HARI RAYA PASKAH
Kel 12 membicarakan:
(1) peristiwa sejarah
Israel yg dilepaskan dari perbudakan di Mesir;
(2) peringatannya yg
terus berulang (Misynah Pesakhim Kel 9:5). Berhubungan dengan itu, walaupun
terpisah, adalah
(3) larangan ragi, yg melambangkan sifat ketergesa-gesaan
pada malam Keluaran yg tak terlupakan itu, dan
(4) penyerahan anak
sulung kepada Tuhan, kemudian korban-korban yg mengingatkan mereka bahwa Allah
melewati rumah-rumah yg berlabur darah.
Sangat mungkin bahwa Musa mengubah upacara-upacara kuno
menjadi upacara Paskah: Hari Raya Roti Tidak Beragi merupakan pesta petani,
Hari Raya Paskah pesta orang pengembara dan penggembala (EBr, 1974, Makropaedia, jilid
10, hlm 219 dst). Mungkin Paskah mula-mula dihubungkan dengan
penyunatan, penyembahan roh-roh, pesta kesuburan atau korban anak sulung (lih
H. H Rowley, Worship in Ancient Israel, 1967, hlm 47 dst). Hingga thn
70 M orang Yahudi merayakan Paskah di Yerusalem di setiap rumah dalam wilayah
kota. Dan Anak Domba Paskah disembelih dalam suatu upacara di pelataran Bait
Suci. Sesudah Bait Suci hancur dan kebangsaan Yahudi hilang karena peperangan,
Paskah menjadi upacara rumah tangga saja.
Orang Samaria
masih merayakan Paskah di G Gerizim sesuai upacara Paskah menurut Israel Utara
kuno. Mereka memisahkan Paskah dari Hari Raya Roti Tidak Beragi. Berbeda dengan
orang Yahudi, orang Samaria masih menyembelih seekor anak domba. Karena puncak
Gerizim sudah menjadi kuburan, maka mereka menggunakan lerengnya (EBr,
Mikropaedia, jilid 4, hlm 494). Hal ini mereka dasarkan pada pembacaan
‘Gerizim’ di Ul 27:4 (ganti ‘Ebal’)
dan di Ul 12:5,14; 16:16 (ganti ‘Sion’). Pernah ada Bait
tandingan di Gerizim (lih R de Vaux, Ancient Israel, 1961, hlm
342 dst) tapi penanggalannya masih dipersoalkan (bnd J Macdonald, The Theology of
the Samaritans, 1964).
Dalam PL
Kel 12 yg
merupakan titik berangkat penelitian cukup jelas tentang pokok-pokok berikut.
1. Paskah (Ibrani pesakh),
berasal dari kata kerja yg artinya ‘melewatkan’ dengan makna ‘menyelamatkan’ (Kel 12:13,27 dst). Jelas, pandangan yg mengatakan bahwa Allah secara harfiah
‘melewati’ rumah-rumah orang Israel yg sudah berlabur darah dan membunuh
orang-orang Mesir, mempunyai makna yg cocok. Istilah Paskah dipakai baik untuk
perayaan maupun untuk hewan korban. Menurut BDB ada kata kerja seakar yg
berarti ‘berjalan pincang’ dan ada teori lain (lih T. H Gaster, Passover: Its
History and Traditions, 1949, hlm 23-25). Tapi KB mengambil kesimpulan
lain.
2. Bulan Abib, yg kemudian disebut bulan
Nisan, adalah bulan musim menuai dan waktu terjadinya Paskah pertama,
dijadikan bulan pertama dari tahun Yahudi sebagai penghormatan (Kel 12:2; Ul
16:1; bnd Im 23:5; Bil 9:1-5; 28:16).
3. Korban Paskah, apakah itu anak domba
seperti yg umum dinalar? Dalam Ul 16:2 pemilihan binatang sembelihan
itu pasti jauh lebih rinci, dalam Kel
12:3-5* hal itu merupakan soal tafsiran. Kata Ibrani seh (Kel 12:3), menurut
BDB artinya adalah domba atau kambing, tanpa mempersoalkan umur, menurut KB
artinya ‘anak’ domba atau kambing. Ada juga persoalan tentang terjemahan
setepatnya dari kata ben-syana (Kel 12:5), yg arti harfiahnya ialah ‘anak
berumur setahun’. Jika itu maksud yg sebenarnya, seperti dipertahankan oleh
beberapa ahli, yakni binatang yg umurnya antara 12 dan 24 bulan (bnd
Gesenius-Kautzsch-Cowley, Hebrew Grammar, bg 128 v; G. B Gray, Sacrifice in the
OT, 1925, hlm 345-351), maka yg dimaksud ialah domba atau kambing
yg sudah besar. Tapi tafsiran tradisional yg mengambil umur 12 bulan sebagai
batas umur teratas, bukan sebagai batas umur terbawah, sama sekali belum
terbukti salah. Talmud pada umumnya cenderung membatasi domba Paskah itu dalam
lingkungan kambing domba, dan lebih mengikuti Kel daripada Ul (lih ump Menakhot Kel 7:6 bersama Gemara). Pilihan domba atau
anak domba, domba atau kambing beberapa kali diizinkan (Pesakhim Kel 8:2 b;
66a), tapi pendapat umum agak lebih cenderung memilih domba (Shabbath Kel 23:1;
Kelim Kel 19:2; Pesakhim 69b; dst). Suatu keputusan tanpa menentukan setepatnya
umur binatang korban Paskah itu, mengucilkan betina, atau jantan yg umurnya
sudah lewat 2 thn, yg secara diam-diam menopang tafsiran umur 1 thn (Pesakhim Kel
9:7). Tapi ada keterangan yg mengandung pertentangan, yg menerangkan secara
pasti, bahwa korban Paskah berlaku sudah sejak umur 8 hari (Parah Kel 1:4).
Sekalipun penggunaan semesta dari kata domba tidak dapat dibuktikan secara
pasti berdasarkan Alkitab atau Talmud, tapi paling sedikit jelas, bahwa hal ini
lumrah sekali. Boleh diperhatikan, bahwa juga masa kini orang Samaria menuruti
tradisi kuno masih mengorbankan seekor anak domba di lereng G Gerizim.
4. Pada malam Paskah di Mesir,
kedua tiang pintu dan ambang atas dari setiap pintu rumah orang Israel dilabur
dengan darah domba. Sementara orang menduga ada hubungannya dengan sihir. Darah
itu ditaruh dalam sebuah pasu, Ibrani saf (kata ini dapat juga berarti ‘ambang’),
dilakukan dengan memakai seikat hisop, yaitu daun dari marjoram, suatu lambang
biasa untuk ketahiran (lih juga N. H Snaith, The Jewish New Year
Festival, 1947, hlm 21 dst).
5. Dalam Kel 12:6; 16:12*; Im 23:5*; Bil
9:3,5,11* terdapat ungkapan ‘pada waktu senja’ (Ibrani har, ‘di antara dua
malam’). Ada dua tafsiran menurut praktik dalam masyarakat: diartikan
antara jam 15.00 dan terbenamnya matahari, yg merupakan versi Farisi (Pesakhim
61 a; Jos. BJ 6. 423), atau, antara terbenamnya matahari dan malam,
versi Samaria dan masyarakat lain. Seperti diterangkan Edersheim, waktu yg
lebih dini (sore) memberi kesempatan yg lebih panjang untuk menyembelih
anak-anak domba yg cukup banyak, jadi merupakan tafsiran yg lebih tepat.
6. Kel 12:43-49 melarang non-Yahudi turut
merayakan Paskah, tapi membuka kesempatan bagi proselit yg diharapkan akan
mengikuti segala tata cara upacara.
Seluruh drama
dan arti rohani dari Kel 12 dituangkan dalam 17 kata yg penuh arti dalam Ibr
11:28.
Perayaan
Paskah yg digambarkan Ul 16 dalam beberapa segi yg penting berbeda dari
perayaan Paskah dalam Kel 12. Tekanan diberikan kepada darah yg menghilang;
upacara yg khas bersifat rumah tangga sudah menjadi suatu persembahan resmi
pada pusat tempat kudus, dengan adanya pilihan yg agak lebih luas tentang
binatang korbannya. Ay TB Kel 12:7 menyebut ‘memasak’ bukan memanggang korban
itu. Hari Raya Paskah dan Hari Raya Roti Tidak Beragi, yg di sini disebut roti
penderitaan, sudah dibaurkan lebih seksama dibandingkan dalam Kel. Ini
merupakan perkembangan, peristiwa itu diubah menjadi peringatan, bukan
pertentangan; lagi pula cocok dengan bukti PB. Jadi, tidak mutlak harus
diterima bahwa ada selang waktu yg besar antara kedua ps itu;
perubahan-perubahan suasana bisa sudah diramalkan pada masa perjalanan di
padang gurun. Selanjutnya ada tercatat, bahwa sebulan kemudian, Hari Raya
Paskah kedua diadakan untuk kepentingan orang-orang yg secara peraturan imamat
tidak tahir pada Paskah pertama (TB Bil 9:1-14).
Paskah
dirayakan di dataran Yerikho waktu Israel mulai menaklukkan tanah Kanaan (TB
Yos 5:10 dab). Pada masa pemerintahan raja Hizkia (2Taw 30:1-27) dan Yosia
(2Taw 35:1-19), tempat perayaan Paskah yg dianggap tetap adalah Bait Suci
di Yerusalem. Perayaan raja Hizkia memanfaatkan perayaan Paskah kedua yg sah,
yg disebut di atas, sebab umat Israel tidak berkumpul di Yerusalem, dan para
imam tidak dalam ketahiran imamat, seperti pada hari yg terdahulu itu. Uraian
pendek dari nabi Yehezkiel (Yeh 45:21-24) membicarakan perayaan Paskah di
Bait Suci idaman menurut gambarannya. Ketiga pokok yg menarik perhatian ialah,
peran serta pemimpin negara secara penuh, adanya korban penghapus dosa, dan
perubahan yg menyeluruh dari perayaan keluarga menjadi perayaan umat Israel.
Binatang-binatang sembelihan yg disebut-sebut ialah lembu, kambing dan anak
kambing. Peraturan-peraturan Kitab Ul agak lumayan diperluas, walau tidak.
ditempatkan dalam pola pikiran yg baru.
Kebiasaan
orang Yahudi pada masa terakhir penggunaan Bait Suci yg dibangun oleh raja
Herodes, digambarkan dalam traktat Misyna Pesakhim. Khalayak umum berkumpul di
pelataran luar Bait Suci itu, berkelompok-kelompok untuk menyembelih
domba-domba Paskah. Imam-imam berdiri baris dua; dalam satu baris setiap imam
memegang sebuah pasu emas, dalam baris yg satu lagi setiap imam memegang sebuah
pasu perak. Pasu yg menampung darah dari domba sembelihan yg bakal mati itu
diserahkan dari tangan ke tangan demikian terus sampai ke ujung baris, dan di
situ darah tersebut dibuang oleh imam terakhir dengan acara tertentu di atas
mezbah. Semua ini dilakukan dengan menyanyikan Hallel, atau Mazm 113; 114; 115;
116; 117; 118*. Kelompok tadi biasanya bersifat keluarga, tapi dapat juga
ikatan lain, seperti ikatan yg mempersatukan Tuhan Yesus dan murid-Nya.
Dalam PB
Pada zaman
PB domba Paskah disembelih menurut upacara — di Bait Suci. Tapi makanan Paskah
itu boleh dimakan di setiap rumah dalam wilayah kota. Suatu kelompok yg terikat
satu sama lain oleh ikatan-ikatan bersama, seperti Yesus dengan murid-Nya,
boleh merayakan Paskah, seolah-olah mereka merupakan keluarga. Jemaat Kristen
segera sesudah penutupan kanon PB, sadar bahwa Perjamuan Kudus yg ditetapkan
Yesus, menggantikan Paskah, dan bahwa inilah tujuan yg Dia maksud.
Sesudah Bait
Suci Yerusalem musnah thn 70 M, tidak mungkin lagi menyembelih domba korban
sesuai tata upacara PL. Dan perayaan Paskah Yahudi kembali lagi menjadi
perayaan keluarga, seperti yg dulu pada Paskah pertama, ibarat roda yg berputar
kembali tepat pada permulaannya. Upacara minum anggur yg diharuskan paling
sedikit empat kali yg merupakan pembaharuan kemudian hari, (barangkali) tidak
luput dari kemungkinan penyalahgunaan. Masih tetap ada daya hidup dalam adat
Yahudi itu.
KEPUSTAKAAN.
- J Jeremias, TDNT 5, hlm 896-904; SB, 4.1, hlm 41-76; B Schaller, NIDNTT 1, hlm 632-635;
- R. A Stewart, ‘The Jewish Festivals’, EQ 43, 1971, hlm 149-161;
- G. B Gray, Sacrifice in the OT, 1925, hlm 337-397;
- A Edersheim, The Temple: Its Ministry and Services as they were in the Time of Jesus Christ;
- J. B Segal, The Hebrew Passover from Earliest Times to AD 70, 1963:
- A GuiIding, The Fourth Gospel and Jewish Worship, 1960;
- J Jeremias, Jerusalem in the Time of Jesus, 1969.
No comments:
Post a Comment