Wednesday, January 3, 2018

USAHA, {PENGUSAHA},Perilaku Etis Bisnis, UPAH, BERKAT



USAHA, {PENGUSAHA},Perilaku Etis Bisnis UPAH, BERKAT


USAHA, PENGUSAHA
       Dalam PL, ada tiga kata untuk istilah ini.
       1. ‘ikkar. Ideograf (tulisan gambar) Akad yg serumpun menggambarkan ‘ikkar sebagai ‘laki-laki dari bajak’. Kedudukan sosial dan fungsi sebenarnya dari ‘ikkar tidaklah jelas, tapi undang-undang Hammurabi mengisyaratkan ‘ikkar sebagai mandor pertanian yg mendapat gaji. PL membedakan gembala dan ‘ikkar (#/TB Yes 61:5*; TBI ‘petani’).
       2. yogev (#/TB 2Raj 25:12*; #/TB Yer 52:16*; TBI ‘tukang-tukang kebun anggur’). Dengan memperhatikan hubungan istilah Ibrani guy dan Arab gaba, ‘membor’, ‘membuat lubang’, dapatlah dikatakan bahwa yogev adalah pekerja dengan pacul.
       3. ‘isy’adama harfiah berarti ‘manusia dari tanah’, tapi pembandingan #/TB Kej 9:20* dan #/TB Za 13:5* mengacu baik kepada petani atau peternak.
       LXX dan PB memakai georgos, ‘petani, petani sewaan’. Allah digambarkan sebagai pengusaha pokok anggur yg benar (#/TB Yoh 15:1*) dan gereja (#/TB 1Kor 3:9*). 

 Landasan Teologis Dan Perilaku Etis Bisnis Kristen
 Bisnis adalah suatu usaha atau serangkaian usaha yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang maupun suatu organisasi dengan menawarkan barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan (laba). Dengan demikian, bisnis apa pun, termasuk bisnis yang dijalankan oleh seorang Kristen haruslah mampu mendatangkan laba (keuntungan) agar usahanya dapat langgeng. Tidak ada larangan bagi orang Kristen untuk mendapatkan keuntungan dalam berbisnis. Namun, ada peringatan yang tegas dari Alkitab terhadap keuntungan gelap yang di dapat dari ketidakjujuran dan pengambilan hak orang lain. Perhatikanlah dua ayat Alkitab berikut: “Siapa laba akan keuntungan gelap, mengacaukan rumah tangganya, tetapi siapa membenci suap akan hidup” (Amsal 15:27), dan “Celakalah dia yang membangun istananya berdasarkan ketidakadilan dan anjungnya berdasarkan kelaliman, yang mempekerjakan sesamanya dengan cuma-cuma dan tidak memberikan upahnya kepadanya” (Yeremia 22:13). Tony Evans, seorang pendeta dan teolog menuliskan, “Allah memberdayakan orang-orangNya untuk penggunaan yang benar dari sumber-sumber daya di bumi untuk secara menguntungkan (dan secara bermoral) melakukan bisnis sebagai para pengelolaNya”. Karena itu, disinilah perlunya membicarakan bisnis Kristen menurut pandangan Alkitab.

Bisnis adalah usaha dan pada umumnya adalah hal yang sama dimana-mana, tetapi motivasi untuk melakukan bisnis serta nilai-nilai dan cara yang dikembangkan di dalam berbisnis dapat berbeda-beda. Dalam pelajaran ini akan dipelajari asas atau nilai-nilai Kristen yang harus dikembangkan di dalam setiap aspek bisnis atau usaha. Sebagai seorang pengusaha Kristen, kita harus mempunyai ciri kekristenan dalam dunia bisnis yang dikelola. Bisnis atau usaha harus dikelola secara profesional dengan dijiwai nilai-nilai dan semangat iman Kristen. Nilai-nilai iman Kristen di dalam berbisnis tidak bertentangan dengan prinsip profesionalisme, bahkan dapat dikatakan bahwa praktik bisnis yang profesional sebenarnya dikembangkan dari nilai-nilai Kristen.

