Monday, January 8, 2018

MATI, KEMATIAN, MAUT




MATI, KEMATIAN, MAUT
       Dari satu sudut kematian termasuk peristiwa yg paling lumrah: ‘manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja’ (#/TB Ibr 9:27*). Kiranya bisa diterima tanpa perbantahan: ‘Marilah kita pergi juga untuk mati bersama dengan Dia’ (#/TB Yoh 11:16*). Dari sudut pandang yg lain, maut atau kematian merupakan hal yg paling tidak wajar. Maut adalah upah dosa (#/TB Rom 6:23*), karma itu patut ditakuti. Kedua sudut pandang ini terdapat dalam Alkitab, dan tidak boleh dilalaikan. Secara biologis kematian adalah keharusan, tapi kematian manusia tidaklah seperti kematian binatang.

I. Kematian badani
          Badan yg diciptakan seperti badan kita, nampaknya harus mengalami kematian. Paling tidak kerusakan bada dan pembusukan tak dapat dielakkan. Tapi Alkitab menyebut maut atau kematian adalah akibat dosa. Allah berkata kepada Adam, ’…pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati’ (#/TB Kej 2:17*). Kata Paulus, ’…dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga Maut(#/TB Rom 5:12*), dan ia tambahkan lagi ‘upah dosa ialah maut’ (#/TB Rom 6:23*).
          Tapi jika masalahnya ditinjau lebih teliti, maka nampak bahwa Adam tidak serta-merta mati secara badani pada hari ia melanggar perintah Allah. Dan dalam #/TB Rom 5;  6*, maut sebagai akibat dosa Adam dipertentangkan oleh Paulus dengan hidup yg diberikan oleh Kristus kepada manusia. Jelas, pemilikan hidup yg kekal tidak meniadakan kematian badani. Hidup yg kekal berkaitan dengan suatu keadaan rohani, bukan dengan peristiwa dalam dunia badani. Kesimpulan yg dapat diambil dari semuanya ini ialah, bahwa maut, sebagai upah dari dosa, jauh lebih mengerikan dibandingkan kematian badani.
          Tapi dengan ini harus diperhatikan pemikiran yg lain, bahwa ay-ay Alkitab yg menghubungkan dosa dengan maut tidaklah mengurangi hakikat maut. Kita tidak dapat mengerti dari ay-ay itu, bahwa ada sesuatu yg lain dari maknanya yg biasa yg terkait dengan kata maut. Barangkali dapat kita mengerti bahwa mortalitas atau ‘kefanaan’ adalah dampak dari dosa Adam, dan bahwa hukumannya mencakup kedua-duanya — badani dan rohani. Tapi tak banyak yg kita ketahui tentang keadaan Adam sebelum ia jatuh ke dalam dosa, sehingga tak dapat kita ungkapkan sesuatu tentang keadaan itu. Jika badannya seperti badan kita, maka badannya juga fana. Jika tidak, tak ada jalan bagi kita untuk mengetahui bagaimana keadaannya, apakah badannya fana atau tidak.
          Nampaknya lebih baik mengartikan maut sebagai sesuatu yg mengungkung dini manusia seutuhnya. Manusia mati bukanlah sebagai badani. Manusia mati sebagai manusia dalam totalitas dirinya. Ia mati sebagai diri yg rohani dan badani. Dan Alkitab tidak memberikan perbedaan yg jelas antara kedua segi itu. Maka kematian badani adalah lambang yg tepat, dan pengungkapan yg tepat, dan juga penyatuan yg tepat dengan arti itu, yg menjelaskan lebih mendalam bahwa maut adalah akibat dosa dan tidak terelakkan.

