I. Perbendaharaan kata
Alkitab
Prohorizo,
yg dipakai dalam PB hanya berkaitan dengan Allah sebagai pelaku, mengungkapkan
ihwal menunjuk terlebih dahulu (pro-) suatu keadaan bagi seseorang, atau
seseorang bagi suatu keadaan. PB memakai kata-kata majemuk pro- lainnya dalam
arti yg sama:
(1) Protasso, ‘menentukan (mengatur sebelumnya)’ (Kis 17:26);
(2) Protithemai, ‘rencana’ (Ef 1:9); tentang usul (niat) manusia (Rom 1:13; bnd pemakaian kata nama benda yg sama asalnya prothesis ‘rencana’, Rom 8:28; 9:11; Ef 1:11; 3:11; 2Tim 1:9);
(3) Prohetoimazo, ‘mempersiapkan sebelumnya’ (Rom 9:23; Ef 2:10);
(4) Procheirizo, ‘dari semula diuntukkan’ (Kis 3:20; 22:14);
(5) Prokheirotoio, ‘ditunjuk sebelumnya’ (Kis 10:41).
(1) Protasso, ‘menentukan (mengatur sebelumnya)’ (Kis 17:26);
(2) Protithemai, ‘rencana’ (Ef 1:9); tentang usul (niat) manusia (Rom 1:13; bnd pemakaian kata nama benda yg sama asalnya prothesis ‘rencana’, Rom 8:28; 9:11; Ef 1:11; 3:11; 2Tim 1:9);
(3) Prohetoimazo, ‘mempersiapkan sebelumnya’ (Rom 9:23; Ef 2:10);
(4) Procheirizo, ‘dari semula diuntukkan’ (Kis 3:20; 22:14);
(5) Prokheirotoio, ‘ditunjuk sebelumnya’ (Kis 10:41).
Problepo,
‘melihat sebelumnya’, mengandung gagasan tentang penentuan Allah yg efektif mendahului
dalam Gal 3:8; Ibr 11:40*; seperti yg nampak dalam hubungannya.
Demikian juga halnya proginosko, ‘mengetahui sebelumnya’ (Rom 8:29; 11:3; 1Pet 1:20), dan kata nama benda yg sama asalnya prognosis (1Pet
1:2; Kis 2:23). Arti yg sama kadang-kadang diberikan oleh kata-kata
kerja tanpa majemuk tasso (Kis 13:48; 22:10) dan horizo (Luk 22:22; Kis 2:23); yg pertama mengandung arti suatu pengaturan yg tepat dalam
urutan, yg kedua suatu penunjukan yg tepat. Perbedaan kata yg aneka ragamnya
ini memberi kesan yg benar tentang adanya segi yg bermacam-macam dari gagasan
yg diungkapkan. PB
merumuskan gagasan tentang penentuan sebelumnya yg dilakukan Tuhan dengan suatu
cara yg lain, yaitu dengan menceritakan bahwa apa yg mendorong dan menentukan
perbuatan-perbuatan Allah di dalam dunia-Nya, di antaranya keuntungan dan nasib
yg diberikan-Nya kepada manusia. Itu adalah kehendak-Nya sendiri (kata-kata
nama benda, boule, Kis 2:23; 4:28; Ef 1:11; Ibr 6:17;
boulema, Rom 9:19; thelema, Ef 1:5,9,11; thelesis, Ibr 2:4;
kata-kata kerja boulomai, Ibr 6:17; Yak 1:18; 2Pet 3:9 ;
thelo, Rom 9:22; Kol 1:27), atau ‘perkenan’-Nya (kata nama benda
eudokia, Ef 1:5,9; Mat 11:26; kata kerja eudokeo, Luk 12:32; 1Kor 1:21; Gal 1:15; Kol 1:19), yaitu keputusan-Nya sendiri
yg bebas yg mendahuluinya. Tapi ini bukanlah satu-satunya arti yg diberikan PB
tentang kehendak Allah.