APAKAH TUJUAN BISNIS KRISTEN
Pandji Anoraga menyebutkan empat tujuan bisnis secara umum, yaitu:
(1) Mencari keuntungan (profit);
(2) Mempertahankan kelangsungan usaha;
(3) Untuk pertumbuhan atau pengembangan usaha; dan
(4) sebagai tanggung jawab sosial.
Keempat tujuan tersebut saling terkait, karena keuntungan usaha digunakan untuk mempertahankan kelangsungan usaha dan mengembangkan usaha serta merupakan bukti pertanggunjawaban sosial berupa terbukanya lapangan pekerjaan.

Sementara itu, secara khusus Larry Burkett menyebutkan bahwa apabila tujuan sebuah bisnis Kristen harus digunakan untuk melayani Allah, hanya ada satu maksud yang menonjol, yaitu memuliakan Dia. Ini merupakan tujuan setiap orang Kristen, dalam bisnis maupun dalam bidang lainnya (Kolose 3:23). Larry Burkett kemudian menyebutkan lima tujuan (fungsi) bisnis Kristen, yaitu:
(1) Penginjilan, yaitu bahwa bisnis yang dipersembahkan kepada Tuhan adalah alat yang efektif bagi penginjilan
(2) Pemuridan, yaitu melatih orang-orang Kristen untuk tumbuh semakin kuat dalam iman mereka melalui kegiatan bisnis (2 Timotius 2:2);
(3) Memberi dana bagi pekerjaan Tuhan melalui bisnis dijalankan dengan semestinya (1 Timotius 3:15);
(4) Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pemilik, karyawan, pelanggan, dan lainnya sebagainya; dan
(5) Mendapatkan keuntungan melalui perencanaan dan manajemen yang baik dengan melibatkan Tuhan (Amsal 16:9; Amsal 13:4).

Saya setuju dengan tujuan bisnis yang disebutkan oleh Pandji Anaroga dan Larry Burkett di atas. Dan jika dikombinasikan maka tujuan bisnis adalah sebagai berikut:
(1) Tujuan umum bisnis adalah untuk mendapatkan keuntungan;
(2) Memenuhi kebutuhan dan tanggung jawab; dan
(3) sebagai alat bagi kesaksian dan pelayanan Kristen.