II. Kematian rohani
          Kematian ialah hukuman yg dijatuhkan Allah. #/TB Rom 6:23* menyatakan bahwa maut adalah ‘upah’ dosa, artinya ganjaran yg patut atas dosa. Paulus bicara tentang pendosa tertentu yg mengetahui ‘tuntutan-tuntutan hukum Allah, bahwa setiap pendosa demikian patut dihukum mati…’ (#/TB Rom 1:32*). Jika Yohanes menunjuk kepada ‘dosa yg mendatangkan maut’ (#/TB 1Yoh 5:16*), dasar hunjukannya adalah ketetapan Allah. Ini merupakan kebenaran yg sangat penting, dan memungkinkan kita melihat sifat maut yg sangat mengerikan. Dan serentak, walaupun sangat paradoksal, memberi kita pengharapan.
          Manusia bukanlah terjerat dalam jaring takdir suratan tangan, sehingga bila berdosa satu kali, seolah-olah tak ada lagi apa pun yg dapat diperbuat mengenai hal itu. Allah di atas seluruh peristiwa yg terjadi. Jika Ia tetapkan bahwa maut adalah hukuman alas dosa, Dia juga menentukan akan memberi hidup yg kekal kepada orang berdosa.
          Kadang-kadang PB menekankan kengerian akibat-akibat dosa dengan menunjuk kepada ‘kematian yg kedua’ (#/TB Yud 1:12*; #/TB Wahy 2:11*; dll). Demikianlah para rabi mengungkapkannya dengan arti kebinasaan yg kekal. Ungkapan ini harus dipahami bersama ucapan Tuhan Yesus ‘api yg kekal yg telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya’ (#/TB Mat 25:41*), dan ay ‘siksaan yg kekal’ (sebagai lawan dari ‘hidup yg kekal’, #/TB Mat 25:46*) dan ay-ay yg sejajar. Keadaan akhir orang yg tidak mau bertobat diterangkan dengan berbagai istilah seperti maut, hukuman, binasa, dsb. Jelas tidaklah bijaksana menyamakan keadaan akhir itu dengan salah satu istilah tersebut. Tapi jelas, berdasarkan pandangan Alkitab, keadaan itu harus dipandang sangat mengerikan.

          Ada yg mengatakan hal ini bertentangan dengan hakikat Allah sebagai Allah yg pengasih. Memang di sini ada rahasia yg dalam sekali, tapi dapat dikatakan bahwa keberatan itu, seperti biasa diungkapkan, tidak melihat kenyataan bahwa maut adalah keadaan dan sekaligus peristiwa. ‘Keinginan daging adalah maut’, demikian Paulus (#/TB Rom 8:6*). Ia tidak mengatakan bahwa keinginan daging akan menimbulkan maut. Yg dia katakan ialah bahwa keinginan daging itu sendirilah maut. Ditambahkannya bahwa ‘keinginan daging ialah perseteruan terhadap Allah, karena tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin’.
          Kebenaran yg sama diungkapkan dengan cara lain tatkala Yohanes berkata, ‘Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut’ (#/TB 1Yoh 3:14*). Jika kita dapat memahami kebenaran bahwa maut adalah keadaan, maka jelas mustahil diselamatkan orang yg tidak mau bertobat. Keselamatan bagi orang seperti itu merupakan pertentangan peristilahan. Supaya selamat seseorang harus pindah dari maut ke dalam hidup (#/TB Yoh 5:24*).

III. Kemenangan melawan maut
          Ciri ajaran PB yg sangat menarik bertalian dengan maut, ialah penekanannya tentang kehidupan. Jika membuka konkordansi kita akan mendapati betapa seringnya nekros (’ mati’) dipakai berkaitan dengan bangkit dari kematian atau yg serupa dengan itu. Alkitab menyoroti maut seperti menyoroti semua realita lainnya. Tapi pusat perhatian Alkitab ialah kehidupan, dan maut dibicarakan kurang lebih secara kebetulan sebagai sesuatu dari mana manusia diselamatkan. Kristus mengenakan pada diriNya kodrat kemanusiaan, ‘supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yg berkuasa atas maut’ (#/TB Ibr 2:14*).
          Kuasa Iblis selalu dianggap tunduk kepada pemerintahan Allah (#/TB Ayub 2:6*; #/TB Luk 12:5*; dll). Dan Iblis tidak berkuasa mutlak atas kematian. Kendati demikian, maut yaitu pengingkaran hidup, adalah khas kawasan Iblis. Dan kedatangan Kristus telah mengakhiri maut. Melalui kematian — demikian Surat Ibr — Kristus mengalahkan Iblis. Melalui kematian Kristus menghapuskan dosa kita. ‘Kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali…’ (#/TB Rom 6:10*). Terlepas dari Kristus, maut adalah musuh paling utama, lambang dari keterbuangan kita dari Allah, puncak kengerian. Tapi Kristus telah menggunakan kematian untuk melepaskan manusia dari maut. Ia mati supaya manusia beroleh hidup. Bermakna sekali bahwa PB menyebut orang percaya ’(ter)tidur’ ketimbang ‘mati’ (ump #/TB 1Tes 4:14*; dlm TB! ‘telah meninggal dlm Yesus’ = bh Yunani ‘telah tertidur dlm Yesus’). Yesus mengalami segenap kengerian maut. Justru bagi orang yg sudah ‘di dalam Kristus’, maut sudah diubah sehingga hal itu tidak lebih dari keadaan tidur.
          Bobot kemenangan Kristus atas maut nyata jelas pada kebangkitan-Nya. ‘Kristus yg sudah bangkit dari kematian tidak akan pernah mati lagi; maut tidak berkuasa lagi atas Dia’ (#/TB Rom 6:9*). Kebangkitan Kristus adalah peristiwa kemenangan akbar. Kebangkitan inilah sumber seluruh nada kemenangan dalam PB. Kristus ialah ‘Pemimpin kepada hidup’ (#/TB Kis 3:15*), ‘Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup’ (#/TB Rom 14:9*), ‘Firman hidup’ (#/TB 1Yoh 1:1*). Kemenangan-Nya atas maut genap dan sempurna. Dan kemenangan-Nya disediakan-Nya bagi umat-Nya. Binasanya maut adalah pasti (#/TB 1Kor 15:26,54* dab; #/TB Wahy 21:4*). Kematian yg kedua tidak berkuasa lagi atas orang percaya (#/TB Wahy 2:11; 20:6*). Sesuai dengan ini maka pengertian PB mengenai hidup yg kekal bukanlah ketidakfanaan (immortalitas) roh manusia, tapi dalam arti kebangkitan tubuh. Tidak ada sesuatu apa pun lagi yg dapat melukiskan lebih nyata kekalahan maut secara mutlak dan final.
          Jadi ada dan tersedia tidak hanya saat gemilang masa akan datang, tapi juga masa kini. Orang percaya sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup (#/TB Yoh 5:24*; #/TB 1Yoh 3:14*). Dia sudah bebas ‘dari hukum dosa dan hukum maut (#/TB Rom 8:2*). Maut tidak akan dapat memisahkan dia dari Allah (#/TB Rom 8:38-39*). Kata Yesus, ‘Barangsiapa menuruti FirmanKu, ia tidak akan mengalami maut’ (#/TB Yoh 8:51*). Ucapan ini tidaklah menyangkali realita kematian tubuh manusia. Tapi menunjukkan kebenaran bahwa kematian Yesus mengandung anti, bahwa orang percaya benar-benar sudah pindah dari keadaan yg bernama maut. Ia dipindahkan ke keadaan yg baru, yg dengan tepat ditandai sebagai hidup. Pada suatu waktu ia harus melalui kematian. Tapi sengat maut kematian itu sudah dicabut. Kematian Yesus berarti kemenangan atas maut bagi pengikut-Nya.

KEPUSTAKAAN.
C. S Lewis, Miracles, 1947, hlm 150 dst; J Pelikan, The Shape of Death, 1962;
Leon Morris, The Wages of Sin, 1955;
K Rahner, On the Theology of Death, 1961;
M Paternoster, Thou Art There Also; God, Death and hell, 1967.

No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...