nafsu ini terus muncul. Sehingga hati manusia kurang pada kecenderungan untuk
memberi hati dan hidupnya bagi kepentingan orang lain. Ia kurang mampuberkorban
demi kepentingan orang lain. Kecuali kalau ia memiliki tujuan tertentu.
Sehingga kebaikannya kepada orang lain dengan satu tujuan tertentu. Memberi
supaya diberi. Berbuat baik, supaya dibalas dengan kebaikan. Kebaikannya adalah
kebaikan berpamrih. Itulah karakter di dunia ini. Tulus Tu’u menjelaskan bahwa:
Dalam penelitian psikologi ditemukan manusia memiliki
naluri antara lain naluri untuk mempertahankan diri dan naluri mementingkan
diri sendiri. Dalam kedua naluri ini, sangat terkait satu dengan lainnya. Dalam
naluri itu untuk mempertahankan diri, manusia bekerja dan berusaha mencari dan
mendapatkan banyak hal agar ia dapat bertahan dalam hidupnya. Dengan demikian,
kerja dan usahanya dilakukan selain untuk mempertahankan dirinya, juga untuk
kepentingan dirinya. Kadang-kadang untuk mempertahankan dirinya, naluri
mementingkan dirinya sendiri kelihatan sangat dominan. Sehingga kepentingan
orang lain dilupakan, atau bahkan dilanggarnya. Atau demi kepentingan dirinya
sendiri, orang lain dikorbankannya.[44]
Mementingkan
diri sendiri sering menuntut untuk dilayani oleh orang lain. “Orang yang ingin
dilayani adalah orang yang menempatkan dirinya di atas orang yang diharapkan
untuk melayani dirinya. Orang yang ingin dilayani adalah orang menganggap
dirinya lebih penting dan sangat penting dibandingkan dengan orang lain. Orang
yang ingin dilayani adlaah orang yang berpola pikir bahwa orang yang statusnya
tinggi mesti dilayani oleh orang yang statusnya lebih rendah.”[45]Pola
pikir tersebut dapat membawa orang lain lebih muda memperalat orang lain bagi
kepentingan dirinya sendiri. Ia dapat dengan mudah juga memperlakukan orang
lain semaunya dan sesukanya. Ia dapat dengan mudah menjadi orang yang otoriter
dan sewenang-wenang. Ia menjadi biasa dan mudah merendahkan dan kurang
menghargai orang lain. Dalam dirinya, lebih minta dilayani daripada melayani.
Lebih minta dimengerti daripada mau mengerti orang lain.
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan menjelaskan bahwa:
Ada pendeta yang berkhotbah, mengajar, menggembalakan,
gereja atau mengarang, bukan karena sungguh-sungguh memperhatikan kemajuan
Injil, tetapi karena kepentingan, kemuliaan, martabat dan ambisi yang
mementingkan diri sendiri. Mereka tidak berusaha menyenangkan hati Tuhan Yesus,
tetapi malah berusaha menyenangkan hati manusia dan agar disenangi oleh mereka
(Fil. 2:20-21; 1:15; 2 Tim 4:10,16) pendeta-pendeta seperti itu bukanlah hamba
Tuhan yang sejati.[46]
Mementingkan dirisendiri merupakan
pengaruh yang buruk bagi setiap pengikut Kristus, karenapengikut Kristulah yangmenjadi
teladan dalam mendorong orang untuk mengikut kebenaran Firman Tuhan dengan
sungguh, serta menjadi pengaruh bagi orang lain:
Sangat berbahaya
jika memimpin adalah untuk kepentingan pribadi, bukan kepentingan mereka yang
dipimpinya atau bahkan melupakan kepentingan kelompok atau organisasi.Seorang
pemimpin dapat lupadiri dan hanya melakukan tugasnya apabila ada hal-hal yang
menguntungkan dirinya.Ini bukan pandangan skeptis dan negatif, tetapi itulah kenyataan
yang harus di waspadai.Pemimpin yang ambisius memimpin untuk kepentingan diri
sendiri. Mungkin sebelum menjadi pemimpin ia melakukan apa saja yang
dikehendaki oleh mereka yang akan dipimpin nanti.[47]
Tetapi, karenatidak didasari dengan hati
yang murni, justru melupakan mereka yang dilayaninya setelah ia menjadi pemimpin.
Semestinya ia memimpin untuk kepentingan semua orang. Hamba Tuhan ada yang
mudah bertindak arogan ketika menjadikan dirinya sebagai tuan bukan hamba.
Sendjaya dalam bukunya berjudul Kepemimpinan
Kristen menjelaskan bahwa:
Dalam kepemimpinan Kristen, baik di
dalam maupun di luar gereja, disadari atau tidak, sebutan “hamba
Tuhan”mengimplikasikan sebuah persepsi kuasa yang dapat menjebak diri mereka.