LANDASAN TEOLOGIS-ALKITABIAH BISNIS KRISTEN
Bagian Alkitab yang menjadi dasar interpretasi teologis dari bisnis Kristen, yaitu:
(1) Kegiatan Bisnis untuk Memenuhi Mandat Ilahi yaitu Menguasai dan Melestarikan Ciptaan (Kejadian 1:26-28; 2:5,15).
Manusia mendapat mandat atau otoritas dari Allah untuk, menguasai, mengelola dan melestarikan ciptaanNya, serta menjalankan hidup mereka. Dalam Kejadian 1:26,28 Istilah Ibrani yang dipakai adalah “kavash (berkuasa)” dan “radah (berkuasalah)” mengandung arti bahwa manusia harus menguasai seluruh ciptaan Tuhan sebagaimana para raja Ibrani dikemudian hari menguasai rakyatnya. Raja-raja ini tidak boleh memerintah demi keuntungannya sendiri, melainkan demi kesejahteraan rakyat. Untuk melakukan tugas-tugas itu manusia diberi berkat dan kecerdasan berupa kemampuan, bakat, dan ketrampilan karena ia diciptakan menurut “gambar dan rupa Allah” (kejadian 1:26). Salah satu maksud Allah menciptakan manusia adalah untuk menjadi rekan kerjanya di dalam mengusahakan dan memelihara apa yang telah Tuhan diciptakan, karena hanya manusia saja yang punya kemampuan untuk melakukan dua hal tersebut; sedangkan ciptaan Tuhan lainnya tidak diperlengkapi dengan akal pikiran yang memungkinkan mereka melakukan kedua hal tersebut (Kejadiaan 2:15). Di dalam perintah Tuhan kepada manusia untuk mengusahakan itu tercakup tugas untuk mencari makanan bagi manusia itu sendiri; dan di dalam perintah untuk memelihara tercakup perintah untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup disekitarnya dan cara memeliharanya. Jadi siapa yang berusaha atau melakukan bisnis dengan memperhatikan lingkungan hidupnya sebenarnya sudah menaati perintah Tuhan.
(2) Kegiatan Bisnis sebagai Aktivitas Kerja dan Pelayanan (Kejadian 3:17-19; 2 Tesalonika 3:10).
Sebelum kejatuhan manusia dalam dosa, pekerjaan adalah suatu anugerah dan panggilan dari Allah sendiri (Kejadian 1:26-28; 2:5,15). Sesudah kejatuhan, pekerjaan tetap merupakan anugerah dan panggilan, namun sekarang akibat dosa maka pekerjaan itu dilakukan dengan penuh kerja keras dan persaingan. Di dalam Perjanjian Baru, Paulus menasehatkan jemaat agar bekerja dan Ia juga mengingatkan bahwa, “Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (2 Tesalonika 3:10b). Karena bekerja adalah anugerah dan panggilan, maka sebaiknya babnya seorang Kristen haruslah bekerja dengan keras, cerdas, ikhlas, dan tuntas. Berdasarkan konsep Alkitab kerja adalah kegiatan yang mencakup segala sesuatu yang dilakukan di dalam kehidupan sehari-hari, untuk melangsungkan kehidupan, bukan hanya sekadar kerja dalam pengertian suatu usaha yang menghasilkan uang. Kerja adalah bagian dari kehidupan dan karakter hidup manusia, yang harus dilaksanakan. Kerja bukan merupakan suatu pilihan, tetapi keharusan. Kerja berkaitan dengan pelayanan atau melayani dan merupakan dimensi fundamental dari keberadaan manusia di dunia ini.
(3) Kegiatan Bisnis Digunakan untuk Memuliakan Tuhan (Mazmur 150; Roma 11:36).
Larry Burkett menyatakan, “Maksud dari sebuah bisnis Kristen ialah memuliakan Allah”. Allah memberikan mandat kepada manusia untuk menguasai dan melestarikan ciptaan serta memberikan kecerdasan kepada manusia berupa kemampuan bakat dan ketrampilan untuk melakukan aktivitas melalui pekerjaan, termasuk kegiatan bisnis. Karena itu, dalam aktivitas bisnisnya manusia harus mengerjakan dengan sebaik-baiknya dan bertanggung jawab. Melalui bisnis, manusia diajarkan untuk memuliakan Allah sebagai pemberi berkat. Hal ini merupakan bakti manusia kepada Allah. Karena kerja adalah bakti atau ibadah terhadap Allah, sekecil apa pun pekerjaan yang manusia lakukan, hal itu merupakan sumbangan secara tidak langsung bagi terwujudnya tujuan Allah dengan umat manusia. Jadi, pekerjaan, termasuk bisnis apa pun yang manusia lakukan adalah untuk kemuliaan Allah (1 Korintus 10:31). Kerja adalah dasar penyerahan diri manusia kepada Tuhan supaya Ia dapat menjadikan manusia alat-alat untuk melakukan pekerjaan-Nya di dunia ini. Perlu diingat bahwa dalam pandangan Kristen tujuan kerja dan bisnis bukan untuk gengsi dan kehormatan. Namun, tujuannya adalah bagi kemuliaan Allah dan pelayanan kepada sesama.
(4) Menjadi Garam dan Terang di Pilar Bisnis dan Ekonomi (Matius 5:13-14).
Tujuan gereja yang terutama adalah memuliakan Allah dan menghadirkan kerajaan Allah di bumi ini dengan menjadi “garam” dan “terang” (Matius 5:13,14). Inilah dua kualitas transformatif yang harus dimanifestasikan gereja kepada dunia ini. Implikasi dari penegasan di atas cukup serius, yaitu bahwa orang Kristen secara universal harus memikul beban moril dari metafora “garam” dan “terang” tersebut secara konsisten dan konsekuen. Lebih jauh, implikasi ini bukan sekadar penegasan, tetapi merupakan sebuah panggilan bagi orang Kristen untuk melibatkan diri dan memberi solusi dalam masalah-masalah di dunia ini tanpa harus menjadi duniawi. Tuhan menginginkan kita melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik di semua aspek kehidupan kita dan di semua pilar masyarakat. Pernyataan klasik rasul Paulus tentang keselamatan “karena kasih karunia oleh iman” adalah frase Yunani “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman” dalam Efesus 2:8, langsung diikuti oleh pernyataan ini “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10). Frase Yunani “pekerjaan baik” dalam ayat ini adalah “ergois agathois” diterjemahkan “perbuatan-perbuatan yang baik”. Kata “agathois” berasal dari kata “agathos” yaitu kata Yunani yang biasa digunakan untuk menerangkan gagasan yang “baik” sebagai kualitas jasmani atau moral. Kata ini dapat berarti “baik, mulia, patut, yang terhormat, dan mengagumkan”. Karena kemampuan berbisnis adalah alat (sarana) yang dapat digunakan untuk mengekspresikan bakat, talenta, dan kemampuan dari kecerdasan yang dianugerahkan Tuhan kepada kita, maka hal itu haruslah dipakai untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik bagi sesama dan memuliakan Tuhan (Roma 11:36).
(5) Usaha Atau Bisnis Adalah Suatu Alat Bukan Tujuan.
Perlu dipahami bahwa berusaha atau berbisnis hanya berfungsi sebagai alat saja agar hidup manusia dapat terpelihara. Bisnis bukan segala-galanya dan bukan menjadi tujuan hidup manusia. Artinya seorang Kristen tidak boleh lupa akan Tuhan, keluarga, tujuan hidupnya dan kehidupan bergereja bersama-sama saudara seiman lainnya. Setiap orang Kristen harus mengingat bahwa ada tugas mulia yang dimandatkan oleh Tuhan Yesus agar menjadi garam dan terang bagi dunia ini. Tugas mulia ini harus tetap dibawa dan dijalankan di dunia bisnis yang dilakukan. Hal ini bukan menunjukkan kefanatikan seseorang tetapi menunjukkan bahwa ia tahu tugas dan tanggung jawabnya dihadapan Allah. Membawa terang Tuhan ke dalam dunia bisnis tidak bertentangan atau menutup kemungkinan seorang Kristen untuk menjadi pengusaha sukses atau kaya raya, sejauh ia tetap menjalankan usahanya dengan cara-cara yang sehat. Contohnya nyata dari Alkitab adalah Abraham, bapa orang beriman, ia adalah seorang pengusaha ternak terkaya pada zamannya. Demikian juga Ishak, putranya sangat kaya. Dengan memahami bahwa bisnis atau usaha hanyalah suatu alat untuk memelihara kehidupan, maka bukanlah hal yang salah bila seorang Kristen atau pun seorang hamba Tuhan (pendeta) juga melakukan usaha atau bisnis tertentu sebagaimana yang telah dilakukan oleh rasul Paulus, yaitu dengan berjualan tenda. Paulus melakukan hal itu agar kebutuhan hidup dan pelayanannya dapat terpenuhi tanpa mengganggu kehidupan jemaat lainnya (Kisah Para Rasul 18:1-3)

PERILAKU ETIS BISNIS KRISTEN
Istilah “etis” adalah bentuk kata sifat dari kata “etika”. Etika adalah pengetahuan tentang nilai-nilai baik atau buruk, benar atau salah, dan berhubungan dengan moralitas yang dijadikan sebagai acuan, aturan, standar, atau norma yang berlaku. Jadi, etis adalah hal-hal yang sesuai dengan etika, yaitu aturan, standar, atau norma yang berlaku dalam kelompok atau masyarakat tertentu. Dalam konteks iman Kristen ukuran apa yang baik adalah segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan itu sendiri telah dinyatakan dalam Alkitab (2 Timotius 3;16). Jadi, titik tolak berpikir etika Kristen adalah iman kepada Tuhan yang telah menyatakan diri di dalam Tuhan Yesus Kristus. Etika Kristen merupakan tanggapan akan kasih Allah yang menyelamatkan kita (1 Yohanes 4:19). Dalam etika Kristen kehendak Tuhan dikedepankan sehingga sifat etika Kristen adalah teologis dan imani. Kehidupan etis merupakan cara hidup dalam persekutuan dengan Tuhan. Dalam etika Kristen, kewibawaan Tuhan Yesus Kristus diakui. Karena itu berikut ini beberapa perilaku etis dalam berbisnis secara Kristen. 
Pertama, menjalankan bisnis yang mencerminkan Kristus. Dunia bisnis tidaklah selalu jujur. Karenanya tiap orang Kristen wajib hidup dalam kejujuran. Tuhan sendiri berkata bahwa Ia bergaul erat dengan orang jujur (Amsal 3:32). Setiap pelaku bisnis pasti mencari untung dan semua orang mengetahui hal itu. Tidak mungkin ada sebuah bisnis berjalan bila tidak ada keuntungan. Tetapi hendaklah keuntungan bukan satu-satunya tujuan dalam praktik bisnis, sebab bila demikian seseorang akan berupaya menghalalkan segala cara untuk mencapai untung. Padahal setiap perilaku orang percaya ada di bawah terang Kristus.
Kedua, menjalankan bisnis yang bertanggung jawab. Pengusaha Kristen harus melakukan kegiatan bisnisnya dengan penuh tanggung jawab. Bertanggung jawab di dalam memproduksi, bertanggung jawab di dalam penjualan, bertanggung jawab di dalam mempromosikan dan bertanggung jawab di dalam pembayaran kewajiban dan hutang/pinjaman mereka. Tidak boleh ada pengusaha Kristen yang bisa membeli barang tetapi tidak bisa membayarnya, atau kabur begitu saja tanpa pemberitahuan atau tanggung jawab. Hal yang demikian sangat tidak terpuji dan tidak menjadi kesaksian yang baik di mana mereka harus menjadi garam dan terang (Mazmur 37:1). Selain itu, pelaku bisnis mampu bekerjasama dengan orang lain dan bisa menerima masukan dari beberapa rekannya (termasuk pasangannya); menyediakan produk yang bermutu dengan harga yang sesuai; menghormati orang yang memberi hutang kepada Anda (Amsal 3:27-28); memperlakukan bawahan dan karyawan dengan adil terutama dalam hal upahnya; dan menjadikan pelanggan atau orang yang menikmati produk atau jasa Anda sebagai yang utama. Jangan menipu mereka!
Ketiga, menerapkan nilai kejujuran. Di dalam melakukan usaha atau bisnis, pengusaha Kristen tidak boleh mengikuti cara-cara dunia yang penuh kecurangan dan penipuan, baik di dalam ukuran barang, berat barang, kualitas, harga, maupun di dalam mempromosikannya. Orang-orang dunia hanya mengejar keuntungan saja, namun pengusaha Kristen juga harus mengusahakan kesaksian yang baik. Seorang pengusaha Kristen tidak boleh menunda menepati janji untuk membayar apa yang sudah dibelinya dengan cara mengatakan kebohongan-kebohongan seperti “boss tidak ada di tempat”, “belum ada pemasukan”, “pembeli-pembeli masih banyak yang belum membayar” dan lain-lain kebohongan seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang dunia. Seorang pengusaha Kristen tidak boleh lalai dalam membayar hutang-hutangnya sesuai kesepakatan yang telah dibuat. Seorang pengusaha Kristen harus dapat dipegang janjinya dengan berpedoman pada prinsip Alkitab yaitu : “ya katakan ya, tidak katakan tidak”. Pengusaha Kristen Harus jujur dan bertanggung jawab (Amsal 11:1; 20:23; Mikha 6:11).
Keempat, memberikan pelayanan yang baik. Dikalangan usaha atau bisnis dikenal ungkapan “pelanggan adalah raja”, yaitu suatu upaya memperlakukan para pelanggan mereka dengan baik, ramah dan memperhatikan apa yang menjadi kepentingan pelanggan. Prinsip ini dilandasi oleh semangat kerendahan hati untuk menganggap orang lain lebih utama. Ungkapan lainnya seperti “jemput bola” adalah suatu inisiatif yang dilakukan untuk bergerak memberikan pelayanan yang baik terlebih dahulu dan bukan menunggu sampai dikejar-kejar oleh orang lain. Ini adalah suatu prinsip dasar di dalam melayani yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Orang Kristen harus dapat memberikan pelayanan yang baik tanpa harus diminta. Pengusaha Kristen seharusnya dapat melakukan yang lebih baik lagi dalam hal pelayanan yang berhubungan dengan bisnis atau usaha, melebihi standar yang ada pada umumnya dengan demikian menunjukkan kelebihan nilai-nilai iman Kristen. Jika kita melakukan hal yang baik dan menyenangkan maka relasi kita akan senang berhubungan atau berbisnis dengan kita (Galatia 6:7; Filipi 2:3-4).
Kelima, melakukan kewajiban terhadap karyawan dengan benar. Seorang pengusaha Kristen juga harus menjadi teladan bagi karyawannya dan bukan hanya bagi relasi bisnisnya. Dengan menjadi teladan yang baik bagi karyawannya pengusaha Kristen telah menjadi saksi Kristus di lingkungan perusahaan yang dipimpinnya atau usaha yang dikelolanya. Hal utama bagi seorang pengusaha Kristen terhadap karyawannya adalah melakukan kewajibannya dengan baik, terutama di dalam pembayaran upah karyawannya. Pembayaran gaji karyawan yang dilaksanakan tepat waktu telah merupakan bukti dari tanggung jawab seorang pimpinan yang baik. Karena untuk mendapatkan gajilah maka para karyawan bekerja dengan baik, sehingga gaji yang adalah hak karyawan harus dibayar tepat waktu, utuh tanpa pemotongan yang tidak jelas (Roma 4:4; 1 Timotius 5:18; Yakobus 5:4; Bandingkan Yeremia 22:13).
Keenam, menaati peraturan dan melakukan kewajiban-kewajiban. Di dalam melakukan bisnisnya, pengusaha Kristen harus mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, baik melalui departemen terkait ataupun melalui pemerintah daerah setempat. Pemerintah yang baik adalah perpanjangan tangan Tuhan di dalam mengatur suatu negara agar semua komponen negara dapat berjalan dengan tertib dan tidak merugikan pihak-pihak lain. Orang Kristen, termasuk juga pengusaha Kristen harus tunduk kepada pemerintah (Roma 13:1-4; Titus 3:1). Pengusaha Kristen juga harus memenuhi apa yang menjadi kewajibannya terhadap pemerintah, mulai dari pembayaran listrik, air, telepon hingga pembayaran pajak-pajak dan rekening lainnya (Matius 22:21; Roma 13:6-7).
Ketujuh, melakukan bidang usaha yang baik dan membangun. Pengusaha Kristen dituntut untuk menjadi pengusaha yang membangun, artinya melakukan usaha atau bisnis yang tidak merusak dan merugikan orang lain dan lingkungan alam serta sosial dilingkungan kita. Misalnya seorang pengusaha Kristen tidak boleh menjadi pengusaha permainan judi, buka usaha pelacuran yang berkedok karaoke, atau dalam contoh yang banyak kita temui adalah membungakan uang dengan tingkat bunga yang sangat tinggi. Seorang pengusaha Kristen harus menyadari bahwa ia adalah seorang saksi Kristus yang membawa damai sejahtera bagi dunia ini dan bukan untuk menghancurkannya. Pengusaha Kristen tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum kasih Allah dan Firman Allah (Efesus 2:10).


