Thursday, March 29, 2018

DOSA, KEJAHATAN, MURKA ALLAH, PENDAMAIAN

DOSA
          I. Artinya
          Alkitab menggunakan beberapa istilah untuk dosa. Kata Ibrani yg paling umum ialah khatta’t (dlm berbagai bentuk dari akar kata yg sama), ‘awon, pesya ‘ra‘; dan kata Yunani ialah hamartia, hamartema, parabasis, paraptoma, poneria, anomia dan adikia. Ada beda pengertian terkandung dalam masing-masing istilah itu yg memantulkan berbagai segi, dan dari situ orang mengenali dosa. Dosa ialah kegagalan, kekeliruan atau kesalahan, kejahatan, pelanggaran, tidak menaati hukum, kelaliman atau ketidakadilan. Dosa ialah kejahatan dalam segala bentuknya.
          Tapi keterangan tentang dosa janganlah begitu saja dikutip dari istilah-istilah dalam Alkitab. Ciri utama dosa dalam segala seginya ialah tertuju kepada Allah. Daud mengungkapkan hal ini dalam pengakuannya, ‘Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa’ (#/TB Mazm 51:4*), dan Paulus dalam tuduhannya, ‘Keinginan daging ialah perseteruan terhadap Allah’ (#/TB Rom 8:7*). Kepastian arah ini harus dipertimbangkan bila hendak mencari pengertian yg dikandung istilah-istilah yg bermacam-macam itu. Setiap pengertian tentang dosa yg tidak dilatari penentangan yg tertuju kepada Allah, adalah merupakan penyimpangan dari arti yg digambarkan Alkitab.
          Pikiran umum bahwa dosa adalah melulu keakuan, menunjukkan pemahaman yg salah tentang kodrat dosa dan bobot kejahatannya. Dari awalnya dan sepanjang perkembangannya, dosa adalah setiap penentangan yg ditujukan kepada Allah, dan patokan inilah yg dapat menerangkan keanekaan bentuk dan kegiatan dosa. Apabila Alkitab berkata bahwa ‘dosa ialah pelanggaran hukum Allah’ (#/TB 1Yoh 3:4*), maka kepada pengertian yg sama inilah perhatian kita ditujukan. Hukum Allah ialah gambaran dari kesempurnaan Allah; dalam hukum-Nya, kekudusan-Nya-lah yg terungkap untuk mengatur pikiran dan tindakan, selaras dengan kesempurnaan-Nya. Pelanggaran ialah penentangan atas apa yg dituntut kemuliaan Allah dari kita, yg pada hakikatnya sama dengan menentang Allah sendiri.
II. Asal mula dosa
          Dosa sudah ada di alam semesta sebelum Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Ini terbukti dari hadirnya penggoda itu di Taman Eden dengan kata-kata godaannya. Tapi Alkitab tidak memberikan keterangan tentang kejatuhan Iblis dan malaikat-malaikatnya ke dalam dosa, kecuali asal mula dosa dalam kaitannya dengan manusia.
          #/TB Kej 3* menceritakan jalannya peristiwa pencobaan, dan #/TB 1Tim 2:14* mengulas pencobaan itu (bnd #/TB Yak 1:13-14*). Serangan Iblis ditujukan terhadap keutuhan dan kebenaran Allah (bnd #/TB Kej 3:4*). Dan silat katanya yg meyakinkan Hawa ialah, bahwa Hawa bersama suaminya akan menjadi sama seperti Allah, yakni akan mengenal yg baik dan yg jahat (bnd #/TB Kej 3:5*). Kepada keinginan durhaka inilah perhatian Hawa dipusatkan, dan secara khusus dalam tanggapannya terungkap bisikan, ‘Pohon itu menarik hati karena memberi pengertian’, yg justru adalah tahapan menuju aib dan kemurtadan dalam hati dan pikiran Hawa. Reaksi Hawa menunjukkan bahwa Iblis berhasil menjerat kepercayaan Hawa, dan bahwa Hawa membenarkan dakwaan Iblis terhadap kebenaran Allah. Reaksi itu juga menunjukkan bahwa Hawa ingin menjadi sama seperti Allah — tahu yg baik dan yg jahat.
          Jenis keinginan atau hawa nafsu itulah yg disoroti untuk melacak asal mula dosa. Hawa memberikan tempat kepada Iblis, yg hanya boleh diduduki Allah saja. Hawa menyetujui serangan Iblis yg bersifat paling menghujat atas kedaulatan Allah. Hawa menginginkan bagi dirinya hak-hak khusus Allah. Dalam kesediaannya berbincang-bincang dengan penggoda, dalam ketiadaan niatnya menolak saran-saran penggoda yg demikian kasar dan lancung, dan dalam persetujuan hatinya secara diam-diam terletak tahapan langkah-langkahnya yg mendahului tindakannya memakan buah terlarang itu.
          Di situlah letaknya asal mula dosa dan sifatnya yg sesungguhnya. Dosa tidak bermula pada tindakan yg terang-terangan; dosa timbul dari hati dan pikiran (bnd #/TB Mr 7:21-23*). Kebusukan hati terungkap sendiri dalam perbuatan melanggar perintah Allah; Adam dan Hawa mula-mula sesat dari Allah, barulah kemudian mereka melakukan pelanggaran-pelanggaran nyata. Mereka dihanyutkan oleh hawa nafsu sendiri dan tergoda. Bagaimana ini dapat terjadi dalam hal mereka, itulah rahasia asal mula dosa.
          Bobot kejahatan dosa yg pertama itu nampak dalam kenyataan, bahwa dosa itu memperkosa kedaulatan Allah dan perintah-Nya dalam hal kekuasaan, kebaikan, hikmat, keadilan, kesetiaan dan kasih karunia-Nya. Pelanggaran berarti membuang kekuasaan Allah, meragukan kebaikan hatiNya, menengkari hikmat-Nya, menolak keadilan-Nya, memutarbalikkan kebenaran-Nya, dan menghinakan kasih karunia-Nya. Lawan dari segenap kemahasempurnaan Allah ialah dosa. Dan melawan itu adalah tetap watak dosa.
III. Akibat-akibat dosa
          Dosa Adam dan Hawa bukanlah peristiwa yg berdiri sendiri tanpa kaitan. Akibat-akibatnya terhadap mereka, terhadap keturunannya dan terhadap dunia segera kelihatan.
             a. Sikap manusia terhadap Allah
             Perubahan sikap Adam dan Hawa terhadap Allah menunjukkan pemberontakan yg terjadi dalam hati mereka. ‘Bersembunyilah manusia dan istrinya itu terhadap Allah Yahweh di antara pohon-pohonan dalam taman’ (#/TB Kej 3:8*), dan ‘ditutupilah dirinya dengan cawat’ (#/TB Kej 3:7*). Padahal manusia diciptakan untuk hidup di hadapan Allah dan dalam persekutuan dengan Dia. Tapi sekarang — setelah mereka jatuh ke dalam dosa — mereka gentar berjumpa dengan Allah (bnd #/TB Yoh 3:20*). Rasa malu dan ketakutan yg sekarang merajai hati mereka (bnd #/TB Kej 2:25; 3:7,10*) menunjukkan bahwa perpecahan sudah terjadi.
             b. Sikap Allah terhadap manusia
             Perubahan tidak hanya terjadi pada sikap manusia terhadap Allah, tapi juga pada sikap Allah terhadap manusia. Hajaran, hukuman, kutukan dan pengusiran dari Taman Eden, semuanya ini menandakan perubahan itu. Dosa timbul pada satu pihak, tapi akibat-akibatnya melibatkan kedua pihak. Dosa menimbulkan amarah dan kegusaran Allah, dan memang harus demikian sebab dosa bertentangan mutlak dengan hakikat Allah. Mustahil Allah masa bodoh terhadap dosa, karena mustahil pula Allah menyangkali diriNya sendiri.
             c. Akibat-akibatnya terhadap umat manusia
             Sejarah umat manusia berikutnya melengkapi daftar kejahatan (#/TB Kej 4:8,19,23,24; 6:2,3,5*). Dan timbunan kejahatan yg merajalela itu mencapai kesudahannya dalam pemusnahan umat manusia, kecuali 8 orang (#/TB Kej 6:7,13; 7:21-24*). Kejatuhan ke dalam dosa berakibat tetap dan menyeluruh, tidak hanya menimpa Adam dan Hawa, tapi juga menimpa segenap keturunan mereka; dalam ihwal dosa dan kejahatan terkandung solidaritas insani, yakni sama-sama langsung terhisab dalam perbuatan dosa itu dan menanggung segala akibatnya.
             d. Akibat-akibatnya terhadap alam semesta
             Akibat-akibat dari kejatuhan ke dalam dosa meluas sampai ke alam semesta. ‘Terkutuklah tanah ini karena engkau’ (#/TB Kej 3:17*; bnd #/TB Rom 8:20*). Manusia adalah mahkota seluruh ciptaan, dijadikan menurut gambar Allah, dan karena itu merupakan wakil Allah (#/TB Kej 1:26*). Bencana kejatuhan manusia ke dalam dosa mendatangkan bencana laknat atas alam semesta, yg tadinya atasnya manusia telah dikaruniai kuasa. Dosa adalah peristiwa dalam kawasan rohani manusia, tapi akibatnya menimpa seluruh alam semesta.
             e. Munculnya maut
             Maut adalah rangkuman dari hukuman atas dosa. Inilah peringatan yg bertalian dengan larangan di Taman Eden (#/TB Kej 2:17*), dan merupakan pengejawantahan langsung kutuk ilahi atas orang berdosa (#/TB Kej 3:19*). Maut sebagai gejala alamiah, ialah porandanya unsur-unsur kedirian manusia yg pada asalinya adalah utuh dan padu sejalin. Keporandaan ini melukiskan hakikat maut, yaitu keterpisahan, dan hal ini terungkap sejelas-jelasnya dalam terpisahnya manusia dari Allah, yg nyata pada pengusiran manusia dari Taman Eden. Oleh karena dosa, manusia gentar menghadapi kematian (#/TB Luk 12:5*; #/TB Ibr 2:15*).
IV. Dosa ditanggungkan pada segenap umat manusia
          Dosa pertama, yaitu dosa Adam, mempunyai makna dan dampak khas bagi seluruh umat manusia. #/TB Rom 5:12,14-19* dan #/TB 1Kor 15:22* memberi penekanan pada pelanggaran yg satu itu oleh manusia yg satu itu, dan hanya karena pelanggaran yg satu itulah dosa, hukuman dan maut berkuasa dan menimpa segenap umat manusia. Dosa itu disebut ‘seperti yg telah dibuat oleh Adam’, ‘pelanggaran satu orang’, ‘satu pelanggaran’, ‘ketidaktaatan satu orang’ (#/TB Rom 5:14,15,16,19*). Pasti yg dimaksudkan ialah pelanggaran pertama dari Adam. Jadi anak kalimat dalam #/TB Rom 5:12* ‘karena semua orang telah berbuat dosa’, menunjuk kepada dosa-dosa segenap umat manusia terhisab di dalam dosa Adam. Itu tidak menunjuk kepada dosa-dosa nyata segenap umat manusia, apalagi kepada kebusukan hati yang diwarisi manusia. Lagipula anak kalimat dari ay #/TB Rom 5:12* tadi jelas menyatakan bagaimana ‘semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut’ (ay #/TB Rom 5:15*), dan dalam ay-ay berikutnya ditekankan ‘pelanggaran yg satu itu’ (TBI, ‘satu pelanggaran itu’).
          Jika bukan dosa yg satu itu yg dimaksudkan, maka Paulus telah menandaskan dua hal yg berlainan dengan mengaitkannya pada pokok yg sama dalam konteks naskah yg sama. Justru satu-satunya keterangan terhadap kedua bentuk pernyataan ini, ialah semua orang terhisab dalam dosa Adam. Kesimpulan itu juga yg harus diambil dari #/TB 1Kor 15:22* ‘di dalam Adam semua orang mati’. Maut ialah upah dosa, dan melulu akibat dosa (#/TB Rom 6:23*). Karena semua mati di dalam Adam, maka penyebabnya adalah karena semua berdosa di dalam Adam.
          Menurut Alkitab, jenis solidaritas pada keterhisaban dengan Adam, yg menerangkan segenap umat manusia terhisab dalam dosa Adam, sama dengan jenis solidaritas dengan Kristus, yakni terhisab dalam karya penyelamatan Kristus bagi semua orang yg dipersatukan dengan Dia. Gambaran kesejajaran Adam dengan Kristus dalam #/TB Rom 5:12-19*; #/TB 1Kor 15:22,45-49* menjelaskan jenis hubungan yg sama antara kedua Tokoh itu dengan manusia. Kita tidak perlu mendalilkan sesuatu kenyataan dalam hal Adam dan umat manusia melebihi apa yg kita jumpai dalam hal Kristus dan umat-Nya. Kristus adalah Kepala yg mewakili umat-Nya. Kekepalaan demikianlah yg mutlak mendasari solidaritas segenap umat manusia dalam keterhisabannya berdosa dalam dosa Adam.
          Menolak ajaran ini bukan hanya berarti tidak mau menerima kesaksian ps-ps yg berkaitan dengannya, tapi juga berarti tidak menghargai hubungan erat antara asas yg menguasai hubungan manusia dengan Adam dan asas yg menguasai tindakan penyelamatan Allah. Kesejajaran Adam sebagai manusia pertama dengan Kristus sebagai Adam terakhir, menunjukkan bahwa asas yg berlaku dan mendasari tercapainya keselamatan dalam Kristus, adalah sama dengan asas yg berlaku yg menghisabkan manusia berdosa dan pewaris kerajaan maut.
          Sejarah umat manusia dapat diterangkan sebagai dua sisi yg bertentangan yaitu:
1. dosa — kutuk maut dan
 2. keadilbenaran pembenaran — hidup. Yg pertama timbul dari kesatuan manusia dengan Adam, yg kedua dari kesatuan dengan Kristus. Hanya kedua inilah sarana yg ada, yg di dalamnya manusia hidup dan bergerak. Pemerintahan Allah terhadap manusia ditata sesuai bentuk kedua sisi itu. Jika kita mengabaikan Adam maka kita tak akan mengerti Kristus dengan sesungguhnya. Semua yg mati — mati di dalam Adam; semua yg dihidupkan — dihidupkan di dalam Kristus.
          V. Hati yang busuk
          Dosa tidak pernah melulu hanya berupa tindak pelanggaran dengan sengaja. Setiap keinginan melakukan tindak kejahatan adalah lebih busuk daripada kejahatan itu sendiri. Perbuatan dosa adalah pertanda dari hati yg berdosa (bnd #/TB Mr 7:20-23*; #/TB Ams 4:23; 23:7*). Justru dosa senantiasa melibatkan hati, akal budi, pembawaan dan kehendak secara jungkir balik. Ini benar seperti jelas nampak dalam peristiwa dosa pertama, dan berlaku pada semua tindak perbuatan dosa. Karena dosa Adam ditimpakan dan ditanggungkan kepada segenap keturunannya, maka segenap umat manusia terhisab langsung dalam kejungkirbalikan itu. Bila tidak, maka dosa Adam menjadi tanpa arti, demikian juga pertanggungan dan keterhisaban itu akan tinggal maya. Maka dapatlah dimengerti penegasan Paulus, ‘Oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa’ (#/TB Rom 5:19*).

          Kebusukan yg ditimbulkan dosa dan yg dalamnya semua manusia lahir ke bumi, adalah dasar keterhisaban manusia langsung terlibat dalam dosa Adam. Dengan tepat Daud menyimpulkannya, ‘Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku’ (#/TB Mazm 51:5*). Dan tentang itu Tuhan Yesus berkata, ‘Apa yg dilahirkan dari daging, adalah daging’ (#/TB Yoh 3:6*).
          Kesaksian Alkitab mengenai kebusukan hati yg sifatnya merembes rata dan menyeluruh ini adalah gamblang. #/TB Kej 6:5; 8:21* menyajikan bobot dan kualitasnya ‘Kejahatan manusia besar di bumi dan… kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata’, dan ‘yg ditimbulkan hatinya adalah jahat’. Kutipan ini jelas menyatakan kecenderungan hati manusia — suatu ungkapan yg pemakaiannya dalam Alkitab adalah wajar dan tepat, untuk menelanjangi sifat kebusukan hati manusia.
          Dakwaan #/TB Kej 6:5* tidak dibatasi pada zaman pra Air Bah saja, dan ini jelas dari #/TB Kej 8:21*. Justru sifat ‘kedosaan’ itu sudah kokoh, mantap dan berlangsung terus. Karena itu tak satu pun upaya manusiawi akan mampu mengobatinya. Orang tidak akan mampu meniadakan kesaksian yg terukir dalam pernyataan Allah ini. Tak ada kemungkinan lain kecuali bahwa fakta kebusukan hati itu adalah bersifat menyeluruh, baik dilihat dari kehebatan bobotnya maupun dari luasnya. Fakta itu mencakup hati manusia yg paling hakiki dan merupakan ciri khas dari watak manusia.
          Kesaksian Alkitab berikutnya tentang ‘keberdosaan’ manusia adalah sama. Yahweh menyelidiki hati dan menguji batin manusia (bnd #/TB Yer 17:10*), dan hasilnya, ‘Betapa liciknya hati, lebih licik daripada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yg dapat mengetahuinya?’ (#/TB Yer 17:9*). Rasul Paulus dalam #/TB Rom 3:10-18* mengutip beberapa nas PL, khususnya #/TB Mazm 14;  53*, di mana dipaparkan tuduhan-tuduhan yg paling berat terhadap manusia. Tidak ada yg terkecuali! Hal ini jelas terlihat baik dari konteksnya maupun dari tuduhan itu sendiri. Ay-ay yg menyusuli #/TB Rom 3:9* mengukuhkan kenyataan bahwa baik orang Yahudi maupun orang Yunani — mereka semuanya adalah sama dan sama-sama di bawah kuasa dosa. Ay-ay itu juga menunjukkan betapa busuknya hati akibat dosa.
          Oleh pernyataan ‘tidak ada yg benar, seorang pun tidak’ dan pernyataan-pernyataan berikutnya, maka dari sudut mana pun manusia dilihat, dirinya secara menyeluruh alpa total akan apa yg baik atau berkenan di mata Allah.
          Dalam rangka nada yg sama, #/TB Rom 8:5-7* menelanjangi keinginan daging yg demikian tajamnya bertentangan dengan keinginan Roh. Penggunaan istilah ‘keinginan daging’ adalah dalam arti susila yg menghunjuk kepada kodrat manusia yg dikendalikan dan dikuasai oleh dosa. Dan itulah pula yg dimaksudkan Tuhan Yesus dengan, ‘Apa yg dilahirkan dari daging, adalah daging’ (#/TB Yoh 3:6*). Jadi apabila Paulus berkata bahwa ‘keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah’ (#/TB Rom 8:7*), maka istilah itu di sini berarti ‘pikiran’ (Yunani phronema). Dengan perkataan lain, pikiran dan jalan pikiran manusia dikuasai dan ditentukan oleh permusuhan terhadap Allah; bahkan pikiran daging itu sendiri sama dengan perseteruan itu. Perseteruan adalah tindak tanduk manusia yg paling asli dan khas. Di tempat di mana kemuliaan Allah menuntut penjelmaan yg paling nyata, justru di situlah perseteruan itu paling hebat.
          Walaupun mungkin orang-orang yg berhati busuk masih melakukan hal-hal yg dituntut hukum Taurat, namun mereka tidak taat kepada hukum Taurat Allah melulu oleh perseteruan itu (#/TB Rom 8:7*; #/TB 1Kor 2:14*; bnd #/TB Mat 6:2,5,16*; #/TB Mr 7:6,7*; #/TB Rom 13:4*; #/TB 1Kor 10:31; 13:3*; #/TB Tit 1:15; 3:5*; #/TB Ibr 11:4,6*).
VI. Ketidakmampuan
          Ketidakmampuan manusia melakukan yg baik adalah akibat ketiadaan kapasitasnya, yg menjadi tiada sebab kodrat hatinya yg busuk. Karena kebusukan hati itu menyeluruh, maka menyeluruh pula ketidakmampuan manusia untuk melakukan yg baik dan membuat hati Allah senang.
          Kita tidak akan mampu mengubah watak kita atau berperilaku lain dari itu. Dalam hal pengertian, manusia duniawi tak akan dapat memahami hal-hal yg berasal dari Roh Allah, sebab hal-hal itu hanya dapat dilihat dengan mata rohani (#/TB 1Kor 2:14*). Mengenai ketaatan kepada hukum Taurat Allah, manusia duniawi bukan hanya tidak tunduk kepada hukum Taurat Allah, tapi bahkan tidak bisa (#/TB Rom 8:7*). Mereka yg hidup menurut daging tak dapat menyenangkan hati Allah. Pohon yg tidak baik tak mungkin menghasilkan buah yg baik (#/TB Mat 7:18*). Ketidakmungkinan pada kedua kasus itu tak dapat disangkal. Tuhan Yesus sendiri mengatakan, bahwa iman kepada-Nya sekalipun adalah tak mungkin tanpa karunia dan tarikan Allah Bapak (#/TB Yoh 6:44,45,65*). Kesaksian ini sama maknanya dengan ucapan-Nya yg tegas, bahwa seorang pun tak akan dapat mengerti Kerajaan Allah atau masuk ke dalamnya, sebelum ia dilahirkan kembali dari air dan Roh (#/TB Yoh 3:3,5-6,8*; bnd #/TB Yoh 1:13*; #/TB 1Yoh 2:29; 3:9; 4:7; 5:1,4,18*).
          Mutlaknya dan pentingnya perubahan radikal seperti penciptaan baru itu, membuktikan betapa gawatnya kedosaan manusia yg tanpa asa. Seluruh kesaksian Alkitab yg bertalian tentang manusia diperbudak dosa, menyimpulkan bahwa manusia duniawi — baik secara psikologis, susila maupun rohani — mustahil menerima hal-hal yg berasal dari Roh Allah, mustahil mengasihi Allah dan melakukan sesuatu yg menyenangkan Allah, dan mustahil percaya kepada Kristus demi keselamatan jiwanya. Perbudakan dosa inilah yg menjadi pradalil Injil, dan kemuliaan Injil adalah justru menyediakan kelepasan dari belenggu perhambaan dosa. Injil ialah Kabar Baik tentang kasih karunia dan kuasa bagi segenap umat manusia yg pada dirinya tidak berdaya sama sekali.
VII. Tanggung jawab
          Karena dosa adalah sikap menentang Allah, maka Allah tak dapat ‘membiarkan dosa atau tak acuh terhadapnya. Allah bertindak melawannya. Dan tindakan-Nya yg khas adalah murka-Nya. Akan halnya Alkitab berulang kali menyebut murka Allah, mendorong kita memperhitungkan kenyataan dan anti murka-Nya itu. PL menggunakan beberapa istilah untuk murka. Istilah bh Ibrani yg paling sering digunakan ialah ‘af dalam arti marah, dan kharon ‘af untuk mengungkapkan kehebatan murka Allah (bnd #/TB Kel 4:14; 32:12*; #/TB Bil 11:10; 22:22*; #/TB Yos 7:1*; #/TB Ayub 42:7*; #/TB Mazm 21:8*; #/TB Yes 10:5*; #/TB Nah 1:6*; #/TB Zef 2:2*); kata hema juga berulang-ulang digunakan (bnd #/TB Ul 29:23*; #/TB Mazm 6:1; 79:6; 90:7*; #/TB Yer 7:20*; #/TB Nah 1:2*); ‘evrd (bnd #/TB Mazm 78:49*; #/TB Yes 9:20; 10:6*; #/TB Yeh 7:19*; #/TB Hos 5:10*) dan qetsef (bnd #/TB Ul 29:28*; #/TB Mazm 38:1*; #/TB Yer 32:37; 50:13*; #/TB Za 1:2*) cukup sering dipakai dan perlu disebut; demikian juga za’am yg melahirkan perasaan berang (bnd #/TB Mazm 38:3; 69:24; 78:50*; #/TB Yes 10:5*; #/TB Yeh 22:31*; #/TB Nah 1:6*).
          Jelas kelihatan bahwa dalam PL banyak ay mengenai murka Allah. Sering beberapa istilah sama-sama tampil dalam satu ay untuk menguatkan dan meneguhkan pikiran yg dilukiskannya. Istilah-istilah itu sendiri mengandung kehebatan pada dirinya dan dalam susunan kalimat di mana kata-kata itu dipakai, untuk mengungkapkan ketidaksenangan yg membara, rasa murka yg menyala-nyala dan pembalasan yg kudus.
          Istilah-istilah Yunaninya ialah orge dan thymus. Yg pertama kerap kali bertalian dengan murka Allah dalam PB (bnd #/TB Yoh 3:36*; #/TB Rom 1:18; 2:5,8; 3:5; 5:9; 9:22*; #/TB Ef 2:3; 5:6*; #/TB 1Tes 1:10*; #/TB Ibr 3:11*; #/TB Wahy 6:17*) dan yg terakhir agak jarang (bnd #/TB Rom 2:8*; #/TB Wahy 14:10,19; 16:1,19; 19:15*; lih zelos dlm #/TB Ibr 10:27*).
          Karena itu murka Allah adalah suatu kenyataan yg sungguh, dan bahasa serta ajaran Alkitab mengukirkan ke dalam hati kita kesungguhan tersebut yg menjadi ciri khasnya. Ada tiga hal pokok yg perlu diketahui. Pertama, murka Allah janganlah diartikan dalam bentuk dan sifat kemarahan yg kalap tidak menentu, seperti lazimnya kemarahan manusia. Murka Allah adalah rasa tidak senang atas dasar pertimbangan yg benar-benar matang dan tegas yg dituntut oleh kekudusan-Nya. Kedua, murka Allah janganlah diartikan sebagai dipacu oleh dendam, melainkan kemarahan yg kudus; tak ada sekelumit pun sifat kedengkian dalamnya. Murka Allah bukanlah permusuhan yg timbul dari hati yg busuk, melainkan kebencian yg benar dan pada tempatnya. Ketiga, tidak boleh merendahkan murka Allah menjadi kemauan menghukum. Murka ialah pengejawantahan positif dari ketidakpuasan, tepat seperti apa yg menyenangkan hati Allah memberikan kepuasan kepada-Nya. Janganlah meniadakan dari Allah apa yg kita sebut perasaan hati. Murka Allah mempunyai padanannya dalam hati manusia, yg terungkap sempurna dalam teladan hidup Yesus sendiri (bnd #/TB Mr 3:5; 10:14*).
          Justru simpul tanggung jawab karena dosa ialah murka Allah. Dan karena dosa tak pernah tanpa oknum persona, tapi justru dalamnya, dan pelakunya, yakni oknum persona itu, maka murka Allah tertuang dalam ketidaksenangan yg tertuju kepada manusia; manusia — kitalah obyek murkaNya itu. Siksaan yg bersifat hukuman yg diderita manusia adalah ungkapan murka Allah. Rasa bersalah dan tersiksa adalah pantulan di alam sadar kita akan ketidaksenangan Allah. Bobot inti kebinasaan terakhir adalah siksaan yg tak berbatas akibat murka Allah (bnd #/TB Yes 30:33; 66:24*; #/TB Dan 12:2*; #/TB Mr 9:43,45,48*).
VIII. Kemenangan alas dosa
          Kendati dosa adalah ihwal yg sangat menyedihkan, Alkitab menawarkan pengharapan dan optimisme menghadapinya. Inti berita Alkitab adalah prakarsa akbar ilahi mengatasi dosa, yaitu rencana Allah menyelamatkan manusia yg berpusat pada Tuhan Yesus Kristus, Adam yg terakhir, Anak Yg Kekal, Juruselamat manusia. Dosa dikalahkan oleh karya Kristus — kelahiran-Nya yg ajaib, hidup-Nya yg taat kepada Allah secara sempurna, khususnya kematian-Nya di kayu salib, kebangkitan-Nya, kenaikan-Nya ke sorga ke sebelah kanan Bapak, kerajaan-Nya atas sejarah umat manusia dan kedatangan-Nya yg kedua kali dengan penuh kemuliaan. Kuasa rampasan dosa sudah dibinasakan, tuntutannya yg sadis dan aneh ditelanjangi, kedok siasat najisnya dibuka dan dibuang, akibat-akibat buruk dari kejatuhan Adam dibungkamkan, diimbangi dan diimbali, sehingga kehormatan dan keakbaran Allah dibenarkan dan dikukuhkan, kekudusan-Nya dimantapkan, dan kemuliaan-Nya berjaya luas.
          Itulah amanat akbar Alkitab, ‘Allah dalam Kristus telah menaklukkan dosa!’ Dampak penaklukan itu terungkap dalam kehidupan umat Allah, yaitu orang-orang yg oleh iman kepada Yesus Kristus dan karya penyelamatan-Nya yg tuntas sempurna, dibebaskan dari kesalahan dan hukuman dosa. Dan mereka mengalami penaklukan kuasa dosa melalui kesatuan mereka dengan Kristus. Proses pengalaman ini akan mencapai puncaknya pada zaman akhir — pada waktu Kristus dalam kemuliaan-Nya datang untuk kedua kalinya. Pada waktu itu pula umat Allah akan dikuduskan secara sempurna, dosa akan dienyahkan dari ciptaan Allah, dan sorga serta bumi baru akan terwujud di mana kebenaran diberlakukan. (Lih #/TB Kej 3:15*; #/TB Yes 52:13*; #/TB Yer 31:31-34*; #/TB Mat 1:21*; #/TB Mr 2:5; 10:45*; #/TB Luk 2:11; 11:12-22*; #/TB Yoh 1:29; 3:16* dab; #/TB Kis 2:38; 13:38* dab; Rm passim; #/TB 1Kor 15:3* dab; 22 dab; #/TB Ef 1:13-14; 2:1-10*; #/TB Kol 2:11-15*; #/TB Ibr 8:1-10:25*; #/TB 1Pet 1:18-21*; #/TB 2Pet 3:11-13*; #/TB 1Yoh 1:6-2:2*; #/TB Wahy 20:7-14; 21:22-22:5*.)
KEPUSTAKAAN.
  • J Muller, The Christian Doctrine of Sin, 1877; J On, Sin as a Problem of Today, 1910; F. R Tenant, The Concept ofSin, 1912;
  • C Ryder Smith, The Bible Doctrine of Sin, 1953; E Brunner, Man in Revolt, 1939;
  • R Niebuhr, The Nature and Destiny of Man, 1941 dan 1943; J Murray, The Imputation of Adam’s Sin, 1959; G. C Berkouwer, Sin, 1971; W Gunther, W Bauder, NIDNTT 3, hlm 573-587; TDNT 1, hlm 149-163,267-339; 3, hlm 167-172; 5, hlm 161-166, 447-448, 736-744; 6, hlm 170-172, 883-884; 7, hlm 339-358.


KEJAHATAN

       Kata Ibrani ra’ dan rasya berasal dari satu akar yg artinya ‘merusak’ atau ‘meremukkan’ sehingga tak berharga lagi, tidak menyenangkan, tidak enak, menjijikkan. Kata ini mencakup perbuatan jahat itu dan akibat-akibatnya. Kata-kata Yunaninya ialah kakos dan poneros; athesmos dan anomos, yg diterjemahkan ‘tak mengenal hukum’ dan ‘durhaka’, termasuk dalam iklim pikiran yg sama. Kakia biasanya diterjemahkan ‘kejahatan’, tapi diterjemahkan ‘kebusukan’ dalam #/TB Rom 1:29* dan ‘keburukan’ dalam #/TB 1Kor 5:8*.

I. Kejahatan umum

          Allah terpisah dari yg jahat, dan bagaimanapun tak dapat dianggap bertanggung jawab atas kejahatan. Kejahatan timbul dari keinginan hati manusia yg berdosa (#/TB Yak 1:13-15*). Israel berulangkali ‘melakukan yg jahat’ dan menanggung akibat-akibatnya (ump #/TB Hak 2:11*). Di belakang seluruh sejarah umat manusia ada perlawanan terhadap kuasa-kuasa jahat (#/TB Ef 6:10-17*; #/TB Wahy 12:7*) dengan pemimpinnya ‘Si Jahat’, Iblis, Tapi kuasanya dalam pengendalian Allah dan pada akhirnya akan diremukkan (*IBLIS).

          Tindakan penyelamatan Allah ditujukan untuk menghadapi kejahatan. Tuhan Yesus waktu di bumi ini memerangi penderitaan dan dukacita (#/TB Mat 8:16-17*), tapi kayu salib adalah penyelesaian tuntas kejahatan seutuhnya. Kasih Allah dinyatakan di kayu salib sampai puncaknya (#/TB Rom 5:8; 8:32*) pada saat Yesus disamakan dengan dunia yg menderita sengsara dan menanggung dosa dunia. Perubahan hati yg timbul dalam batin manusia yg diakibatkan oleh Injil, adalah bukti dari kemenangan Yesus atas segenap kuasa kejahatan (#/TB Kol 2:15*; #/TB 1Yoh 3:8*), sekaligus bukti tentang kemenangan Allah yg akan mengakhiri kuasa kejahatan itu. Pada akhirnya tiap bentuk kejahatan, susila atau badani, akan dihapuskan untuk selama-lamanya (#/TB Wahy 21:1-8*).

II. Orang-orang fasik

          Dalam Alkitab Indonesia kata ‘fasik’ dan jahat’ dapat dipertukarkan. Kejahatan adalah buah dari hati yg jungkir balik, penyerahan seseorang kepada bualan-bualan hatinya yg jahat (#/TB Ams 15:26*; #/TB Rom 1:29*; #/TB Mazm 10:1-11*). Pusat kejahatan adalah dalam hati manusia (#/TB Mat 7:21-23*), dipupuk oleh Iblis di sana (#/TB 1Yoh 3:12*); kejahatan hati terus bertambah-tambah (#/TB Kej 6:5*) dan sifatnya menular (#/TB 1Sam 24:13*) dalam penjelmaannya. Orang fasik suka melakukan penyiksaan badan (#/TB Ams 21:20*), seperti kelihatan waktu orang-orang jahat menyalibkan Juruselamat (#/TB Kis 2:23*).

          Dalam Kitab Mzm orang fasik berulang-ulang disebut, dan khususnya masalah kemujuran mereka. Tapi masalah ini, walaupun sebagian jawabnya sudah diberikan, namun tak dapat diselesaikan hanya dengan penyuluhan dari penyataan PL. Lih mis #/TB Mazm 37*. Alkitab mantap dan teguh menyatakan bahwa hukuman pasti akan jatuh atas semua orang fasik (#/TB Mazm 9:16*; #/TB Yer 16:4*; #/TB Mat 13:49*).

          Orang yg tak percaya terasing dari Allah karena tindak kejahatan mereka (#/TB Kol 1:21*). Tapi orang yg bertumbuh dalam iman mengalahkan yg jahat: perisai iman ialah pertahanan yg teguh melawan semua serangan kejahatan (#/TB Ef 6:16*).

III. Menjadi anak-anak

          Bagi orang Kristen kejahatan terhisab dalam hidup lama (#/TB Tit 3:3*), tapi senantiasa membutuhkan bimbingan untuk mengikisnya (#/TB 1Kor 5:7* dab) atau untuk membuangnya (#/TB Yak 1:21*; #/TB Kol 3:8*). Orang Kristen harus menjadi ‘anak-anak’ dalam ihwal kejahatan (#/TB 1Kor 14:20*), dan bagi orang Kristen kemerdekaan bukanlah hidup tanpa hukum (#/TB 1Pet 2:16*).

MURKA ALLAH

       Sikap permanen Allah yg kudus dan benar bila berkonfrontasi dengan dosa dan kejahatan disebut ‘murka’Nya. Dan tidaklah cukup memandang istilah itu hanya sebagai ‘penggambaran tentang proses sebab akibat yg tak terelakkan dalam alam moral’ atau sebagai cara lain untuk berbicara tentang akibat-akibat dosa. Murka lebih merupakan kualitas pribadi, yg tanpa itu Allah tidak lagi sepenuhnya adil dan kasih-Nya merosot menjadi melulu perasaan halus. Tapi, meskipun murka Allah sama seperti kasih-Nya harus digambarkan dengan bahasa manusia, murka-Nya tidak sewenang-wenang, tidak tiba-tiba atau sembarang waktu, seperti biasanya murka manusia. Murka Allah adalah permanen dan merupakan suatu unsur dalam hakikat-Nya juga dalam kasih-Nya. Hal itu ditunjukkan dengan baik dalam De ira Dei, karya Lactantius.

       Ketidakadilan dan kefasikan manusia, terhadap perbuatan mana manusia tidak dapat berdalih, harus diikuti pernyataan murka Allah yg menimpa hidup manusia, baik hidup perseorangan maupun bangsa-bangsa (lih #/TB Rom 1:18-32*); dan PL mengandung banyak contoh mengenai hal itu, seperti pembinasaan Sodom dan Gomora dan kehancuran Niniwe (lih #/TB Ul 29:23*; #/TB Nah 1:2-6*). Tapi sampai ‘hari murka’ terakhir, yg diantisipasi sepanjang Alkitab dan dIlukiskan dengan sangat hidup dalam Why, murka Allah selalu dilembutkan dengan belas kasihan, teristimewa dalam hubungan-Nya dengan umat pilihan-Nya (lih ump #/TB Hos 11:8* dab). Tapi, bagi pendosa ‘memanfaatkan’ belas kasihan itu berarti menimbun ‘murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yg adil akan dinyatakan’ (#/TB Rom 2:5*). Paulus yakin bahwa salah satu penyebab utama mengapa Israel gagal menahan proses kemerosotan moral terletak dalam tanggapan mereka yg salah terhadap kesabaran Allah, yg begitu sering menahan dini tidak menghukum mereka sejauh mereka layak menerimanya. Mereka memandang rendah ‘kekayaan kemurahan-Nya dan kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya’, dan mereka gagal melihat bahwa itu dimaksudkan untuk membawa mereka kepada pertobatan (#/TB Rom 2:4*).

       Dalam keadaan tak terselamatkan manusia memberontak menentang Allah, demikian keras hail sehingga pasti menjadi sasaran murka-Nya (#/TB Ef 2:3*), dan menjadi ‘benda-benda kemurkaan yg disiapkan untuk kebinasaan’ (#/TB Rom 9:22*). Hukum Musa pun tidak kuasa menyelamatkan mereka dari kedudukan itu, sebab, seperti dinyatakan oleh rasul dalam #/TB Rom 4:15*, ‘hukum Taurat membangkitkan murka’. karena hukum menuntut ketaatan yg sempurna kepada perintah hukum itu, maka hukuman-hukuman yg diganjarkan atas ketidaktaatan membuat pendosa lebih di bawah murka Allah. Memang, hanya oleh keselamatan yg rahmani bagi pendosa yg ditetapkan dalam Injil, sehingga pendosa dapat tidak lagi menjadi sasaran murka dan menjadi penerima anugerah Allah. Kasih Allah terhadap pendosa yg dinyatakan dalam hidup dan kematian Yesus merupakan tema utama PB dan kasih itu dinyatakan dalam hal — demi manusia dan untuk menggantikannya — Yesus mengalami kesengsaraan, penderitaan, hukuman dan kematian yg adalah nasib pendosa yg berada di bawah murka Allah. karena itu, Yesus dapat dicandra sebagai ‘pembebas dari murka yg akan datang’ (lih #/TB 1Tes 1:10*); dan Paulus dapat menulis, ‘Kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita akan diselamatkan dari murka melalui Dia’ (#/TB Rom 5:9*). Pada lain pihak, murka Allah tetap atas semua orang yg mencoba merintangi maksud Allah untuk menyelamatkan, tidak tunduk kepada Anak Allah, yg hanya melalui Dia saja pembenaran demikian dimungkinkan.

       KEPUSTAKAAN.
  • R. V. G Tasker, The Biblical Doctrine of the Wrath of God, 1951;
  • G. H. C Macgregor, ‘The Concept of the Wrath of God in the New Testament’, NTS 7, 1960-1961, hlm 101 dst; H-C Hahn, NIDNTT l, hlm 105-113.

DAMAI, PENDAMAIAN

       Istilah bh Indonesia ‘damai’ dalam beberapa bentuk digunakan sebagai padanan kata Ibrani kpr dan kata Yunani hilaskomai; mis #/TB Im 17:11* ‘mengadakan pendamaian’, #/TB 1Yoh 2:2* ‘Ia adalah pendamaian’. Damai dipakai juga sebagai padanan untuk katallage, mis #/TB Rom 5:10* ‘diperdamaikan dengan Allah’. Secara umum, pendamaian mengacu kepada karya Kristus yg menyelesaikan semua soal akibat dosa manusia, dan yg memulihkan hubungan manusia dengan Tuhan Allah.

I. Kebutuhan akan pendamaian

          Keharusan akan kebutuhan pendamaian timbul karena tiga hal: dosa itu pada dirinya adalah universal, bobotnya teramat berat, dan ketidakmampuan manusia mengatasi dosa itu. Bahwa dosa universal terbukti dalam Alkitab; lih #/TB 1Raj 8:46*; #/TB Mazm 14:3*; #/TB Pengkh 7:20*; #/TB Mr 10:18*; #/TB Rom 3:23* dan ay-ay lainnya. Bahwa bobot dosa teramat berat nampak dalam bagian-bagian yg menunjukkan betapa menjijikkan dosa itu bagi Allah, mis #/TB Hab 1:13*; #/TB Yes 59:2*; #/TB Ams 15:29*; #/TB Mr 3:29* (dosa yg tak terampuni); #/TB Mr 14:21*. Sebelum diperdamaikan dengan Allah, manusia hidup jauh dari Allah’ (#/TB Kol 1:21*), menghadapi penghakiman dan hukuman (#/TB Ibr 10:27*).

          Manusia tidak akan pernah mampu mengatasi atau menyelesaikan soal dosa ataupun menyembunyikan perbuatan dosanya (#/TB Bil 32:23*), atau membersihkan diri dari dosa (#/TB Ams 20:9*). Perbuatan atau amal apa pun tidak akan membenarkan manusia di hadapan Allah (#/TB Rom 3:20*; #/TB Gal 2:16*). Seandainya manusia harus tergantung pada dirinya sendiri, maka manusia tak akan pernah selamat. Mungkin bukti paling penting mengenai hal ini ialah fakta bahwa Kristus Anak Allah terpaksa datang ke dunia guna menyelamatkan manusia. Kenyataan memang demikian, melulu karena semua manusia adalah orang berdosa dan keadaannya fatal dan sangat menyedihkan.

II. Pendamaian dalam PL

          Allah dan manusia menjadi sangat berjauhan karena dosa manusia, dan manusia tidak dapat menemukan jalan kembali. Tapi Allah berprakarsa dan menyediakan jalan. Dapat dikatakan bahwa dalam PL pendamaian diperoleh dengan mengadakan korban-korban, tapi sekali-kali tidak boleh dilupakan bahwa tentang darah pendamaian Allah telah berkata, ‘Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu’ (#/TB Im 17:11*). Pendamaian diperoleh bukan oleh nilai apa pun yg terkandung dalam binatang yg dikorbankan, melainkan karena pengorbanan itu adalah jalan yg ditentukan sendiri oleh Allah bagi manusia untuk memperoleh pendamaian.

          Pengorbanan itu menjelaskan beberapa kebenaran tertentu mengenai pendamaian. Korban sekali-kali tidak boleh tercela. Ini menandaskan mutlaknya perlu kesempurnaan. Pengorbanan menelan harkat kualitas Maha Akbar, karena pendamaian tidak mudah dan murah, dan bobot dosa sangat berat. Kematian korban adalah segi yg paling penting dari pengorbanan itu. Hal ini terungkap sebagian dalam kiasan darah, sebagian dalam sifat umum upacara pengorbanan itu, dan sebagian lagi dalam acuan-acuan lain mengenai pendamaian.

          Dalam beberapa bagian PL pendamaian nampaknya diperoleh, atau paling tidak dimohonkan dengan cara lain disamping melalui upacara pengorbanan: tapi bagian-bagian ini juga mengacu kepada kematian sebagai jalan pendamaian. Maka dalam #/TB Kel 32:30-32* Musa berusaha mengupayakan adanya pendamaiaan karena dosa bangsa Israel, dengan cara memohon kepada Allah untuk menghapuskan namanya dari kitab yg ditulisnya. Artinya, kematiannya sendiri. Dalam Bit #/TB Kel 25:6-8,13* Pinehas mengupayakan adanya pendamaian dengan cara membunuh beberapa orang berdosa tertentu. Contoh-contoh lain dapat disebut. Tapi jelas, bahwa dalam PL telah dikenal bahwa kematianlah hukuman bagi orang berdosa (#/TB Yeh 18:20*), namun dengan luwes Allah berkenan mengindahkan kematian seorang korban untuk menggantikan kematian seorang berdosa. Demikian jelas dan gamblangnya kebijaksanaan ilahi ini sehingga penulis Surat Ibr dapat menyimpulkan dengan berkata ‘tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan’ (#/TB Ibr 9:22*).

III. Pendamaian dalam PB

          Menurut PB pengorbanan-pengorbanan pada zaman dahulu itu bukanlah sumber utama bagi penghapusan dosa. Sebab hanya melalui kematian Kristus pelanggaran yg terjadi di bawah perjanjian pertama memperoleh penebusan (#/TB Ibr 9:15*). Salib adalah pusat PB dan bahkan pusat seluruh Alkitab. Semua hal prasalib menuju ke salib. Dan semua hal sesudah salib menoleh ke salib. Justru tidak mengherankan jika terdapat sangat banyak ajaran mengenai salib. Para penulis PB tidak menyajikan suatu ajaran klise, melainkan menulis dari sudut pandang yg berbeda-beda dan memberi penekanan yg berbeda-beda pula. Mereka menyajikan beberapa segi dad pendamaian itu. Masing-masing menuliskan apa yg ia lihat, yg satu melihat lebih dari yg lain. Tapi mereka tidak melihat sesuatu yg berbeda. Selanjutnya, kita pertama-tama akan menalar apa yg dikatakan ajaran asasi dan umum mengenai pendamaian, kemudian beberapa hal yg diinformasikan kepada kita oleh salah satu penulis PB.

             a. Pendamaian mengungkapkan kasih Allah kepada manusia

             Para penulis PB sepakat bahwa pendamaian adalah hasil kerja kasih Allah. Pendamaian itu bukan sesuatu yg dipaksakan atau diperas oleh Anak yg penuh belas kasihan dari Bapak yg keras dan ogah, yg memang adil tapi tak dapat goyah. Pendamaian menunjukkan kasih Bapak sebagaimana kasih Anak. Paulus menerangkan bahwa ‘Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa’ (#/TB Rom 5:8*). #/TB Yoh 3:16* berkata, ‘Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan AnakNya’. Dalam Kitab-kitab Injil ditekankan bahwa Anak Manusia harus menderita (#/TB Mr 8:31* dan ay-ay sejajar). Artinya, kematian Kristus bukan terjadi kebetulan: kematian-Nya berakar dalam suatu keharusan ilahi. Hal ini kita lihat juga dalam doa Yesus di Getsemane jadilah kehendak-Mu, ya Bapak!’ (#/TB Mat 26:42*). Dalam Ibr dikatakan bahwa ‘oleh kasih karunia Allah, Ia (Kristus) mengalami maut bagi semua manusia’ (#/TB Ibr 2:9*). Pemikiran ini terbentang di sepanjang PB, dan baiklah kita mengingatnya dalam memikirkan cara (metode) terciptanya pendamaian.

             b. Unsur pengorbanan dalam kematian Kristus

             Pemikiran lain yg tersebar luas dalam PB ialah bahwa Kristus mati ‘untuk menanggung hukuman dosa manusia’. Bukan bahwa orang jahat melulu memberontak melawan Dia, atau bahwa musuh-musuh-Nya melakukan makar terhadap Dia dan bahwa Ia tak sanggup menghadapi mereka. Tidak. Ia ‘telah diserahkan karena pelanggaran kita’ (#/TB Rom 4:25*). Ia datang khusus untuk mati karena dosa-dosa kita. Darah-Nya ditumpahkan ‘bagi banyak orang untuk pengampunan dosa’ (#/TB Mat 26:28*). Ia ‘mengadakan penyucian dosa’ (#/TB Ibr 1:3*). ‘Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib’ (#/TB 1Pet 2:24*). ‘Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita’ (#/TB 1Yoh 2:2*). Salib Kristus tak dapat dimengerti kecuali kita melihat bahwa di kayu salib Juruselamat berurusan dengan dosa umat manusia.

             Dengan berbuat demikian Kristus memenuhi semua yg dilambangkan dalam pengorbanan yg lama, dan para penulis PB gemar memikirkan tentang kematian-Nya sebagai pengorbanan. Yesus sendiri menunjuk kepada darah-Nya sebagai ‘darah perjanjian’ (#/TB Mr 14:24*), yg menunjukkan kepada kita upacara pengorbanan guna memperoleh artinya. Justru bahasa Perjamuan Kudus sangat bersifat pengorbanan, yg mengacu kepada korban yg sempurna genap di kayu salib.

             Paulus berkata, ‘Yesus Kristus telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diriNya untuk kita sebagai persembahan dan korban yg harum bagi Allah’ (#/TB Ef 5:2*). Kadang-kadang Paulus menunjuk bukan kepada korban-korban secara umum, tapi kepada satu korban khusus, seperti dalam #/TB 1Kor 5:7*, ‘Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus’.

             Petrus berbicara tentang ‘darah yg mahal, yaitu darah Kristus, yg sama seperti darah anak domba yg tak bernoda dan tak bercacat’ (#/TB 1Pet 1:19*), yg menyatakan bahwa dalam satu segi kematian Kristus adalah pengorbanan. Yohanes Pembaptis berseru, ‘Lihatlah Anak Domba Allah yg menghapus dosa dunia’ (#/TB Yoh 1:29*).

             Pada abad pertama M hakikat dan makna pengorbanan dikenal di mana-mana, sehingga apa pun latar belakang seseorang ia akan mengerti hunjukan pada pengorbanan bila ia membacanya. Para penulis PB memanfaatkan hal ini dan menggunakan terminologi pengorbanan untuk mengungkapkan apa yg telah Kristus lakukan untuk manusia. Apa yg dilambangkan dalam korban-korban PL, bahkan lebih dari itu, Kristus telah menggenapinya tuntas dan seutuhnya dalam kematian-Nya.

             c. Manusia diperdamaikan dengan Allah

             Ada 4 perikop tentang pendamaian yg harus dipikirkan secara khusus, yaitu #/TB Rom 5:10* dab; #/TB 2Kor 5:18* dab; #/TB Ef 2:11* dab; #/TB Kol 1:20* dab. Dalam bh Yunani dipakai istilah katallage, kallasso dan apokatalasso. Gagasan pendamaian mencakup arti bahwa dua pihak yg sekarang telah didamaikan, tadinya berlawanan, dan sekarang perlawanan mereka sudah hapus. Menurut Alkitab orang berdosa adalah ‘seteru Allah’ (#/TB Rom 5:10*; #/TB Kol 1:21*; #/TB Yak 4:5*). Bobot ay-ay ini dan ay-ay searti jangan diremehkan. Seteru jelas berarti lawan atau musuh tengik. Menurut Alkitab Allah sangat memusuhi segala sesuatu yg jahat.

             Jalan mengatasi permusuhan ialah menyingkirkan penyebab timbulnya permusuhan itu. Dalam keadaan tertentu pihak yg bersalah boleh minta maaf, boleh membayar utangnya, boleh mengembalikan apa yg dia curi: tapi jalan pendamaian senantiasa bersifat menyingkirkan penyebab timbulnya permusuhan itu. Justru Kristus mati untuk meniadakan dosa manusia. Dengan cara demikian Ia menyingkirkan perseteruan manusia dengan Allah, Ia membuka jalan bagi manusia untuk kembali mendekati Tuhan: inilah pendamaian!

             Sangat menarik bahwa PB tidak berkata Kristus mendamaikan Allah dengan manusia. Yg dikatakan dan ditekankan ialah pendamaian manusia dengan Allah. Dosa manusialah yg menyebabkan perseteruan itu, justru dosa manusialah yg harus digumuli. Manusia patut diajak, dengan perkataan #/TB 2Kor 5:20*, ‘berilah dirimu didamaikan dengan Allah’. Atas dasar ini ada orang berpendapat bahwa karya Kristus yg mendamaikan hanya mempengaruhi manusia saja. Tapi pandangan ini tidak cocok dengan seluruh amanat PB sebagai satu kesatuan.

             Kekudusan Allah menuntut adanya tembok pemisah antara Allah dan manusia. Jika masalah dosa diserahkan kepada manusia saja, maka ia tak akan acuh mengenai dosanya dan tidak merasakan perseteruan dengan Allah akibat dosa itu.

             Tembok pemisah dibangun karena kekudusan Allah menuntut kesucian diri manusia. Bila pendamaian terjadi, kita tidak dapat berkata bahwa Allah terlepas dari pendamaian itu. Harus ada perubahan pada tuntutan hukuman dari Allah, jika murka Allah dengan segala yg tercakup dalam ungkapan itu tidak akan ditimpakan lagi ke atas manusia.

             Hal ini tidak berarti bahwa ada perubahan dalam kasih Allah, apalagi dalam diri Allah. Alkitab sangat gamblang menandaskan bahwa kasih Allah kepada manusia tidak berubah, kendati apa pun diperbuat oleh manusia. Harus diingat, bahwa pekerjaan Kristus yg mendamaikan berakar dalam kasih Allah yg begitu besar kepada manusia. ‘Ketika kita masih berdosa’, maka pada saat itu ‘Kristus telah mati untuk kita’ (#/TB Rom 5:8*). Kebenaran ini kukuh mantap. Tapi janganlah sekali-kali menganggap bahwa pendamaian melulu bersifat subyektif. Dalam arti tertentu pendamaian terjadi di luar diri manusia sebelum terjadi di dan atas diri manusia. Paulus berkata tentang Kristus, ‘Oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu’ (#/TB Rom 5:11*). Pendamaian siap diberikan dan diberlakukan justru ditawarkan (karena pendamaian itu sudah ada dan tersedia) sebelum manusia menerimanya. Dengan kata-kata lain, pendamaian itu harus dilihat sebagai pasti dan positif hasilnya, baik pada pihak manusia maupun pada pihak Allah.

             d. Pekerjaan Kristus dan murka Allah

             Gagasan bahwa kematian Kristus menampung dan menanggung segenap murka Allah, sering dikecam oleh ahli-ahli modern sebagai ‘tidak layak’, tidak cocok dengan pengertian Kristen tentang Tuhan Allah.

             Namun orang-orang pada zaman PL tidak menganggap gagasan ini sukar: bagi mereka ‘Allah adalah … Allah yg murka setiap hari’ (#/TB Mazm 7:10*). Mereka yakin bahwa dosa menimbulkan reaksi ilahi yg hebat sekali. Allah bukan lemah secara moral, Ia sangat tegas menentang kejahatan dalam segala bentuknya. Memang, Ia panjang sabar (#/TB Neh 9:17* dab), namun murka-Nya terhadap dosa adalah pasti. Menurut #/TB Bil 14:18*, Tuhan yg panjang sabar sekali-kali tidak membebaskan orang yg bersalah dari hukuman. Justru dalam ay yg terkait dengan kemurahan Allah, disebut bahwa Ia menolak untuk melepaskan orang yg salah. Bagi orang zaman PL, bahwa Allah panjang sabar adalah sesuatu yg mengherankan, yg tidak bisa diharapkan dan yg menghasilkan hormat agamawi.

             Tapi orang yg yakin bahwa Allah murka terhadap dosa, yakin pula bahwa murka ini dapat dielakkan, biasanya melalui penyerahan korban terkait. Hal ini dapat terjadi bukan karena korban itu mengandung suatu kuasa, tapi karena Allah sendiri berkata, ‘Allah telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian dengan pengantaraan nyawa’ (#/TB Im 17:11*).

             Pengampunan tidak ditarik dari suatu ilah yg tidak mau memberikannya. Pengampunan adalah karunia dari Allah yg suka mengampuni. ‘Ia bersifat penyayang, Ia mengampuni kesalahan mereka dan tidak memusnahkan mereka; banyak kali Ia menahan murka-Nya dan tidak membangkitkan segenap amarah-Nya’ (#/TB Mazm 78:38*). Manusia tidak dapat melakukan suatu apa pun untuk menangkis murka Allah. Allah sendiri yg menahan murka itu dan tidak membangkitkan amarah-Nya.

             Ungkapan ‘murka Allah’ terdapat beberapa kali dalam PB. Tapi disamping itu ada bukti lain yg menyatakan bahwa Allah senantiasa gigih melawan kejahatan. Keadaan orang berdosa teramat buruk, karena ia salah di hadapan Allah. Tidak ada pada orang berdosa harapan lain kecuali penghakiman dan hukuman ilahi. Tidak penting apakah akan menyebut hal ini ‘murka Tuhan’ atau tidak, yg jelas itu adalah fakta. Namun Alkitab menyebutnya ‘murka Allah’ dan tidak ada ungkapan lain yg memuaskan.

             Istilah ‘pendamaian’ dipakai dalam #/TB Rom 3:21-26*. ‘Oleh kasih karunia (kita) telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya’. Menurut Paulus setiap orang, baik Yahudi maupun non-Yahudi, telah kena hukuman, ‘Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia’ (#/TB Rom 1:18*). Berkaitan dengan latar belakang ini Paulus memaparkan pekerjaan Kristus. Kristus mati bukan untuk menyelamatkan manusia dari maut yg tidak ada. Ia melepaskan dan menyelamatkan manusia dari bahaya maut yg benar-benar ada dan riil. Vonis hukuman telah dijatuhkan menimpa manusia. Dalam ps-ps pendahuluan Surat Rm dengan tegas Paulus menekankan murka Allah, adalah justru karena pekerjaan Kristus yg menyelamatkan pasti melepaskan orang berdosa dari murka itu. Hal ini diterangkan sebagai jalan pendamaian’ (Yunani hilasterion), yg menggambarkan jalan Tuhan menyelesaikan kemelut masalah dosa manusia.

             Dalam #/TB 1Yoh 2:2* Yesus disebut ‘pendamaian untuk segala dosa kita’. Dalam ay #/TB 1Yoh 2:1* Ia disebut ‘pengantara pada Bapak’. Karena dibutuhkan pengantara dengan Allah, maka pasti manusia sudah dalam keadaan sangat berbahaya. Jadi pendamaian di sini adalah sama seperti di tempat-tempat lain, yg berarti Yesus menanggung murka Allah guna membebaskan manusia dari murka itu.

             Tapi pandangan Alkitab tentang pendamaian tidak tergantung dari hanya beberapa ay tertentu saja. Pendamaian merupakan cerminan dari ajaran Alkitab sebagai keseluruhan. Pendamaian mengingatkan kita bahwa Allah sangat melawan segala kejahatan, bahwa sifat ilahi ini cocok disebut ‘murka’, dan bahwa murka itu dielakkan hanya melalui pekerjaan Kristus yg mendamaikan.

             e. Kristus mati sebagai wakil manusia

             Para ahli setuju, bahwa kematian Kristus adalah untuk orang lain. Jika dalam suatu pengertian Ia mati ‘karena dosa’, dalam pengertian lain Ia mati ‘karena kita’. Bila kita berkata bahwa Kristus mati sebagai wakil, itu berarti bahwa Ia mati khusus untuk kita. Sebagai wakil kita Ia tergantung di kayu salib. Hal ini diungkapkan dalam #/TB 2Kor 5:14*, ‘Satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati’. Kematian seorang wakil dihitung sebagai kematian mereka yg diwakili-Nya. Dalam #/TB 1Yoh 2:1* Yesus disebut ‘pengantara pada Bapak’, maka pemikiran tentang perwakilan tersirat jelas, dan bagian ini segera dilanjutkan dengan uraian tentang kematian Kristus karena dosa. Salah satu tema pokok Surat Ibr ialah mengenai Yesus sebagai Imam Agung. Pemikiran ini diulangi beberapa kali. Apa pun yg lain yg dapat dikatakan mengenai seorang Imam Besar, yg jelas adalah Ia mewakili orang lain. Karena itu pemikiran tentang perwakilan dapat dikatakan sangat kuat dalam Surat Ibr ini.

             f. Kematian Kristus sebagai pengganti

             Walaupun banyak ahli modem tidak mau menerimanya, namun hal pengganti (substitusi) merupakan ajaran PB, bukan dalam satu dua tempat tapi di seantero PB. Menurut #/TB Mr 10:45*, ‘Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang’.

             Baik rincian maupun garis besar ay ini menunjuk pada gagasan pengganti. Dalam rinciannya istilah ‘tebusan’ mempunyai arti pengganti, dan kata depan anti (’ bagi’) juga dipakai dalam arti pengganti: dalam garis besarnya, manusia seharusnya mati, justru Kristus mati sebagai pengganti, dan manusia tidak harus mati lagi. Kebenaran yg sama dinyatakan oleh kutipan-kutipan PB dari #/TB Yes 53* mengenai Hamba yg menderita, karena tentang Dia dikatakan, ‘la ditikam karena pemberontakan kita, Ia diremukkan karena kejahatan kita; ganjaran yg mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpa kan kepada-Nya, dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh … Tuhan telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kits sekalian’ (#/TB Yes 53:5*).

             Tersembunyinya semangat Kristus di Getsemane menunjuk pada hal yg sama. Ia berani, dan banyak yg jauh kurang layak daripada Dia juga telah menghadapi maut dengan tenang. Tersembunyinya semangat dan mencuatnya penderitaan itu tak dapat dipahami kecuali kita terima apa yg dikatakan Paulus, bahwa ‘Dia yg tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karma kita’ (#/TB 2Kor 5:21*). Dalam kematian-Nya Ia menggantikan kita, dan jiwa-Nya yg suci tersembunyi dari pengenalan ini dengan orang-orang berdosa. Dan nampaknya hanya hal inilah yg dapat menjelaskan seruan, ‘AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?’ (#/TB Mr 15:34*).

             Menurut #/TB Gal 3:13*, ‘Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita’. Ia menanggung kutuk atas kita, yg berarti Ia menggantikan kita. Pemikiran yg sama terdapat dalam #/TB Rom 3:21-26*. Di situ Paulus mengembangkan gagasan bahwa keadilan Allah dimanifestasikan dengan cara melalui mana dosa diampuni, yakni salib. Ia tidak mengatakan — seperti beberapa orang menganggap — kebenaran Allah diperlihatkan dalam fakta bahwa dosa diampuni, tapi bahwa kebenaran itu diperlihatkan pada jalan melalui mana dosa diampuni.

             Penebusan bukanlah ihwal melupakan dosa-dosa yg telah terjadi dahulu (#/TB Rom 3:25*). Salib menunjukkan bahwa lah adalah benar sewaktu Ia pada saat yg sama membenarkan orang-orang yg percaya. Ini tentu berarti bahwa Allah benar dalam cara-Nya menangani soal dosa, dan ini persis sama dengan mengatakan bahwa Kristus menanggung hukuman dosa manusia. