DOSA
I. Artinya
Alkitab
menggunakan beberapa istilah untuk dosa. Kata Ibrani yg paling umum ialah
khatta’t (dlm berbagai bentuk dari akar kata yg sama), ‘awon, pesya ‘ra‘; dan
kata Yunani ialah hamartia, hamartema, parabasis, paraptoma, poneria, anomia
dan adikia. Ada beda pengertian terkandung dalam masing-masing istilah itu yg
memantulkan berbagai segi, dan dari situ orang mengenali dosa. Dosa ialah
kegagalan, kekeliruan atau kesalahan, kejahatan, pelanggaran, tidak menaati
hukum, kelaliman atau ketidakadilan. Dosa ialah kejahatan dalam segala
bentuknya.
Tapi
keterangan tentang dosa janganlah begitu saja dikutip dari istilah-istilah
dalam Alkitab. Ciri utama dosa dalam segala seginya ialah tertuju kepada Allah.
Daud mengungkapkan hal ini dalam pengakuannya, ‘Terhadap Engkau, terhadap
Engkau sajalah aku telah berdosa’ (#/TB Mazm 51:4*), dan Paulus dalam
tuduhannya, ‘Keinginan daging ialah perseteruan terhadap Allah’ (#/TB Rom
8:7*). Kepastian arah ini harus dipertimbangkan bila hendak mencari pengertian
yg dikandung istilah-istilah yg bermacam-macam itu. Setiap pengertian tentang
dosa yg tidak dilatari penentangan yg tertuju kepada Allah, adalah merupakan
penyimpangan dari arti yg digambarkan Alkitab.
Pikiran umum
bahwa dosa adalah melulu keakuan, menunjukkan pemahaman yg salah tentang kodrat
dosa dan bobot kejahatannya. Dari awalnya dan sepanjang perkembangannya, dosa
adalah setiap penentangan yg ditujukan kepada Allah, dan patokan inilah yg
dapat menerangkan keanekaan bentuk dan kegiatan dosa. Apabila Alkitab berkata
bahwa ‘dosa ialah pelanggaran hukum Allah’ (#/TB 1Yoh 3:4*), maka kepada
pengertian yg sama inilah perhatian kita ditujukan. Hukum Allah ialah gambaran
dari kesempurnaan Allah; dalam hukum-Nya, kekudusan-Nya-lah yg terungkap untuk
mengatur pikiran dan tindakan, selaras dengan kesempurnaan-Nya. Pelanggaran
ialah penentangan atas apa yg dituntut kemuliaan Allah dari kita, yg pada
hakikatnya sama dengan menentang Allah sendiri.
II. Asal mula dosa
Dosa sudah ada
di alam semesta sebelum Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Ini terbukti dari
hadirnya penggoda itu di Taman Eden dengan kata-kata godaannya. Tapi Alkitab
tidak memberikan keterangan tentang kejatuhan Iblis dan malaikat-malaikatnya ke
dalam dosa, kecuali asal mula dosa dalam kaitannya dengan manusia.
#/TB Kej 3*
menceritakan jalannya peristiwa pencobaan, dan #/TB 1Tim 2:14* mengulas
pencobaan itu (bnd #/TB Yak 1:13-14*). Serangan Iblis ditujukan terhadap
keutuhan dan kebenaran Allah (bnd #/TB Kej 3:4*). Dan silat katanya yg
meyakinkan Hawa ialah, bahwa Hawa bersama suaminya akan menjadi sama seperti
Allah, yakni akan mengenal yg baik dan yg jahat (bnd #/TB Kej 3:5*). Kepada
keinginan durhaka inilah perhatian Hawa dipusatkan, dan secara khusus dalam
tanggapannya terungkap bisikan, ‘Pohon itu menarik hati karena memberi
pengertian’, yg justru adalah tahapan menuju aib dan kemurtadan dalam hati dan
pikiran Hawa. Reaksi Hawa menunjukkan bahwa Iblis berhasil menjerat kepercayaan
Hawa, dan bahwa Hawa membenarkan dakwaan Iblis terhadap kebenaran Allah. Reaksi
itu juga menunjukkan bahwa Hawa ingin menjadi sama seperti Allah — tahu yg baik
dan yg jahat.
Jenis
keinginan atau hawa nafsu itulah yg disoroti untuk melacak asal mula dosa. Hawa
memberikan tempat kepada Iblis, yg hanya boleh diduduki Allah saja. Hawa
menyetujui serangan Iblis yg bersifat paling menghujat atas kedaulatan Allah.
Hawa menginginkan bagi dirinya hak-hak khusus Allah. Dalam kesediaannya
berbincang-bincang dengan penggoda, dalam ketiadaan niatnya menolak saran-saran
penggoda yg demikian kasar dan lancung, dan dalam persetujuan hatinya secara
diam-diam terletak tahapan langkah-langkahnya yg mendahului tindakannya memakan
buah terlarang itu.
Di situlah
letaknya asal mula dosa dan sifatnya yg sesungguhnya. Dosa tidak bermula pada
tindakan yg terang-terangan; dosa timbul dari hati dan pikiran (bnd #/TB Mr
7:21-23*). Kebusukan hati terungkap sendiri dalam perbuatan melanggar perintah
Allah; Adam dan Hawa mula-mula sesat dari Allah, barulah kemudian mereka
melakukan pelanggaran-pelanggaran nyata. Mereka dihanyutkan oleh hawa nafsu
sendiri dan tergoda. Bagaimana ini dapat terjadi dalam hal mereka, itulah
rahasia asal mula dosa.
Bobot
kejahatan dosa yg pertama itu nampak dalam kenyataan, bahwa dosa itu memperkosa
kedaulatan Allah dan perintah-Nya dalam hal kekuasaan, kebaikan, hikmat,
keadilan, kesetiaan dan kasih karunia-Nya. Pelanggaran berarti membuang
kekuasaan Allah, meragukan kebaikan hatiNya, menengkari hikmat-Nya, menolak
keadilan-Nya, memutarbalikkan kebenaran-Nya, dan menghinakan kasih karunia-Nya.
Lawan dari segenap kemahasempurnaan Allah ialah dosa. Dan melawan itu adalah
tetap watak dosa.
III. Akibat-akibat dosa
Dosa Adam
dan Hawa bukanlah peristiwa yg berdiri sendiri tanpa kaitan. Akibat-akibatnya
terhadap mereka, terhadap keturunannya dan terhadap dunia segera kelihatan.
a. Sikap manusia terhadap Allah
Perubahan
sikap Adam dan Hawa terhadap Allah menunjukkan pemberontakan yg terjadi dalam
hati mereka. ‘Bersembunyilah manusia dan istrinya itu terhadap Allah Yahweh di
antara pohon-pohonan dalam taman’ (#/TB Kej 3:8*), dan ‘ditutupilah dirinya dengan
cawat’ (#/TB Kej 3:7*). Padahal manusia diciptakan untuk hidup di hadapan Allah
dan dalam persekutuan dengan Dia. Tapi sekarang — setelah mereka jatuh ke dalam
dosa — mereka gentar berjumpa dengan Allah (bnd #/TB Yoh 3:20*). Rasa malu dan
ketakutan yg sekarang merajai hati mereka (bnd #/TB Kej 2:25; 3:7,10*)
menunjukkan bahwa perpecahan sudah terjadi.
b. Sikap Allah terhadap manusia
Perubahan
tidak hanya terjadi pada sikap manusia terhadap Allah, tapi juga pada sikap Allah
terhadap manusia. Hajaran, hukuman, kutukan dan pengusiran dari Taman Eden,
semuanya ini menandakan perubahan itu. Dosa timbul pada satu pihak, tapi
akibat-akibatnya melibatkan kedua pihak. Dosa menimbulkan amarah dan kegusaran
Allah, dan memang harus demikian sebab dosa bertentangan mutlak dengan hakikat
Allah. Mustahil Allah masa bodoh terhadap dosa, karena mustahil pula Allah
menyangkali diriNya sendiri.
c. Akibat-akibatnya terhadap umat
manusia
Sejarah
umat manusia berikutnya melengkapi daftar kejahatan (#/TB Kej 4:8,19,23,24;
6:2,3,5*). Dan timbunan kejahatan yg merajalela itu mencapai kesudahannya dalam
pemusnahan umat manusia, kecuali 8 orang (#/TB Kej 6:7,13; 7:21-24*). Kejatuhan
ke dalam dosa berakibat tetap dan menyeluruh, tidak hanya menimpa Adam dan
Hawa, tapi juga menimpa segenap keturunan mereka; dalam ihwal dosa dan
kejahatan terkandung solidaritas insani, yakni sama-sama langsung terhisab
dalam perbuatan dosa itu dan menanggung segala akibatnya.
d. Akibat-akibatnya terhadap alam
semesta
Akibat-akibat dari kejatuhan ke dalam dosa meluas sampai ke alam
semesta. ‘Terkutuklah tanah ini karena engkau’ (#/TB Kej 3:17*; bnd #/TB Rom
8:20*). Manusia adalah mahkota seluruh ciptaan, dijadikan menurut gambar Allah,
dan karena itu merupakan wakil Allah (#/TB Kej 1:26*). Bencana kejatuhan
manusia ke dalam dosa mendatangkan bencana laknat atas alam semesta, yg tadinya
atasnya manusia telah dikaruniai kuasa. Dosa adalah peristiwa dalam kawasan rohani
manusia, tapi akibatnya menimpa seluruh alam semesta.
e. Munculnya maut
Maut
adalah rangkuman dari hukuman atas dosa. Inilah peringatan yg bertalian dengan
larangan di Taman Eden (#/TB Kej 2:17*), dan merupakan pengejawantahan langsung
kutuk ilahi atas orang berdosa (#/TB Kej 3:19*). Maut sebagai gejala alamiah,
ialah porandanya unsur-unsur kedirian manusia yg pada asalinya adalah utuh dan
padu sejalin. Keporandaan ini melukiskan hakikat maut, yaitu keterpisahan, dan
hal ini terungkap sejelas-jelasnya dalam terpisahnya manusia dari Allah, yg
nyata pada pengusiran manusia dari Taman Eden. Oleh karena dosa, manusia gentar
menghadapi kematian (#/TB Luk 12:5*; #/TB Ibr 2:15*).