Orang-orang dunia melakukan bisnisnya sebagai tujuan dan sebagai ukuran dari keberhasilan hidup mereka. Mereka melakukan bisnis siang dan malam karena itulah satu-satunya arti hidup bagi mereka dan mereka melakukannya tanpa mengandalkan atau melibatkan Tuhan. Berbeda dengan orang Kristen, bisnis dalam kekristenan tidak dapat dilepaskan dari keimanan dan campur tangan Tuhan. Tuhan peduli dengan bisnis anak-anakNya. Tuhan sebagai Bapa ingin melihat usaha atau bisnis anak-anakNya berhasil, dan Ia ingin memberkati usaha anak-anakNya (Ulangan 28:8-11)

UPAH, ORANG UPAHAN
       Masyarakat PL tidak biasa bekerja untuk mendapat upah. Tapi tiap keluarga mengolah tanahnya. Dalam suatu keluarga sudah termasuk budak dan sanak-saudara, dan mereka turut mendapat bagian dari hasil olahan bersama. Gerakan mencekau tanah pada abad 8 sM (#/TB Yes 5:8*) menggusur banyak pemilik tanah dari tanah pusakanya, dan membiarkan mereka ditimpa hutang yg hanya dapat dilunasi dengan jalan menjadi hamba pekerja (#/TB 2Raj 4:1*). Tapi ada banyak hukum yg melindungi orang upahan dan hamba. Seorang Israel yg karena kemiskinan terpaksa menjual dirinya menjadi hamba, harus dianggap berstatus pekerja, lalu dibebaskan pada tahun Yobel (#/TB Im 25:39-55*). Majikan yg korupsi dilarang mengeruk keuntungan dari ketidakmampuan pekerjanya untuk menentangnya, dan harus memberi upah yg layak tepat pada waktunya tiap hari (#/TB Ul 24:14* dab).
       Dalam PB orang upahan disebut, baik secara nyata maupun dalam perumpamaan (#/TB Mat 20:1-2*; #/TB Yoh 10:13* dab). Dalam perumpamaan pada acuan kedua, Yesus mengandaikan seorang upahan sebagai pelayan yg tidak sungguh-sungguh, dan ada latar belakangnya dalam PL (mis #/TB Ayub 7:1*; #/TB Mal 3:5*).
 PB mengungkapkan prinsip ‘pekerja patut mendapat upahnya’ (#/TB Luk 10:7*; #/TB Rom 4:4*); ada juga prinsip bahwa ‘mereka yg memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu’ (#/TB 1Kor 9:14*; #/TB 2Kor 11:8*; #/TB 1Tim 5:18*). Hal ini harus diingat oleh jemaat, tapi janganlah sekali-kali berkhotbah atau mengajar demi uang (#/TB Mi 3:11*; #/TB Tit 1:7*; #/TB 1Pet 5:2*).
       Banyak ay membicarakan upah bagi orang yg adil benar. Allah memberi upah baik berupa berkat maupun hukuman, sebagai perwujudan keadilbenaran-Nya (#/TB Mazm 58:11*) dalam kerangka perjanjian (#/TB Ul 7:10*). Israel mengharapkan bahwa ketaatan kepada Allah akan mendatangkan upah nyata di dunia ini (mis #/TB Ul 28*). Dan ada orang yg menarik kesimpulan yg salah: 1. bahwa keadilbenaran dengan sendirinya mendatangkan kemujuran; dan 2. bahwa penderitaan adalah pertanda sudah menyakiti hati Allah. Kitab Ayb; #/TB Mazm 37*; #/TB Mazm 73* membicarakan ihwal tersebut. Yesus menjanjikan bahwa murid-murid-Nya akan mendapat upah, tapi berkaitan dengan penyangkalan dunia dan penderitaan demi Injil, dengan maksud menjauhkan sikap mencari upah. Ia menempelak pikiran Farisi tentang pelayanan yg berjasa (#/TB Luk 17:10*) dan memadamkan keinginan akan upah yg berasal dari manusia (#/TB Mat 6:11*).
       Masih banyak ay lain yg menyebut upah sebagai konsekuensi yg wajar, ump maut sebagai upah dosa (#/TB Rom 6:23*), upah sebagai buah tahan uji (#/TB 1Kor 3:14*). Tapi janganlah sekali-kali menganggap bahwa Allah memberikan upah sebagai balas jasa; ‘upah’ adalah kebijakan kasih karunia Allah, yg suka memberikan sesuatu kepada umat-Nya untuk dinikmati. Melalui tindakan-tindakan kasih karunia demikian kita didorong supaya tetap bertahan dalam hidup Kristen.
       Bahkan dalam PL pun Allah sendiri dikenal sebagai yg Sendirinya adalah upah teristimewa (#/TB Kej 15:1*; #/TB Yes 62:10-12*; #/TB Mazm 63:1-8*). Yesus menunjukkan bahwa upah tak dapat dipisahkan dari diriNya sendiri dan dari Allah. Upah orang yg diselamatkan oleh Kristus mulai pada waktu ia hidup (#/TB 2Kor 5:5*), dan akan diterima sepenuhnya sesudah penghukuman nanti, ketika umat perjanjian menikmati hidup yg kekal dan melihat Allah untuk selama-lamanya (#/TB Wahy 21:3*).
BERKAT
       Ibrani berakha, sering dihubungkan dengan karunia benda, biasanya material (#/TB Ul 11:26*; #/TB Ams 10:22; 28:20*; #/TB Yes 19:24*, dll). Sering dipertentangkan dengan kutukan (#/TB Kej 27:12*; #/TB Ul 11:26-28; 23:5; 28:2; 33:23*) dan kadang-kadang dipakai dalam rumusan kata-kata yg merupakan ‘pemberkatan’ (#/TB Kej 27:36,38,41*; #/TB Ul 33:1*). Kata eulogia dalam PB juga dipakai dengan arti terakhir (#/TB Yak 3:10*), tapi ditambahkan arti karunia rohani yg didatangkan oleh Injil (#/TB Rom 15:29*; #/TB Ef 1:3*) dan karunia material pada umumnya (#/TB Ibr 6:7; 12:17*; #/TB 2Kor 9:5*, ‘kemewahan’).