Alkitab memahami maksud Allah bagi
manusia, seperti diungkapkan baik oleh perintah-perintah-Nya yg dinyatakan
kepada mereka maupun oleh pengaturan-Nya atas keadaan-keadaan mereka. Jadi
‘kehendak’-Nya dalam Alkitab meliputi baik hukum-hukum-Nya maupun rencana-Nya.
Karena itu beberapa dari istilah-istilah di atas juga dipakai untuk menunjuk
kepada perintah-perintah ilahi yg khusus (ump boule, Luk 7:30; thelema, 1Tes 4:3; 5:18). Tapi dalam ay-ay yg ditunjuk di atas, yg dimaksud ialah
rencana Allah yg berkaitan dengan kejadian-kejadian, dan inilah yg dibicarakan
dalam predestinasi.
PL tidak
menguraikan penentuan dari semula secara abstrak, tapi berbicara sering
mengenai Allah yg menentukan, merencanakan dan menetapkan hal-hal yg khusus.
Kenyataan-kenyataan ini dalam konteksnya menunjukkan bahwa rencana-Nya
mendahului dan tak tergantung pada peristiwa dan keadaan yg direncanakan (bnd Mazm 139:16; Yes 14:24-27; 19:17; 46:10 dab; Yer 49:20; Dan 4:24).
Pemakaian
kata-kata dalam Pa itu cocok dengan praktik tradisional, yg mengerti
predestinasi sebagai maksud Allah berkaitan dengan keadaan-keadaan dan nasib
manusia. Segi-segi yg lebih luas dari rencana-Nya dan pemerintahan-Nya yg
bersifat kosmis, paling memuaskan dimasukkan di bawah judul umum: pemeliharaan
Allah (providentia). Tapi untuk meraih arti predestinasi seperti yg disajikan
oleh Alkitab, maka predestinasi itu harus ditempatkan pada tempatnya dalam
rencana Allah sebagai suatu keseluruhan.
II. Penyajian Alkitab
A. Perjanjian Lama
PL
mengemukakan Allah al Khalik sebagai yg berpribadi, yg mahakuasa dan yg penuh
tujuan, serta memberi jaminan kepada kita, bahwa karena kuasa-Nya adalah tanpa
batas, maka tujuan-tujuan-Nya pasti dipenuhi (Mazm 33:10 dab; Yes
14:27; 43:13; Ayub 9:12; 23:13; Dan 4:35). Dia-lah Tuhan atas
setiap keadaan, yg mengatur dan memberi arah kepada segala sesuatu menuju
kepada akhir yg untuknya hal itu Dia buat (Ams 16:4), dan yg menentukan
setiap kejadian baik yg besar maupun yg kecil, mulai dari gagasan raja-raja
(Ams 21:1), dan kata-kata serta perbuatan-perbuatan segenap manusia yg
telah direnungkan terlebih dahulu (Ams 16:1,9), hingga jatuhnya undi yg
nampaknya sembarangan (Ams 16:33).
Tiada
sesuatu pun yg Allah tangani yg menjadi terlalu berat bagi-Nya (Kej
18:14; Yer 32:17). Gagasan bahwa penentangan manusia akan dapat
mengacaukan Dia, adalah gagasan yg teramat tolol (Mazm 2:1-4). Dalam
nubuat Yesaya gagasan tentang rencana Allah sebagai fakta yg menentukan dalam
sejarah, adalah lebih luas dibandingkan dalam kitab PL lainnya yg mana pun.
Yesaya menekankan bahwa tujuan-tujuan Allah adalah kekal, dan bahwa TUHAN
merencanakan kejadian-kejadian yg kini dan yg akan datang ‘lama sebelum masa
kini’, ‘sejak semula’ (bnd Yes 22:11; 37:26; 44:6-8; 46:10 dab); dan
justru karena Dia-lah dan bukan yg lain yg mengatur segala kejadian (Yes
44:7), maka terjadinya peristiwa yg Dia rencanakan tak dapat terhalangi (Yes 44:24-45:25; bnd 1Raj 22:17-38; Mazm 33:10 dab; Ams
19:21; 21:31). Kecakapan TUHAN menubuatkan hal-hal yg luar biasa yg pasti akan
terjadi membuktikan bahwa Ia mengawasi sejarah, sedang ketidakcakapan
berhala-berhala untuk meramalkan hal-hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak
mengawasinya (Yes 44:6-8; 45:21; 48:12-14).
Kadang-kadang TUHAN digambarkan sebagai bereaksi terhadap
keadaan-keadaan yg berkembang dengan cara yg nampaknya seolah-olah Ia tidak
menanggapinya (ump jika Ia menyesal, dan mengubah perbuatan-Nya yg pertama, Kej 6:5; Yer 18:8,10; 26:3,13; Yoel 2:13; Yun 4:2).
Tapi dalam hubungannya yg alkitabiah jelas bahwa tujuan dari antromorfisme ini,
ialah semata-mata menekankan bahwa Allah Israel benar-benar suatu pribadi, dan
bukan untuk menyebar keraguan terhadap apakah Ia benar-benar mengatur terlebih
dahulu serta mengawasi urusan-urusan manusia.
Bahwa
TUHAN berdaulat atas sejarah manusia menuju ke suatu tujuan, untuk membuat
terjadi tujuan yg telah Dia tetapkan sendiri bagi kesejahteraan manusia,
dijelaskan dalam cerita Alkitab sedini ‘Injil yg tertua’ (Kej 3:15) dan
janji-Nya kepada Abraham (Kej 12:3). Tema itu dikembangkan melalui
janji-janji di padang gurun peri kemakmuran dan perlindungan di Kanaan (bnd Ul 28:1-14), dan gambaran-gambaran nubuat tentang kemuliaan mesianik yg
akan menggantikan karya penghakiman Allah (Yes 9:2 dab; Yes 11:1 dab; Yes 23:5 dab; Yeh 34:20 dab; Yeh 37:21 dab; Hos
3:4 dab) dan mencapai puncaknya dalam wahyu Daniel tentang kemenangan Allah
atas kebangkitan dan kejatuhan kerajaan-kerajaan duniawi untuk menegakkan
pemerintahan Anak Manusia (Dan 7; bnd Dan 2:31-45). Suatu
eskatologi yg menyeluruh demikian tidak dapat dengan serius dikemukakan,
kecuali atas praduga bahwa Allah ialah Tuhan sejarah yg mutlak, yg mengetahui
dan mengatur terlebih dahulu seluruh perjalanannya.
Berkaitan dengan pandangan tentang
hubungan Allah dengan sejarah manusia inilah PL menguraikan pemilihan Allah
terhadap Israel untuk menjadi umat perjanjian-Nya, sasaran dan alat karya
penyelamatan-Nya. Pemilihan ini tak berdasarkan jasa jasa (Ul 7:6 dab; Yeh 16:1 dab), dan berdasarkan kasih karunia semata-mata. Pemilihan itu
bertujuan; Israel ditetapkan untuk suatu tujuan, supaya diberkati dan dengan
demikian menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain (bnd Mazm 67; Yes
2:2-4; 11:9 dab; 60; Za 8:20 dab; Za 14:16 dab). Tapi untuk
sementara pemilihan itu bersifat eksklusif, pemilihan Israel berarti
kesengajaan melewati sisa bangsa-bangsa (Ul 7:6; lih Mazm 147:19 dab; Am 3:2; bnd Rom 9:4; Ef 2:11 dab). Selama lebih dari
seribu tahun Allah membiarkan mereka berada di luar perjanjian, menjadi sasaran
penghakiman-Nya akibat kejahatan-kejahatan mereka sebagai bangsa (Am
1:3-2:3) dan umat yg terpilih itu menjadi sasaran kebencian-Nya (bnd Yes
13:19; dsb).
B. Perjanjian Baru
Penulis-penulis PB menerima sebagai benar kepercayaan PL, bahwa Allah
adalah Tuhan yg berdaulat atas segala kejadian, dan yg memerintah atas sejarah
bagi pemenuhan tujuan-tujuan-Nya. Kesaksian mereka yg seragam bahwa pelayanan
Kristus dan zaman kristiani mewujudkan pemenuhan nubuat-nubuat alkitabiah yg
dinubuatkan berabad-abad sebelumnya (Mat 1:22; 2:15,23; 4:14; 8:17; 12:17 dab; Yoh 12:38 dab; Yoh 19:24,28,36; Kis 2:17 dab; Kis
3:22 dab; Kis 4:25 dab; Kis 8:30 dab; Kis 10:43; 13:27 dab; Kis 15:15 dab; Gal 3:8; Ibr 5:6; 8:8 dab; 1Pet 1:10 dab; dsb), dan bahwa tujuan Allah yg hakiki dalam mengilhamkan Kitab-kitab
Ibrani adalah untuk memberi instruksi kepada umat kristiani (Rom 15:4; 1Kor 10:11; 2Tim 3:15 dab), cukup membuktikan hal ini. (Kedua
keyakinan itu diturunkan dari Tuhan Yesus sendiri: bnd Luk 18:31 dab; Luk 24:25 dab; Luk 24:44 dab; Yoh 5:39.) Tapi suatu
perkembangan baru, yakni gagasan tentang pemilihan kini diterapkan bukan kepada
Israel sebagai bangsa, melainkan kepada orang-orang pribadi yg percaya secara
kristiani (bnd Mazm 65:3) dan yg sudah dinubuatkan jauh pada perputaran
waktu paling dini.
PL
menyamakan pemilihan dengan panggilan Allah kepada Israel dalam sejarah (Neh 9:7), tapi PB membeda-bedakan kedua hal itu, dengan menggambarkan
perbuatan Allah dalam menentukan beberapa orang berdosa untuk diselamatkan di
dalam Kristus ‘sebelum dunia dijadikan’ (Ef 1:4; bnd Mat 25:34; 2Tim 1:9); perbuatan ini erat berhubungan dengan pemilihan-Nya atas
Kristus ‘sebelum dunia dijadikan’ (1Pet 1:20). Konsepsi PB yg seragam
ialah bahwa segala kasih karunia yg menyelamatkan, yg dikaruniakan kepada
manusia dalam waktu (pengenalan akan Injil, pengertian akan Injil dan kuasa
untuk menanggapinya, ketahanan dan kemulian yg final) mengalir dari pemilihan
ilahi dalam kekekalan.
Bahasa
Lukas dalam cerita Kis memberikan kesaksian yg menarik kepada kepercayaannya,
bukan hanya bahwa Kristus telah ditetapkan terlebih dahulu untuk mati, bangkit
dan memerintah (Kis 2:23,30 dab; Kis 3:20; 4:29 dab), tapi bahwa
penyelamatan adalah buah dari kasih karunia yg mendahuluinya (Kis 2:27;
11:18,21-23; 14:27; 15:7* dab; Kis 16:14; 18:27) yg diberikan sesuai
ketentuan ilahi (Kis 13:48; 18:10).
Dalam
Injil Yoh Kristus berkata bahwa Ia diutus untuk menyelamatkan sejumlah pribadi
yg telah ‘diberikan’ BapakNya kepada-Nya (Yoh 6:37 dab; Yoh
17:2,6,9,24; 18:9). Inilah ‘domba-domba-Nya’, orang-orang ‘milik’-Nya (10: 14
dab; Yoh 10:26* dab; Yoh 13:1). Bagi merekalah khususnya Ia berdoa
(Yoh 17:20). Ia berusaha untuk ‘menarik’ mereka kepadaNya oleh RohNya
(Yoh 12:32; bnd Yoh 6:44; 10:16,27; 16:8 dab); untuk memberikan
kepada mereka hidup yg kekal, dalam persekutuan dengan Dia sendiri dan dengan
Bapak (Yoh 10:28; bnd Yoh 5:21; 6:40; 17:2; Mat 11:27); untuk
memegang mereka, tanpa kehilangan seorang pun (Yoh 6:39; 10:28 dab; bnd Yoh 17:11,15; 18:9); untuk membawa mereka kepada kemuliaan-Nya (Yoh
14:2 dab; bnd Yoh 17:24), dan untuk membangkitkan mereka pada hari
terakhir (Yoh 6:39 dab; bnd Yoh 5:28 dab). Asas bahwa mereka yg
menikmati keselamatan menikmatinya karena penetapan ilahi, di sini dijadikan
jelas sekali.
Penjelasan yg paling lengkap mengenai asas ini disajikan dalam
tulisan-tulisan Paulus. Paulus mengumumkan bahwa sejak kekal Allah telah
mempunyai rencana (prothesis) untuk menyelamatkan suatu gereja, sekalipun pada
zaman angkatan-angkatan dahulu rencana ini tidak diberitakan kepada anak-anak
manusia (Ef 3:1-11). Tujuan rencana itu ialah bahwa manusia dijadikan
anak-anak angkat Allah dan diperbarui dalam gambar Kristus (Rom 8:29),
dan bahwa gereja — persekutuan mereka yg telah diperbarui — akan tumbuh hingga
kepada kepenuhan Kristus (Ef 4:13).
Para
orang percaya boleh bergirang dalam kepastian, bahwa sebagian dari rencana
Allah telah menetapkan mereka supaya secara pribadi mendapat bagian dalam
ketetapan ini (Rom 8:28 dab; Ef 1:3 dab; 2Tes 2:13; 2Tim
1:9; bnd 1Pet 1:1 dab). Pemilihan itu seluruhnya adalah karena kasih
karunia (2Tim 1:9), tanpa memperhatikan jasa, bahkan tanpa ‘memperhatikan
ketidakjasaan’ (bnd Yoh 15:19; Ef 2:1 dab). Karena Allah berdaulat,
maka pilihan-Nya dari semula menjamin keselamatan. Daripada-Nya keluar
‘panggilan’ yg berdaya guna, yg menghasilkan jawaban iman yg diperintahkan-Nya
(Rom 8:28 dab; bnd Rom 9:23 dab; 1Kor 1:26 dab; Ef
1:13; 2Tes 2:14), pembenaran (Rom 8:30), pengudusan (1Tes
2:13), dan pemuliaan (Rom 8:30), di mana bentuk kata kerja dlm waktu yg
telah lampau pasti mengandung arti pemuliaan itu terjamin; 2Tes 2:14).
Paulus
memberikan ajaran ini kepada orang Kristen, orang-orang yg telah ‘dipanggil’,
supaya mereka pasti tahu keamanan masa kini dan keselamatan yg terakhir, dan
untuk menjadikan mereka menyadari betapa besarnya hutang mereka terhadap belas
kasihan Allah. Orang’yg dipilih’ yg dibicarakan dalam tiap surat ialah dirinya
sendiri dan orang-orang percaya yg dikirimi surat (’ kamu’, ‘kami’).
Ada yg
berkata bahwa ‘pengetahuan Allah yg mendahului’ bukanlah ‘penetapan terlebih
dahulu’, dan pemilihan terhadap pribadi-pribadi dalam PB itu berarti Allah
telah mengetahui terlebih dahulu bahwa orang-orang yg dipilih itu akan menerima
Injil. Artinya, Ia tidak menentukannya. Kesulitan pandangan ini ialah:
(1) berarti, pemilihan didasarkan pada amal dan jasa, sedang Alkitab menandaskan pemilihan berdasarkan kasih karunia (Rom 9:11; 2Tim 1:9), dan kasih karunia tidak memperhatikan sama sekali apa yg dikerjakan manusia untuk dirinya sendiri (Rom 4:4; 11:6; Ef 2:8 dab; Tit 3:5);
(2) jika pemilihan itu dilakukan supaya orang percaya (2Tes 2:13) dan supaya ia berbuat baik (Ef 2:10), maka pemilihan itu tak dapat dilakukan atas dasar pengetahuan yg mendahului hal-hal itu;
(3) seandainya pandangan itu benar, Paulus seharusnya menunjuk bukan kepada pemilihan Allah, tapi kepada iman orang Kristen sendiri sebagai dasar bagi kepastian akan keselamatannya yg final;
(4) Alkitab memberi kesan menyamakan pengetahuan terlebih dahulu dengan penetapan terlebih dahulu (bnd Kis 2:23).
(1) berarti, pemilihan didasarkan pada amal dan jasa, sedang Alkitab menandaskan pemilihan berdasarkan kasih karunia (Rom 9:11; 2Tim 1:9), dan kasih karunia tidak memperhatikan sama sekali apa yg dikerjakan manusia untuk dirinya sendiri (Rom 4:4; 11:6; Ef 2:8 dab; Tit 3:5);
(2) jika pemilihan itu dilakukan supaya orang percaya (2Tes 2:13) dan supaya ia berbuat baik (Ef 2:10), maka pemilihan itu tak dapat dilakukan atas dasar pengetahuan yg mendahului hal-hal itu;
(3) seandainya pandangan itu benar, Paulus seharusnya menunjuk bukan kepada pemilihan Allah, tapi kepada iman orang Kristen sendiri sebagai dasar bagi kepastian akan keselamatannya yg final;
(4) Alkitab memberi kesan menyamakan pengetahuan terlebih dahulu dengan penetapan terlebih dahulu (bnd Kis 2:23).
III. Pemilihan dan penolakan
‘Penolakan’
pertama-tama muncul dalam Yer 6:30 (bnd Yes 1:22) berupa kiasan
pemurnian logam. Gagasan yg terkandung dalamnya ialah, bahwa sesuatu yg karena
keadaannya telah rusak, tak dapat lulus dari pengujian Allah, dan yg karena itu
ditolak oleh-Nya. Perumpamaan itu muncul lagi dalam PB, dipakai untuk
menggambarkan dunia bangsa-bangsa non-Yahudi (Rom 1:28) dan bagi orang
Kristen (1Kor 9:27; 2Kor 13:5 dab; bnd 2Tim 3:8; Tit
1:16). Tapi teologi kristiani sejak Agustinus, bicara tentang penolakan bukan
sebagai penolakan Allah terhadap orang-orang yg berbuat dosa di dalam sejarah
hidup ini, melainkan sebagai apa yg ada di belakangnya, yaitu sebagai keputusan
Allah sejak kekal, untuk melewati mereka dan tidak memberikan kepada mereka
kasih karunia-Nya yg menyelamatkan (bnd 1Pet 2:8; Yud 1:4).
Demikianlah menjadi lazim untuk merumuskan predestinasi (penentuan dari semula)
sebagai terdiri dari pemilihan dan penolakan bersama-sama.
Sudah
dipersoalkan, apakah penolakan harus dengan cara itu dimasukkan ke dalam
prothesis atau rencana Allah yg kekal. Ada beberapa orang yg membenarkan usaha
memasukkannya dengan bersandar kepada Rom 9:17 dab; 21 dab; Rom
11:7 dab. Agaknya sulit mengingkarinya mengingat Rom 9:22, bahwa
pengerasan hati dan tidak selamatnya beberapa orang, yg dalam ay Rom
9:19-21 ditunjukkan oleh Paulus sebagai hak Allah, benar-benar mewujudkan
bagian dari maksud predestinasi-Nya; sekalipun perlu diperhatikan, bahwa maksud
Paulus ialah untuk menekankan bukan kekerasan Allah untuk menolak, melainkan
kesabaran-Nya untuk menahan kemurkaan-Nya terhadap orang-orang yg telah menjadi
masak untuk dibinasakan (bnd Rom 2:4). Tapi untuk menetapkan jangkauan yg
sebenarnya dari ay-ay ini dalam hubungannya tidaklah mudah; lih buku-buku
tafsiran.
KEPUSTAKAAN.
- Arndt; 13.13 Warfield, ‘Predestination’, J Denney, ‘Reprobation’, di HDB; Calvin, Institutes, 3, 21-24;
- Calvin, Concerning the Eternal Predestination of God, terjemahan Inggris oleh J. K. S Reid, 1960;
- E Jacob, Theology of the Old Testament, terjemahan Inggris, 1958, hlm 183-207;
- G. C Berkouwer, Divine Election, 1960; Tafsiran-tafsiran atas Rom 9; 10; 11, khususnya Sanday dan Headiam, ICC, 1902; P Jacobs, H Krienke, NIDNTT 1, hlm 692-697.
No comments:
Post a Comment