“Memang saya hamba, tapi tunggu dulu, saya bukan hamba sembarangan .saya hambanyaTUHAN” konsep diri seperti
iniseringkali membuat pemimpin Kristen berlaku seperti Tuhandaripada seperti
hamba. Karena hambanya Tuhan, maka ia
merasa statusnya lebih superior dari orang lain dan berhak menjadi tuan.[48]
Oleh sebab itu, hamba Tuhan harus
lebih mengutamakan
Tuhandalam pelayanan daripada kepenting pribadi.
Kesombongan
Manusia pada umumnya suka dan senang dihormati, dihargai, diperhatikan,
diberi tempat baik dan dilayani. Apalagi bila ia sudah pernah mengecap
mengalami hal-hal tersebut, oleh karena memiliki uang dan harta yang banyak,
posisinya baik dalam masyarakat atau karena jabatan yang tinggi. Maka ia ingin
keadaan itu terus berlangsung dan tidak pernah berubah lagi. Ia mempunyai
naluri mempertahnkan diri supaya berada dalam posisi itu tanpa perubahan itu
adalah salah satu ciri kesombongan.
Perbuatan diri sendiri berdasarkan
kesombongan, dan juga mendatangkan kesombongan dalam hati manusia. Sebelum
Paulus menjadi orang Kristen, dalam hidupnya terlihat empat macam hal yang
membuat kesombongan itu terjadi:
Pertama, kesombongan karena keturunannya: “Orang Ibrani asli, disunat pada hari kedelapan” dll. Kedua,kesombongan karena ia mentaati hukum taurat
dengan teliti, atau dengan kata lain, seorang yang “ortodoks”, yang betul-betul taat kepada agama. ketiga, kesombongan
karena ia seorang yang giat dan berjerih-payah dalam menjalankan agamanya
walaupun ia buta kepada hal ia menganiayakan orang Kristen dan merusakkan
jemaat Tuhan.[49]
Kesombongan adalah sarana yang dipakai Iblis untuk menghancurkan para hamba
Tuhan, karena sikap sombong adalah kekejian bagi Allah. Selanjutnya dikatakan,J.Wessley Brill,
bahwa:
Keempat, kesombongan karena kebenaran diri sendiri, Tetapi
kebenaran itu berdasarkan Taurat saja, bukan kebenaran yang berkenan kepada
Tuhan atau yang sampai kepada kebenaran Kristus. Kebenaran Paulus dahulu itu
tidak menunjukkan kepadanya banyak kesalahan yang ada di dalam hatinya,
misalnya kesalahan mengiakan hal Stefanus dibunuh karena agama.Rasul Paulus
dahulu bermegah atas semua itu, tetapi semua itu tidak dibenarkan di hadapan
Allah.Yang berkenan kepada-Nya hanyalah iman kepada Kristus dan kepada
anugerah-Nya.[50]
Kesombongan sangat memiliki pengaruh
yang besar untuk diri sendiri dan terhadap orang lain, menganggap diri sendiri paling kuat, hebat dan mampu.Tetapiharus diketahui
bahwa hanya ada satu
pribadi yang lebih besar yaitu Yesus Kristus.
Kalau Kristus dinobatkan di dalam kita, maka barulah
kehidupan kita berkenan kepada Tuhan.Banyak orang di dalam dunia ini yang tulus
hatinya, tetapi tidak berbuat menurut kebenaran Allah. Dahulu dengan tulus hati
Paulus menyangka bahwa ia berbuat menurut kebenaran walaupun ia menyetujui dan
mengambil bagian dalam pembunuhan Stefanus. Ketulusan
hati Paulus didasarkan atas kepercayaan yang salah, yang sangat disesalinya
kemudian hari (lihat 1 Korintus 19:9; Galatia 13; 1 Timotius 1: 13).Menganut
suatu kepercayaan atau suatu agama itu tidak benar.Kita harus mengasihi Tuhan
kita Yesus Knstus dengan tulus ikhlas.[51]
Itulah kehidupan yang Tuhan ingin
dapati di dalam kehidupan setiap pengikut Kristus.Kristus saja yang
menyelamatkan dan Kristus saja yang memuaskan hati. Kristus menjadi segala di
dalam segala, memenuhi hati dengan segala sukacita, yang tidak dipahami dan
tidak didapati oleh orang-orang lain. Kehidupan itu menjauhkan dari segala
keduniawian dan perbuatan menaruh percaya pada pekerjaan jasmani saja.
Angkuh adalah sifat suka memandang rendah orang lain, songkak, tinggi hati,
dan sombong. Orang seperti ini dalam bergaul akan memilih orang yang
dianggapnya sederajat dengan dirinya. Ia tidak suka bergaul dengan orang yang
dipandang statusnya lebih rendah dari dirinya. “Sikap sombongnya terjadi,
karena ia beranggapan bahwa apa yang ada pada dirinya adalah hasil perjuangan
dirinya sendiri. Ia lau menepuk dadanya, tanda kehebatannya. Harta, uang,
kekayaan, dan jabatan yang ada di tangannya dianggap sebagai kekuatan dan
wibawa abgi harga dirinya. Semakin banyak ia memiliki hal-hal itu, semakin ia
merasaharga dirinya naik. Sementara itu, orang lain dilihatnya dengan sebelah
mata, mereka dianggapnya lebih rendah dari dirinya.”[52]
Sebagai hamba Tuhan, tidak berpikir demikian. Harta, kekayaan, uang, jabatan,
baginya adalah berkat Tuhan yang patut disyukuri. Harga dirinya tidak
bergantung pada hal-hal itu. Harga dirinya terletak pada mutuh layanan yang
diberikannya kepada orang-orang yang dilayani dan sesamanya.
Secara negatif dikatakan bahwa sikap tinggi hati adalah, kecongkakan
mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan. “Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi
kerendahan hati mendahului kehormatan,” (Ams. 16:18; 18:12). Kehancuran
hidup tidak terjadi serta merta. Tetapi ia berproses terlebih dahulu. Proses
yang menjatuhkan dan menghancurkan seseorang adalah ketika orang hidup bersikap
tinggi hati. , sombong, congkak, dan angkuh. Itulah awal kehancuran dan
kejatuhannya.”[53]
Mencari
Popularitas
Dalam
kehidupan dan pelayanan jemaat tak pernah luput dari krisis pelayanan.Krisis
dapat berupa perasaan jenuh dan bosan dalam melayani.Mereka juga terjebak dalam
rutinitas yang melelahkan dan merasa tidak bisa lepas dari rutinitas tersebut,
sehingga mereka merasa kehilangan arah pelayanan.Kehilangan arah pelayanan
membuat pelayanan itu tidak berjalan dengan efektif.“Pelayanan kerapkali dinilai hanya dari
berdasarkan hasil yang dicapai dari pelayanan itu. Jika tujuan dalam pelayanan
belum tercapai maka pelayanan tersebut belum dikatakan berhasil.Situasi ini
mencerminkan keadaan modern yang cenderung instan. Pelayanan yang dilakukan
harus memberikan pengaruh dan perubahan yang cepat. Penilaian pelayanan hanya
dari hasil yang dapat dihitung dan tidak lagi melihat proses dari pelaku-pelaku
pelayanan itu.”[54]
Pelayanan
itu tidak lagi ditujukan pada Tuhan dan sesama, melainkan pelayanan itu
dilakukan hanya sebagai tugas dan kewajiban belaka.Pelayanan kemudian dilakukan
tanpa makna dan itu berulang kali terjadi. Di lain sisi, tak dapat disangkal
keberhasilan dalam pelayanan bisa membawa kebanggaan dan popularitas, khususnya
bagi pemimpin jemaat. Pemimpin jemaat yang punya otoritas dan kedudukan dalam
gereja dapat menjadikan pelayanan untuk mendatangkan keuntungan bagi diri
mereka sendiri.Tujuan pelayanan sebagai perwujudan kehendak Allah tidak lagi
terjadi.Wujud pelayanan berubah menjadi “pamer kehebatan” dari pelaku-pelaku
pelayanan.Fenomena ini seringkali terlihat di gereja-gereja perkotaan, namun
bukan tidak mungkin terjadi di hampir gereja dimana saja.
Pelayanan
juga dapat mendatangkan “godaan“ bagi pemimpin-pemimpin gereja. Tak jarang
krisis pelayanan juga adalah persoalan kekuasaan dalam gereja.Situasi ini
sering menyebabkan relasi antara pemimpin dengan anggota berada dalam relasi
yang ditentukan oleh posisi jabatan dalam gereja. Kekuasaan menjadi ancaman
terhadap kesatuan jemaat dan salah satu pemicu dari perpecahan dalam
jemaat.Padahal jika melihat kepada Yesus, berkebalikan dengan kepemimpinan yang
mengejar kekuasaan.Yesus menampilkan sikap seorang pelayan Allah yang rendah
hati dan bahkan bersedia menjadi hamba. Dengan kata lain kepemimpinan yang
berani meninggalkan kekuasaan. Dengan demikian, krisis pelayanan yang kerapkali
muncul adalah tentang komitmen pelayanan.Komitmen menyangkut juga mengenai
karakter dari para pelayan itu sendiri. Pentingnya karakter seorang pelayan
juga seringkali dilupakan, padahal dalam kekristenan itu mempunyai keharusan untuk
meneladani karakter Kristus.Karakter Kristus seharusnya selalu dihayati oleh
gereja dan bahkan setiap orang Kristen. Pemahaman untuk melihat kembali karakter Kristus
itulah yang harus diangkat kembali.
[1]Jerry
Autrey, Surat Kiriman Penjara,
(Malang: Penerbit Gandum Mas, tt), 48.
[2]Dr.
J. L. Ch. Abineno, Surat Filipi,
Cetakan ke: 10, (Jakarta: PT PBK Gunung Mulia, 2008), 96.
[3]William
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari,
Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika, Cetakan ke 4, (Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia, 2004), 87.
[4]Tafsiran Alkitab Wycliffe Volume 3 Perjanjian Baru,
Cetakan Pertama, (Malang: Gandum Mas, 2001), 783.
[5]Warren
W. Wiersbe, Sukacita Di Dalam Kristus,
Cetakan ke-3, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1994), 88, 89.
[6]Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Cetakan Ke
– 4, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina kasih/OMF, 1986), 650
[9]Warreen
W. Wiersbe, Sukacita Di Dalam Kristus,
Cetakan ke- 3, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1994), 89.
[10]William
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari,
Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika, Cetakan Ke 4, (Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia, 2004), 88.
[15]Warren W. Wiersbe, Sukacita di dalam Kristus, (Bandung: Kalam Hidup, 1994), 88.
[18]Dr Samuel
Benyamin Hakh, Perjanjian Baru,
Cetakan Pertama, (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), 192, 193.
[19]Wareen
W. Wiersbe, Sukacita Di Dalam Kristus,
Cetakan ke- 3, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1994), 89.
[22]Tafsiran Alkitab Wycliffe Volume 3 Perjanjian Baru,
Cetakaan Pertama, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2001), 786.
[23]William
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari,
Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika, Cetakan Ke 4, (Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia, 2004),108.
[25]William
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari,
Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika, Cetakan Ke 4, (Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia, 2004), 108.
[26]Tafsiran Alkitab Wycliffe Volume 3 Perjanjian Baru,
Cetakaan Pertama, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2001), 786.
[27]Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Cetakan Ke
– 4, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina kasih/OMF, 1986), 653.
[30]William
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari,
Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika, Cetakan Ke 4, (Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia, 2004), 108.
[33]Dr.
Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru,
Cetakan Pertama, (Bandung: Bina Media Infoemasi, 2010), 188.
[34]Simon Chan. Spiritual Theology, 100.
[35]Millard J. Erickson, Teologi Kristen Volume Tiga, 72.
[36]Millard J. Erickson, Teologi Kristen Volume Tiga, 72.
[37]Bambang
Yudho, Prinsi-prinsip Kepemimpinan
Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 2006), 20.
[38]Jhon
Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Dalam
Diri Anda, (Batam: Interaksara, 2004), 70.
[39]Jhon
Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Dalam
Diri Anda, (Batam: Interaksara, 2004), 70.69.
[40]Firman
Senjaya, Kepemimpinan Kristen. Konsep
Karakter Kompetensi, (Yogyakarta: Kairos Books, 2004), 17-18.
[42]Paul G. Caram, Pedoman Bagi Hamba Tuhan,(Jakarta:Voic
Of Hope,2007),V.
[43]Yakobus Handjojo Wijaya, Ikabot kemulian
Allah yang lenyap (Jakarta: 2005), 64.
[44]Tulus
Tu’u, Pemimpin Kristiani Yang Berhasil,
Cetakan Pertama, (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), 17.
[47]Jonathan Willy S, Lead By Heart, (Yogyakarta: Andi Offset,
2009), 3-4.
[49]J.Wessley
Brill, Tafsiran Surat Filipi, (Bandung:Yayasan Kalam Hidup, 2003), 91.
[50]Ibid,
91.
[51]J.Wessley
Brill, Tafsiran Surat Filipi, (Bandung:Yayasan Kalam Hidup, 2003), 91.
[52]Tulus
Tu’u, Pemimpin kristiani Yang Berhasil,
Cetakan pertama, (Bandung: Bina Media Press, 2010), 58.
[53]Tulus
Tu’u, Pemimpin kristiani Yang Berhasil,
Cetakan pertama, (Bandung: Bina Media Press, 2010), 58.
[54]Stefanus Christian Haryono, “Spiritualitas Panggilan”, dalam Pelayan, Spiritualitas & Pelayanan, Ed.
Oleh Asnath N. Natar, (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2012), 38-39.
No comments:
Post a Comment