KITA HARUS MENYADARI BAHAWA; Pekerja sendiri diberkati di dalam dia menerima anugerah ilahi untuk melaksanakan pekerjaannya bagi kemuliaan Allah; mereka yg memperoleh buah-buah dari tugas-tugas demikian, yg dikerjakan dalam semangat baru dan dengan kualitas baru diberkati juga; dan dalam semuanya itu Allah sendiri dimuliakan. Pekerjaan demikian dilakukan ‘di dalam’ dan ‘bagi’ Tuhan (bnd Rom 14:7,8; Ef 6:5-9; Kol 3:23,24).
  • Dengan cara itu orang menjadi penatalayan harta Allah (1Kor 4:1,2; bnd Mat 25:14-30) dan pelayan sesamanya (Mat 25:40; Gal 5:13 1Pet 4:10).
  • Kesungguhan iman seseorang pada akhirnya dibuktikan dengan kualitas pekerjaannya (Mat 16:27.
  • Namun demikian diterimanya si pekerja adalah merupakan perbuatan anugerah ilahi (bnd 1Kor 3:8-15; perhatikan terutama ay 1Kor 3:10).

Setiap orang yang bekerja keras, dengan baik, jujur, setia dan taat pada kerjanya {pemimpin atau rekan kerjanya} akan mendapatkan berkat jasmani berkelimpahan dan menjadi berkat bagi sesama untuk menjadi saksi bagi dunia kerja, dengan sabaliknya orang bekerja dengan tidak jujur, menipu, memeras orang lain untuk mendapatkan upah yang baik dan damai dalam hatinya.

       KEPUSTAKAAN.
H. W Beyer, TDNT 2, hlm 754-764; H. G Link, U Becker, NIDNTT 1, hlm 206-218. 
 http://artikel.sabda.org/landasan_teologis_dan_perilaku_etis_bisnis


No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...