IV. Dosa ditanggungkan pada segenap umat manusia
Dosa
pertama, yaitu dosa Adam, mempunyai makna dan dampak khas bagi seluruh umat
manusia. #/TB Rom 5:12,14-19* dan #/TB 1Kor 15:22* memberi penekanan pada
pelanggaran yg satu itu oleh manusia yg satu itu, dan hanya karena pelanggaran
yg satu itulah dosa, hukuman dan maut berkuasa dan menimpa segenap umat
manusia. Dosa itu disebut ‘seperti yg telah dibuat oleh Adam’, ‘pelanggaran
satu orang’, ‘satu pelanggaran’, ‘ketidaktaatan satu orang’ (#/TB Rom
5:14,15,16,19*). Pasti yg dimaksudkan ialah pelanggaran pertama dari Adam. Jadi
anak kalimat dalam #/TB Rom 5:12* ‘karena semua orang telah berbuat dosa’,
menunjuk kepada dosa-dosa segenap umat manusia terhisab di dalam dosa Adam. Itu
tidak menunjuk kepada dosa-dosa nyata segenap umat manusia, apalagi kepada
kebusukan hati yang diwarisi manusia. Lagipula anak kalimat dari ay #/TB Rom
5:12* tadi jelas menyatakan bagaimana ‘semua orang telah jatuh di dalam kuasa
maut’ (ay #/TB Rom 5:15*), dan dalam ay-ay berikutnya ditekankan ‘pelanggaran
yg satu itu’ (TBI, ‘satu pelanggaran itu’).
Jika bukan
dosa yg satu itu yg dimaksudkan, maka Paulus telah menandaskan dua hal yg
berlainan dengan mengaitkannya pada pokok yg sama dalam konteks naskah yg sama.
Justru satu-satunya keterangan terhadap kedua bentuk pernyataan ini, ialah
semua orang terhisab dalam dosa Adam. Kesimpulan itu juga yg harus diambil dari
#/TB 1Kor 15:22* ‘di dalam Adam semua orang mati’. Maut ialah upah dosa, dan
melulu akibat dosa (#/TB Rom 6:23*). Karena semua mati di dalam Adam, maka
penyebabnya adalah karena semua berdosa di dalam Adam.
Menurut
Alkitab, jenis solidaritas pada keterhisaban dengan Adam, yg menerangkan
segenap umat manusia terhisab dalam dosa Adam, sama dengan jenis solidaritas
dengan Kristus, yakni terhisab dalam karya penyelamatan Kristus bagi semua
orang yg dipersatukan dengan Dia. Gambaran kesejajaran Adam dengan Kristus
dalam #/TB Rom 5:12-19*; #/TB 1Kor 15:22,45-49* menjelaskan jenis hubungan yg
sama antara kedua Tokoh itu dengan manusia. Kita tidak perlu mendalilkan
sesuatu kenyataan dalam hal Adam dan umat manusia melebihi apa yg kita jumpai
dalam hal Kristus dan umat-Nya. Kristus adalah Kepala yg mewakili umat-Nya.
Kekepalaan demikianlah yg mutlak mendasari solidaritas segenap umat manusia dalam
keterhisabannya berdosa dalam dosa Adam.
Menolak
ajaran ini bukan hanya berarti tidak mau menerima kesaksian ps-ps yg berkaitan
dengannya, tapi juga berarti tidak menghargai hubungan erat antara asas yg
menguasai hubungan manusia dengan Adam dan asas yg menguasai tindakan
penyelamatan Allah. Kesejajaran Adam sebagai manusia pertama dengan Kristus
sebagai Adam terakhir, menunjukkan bahwa asas yg berlaku dan mendasari
tercapainya keselamatan dalam Kristus, adalah sama dengan asas yg berlaku yg menghisabkan
manusia berdosa dan pewaris kerajaan maut.
Sejarah umat
manusia dapat diterangkan sebagai dua sisi yg bertentangan yaitu:
1. dosa — kutuk maut dan
2. keadilbenaran
pembenaran — hidup. Yg pertama timbul dari kesatuan manusia dengan Adam, yg
kedua dari kesatuan dengan Kristus. Hanya kedua inilah sarana yg ada, yg di
dalamnya manusia hidup dan bergerak. Pemerintahan Allah terhadap manusia ditata
sesuai bentuk kedua sisi itu. Jika kita mengabaikan Adam maka kita tak akan
mengerti Kristus dengan sesungguhnya. Semua yg mati — mati di dalam Adam; semua
yg dihidupkan — dihidupkan di dalam Kristus.
V. Hati yang busuk
Dosa tidak
pernah melulu hanya berupa tindak pelanggaran dengan sengaja. Setiap keinginan
melakukan tindak kejahatan adalah lebih busuk daripada kejahatan itu sendiri.
Perbuatan dosa adalah pertanda dari hati yg berdosa (bnd #/TB Mr 7:20-23*; #/TB
Ams 4:23; 23:7*). Justru dosa senantiasa melibatkan hati, akal budi, pembawaan
dan kehendak secara jungkir balik. Ini benar seperti jelas nampak dalam
peristiwa dosa pertama, dan berlaku pada semua tindak perbuatan dosa. Karena
dosa Adam ditimpakan dan ditanggungkan kepada segenap keturunannya, maka
segenap umat manusia terhisab langsung dalam kejungkirbalikan itu. Bila tidak,
maka dosa Adam menjadi tanpa arti, demikian juga pertanggungan dan keterhisaban
itu akan tinggal maya. Maka dapatlah dimengerti penegasan Paulus, ‘Oleh
ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa’ (#/TB Rom
5:19*).
Kebusukan yg
ditimbulkan dosa dan yg dalamnya semua manusia lahir ke bumi, adalah dasar
keterhisaban manusia langsung terlibat dalam dosa Adam. Dengan tepat Daud
menyimpulkannya, ‘Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa
aku dikandung ibuku’ (#/TB Mazm 51:5*). Dan tentang itu Tuhan Yesus berkata,
‘Apa yg dilahirkan dari daging, adalah daging’ (#/TB Yoh 3:6*).
Kesaksian
Alkitab mengenai kebusukan hati yg sifatnya merembes rata dan menyeluruh ini
adalah gamblang. #/TB Kej 6:5; 8:21* menyajikan bobot dan kualitasnya
‘Kejahatan manusia besar di bumi dan… kecenderungan hatinya selalu membuahkan
kejahatan semata-mata’, dan ‘yg ditimbulkan hatinya adalah jahat’. Kutipan ini
jelas menyatakan kecenderungan hati manusia — suatu ungkapan yg pemakaiannya
dalam Alkitab adalah wajar dan tepat, untuk menelanjangi sifat kebusukan hati
manusia.
Dakwaan #/TB
Kej 6:5* tidak dibatasi pada zaman pra Air Bah saja, dan ini jelas dari #/TB
Kej 8:21*. Justru sifat ‘kedosaan’ itu sudah kokoh, mantap dan berlangsung
terus. Karena itu tak satu pun upaya manusiawi akan mampu mengobatinya. Orang
tidak akan mampu meniadakan kesaksian yg terukir dalam pernyataan Allah ini.
Tak ada kemungkinan lain kecuali bahwa fakta kebusukan hati itu adalah bersifat
menyeluruh, baik dilihat dari kehebatan bobotnya maupun dari luasnya. Fakta itu
mencakup hati manusia yg paling hakiki dan merupakan ciri khas dari watak
manusia.
Kesaksian
Alkitab berikutnya tentang ‘keberdosaan’ manusia adalah sama. Yahweh
menyelidiki hati dan menguji batin manusia (bnd #/TB Yer 17:10*), dan hasilnya,
‘Betapa liciknya hati, lebih licik daripada segala sesuatu, hatinya sudah
membatu: siapakah yg dapat mengetahuinya?’ (#/TB Yer 17:9*). Rasul Paulus dalam
#/TB Rom 3:10-18* mengutip beberapa nas PL, khususnya #/TB Mazm 14; 53*, di mana dipaparkan tuduhan-tuduhan yg
paling berat terhadap manusia. Tidak ada yg terkecuali! Hal ini jelas terlihat
baik dari konteksnya maupun dari tuduhan itu sendiri. Ay-ay yg menyusuli #/TB
Rom 3:9* mengukuhkan kenyataan bahwa baik orang Yahudi maupun orang Yunani —
mereka semuanya adalah sama dan sama-sama di bawah kuasa dosa. Ay-ay itu juga
menunjukkan betapa busuknya hati akibat dosa.
Oleh
pernyataan ‘tidak ada yg benar, seorang pun tidak’ dan pernyataan-pernyataan
berikutnya, maka dari sudut mana pun manusia dilihat, dirinya secara menyeluruh
alpa total akan apa yg baik atau berkenan di mata Allah.
Dalam rangka
nada yg sama, #/TB Rom 8:5-7* menelanjangi keinginan daging yg demikian
tajamnya bertentangan dengan keinginan Roh. Penggunaan istilah ‘keinginan
daging’ adalah dalam arti susila yg menghunjuk kepada kodrat manusia yg
dikendalikan dan dikuasai oleh dosa. Dan itulah pula yg dimaksudkan Tuhan Yesus
dengan, ‘Apa yg dilahirkan dari daging, adalah daging’ (#/TB Yoh 3:6*). Jadi
apabila Paulus berkata bahwa ‘keinginan daging adalah perseteruan terhadap
Allah’ (#/TB Rom 8:7*), maka istilah itu di sini berarti ‘pikiran’ (Yunani
phronema). Dengan perkataan lain, pikiran dan jalan pikiran manusia dikuasai
dan ditentukan oleh permusuhan terhadap Allah; bahkan pikiran daging itu
sendiri sama dengan perseteruan itu. Perseteruan adalah tindak tanduk manusia
yg paling asli dan khas. Di tempat di mana kemuliaan Allah menuntut penjelmaan
yg paling nyata, justru di situlah perseteruan itu paling hebat.
Walaupun
mungkin orang-orang yg berhati busuk masih melakukan hal-hal yg dituntut hukum
Taurat, namun mereka tidak taat kepada hukum Taurat Allah melulu oleh
perseteruan itu (#/TB Rom 8:7*; #/TB 1Kor 2:14*; bnd #/TB Mat 6:2,5,16*; #/TB
Mr 7:6,7*; #/TB Rom 13:4*; #/TB 1Kor 10:31; 13:3*; #/TB Tit 1:15; 3:5*; #/TB
Ibr 11:4,6*).
VI. Ketidakmampuan
Ketidakmampuan manusia melakukan yg baik adalah akibat ketiadaan
kapasitasnya, yg menjadi tiada sebab kodrat hatinya yg busuk. Karena kebusukan
hati itu menyeluruh, maka menyeluruh pula ketidakmampuan manusia untuk
melakukan yg baik dan membuat hati Allah senang.
Kita tidak
akan mampu mengubah watak kita atau berperilaku lain dari itu. Dalam hal
pengertian, manusia duniawi tak akan dapat memahami hal-hal yg berasal dari Roh
Allah, sebab hal-hal itu hanya dapat dilihat dengan mata rohani (#/TB 1Kor
2:14*). Mengenai ketaatan kepada hukum Taurat Allah, manusia duniawi bukan
hanya tidak tunduk kepada hukum Taurat Allah, tapi bahkan tidak bisa (#/TB Rom
8:7*). Mereka yg hidup menurut daging tak dapat menyenangkan hati Allah. Pohon
yg tidak baik tak mungkin menghasilkan buah yg baik (#/TB Mat 7:18*).
Ketidakmungkinan pada kedua kasus itu tak dapat disangkal. Tuhan Yesus sendiri
mengatakan, bahwa iman kepada-Nya sekalipun adalah tak mungkin tanpa karunia
dan tarikan Allah Bapak (#/TB Yoh 6:44,45,65*). Kesaksian ini sama maknanya
dengan ucapan-Nya yg tegas, bahwa seorang pun tak akan dapat mengerti Kerajaan
Allah atau masuk ke dalamnya, sebelum ia dilahirkan kembali dari air dan Roh
(#/TB Yoh 3:3,5-6,8*; bnd #/TB Yoh 1:13*; #/TB 1Yoh 2:29; 3:9; 4:7; 5:1,4,18*).
Mutlaknya
dan pentingnya perubahan radikal seperti penciptaan baru itu, membuktikan
betapa gawatnya kedosaan manusia yg tanpa asa. Seluruh kesaksian Alkitab yg
bertalian tentang manusia diperbudak dosa, menyimpulkan bahwa manusia duniawi —
baik secara psikologis, susila maupun rohani — mustahil menerima hal-hal yg
berasal dari Roh Allah, mustahil mengasihi Allah dan melakukan sesuatu yg
menyenangkan Allah, dan mustahil percaya kepada Kristus demi keselamatan
jiwanya. Perbudakan dosa inilah yg menjadi pradalil Injil, dan kemuliaan Injil
adalah justru menyediakan kelepasan dari belenggu perhambaan dosa. Injil ialah
Kabar Baik tentang kasih karunia dan kuasa bagi segenap umat manusia yg pada
dirinya tidak berdaya sama sekali.
VII. Tanggung jawab
Karena dosa
adalah sikap menentang Allah, maka Allah tak dapat ‘membiarkan dosa atau tak
acuh terhadapnya. Allah bertindak melawannya. Dan tindakan-Nya yg khas adalah
murka-Nya. Akan halnya Alkitab berulang kali menyebut murka Allah, mendorong kita
memperhitungkan kenyataan dan anti murka-Nya itu. PL menggunakan beberapa
istilah untuk murka. Istilah bh Ibrani yg paling sering digunakan ialah ‘af
dalam arti marah, dan kharon ‘af untuk mengungkapkan kehebatan murka Allah (bnd
#/TB Kel 4:14; 32:12*; #/TB Bil 11:10; 22:22*; #/TB Yos 7:1*; #/TB Ayub 42:7*;
#/TB Mazm 21:8*; #/TB Yes 10:5*; #/TB Nah 1:6*; #/TB Zef 2:2*); kata hema juga
berulang-ulang digunakan (bnd #/TB Ul 29:23*; #/TB Mazm 6:1; 79:6; 90:7*; #/TB
Yer 7:20*; #/TB Nah 1:2*); ‘evrd (bnd #/TB Mazm 78:49*; #/TB Yes 9:20; 10:6*;
#/TB Yeh 7:19*; #/TB Hos 5:10*) dan qetsef (bnd #/TB Ul 29:28*; #/TB Mazm
38:1*; #/TB Yer 32:37; 50:13*; #/TB Za 1:2*) cukup sering dipakai dan perlu
disebut; demikian juga za’am yg melahirkan perasaan berang (bnd #/TB Mazm 38:3;
69:24; 78:50*; #/TB Yes 10:5*; #/TB Yeh 22:31*; #/TB Nah 1:6*).
Jelas
kelihatan bahwa dalam PL banyak ay mengenai murka Allah. Sering beberapa
istilah sama-sama tampil dalam satu ay untuk menguatkan dan meneguhkan pikiran
yg dilukiskannya. Istilah-istilah itu sendiri mengandung kehebatan pada dirinya
dan dalam susunan kalimat di mana kata-kata itu dipakai, untuk mengungkapkan
ketidaksenangan yg membara, rasa murka yg menyala-nyala dan pembalasan yg
kudus.
Istilah-istilah Yunaninya ialah orge dan thymus. Yg pertama kerap kali
bertalian dengan murka Allah dalam PB (bnd #/TB Yoh 3:36*; #/TB Rom 1:18;
2:5,8; 3:5; 5:9; 9:22*; #/TB Ef 2:3; 5:6*; #/TB 1Tes 1:10*; #/TB Ibr 3:11*;
#/TB Wahy 6:17*) dan yg terakhir agak jarang (bnd #/TB Rom 2:8*; #/TB Wahy
14:10,19; 16:1,19; 19:15*; lih zelos dlm #/TB Ibr 10:27*).
Karena itu
murka Allah adalah suatu kenyataan yg sungguh, dan bahasa serta ajaran Alkitab
mengukirkan ke dalam hati kita kesungguhan tersebut yg menjadi ciri khasnya.
Ada tiga hal pokok yg perlu diketahui. Pertama, murka Allah janganlah diartikan
dalam bentuk dan sifat kemarahan yg kalap tidak menentu, seperti lazimnya
kemarahan manusia. Murka Allah adalah rasa tidak senang atas dasar pertimbangan
yg benar-benar matang dan tegas yg dituntut oleh kekudusan-Nya. Kedua, murka
Allah janganlah diartikan sebagai dipacu oleh dendam, melainkan kemarahan yg
kudus; tak ada sekelumit pun sifat kedengkian dalamnya. Murka Allah bukanlah
permusuhan yg timbul dari hati yg busuk, melainkan kebencian yg benar dan pada
tempatnya. Ketiga, tidak boleh merendahkan murka Allah menjadi kemauan
menghukum. Murka ialah pengejawantahan positif dari ketidakpuasan, tepat
seperti apa yg menyenangkan hati Allah memberikan kepuasan kepada-Nya. Janganlah
meniadakan dari Allah apa yg kita sebut perasaan hati. Murka Allah mempunyai
padanannya dalam hati manusia, yg terungkap sempurna dalam teladan hidup Yesus
sendiri (bnd #/TB Mr 3:5; 10:14*).
Justru
simpul tanggung jawab karena dosa ialah murka Allah. Dan karena dosa tak pernah
tanpa oknum persona, tapi justru dalamnya, dan pelakunya, yakni oknum persona
itu, maka murka Allah tertuang dalam ketidaksenangan yg tertuju kepada manusia;
manusia — kitalah obyek murkaNya itu. Siksaan yg bersifat hukuman yg diderita
manusia adalah ungkapan murka Allah. Rasa bersalah dan tersiksa adalah pantulan
di alam sadar kita akan ketidaksenangan Allah. Bobot inti kebinasaan terakhir
adalah siksaan yg tak berbatas akibat murka Allah (bnd #/TB Yes 30:33; 66:24*; #/TB
Dan 12:2*; #/TB Mr 9:43,45,48*).
VIII. Kemenangan alas dosa
Kendati dosa
adalah ihwal yg sangat menyedihkan, Alkitab menawarkan pengharapan dan
optimisme menghadapinya. Inti berita Alkitab adalah prakarsa akbar ilahi
mengatasi dosa, yaitu rencana Allah menyelamatkan manusia yg berpusat pada
Tuhan Yesus Kristus, Adam yg terakhir, Anak Yg Kekal, Juruselamat manusia. Dosa
dikalahkan oleh karya Kristus — kelahiran-Nya yg ajaib, hidup-Nya yg taat
kepada Allah secara sempurna, khususnya kematian-Nya di kayu salib,
kebangkitan-Nya, kenaikan-Nya ke sorga ke sebelah kanan Bapak, kerajaan-Nya
atas sejarah umat manusia dan kedatangan-Nya yg kedua kali dengan penuh
kemuliaan. Kuasa rampasan dosa sudah dibinasakan, tuntutannya yg sadis dan aneh
ditelanjangi, kedok siasat najisnya dibuka dan dibuang, akibat-akibat buruk
dari kejatuhan Adam dibungkamkan, diimbangi dan diimbali, sehingga kehormatan
dan keakbaran Allah dibenarkan dan dikukuhkan, kekudusan-Nya dimantapkan, dan
kemuliaan-Nya berjaya luas.
Itulah
amanat akbar Alkitab, ‘Allah dalam Kristus telah menaklukkan dosa!’ Dampak
penaklukan itu terungkap dalam kehidupan umat Allah, yaitu orang-orang yg oleh
iman kepada Yesus Kristus dan karya penyelamatan-Nya yg tuntas sempurna, dibebaskan
dari kesalahan dan hukuman dosa. Dan mereka mengalami penaklukan kuasa dosa
melalui kesatuan mereka dengan Kristus. Proses pengalaman ini akan mencapai
puncaknya pada zaman akhir — pada waktu Kristus dalam kemuliaan-Nya datang
untuk kedua kalinya. Pada waktu itu pula umat Allah akan dikuduskan secara
sempurna, dosa akan dienyahkan dari ciptaan Allah, dan sorga serta bumi baru
akan terwujud di mana kebenaran diberlakukan. (Lih #/TB Kej 3:15*; #/TB Yes
52:13*; #/TB Yer 31:31-34*; #/TB Mat 1:21*; #/TB Mr 2:5; 10:45*; #/TB Luk 2:11;
11:12-22*; #/TB Yoh 1:29; 3:16* dab; #/TB Kis 2:38; 13:38* dab; Rm passim; #/TB
1Kor 15:3* dab; 22 dab; #/TB Ef 1:13-14; 2:1-10*; #/TB Kol 2:11-15*; #/TB Ibr
8:1-10:25*; #/TB 1Pet 1:18-21*; #/TB 2Pet 3:11-13*; #/TB 1Yoh 1:6-2:2*; #/TB
Wahy 20:7-14; 21:22-22:5*.)
KEPUSTAKAAN.
- J Muller, The Christian Doctrine of Sin, 1877; J On, Sin as a Problem of Today, 1910; F. R Tenant, The Concept ofSin, 1912;
- C Ryder Smith, The Bible Doctrine of Sin, 1953; E Brunner, Man in Revolt, 1939;
- R Niebuhr, The Nature and Destiny of Man, 1941 dan 1943; J Murray, The Imputation of Adam’s Sin, 1959; G. C Berkouwer, Sin, 1971; W Gunther, W Bauder, NIDNTT 3, hlm 573-587; TDNT 1, hlm 149-163,267-339; 3, hlm 167-172; 5, hlm 161-166, 447-448, 736-744; 6, hlm 170-172, 883-884; 7, hlm 339-358.
KEJAHATAN
Kata Ibrani ra’ dan rasya
berasal dari satu akar yg artinya ‘merusak’ atau ‘meremukkan’ sehingga tak
berharga lagi, tidak menyenangkan, tidak enak, menjijikkan. Kata ini mencakup
perbuatan jahat itu dan akibat-akibatnya. Kata-kata Yunaninya ialah kakos dan
poneros; athesmos dan anomos, yg diterjemahkan ‘tak mengenal hukum’ dan
‘durhaka’, termasuk dalam iklim pikiran yg sama. Kakia biasanya diterjemahkan
‘kejahatan’, tapi diterjemahkan ‘kebusukan’ dalam #/TB Rom 1:29* dan ‘keburukan’
dalam #/TB 1Kor 5:8*.
I.
Kejahatan umum
Allah terpisah dari yg
jahat, dan bagaimanapun tak dapat dianggap bertanggung jawab atas kejahatan.
Kejahatan timbul dari keinginan hati manusia yg berdosa (#/TB Yak 1:13-15*).
Israel berulangkali ‘melakukan yg jahat’ dan menanggung akibat-akibatnya (ump
#/TB Hak 2:11*). Di belakang seluruh sejarah umat manusia ada perlawanan
terhadap kuasa-kuasa jahat (#/TB Ef 6:10-17*; #/TB Wahy 12:7*) dengan
pemimpinnya ‘Si Jahat’, Iblis, Tapi kuasanya dalam pengendalian Allah dan pada
akhirnya akan diremukkan (*IBLIS).
Tindakan penyelamatan
Allah ditujukan untuk menghadapi kejahatan. Tuhan Yesus waktu di bumi ini
memerangi penderitaan dan dukacita (#/TB Mat 8:16-17*), tapi kayu salib adalah
penyelesaian tuntas kejahatan seutuhnya. Kasih Allah dinyatakan di kayu salib
sampai puncaknya (#/TB Rom 5:8; 8:32*) pada saat Yesus disamakan dengan dunia
yg menderita sengsara dan menanggung dosa dunia. Perubahan hati yg timbul dalam
batin manusia yg diakibatkan oleh Injil, adalah bukti dari kemenangan Yesus atas
segenap kuasa kejahatan (#/TB Kol 2:15*; #/TB 1Yoh 3:8*), sekaligus bukti
tentang kemenangan Allah yg akan mengakhiri kuasa kejahatan itu. Pada akhirnya
tiap bentuk kejahatan, susila atau badani, akan dihapuskan untuk selama-lamanya
(#/TB Wahy 21:1-8*).
II.
Orang-orang fasik
Dalam Alkitab Indonesia
kata ‘fasik’ dan jahat’ dapat dipertukarkan. Kejahatan adalah buah dari hati yg
jungkir balik, penyerahan seseorang kepada bualan-bualan hatinya yg jahat (#/TB
Ams 15:26*; #/TB Rom 1:29*; #/TB Mazm 10:1-11*). Pusat kejahatan adalah dalam
hati manusia (#/TB Mat 7:21-23*), dipupuk oleh Iblis di sana (#/TB 1Yoh 3:12*);
kejahatan hati terus bertambah-tambah (#/TB Kej 6:5*) dan sifatnya menular
(#/TB 1Sam 24:13*) dalam penjelmaannya. Orang fasik suka melakukan penyiksaan
badan (#/TB Ams 21:20*), seperti kelihatan waktu orang-orang jahat menyalibkan
Juruselamat (#/TB Kis 2:23*).
Dalam Kitab Mzm orang
fasik berulang-ulang disebut, dan khususnya masalah kemujuran mereka. Tapi
masalah ini, walaupun sebagian jawabnya sudah diberikan, namun tak dapat
diselesaikan hanya dengan penyuluhan dari penyataan PL. Lih mis #/TB Mazm 37*.
Alkitab mantap dan teguh menyatakan bahwa hukuman pasti akan jatuh atas semua
orang fasik (#/TB Mazm 9:16*; #/TB Yer 16:4*; #/TB Mat 13:49*).
Orang yg tak percaya
terasing dari Allah karena tindak kejahatan mereka (#/TB Kol 1:21*). Tapi orang
yg bertumbuh dalam iman mengalahkan yg jahat: perisai iman ialah pertahanan yg
teguh melawan semua serangan kejahatan (#/TB Ef 6:16*).
III.
Menjadi anak-anak
Bagi orang Kristen
kejahatan terhisab dalam hidup lama (#/TB Tit 3:3*), tapi senantiasa
membutuhkan bimbingan untuk mengikisnya (#/TB 1Kor 5:7* dab) atau untuk
membuangnya (#/TB Yak 1:21*; #/TB Kol 3:8*). Orang Kristen harus menjadi
‘anak-anak’ dalam ihwal kejahatan (#/TB 1Kor 14:20*), dan bagi orang Kristen
kemerdekaan bukanlah hidup tanpa hukum (#/TB 1Pet 2:16*).
MURKA ALLAH
Sikap permanen Allah yg kudus dan benar
bila berkonfrontasi dengan dosa dan kejahatan disebut ‘murka’Nya. Dan tidaklah
cukup memandang istilah itu hanya sebagai ‘penggambaran tentang proses sebab
akibat yg tak terelakkan dalam alam moral’ atau sebagai cara lain untuk
berbicara tentang akibat-akibat dosa. Murka lebih merupakan kualitas pribadi,
yg tanpa itu Allah tidak lagi sepenuhnya adil dan kasih-Nya merosot menjadi
melulu perasaan halus. Tapi, meskipun murka Allah sama seperti kasih-Nya harus
digambarkan dengan bahasa manusia, murka-Nya tidak sewenang-wenang, tidak
tiba-tiba atau sembarang waktu, seperti biasanya murka manusia. Murka Allah
adalah permanen dan merupakan suatu unsur dalam hakikat-Nya juga dalam
kasih-Nya. Hal itu ditunjukkan dengan baik dalam De ira Dei, karya Lactantius.
Ketidakadilan dan kefasikan manusia,
terhadap perbuatan mana manusia tidak dapat berdalih, harus diikuti pernyataan
murka Allah yg menimpa hidup manusia, baik hidup perseorangan maupun
bangsa-bangsa (lih #/TB Rom 1:18-32*); dan PL mengandung banyak contoh mengenai
hal itu, seperti pembinasaan Sodom dan Gomora dan kehancuran Niniwe (lih #/TB
Ul 29:23*; #/TB Nah 1:2-6*). Tapi sampai ‘hari murka’ terakhir, yg diantisipasi
sepanjang Alkitab dan dIlukiskan dengan sangat hidup dalam Why, murka Allah
selalu dilembutkan dengan belas kasihan, teristimewa dalam hubungan-Nya dengan
umat pilihan-Nya (lih ump #/TB Hos 11:8* dab). Tapi, bagi pendosa
‘memanfaatkan’ belas kasihan itu berarti menimbun ‘murka atas dirimu sendiri
pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yg adil akan dinyatakan’ (#/TB Rom
2:5*). Paulus yakin bahwa salah satu penyebab utama mengapa Israel gagal
menahan proses kemerosotan moral terletak dalam tanggapan mereka yg salah
terhadap kesabaran Allah, yg begitu sering menahan dini tidak menghukum mereka
sejauh mereka layak menerimanya. Mereka memandang rendah ‘kekayaan
kemurahan-Nya dan kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya’, dan mereka gagal
melihat bahwa itu dimaksudkan untuk membawa mereka kepada pertobatan (#/TB Rom
2:4*).
Dalam keadaan tak terselamatkan manusia
memberontak menentang Allah, demikian keras hail sehingga pasti menjadi sasaran
murka-Nya (#/TB Ef 2:3*), dan menjadi ‘benda-benda kemurkaan yg disiapkan untuk
kebinasaan’ (#/TB Rom 9:22*). Hukum Musa pun tidak kuasa menyelamatkan mereka
dari kedudukan itu, sebab, seperti dinyatakan oleh rasul dalam #/TB Rom 4:15*,
‘hukum Taurat membangkitkan murka’. karena hukum menuntut ketaatan yg sempurna
kepada perintah hukum itu, maka hukuman-hukuman yg diganjarkan atas
ketidaktaatan membuat pendosa lebih di bawah murka Allah. Memang, hanya oleh
keselamatan yg rahmani bagi pendosa yg ditetapkan dalam Injil, sehingga pendosa
dapat tidak lagi menjadi sasaran murka dan menjadi penerima anugerah Allah.
Kasih Allah terhadap pendosa yg dinyatakan dalam hidup dan kematian Yesus
merupakan tema utama PB dan kasih itu dinyatakan dalam hal — demi manusia dan
untuk menggantikannya — Yesus mengalami kesengsaraan, penderitaan, hukuman dan
kematian yg adalah nasib pendosa yg berada di bawah murka Allah. karena itu,
Yesus dapat dicandra sebagai ‘pembebas dari murka yg akan datang’ (lih #/TB
1Tes 1:10*); dan Paulus dapat menulis, ‘Kita sekarang telah dibenarkan oleh
darah-Nya, kita akan diselamatkan dari murka melalui Dia’ (#/TB Rom 5:9*). Pada
lain pihak, murka Allah tetap atas semua orang yg mencoba merintangi maksud
Allah untuk menyelamatkan, tidak tunduk kepada Anak Allah, yg hanya melalui Dia
saja pembenaran demikian dimungkinkan.
KEPUSTAKAAN.
- R. V. G Tasker, The Biblical Doctrine of the Wrath of God, 1951;
- G. H. C Macgregor, ‘The Concept of the Wrath of God in the New Testament’, NTS 7, 1960-1961, hlm 101 dst; H-C Hahn, NIDNTT l, hlm 105-113.
DAMAI, PENDAMAIAN
Istilah bh Indonesia ‘damai’ dalam
beberapa bentuk digunakan sebagai padanan kata Ibrani kpr dan kata Yunani
hilaskomai; mis #/TB Im 17:11* ‘mengadakan pendamaian’, #/TB 1Yoh 2:2* ‘Ia
adalah pendamaian’. Damai dipakai juga sebagai padanan untuk katallage, mis
#/TB Rom 5:10* ‘diperdamaikan dengan Allah’. Secara umum, pendamaian mengacu
kepada karya Kristus yg menyelesaikan semua soal akibat dosa manusia, dan yg
memulihkan hubungan manusia dengan Tuhan Allah.
I.
Kebutuhan akan pendamaian
Keharusan akan kebutuhan pendamaian
timbul karena tiga hal: dosa itu pada dirinya adalah universal, bobotnya
teramat berat, dan ketidakmampuan manusia mengatasi dosa itu. Bahwa dosa
universal terbukti dalam Alkitab; lih #/TB 1Raj 8:46*; #/TB Mazm 14:3*; #/TB
Pengkh 7:20*; #/TB Mr 10:18*; #/TB Rom 3:23* dan ay-ay lainnya. Bahwa bobot
dosa teramat berat nampak dalam bagian-bagian yg menunjukkan betapa menjijikkan
dosa itu bagi Allah, mis #/TB Hab 1:13*; #/TB Yes 59:2*; #/TB Ams 15:29*; #/TB
Mr 3:29* (dosa yg tak terampuni); #/TB Mr 14:21*. Sebelum diperdamaikan dengan
Allah, manusia hidup jauh dari Allah’ (#/TB Kol 1:21*), menghadapi penghakiman
dan hukuman (#/TB Ibr 10:27*).
Manusia tidak akan pernah mampu
mengatasi atau menyelesaikan soal dosa ataupun menyembunyikan perbuatan dosanya
(#/TB Bil 32:23*), atau membersihkan diri dari dosa (#/TB Ams 20:9*). Perbuatan
atau amal apa pun tidak akan membenarkan manusia di hadapan Allah (#/TB Rom
3:20*; #/TB Gal 2:16*). Seandainya manusia harus tergantung pada dirinya
sendiri, maka manusia tak akan pernah selamat. Mungkin bukti paling penting
mengenai hal ini ialah fakta bahwa Kristus Anak Allah terpaksa datang ke dunia
guna menyelamatkan manusia. Kenyataan memang demikian, melulu karena semua
manusia adalah orang berdosa dan keadaannya fatal dan sangat menyedihkan.
II. Pendamaian dalam
PL
Allah dan manusia menjadi sangat
berjauhan karena dosa manusia, dan manusia tidak dapat menemukan jalan kembali.
Tapi Allah berprakarsa dan menyediakan jalan. Dapat dikatakan bahwa dalam PL
pendamaian diperoleh dengan mengadakan korban-korban, tapi sekali-kali tidak
boleh dilupakan bahwa tentang darah pendamaian Allah telah berkata, ‘Aku telah
memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi
nyawamu’ (#/TB Im 17:11*). Pendamaian diperoleh bukan oleh nilai apa pun yg
terkandung dalam binatang yg dikorbankan, melainkan karena pengorbanan itu
adalah jalan yg ditentukan sendiri oleh Allah bagi manusia untuk memperoleh
pendamaian.
Pengorbanan itu menjelaskan beberapa
kebenaran tertentu mengenai pendamaian. Korban sekali-kali tidak boleh tercela.
Ini menandaskan mutlaknya perlu kesempurnaan. Pengorbanan menelan harkat
kualitas Maha Akbar, karena pendamaian tidak mudah dan murah, dan bobot dosa
sangat berat. Kematian korban adalah segi yg paling penting dari pengorbanan
itu. Hal ini terungkap sebagian dalam kiasan darah, sebagian dalam sifat umum
upacara pengorbanan itu, dan sebagian lagi dalam acuan-acuan lain mengenai
pendamaian.
Dalam beberapa bagian PL pendamaian
nampaknya diperoleh, atau paling tidak dimohonkan dengan cara lain disamping
melalui upacara pengorbanan: tapi bagian-bagian ini juga mengacu kepada
kematian sebagai jalan pendamaian. Maka dalam #/TB Kel 32:30-32* Musa berusaha
mengupayakan adanya pendamaiaan karena dosa bangsa Israel, dengan cara memohon
kepada Allah untuk menghapuskan namanya dari kitab yg ditulisnya. Artinya,
kematiannya sendiri. Dalam Bit #/TB Kel 25:6-8,13* Pinehas mengupayakan adanya
pendamaian dengan cara membunuh beberapa orang berdosa tertentu. Contoh-contoh
lain dapat disebut. Tapi jelas, bahwa dalam PL telah dikenal bahwa kematianlah
hukuman bagi orang berdosa (#/TB Yeh 18:20*), namun dengan luwes Allah berkenan
mengindahkan kematian seorang korban untuk menggantikan kematian seorang
berdosa. Demikian jelas dan gamblangnya kebijaksanaan ilahi ini sehingga
penulis Surat Ibr dapat menyimpulkan dengan berkata ‘tanpa penumpahan darah
tidak ada pengampunan’ (#/TB Ibr 9:22*).
III. Pendamaian dalam
PB
Menurut PB pengorbanan-pengorbanan
pada zaman dahulu itu bukanlah sumber utama bagi penghapusan dosa. Sebab hanya
melalui kematian Kristus pelanggaran yg terjadi di bawah perjanjian pertama
memperoleh penebusan (#/TB Ibr 9:15*). Salib adalah pusat PB dan bahkan pusat
seluruh Alkitab. Semua hal prasalib menuju ke salib. Dan semua hal sesudah
salib menoleh ke salib. Justru tidak mengherankan jika terdapat sangat banyak
ajaran mengenai salib. Para penulis PB tidak menyajikan suatu ajaran klise,
melainkan menulis dari sudut pandang yg berbeda-beda dan memberi penekanan yg
berbeda-beda pula. Mereka menyajikan beberapa segi dad pendamaian itu.
Masing-masing menuliskan apa yg ia lihat, yg satu melihat lebih dari yg lain.
Tapi mereka tidak melihat sesuatu yg berbeda. Selanjutnya, kita pertama-tama
akan menalar apa yg dikatakan ajaran asasi dan umum mengenai pendamaian,
kemudian beberapa hal yg diinformasikan kepada kita oleh salah satu penulis PB.
a. Pendamaian mengungkapkan kasih Allah kepada manusia
Para penulis PB sepakat bahwa
pendamaian adalah hasil kerja kasih Allah. Pendamaian itu bukan sesuatu yg
dipaksakan atau diperas oleh Anak yg penuh belas kasihan dari Bapak yg keras
dan ogah, yg memang adil tapi tak dapat goyah. Pendamaian menunjukkan kasih
Bapak sebagaimana kasih Anak. Paulus menerangkan bahwa ‘Allah menunjukkan
kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita
masih berdosa’ (#/TB Rom 5:8*). #/TB Yoh 3:16* berkata, ‘Begitu besar kasih
Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan AnakNya’. Dalam Kitab-kitab
Injil ditekankan bahwa Anak Manusia harus menderita (#/TB Mr 8:31* dan ay-ay
sejajar). Artinya, kematian Kristus bukan terjadi kebetulan: kematian-Nya
berakar dalam suatu keharusan ilahi. Hal ini kita lihat juga dalam doa Yesus di
Getsemane jadilah kehendak-Mu, ya Bapak!’ (#/TB Mat 26:42*). Dalam Ibr
dikatakan bahwa ‘oleh kasih karunia Allah, Ia (Kristus) mengalami maut bagi
semua manusia’ (#/TB Ibr 2:9*). Pemikiran ini terbentang di sepanjang PB, dan
baiklah kita mengingatnya dalam memikirkan cara (metode) terciptanya
pendamaian.
b. Unsur pengorbanan dalam kematian Kristus
Pemikiran lain yg tersebar luas
dalam PB ialah bahwa Kristus mati ‘untuk menanggung hukuman dosa manusia’.
Bukan bahwa orang jahat melulu memberontak melawan Dia, atau bahwa
musuh-musuh-Nya melakukan makar terhadap Dia dan bahwa Ia tak sanggup
menghadapi mereka. Tidak. Ia ‘telah diserahkan karena pelanggaran kita’ (#/TB
Rom 4:25*). Ia datang khusus untuk mati karena dosa-dosa kita. Darah-Nya
ditumpahkan ‘bagi banyak orang untuk pengampunan dosa’ (#/TB Mat 26:28*). Ia
‘mengadakan penyucian dosa’ (#/TB Ibr 1:3*). ‘Ia sendiri telah memikul dosa
kita di dalam tubuhNya di kayu salib’ (#/TB 1Pet 2:24*). ‘Ia adalah pendamaian
untuk segala dosa kita’ (#/TB 1Yoh 2:2*). Salib Kristus tak dapat dimengerti
kecuali kita melihat bahwa di kayu salib Juruselamat berurusan dengan dosa umat
manusia.
Dengan berbuat demikian Kristus
memenuhi semua yg dilambangkan dalam pengorbanan yg lama, dan para penulis PB
gemar memikirkan tentang kematian-Nya sebagai pengorbanan. Yesus sendiri
menunjuk kepada darah-Nya sebagai ‘darah perjanjian’ (#/TB Mr 14:24*), yg
menunjukkan kepada kita upacara pengorbanan guna memperoleh artinya. Justru
bahasa Perjamuan Kudus sangat bersifat pengorbanan, yg mengacu kepada korban yg
sempurna genap di kayu salib.
Paulus berkata, ‘Yesus Kristus
telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diriNya untuk kita sebagai
persembahan dan korban yg harum bagi Allah’ (#/TB Ef 5:2*). Kadang-kadang
Paulus menunjuk bukan kepada korban-korban secara umum, tapi kepada satu korban
khusus, seperti dalam #/TB 1Kor 5:7*, ‘Sebab anak domba Paskah kita juga telah
disembelih, yaitu Kristus’.
Petrus berbicara tentang ‘darah yg
mahal, yaitu darah Kristus, yg sama seperti darah anak domba yg tak bernoda dan
tak bercacat’ (#/TB 1Pet 1:19*), yg menyatakan bahwa dalam satu segi kematian
Kristus adalah pengorbanan. Yohanes Pembaptis berseru, ‘Lihatlah Anak Domba
Allah yg menghapus dosa dunia’ (#/TB Yoh 1:29*).
Pada abad pertama M hakikat dan
makna pengorbanan dikenal di mana-mana, sehingga apa pun latar belakang
seseorang ia akan mengerti hunjukan pada pengorbanan bila ia membacanya. Para
penulis PB memanfaatkan hal ini dan menggunakan terminologi pengorbanan untuk
mengungkapkan apa yg telah Kristus lakukan untuk manusia. Apa yg dilambangkan
dalam korban-korban PL, bahkan lebih dari itu, Kristus telah menggenapinya
tuntas dan seutuhnya dalam kematian-Nya.
c. Manusia diperdamaikan dengan Allah
Ada 4 perikop tentang pendamaian
yg harus dipikirkan secara khusus, yaitu #/TB Rom 5:10* dab; #/TB 2Kor 5:18*
dab; #/TB Ef 2:11* dab; #/TB Kol 1:20* dab. Dalam bh Yunani dipakai istilah
katallage, kallasso dan apokatalasso. Gagasan pendamaian mencakup arti bahwa
dua pihak yg sekarang telah didamaikan, tadinya berlawanan, dan sekarang
perlawanan mereka sudah hapus. Menurut Alkitab orang berdosa adalah ‘seteru
Allah’ (#/TB Rom 5:10*; #/TB Kol 1:21*; #/TB Yak 4:5*). Bobot ay-ay ini dan
ay-ay searti jangan diremehkan. Seteru jelas berarti lawan atau musuh tengik.
Menurut Alkitab Allah sangat memusuhi segala sesuatu yg jahat.
Jalan mengatasi permusuhan ialah
menyingkirkan penyebab timbulnya permusuhan itu. Dalam keadaan tertentu pihak
yg bersalah boleh minta maaf, boleh membayar utangnya, boleh mengembalikan apa
yg dia curi: tapi jalan pendamaian senantiasa bersifat menyingkirkan penyebab
timbulnya permusuhan itu. Justru Kristus mati untuk meniadakan dosa manusia.
Dengan cara demikian Ia menyingkirkan perseteruan manusia dengan Allah, Ia
membuka jalan bagi manusia untuk kembali mendekati Tuhan: inilah pendamaian!
Sangat menarik bahwa PB tidak
berkata Kristus mendamaikan Allah dengan manusia. Yg dikatakan dan ditekankan
ialah pendamaian manusia dengan Allah. Dosa manusialah yg menyebabkan
perseteruan itu, justru dosa manusialah yg harus digumuli. Manusia patut
diajak, dengan perkataan #/TB 2Kor 5:20*, ‘berilah dirimu didamaikan dengan
Allah’. Atas dasar ini ada orang berpendapat bahwa karya Kristus yg mendamaikan
hanya mempengaruhi manusia saja. Tapi pandangan ini tidak cocok dengan seluruh
amanat PB sebagai satu kesatuan.
Kekudusan Allah menuntut adanya
tembok pemisah antara Allah dan manusia. Jika masalah dosa diserahkan kepada
manusia saja, maka ia tak akan acuh mengenai dosanya dan tidak merasakan
perseteruan dengan Allah akibat dosa itu.
Tembok pemisah dibangun karena
kekudusan Allah menuntut kesucian diri manusia. Bila pendamaian terjadi, kita
tidak dapat berkata bahwa Allah terlepas dari pendamaian itu. Harus ada
perubahan pada tuntutan hukuman dari Allah, jika murka Allah dengan segala yg
tercakup dalam ungkapan itu tidak akan ditimpakan lagi ke atas manusia.
Hal ini tidak berarti bahwa ada
perubahan dalam kasih Allah, apalagi dalam diri Allah. Alkitab sangat gamblang
menandaskan bahwa kasih Allah kepada manusia tidak berubah, kendati apa pun
diperbuat oleh manusia. Harus diingat, bahwa pekerjaan Kristus yg mendamaikan
berakar dalam kasih Allah yg begitu besar kepada manusia. ‘Ketika kita masih
berdosa’, maka pada saat itu ‘Kristus telah mati untuk kita’ (#/TB Rom 5:8*).
Kebenaran ini kukuh mantap. Tapi janganlah sekali-kali menganggap bahwa
pendamaian melulu bersifat subyektif. Dalam arti tertentu pendamaian terjadi di
luar diri manusia sebelum terjadi di dan atas diri manusia. Paulus berkata
tentang Kristus, ‘Oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu’ (#/TB Rom
5:11*). Pendamaian siap diberikan dan diberlakukan justru ditawarkan (karena
pendamaian itu sudah ada dan tersedia) sebelum manusia menerimanya. Dengan
kata-kata lain, pendamaian itu harus dilihat sebagai pasti dan positif
hasilnya, baik pada pihak manusia maupun pada pihak Allah.
d. Pekerjaan Kristus dan murka Allah
Gagasan bahwa kematian Kristus menampung
dan menanggung segenap murka Allah, sering dikecam oleh ahli-ahli modern
sebagai ‘tidak layak’, tidak cocok dengan pengertian Kristen tentang Tuhan
Allah.
Namun orang-orang pada zaman PL
tidak menganggap gagasan ini sukar: bagi mereka ‘Allah adalah … Allah yg murka
setiap hari’ (#/TB Mazm 7:10*). Mereka yakin bahwa dosa menimbulkan reaksi
ilahi yg hebat sekali. Allah bukan lemah secara moral, Ia sangat tegas
menentang kejahatan dalam segala bentuknya. Memang, Ia panjang sabar (#/TB Neh
9:17* dab), namun murka-Nya terhadap dosa adalah pasti. Menurut #/TB Bil
14:18*, Tuhan yg panjang sabar sekali-kali tidak membebaskan orang yg bersalah
dari hukuman. Justru dalam ay yg terkait dengan kemurahan Allah, disebut bahwa
Ia menolak untuk melepaskan orang yg salah. Bagi orang zaman PL, bahwa Allah
panjang sabar adalah sesuatu yg mengherankan, yg tidak bisa diharapkan dan yg
menghasilkan hormat agamawi.
Tapi orang yg yakin bahwa Allah
murka terhadap dosa, yakin pula bahwa murka ini dapat dielakkan, biasanya
melalui penyerahan korban terkait. Hal ini dapat terjadi bukan karena korban
itu mengandung suatu kuasa, tapi karena Allah sendiri berkata, ‘Allah telah
memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian dengan
pengantaraan nyawa’ (#/TB Im 17:11*).
Pengampunan tidak ditarik dari
suatu ilah yg tidak mau memberikannya. Pengampunan adalah karunia dari Allah yg
suka mengampuni. ‘Ia bersifat penyayang, Ia mengampuni kesalahan mereka dan
tidak memusnahkan mereka; banyak kali Ia menahan murka-Nya dan tidak
membangkitkan segenap amarah-Nya’ (#/TB Mazm 78:38*). Manusia tidak dapat
melakukan suatu apa pun untuk menangkis murka Allah. Allah sendiri yg menahan
murka itu dan tidak membangkitkan amarah-Nya.
Ungkapan ‘murka Allah’ terdapat
beberapa kali dalam PB. Tapi disamping itu ada bukti lain yg menyatakan bahwa
Allah senantiasa gigih melawan kejahatan. Keadaan orang berdosa teramat buruk,
karena ia salah di hadapan Allah. Tidak ada pada orang berdosa harapan lain
kecuali penghakiman dan hukuman ilahi. Tidak penting apakah akan menyebut hal
ini ‘murka Tuhan’ atau tidak, yg jelas itu adalah fakta. Namun Alkitab
menyebutnya ‘murka Allah’ dan tidak ada ungkapan lain yg memuaskan.
Istilah ‘pendamaian’ dipakai dalam
#/TB Rom 3:21-26*. ‘Oleh kasih karunia (kita) telah dibenarkan dengan cuma-cuma
karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah ditentukan Allah
menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya’. Menurut Paulus setiap
orang, baik Yahudi maupun non-Yahudi, telah kena hukuman, ‘Sebab murka Allah
nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia’ (#/TB Rom 1:18*).
Berkaitan dengan latar belakang ini Paulus memaparkan pekerjaan Kristus.
Kristus mati bukan untuk menyelamatkan manusia dari maut yg tidak ada. Ia
melepaskan dan menyelamatkan manusia dari bahaya maut yg benar-benar ada dan
riil. Vonis hukuman telah dijatuhkan menimpa manusia. Dalam ps-ps pendahuluan
Surat Rm dengan tegas Paulus menekankan murka Allah, adalah justru karena
pekerjaan Kristus yg menyelamatkan pasti melepaskan orang berdosa dari murka
itu. Hal ini diterangkan sebagai jalan pendamaian’ (Yunani hilasterion), yg
menggambarkan jalan Tuhan menyelesaikan kemelut masalah dosa manusia.
Dalam #/TB 1Yoh 2:2* Yesus disebut
‘pendamaian untuk segala dosa kita’. Dalam ay #/TB 1Yoh 2:1* Ia disebut
‘pengantara pada Bapak’. Karena dibutuhkan pengantara dengan Allah, maka pasti
manusia sudah dalam keadaan sangat berbahaya. Jadi pendamaian di sini adalah
sama seperti di tempat-tempat lain, yg berarti Yesus menanggung murka Allah
guna membebaskan manusia dari murka itu.
Tapi pandangan Alkitab tentang
pendamaian tidak tergantung dari hanya beberapa ay tertentu saja. Pendamaian
merupakan cerminan dari ajaran Alkitab sebagai keseluruhan. Pendamaian
mengingatkan kita bahwa Allah sangat melawan segala kejahatan, bahwa sifat
ilahi ini cocok disebut ‘murka’, dan bahwa murka itu dielakkan hanya melalui
pekerjaan Kristus yg mendamaikan.
e. Kristus mati sebagai wakil manusia
Para ahli setuju, bahwa kematian
Kristus adalah untuk orang lain. Jika dalam suatu pengertian Ia mati ‘karena
dosa’, dalam pengertian lain Ia mati ‘karena kita’. Bila kita berkata bahwa
Kristus mati sebagai wakil, itu berarti bahwa Ia mati khusus untuk kita.
Sebagai wakil kita Ia tergantung di kayu salib. Hal ini diungkapkan dalam #/TB
2Kor 5:14*, ‘Satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah
mati’. Kematian seorang wakil dihitung sebagai kematian mereka yg diwakili-Nya.
Dalam #/TB 1Yoh 2:1* Yesus disebut ‘pengantara pada Bapak’, maka pemikiran
tentang perwakilan tersirat jelas, dan bagian ini segera dilanjutkan dengan
uraian tentang kematian Kristus karena dosa. Salah satu tema pokok Surat Ibr
ialah mengenai Yesus sebagai Imam Agung. Pemikiran ini diulangi beberapa kali.
Apa pun yg lain yg dapat dikatakan mengenai seorang Imam Besar, yg jelas adalah
Ia mewakili orang lain. Karena itu pemikiran tentang perwakilan dapat dikatakan
sangat kuat dalam Surat Ibr ini.
f. Kematian Kristus sebagai pengganti
Walaupun banyak ahli modem tidak
mau menerimanya, namun hal pengganti (substitusi) merupakan ajaran PB, bukan
dalam satu dua tempat tapi di seantero PB. Menurut #/TB Mr 10:45*, ‘Anak
Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, dan untuk
memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang’.
Baik rincian maupun garis besar ay
ini menunjuk pada gagasan pengganti. Dalam rinciannya istilah ‘tebusan’
mempunyai arti pengganti, dan kata depan anti (’ bagi’) juga dipakai dalam arti
pengganti: dalam garis besarnya, manusia seharusnya mati, justru Kristus mati
sebagai pengganti, dan manusia tidak harus mati lagi. Kebenaran yg sama
dinyatakan oleh kutipan-kutipan PB dari #/TB Yes 53* mengenai Hamba yg
menderita, karena tentang Dia dikatakan, ‘la ditikam karena pemberontakan kita,
Ia diremukkan karena kejahatan kita; ganjaran yg mendatangkan keselamatan bagi
kita ditimpa kan kepada-Nya, dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh …
Tuhan telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kits sekalian’ (#/TB Yes 53:5*).
Tersembunyinya semangat Kristus di
Getsemane menunjuk pada hal yg sama. Ia berani, dan banyak yg jauh kurang layak
daripada Dia juga telah menghadapi maut dengan tenang. Tersembunyinya semangat
dan mencuatnya penderitaan itu tak dapat dipahami kecuali kita terima apa yg
dikatakan Paulus, bahwa ‘Dia yg tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi
dosa karma kita’ (#/TB 2Kor 5:21*). Dalam kematian-Nya Ia menggantikan kita,
dan jiwa-Nya yg suci tersembunyi dari pengenalan ini dengan orang-orang
berdosa. Dan nampaknya hanya hal inilah yg dapat menjelaskan seruan, ‘AllahKu,
AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?’ (#/TB Mr 15:34*).
Menurut #/TB Gal 3:13*, ‘Kristus
telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena
kita’. Ia menanggung kutuk atas kita, yg berarti Ia menggantikan kita.
Pemikiran yg sama terdapat dalam #/TB Rom 3:21-26*. Di situ Paulus
mengembangkan gagasan bahwa keadilan Allah dimanifestasikan dengan cara melalui
mana dosa diampuni, yakni salib. Ia tidak mengatakan — seperti beberapa orang
menganggap — kebenaran Allah diperlihatkan dalam fakta bahwa dosa diampuni,
tapi bahwa kebenaran itu diperlihatkan pada jalan melalui mana dosa diampuni.
Penebusan bukanlah ihwal melupakan
dosa-dosa yg telah terjadi dahulu (#/TB Rom 3:25*). Salib menunjukkan bahwa lah
adalah benar sewaktu Ia pada saat yg sama membenarkan orang-orang yg percaya.
Ini tentu berarti bahwa Allah benar dalam cara-Nya menangani soal dosa, dan ini
persis sama dengan mengatakan bahwa Kristus menanggung hukuman dosa manusia.
Pemikiran ini juga terdapat dalam ay yg berhubungan dengan menanggung atau
memikul dosa, mis #/TB Ibr 9:28*; #/TB 1Pet 2:24*. Arti menanggung dosa dijelaskan
dalam PL sebagai menanggung hukuman akibat dosa. Misalnya dalam #/TB Yeh 18:20*
dikatakan, ‘Orang yg berbuat dosa, itu yg harus mati. Anak tidak akan turut
menanggung kesalahan ayahnya’. Dan dalam #/TB Bil 14:34* mengembara di padang
gurun digambarkan sebagai menanggung akibat kesalahan umat Israel. Jadi apabila
Kristus disebut menanggung dosa kita, itu berarti bahwa Ia menanggung hukuman
kita.
Penggantian mendasari kenyataan
bahwa Kristus ‘telah menyerahkan diriNya sebagai tebusan bagi semua manusia’
(#/TB 1Tim 2:6*). Istilah Yunani antilutron (tebusan) merupakan kata gabungan
yg berarti pengganti tebusan. Dalam kamus Grimm-Thayer istilah ini diterangkan
sebagai ‘sesuatu berikan untuk mengganti sesuatu yg lain sebagai harga tebusannya’.
Tidaklah mungkin membuang arti penggantian dari istilah ini. Pemikiran yg sama
terdapat dalam nubuat sinis Kayafas, ‘Lebih berguna bagi kita jika satu orang
mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa’ (#/TB Yoh
11:50*). Bagi Kayafas kata-kata itu merupakan kebijaksanaan politis belaka,
tapi bagi Yohanes kata-kata itu mengandung nubuat bahwa Kristus akan mati ganti
manusia.
Bukti-bukti di atas kendati tidak
lengkap namun kuat dan antap. Tidak mungkin untuk menyangkal bahwa menurut PB
penggantian adalah salah satu segi dari pekerjaan Kristus.
g. Segi-segi pendamaian lainnya
dalam PB
Demikianlah pokok-pokok utama
mengenai pendamaian yg terdapat di seluruh PB. Kebenaran-kebenaran lain yg
penting telah dinyatakan oleh penulis-penulis tertentu (tapi tidak berarti
bahwa kebenaran-kebenaran itu kurang layak diterima, melainkan hanyalah cara
penggolongan saja). Paulus melihat di kayu salib jalan pelepasan. Manusia pada
dasarnya adalah hamba dosa (#/TB Rom 6:17; 7:14*), tapi dalam Kristus orang
sudah menjadi merdeka (#/TB Rom 6:14,22*). Demikian pula melalui Kristus orang
dimerdekakan dari daging, mereka telah menyalibkan daging’ (#/TB Gal 5:24*),
karena ‘keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh’ (#/TB Gal 5:17*) dan
daging yg bukan dari Kristus pasti akan mati (#/TB Rom 8:13*). Murka Allah
nyata atas manusia yg menindas kebenaran (#/TB Rom 1:18*), tapi Kristus
melepaskan orang juga dari murka ini. Orang-orang percaya ‘dibenarkan oleh
darah-Nya’, dan karena itu akan diselamatkan dari murka Allah (#/TB Rom 5:9*).
Hukum Taurat dapat dipandang dari
berbagai sudut, tapi menganggap hukum Taurat sebagai jalan untuk memperoleh
keselamatan adalah mencelakakan. Hukum Taurat menunjukkan dosa seseorang kepada
orang itu (#/TB Rom 7:7*), dan bahwa memasuki persekutuan yg telah dirasuki
dosa akan mematikan dia (#/TB Rom 7:9-11*). Akibatnya ialah bahwa ‘semua orang,
yg hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk’ (#/TB Gal 3:10*);
tapi ‘Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat’ (#/TB Gal 3:13*).
Bagi orang pada zaman purba kematian adalah musuh yg paling mengerikan, yg
terhadapnya tak seorang pun dapat menang. Tapi Paulus menyanyikan lagu
kemenangan dalam Kristus yg memberi kemenangan, bahkan atas maut (#/TB 1Kor
15:55-57*). Jelas sekali bahwa Paulus melihat Kristus adalah Pelepas maha
sanggup.
Ada banyak segi positif
pendamaian. Tapi cukuplah menyebut penyelamatan, pembenaran, dan pengangkatan.
Semua ini merupakan gagasan yg sangat berarti bagi Paulus. Dalam beberapa hal
ia merupakan orang pertama yg menggunakan istilah-istilah tersebut. Jelas ia
berpikir bahwa Kristus telah berbuat banyak untuk umat-Nya dalam kematian-Nya
yg mendamaikan.
Bagi penulis Surat Ibr pemikiran
utama ialah mengenai Kristus sebagai Imam Agung yg mulia. Penulis mengembangkan
sepenuhnya gagasan tentang keunikan dan kesempurnaan pengorbanan Kristus.
Berlawanan dengan korban-korban di atas mezbah-mezbah Yahudi yg dilayani oleh
imam-imam keturunan Harun, maka korban Kristus dalam kematian-Nya adalah kekal
sifatnya. Itu tidak akan pernah berubah. Kristus telah menyelesaikan tuntas
segenap soal dosa manusia.
Dalam tulisan Yohanes terdapat
pemikiran tentang Kristus sebagai penyataan khusus dari Bapak. Dia-lah diutus
oleh Bapak, dan segala yg diperbuat-Nya harus diartikan dalam terang kenyataan
ini. Jadi Yohanes melihat Kristus memenangkan pertarungan melawan kegelapan,
mengalahkan si Jahat. Ia berbicara banyak tentang pelaksanaan maksud Allah
dalam Kristus. Ia melihat kemuliaan yg benar pada salib di atas mana telah
dilakukan pekerjaan akbar dan perkasa.
Dari semua ini jelas bahwa
pendamaian berwawasan luas dan dalam. Para penulis PB berusaha sebisa mungkin
menyajikan arti dari perbuatan ilahi yg agung ini, kendati dengan bahasa yg
serba kurang. Ada hal-hal penting lainnya yg jumlahnya jauh lebih banyak
daripada yg dikemukakan di atas. Tapi semua pokok yg telah dinyatakan itu
adalah penting, dan tak boleh diabaikan. Dan janganlah sekali-kali menganggap
bahwa pendamaian melulu hal negatif. Karya Kristus mengorbankan diriNya untuk
menyingkirkan dosa, membuka jalan bagi kehidupan baru dalam Kristus. Dan
kehidupan baru itu, buah hasil karya Kristus di atas salib, janganlah
dipikirkan sebagai suatu rincian yg tak berarti. Kepada kehidupan yg baru itu
tertuju segala sesuatu yg lain.
KEPUSTAKAAN
- D. M Baillie, God was in Christ, 1956; J Denney, The Death of Christ, 1951;
- The Christian Doctrine of Reconciliation, 1917;
- V Taylor, The Atonement in New Testament Teaching; G Aulen, Christus Victor, 1931;
- S Cave, The Doctrine of the Work of Christ; E Brunner, The Mediator; K Barth, Church Dogmatics, 4, i; The Doctrine of Reconciliation; J. S Stewart, A Man in Christ; Anselm, Cur Deus Homo?; L Morris, The Apostolic Preaching of the Cross, 1965; The Cross in the New Testament, 1967; J Knox, The Death of Christ; J. I Parker, TynB 25, 1974, hlm 3-45.
No comments:
Post a Comment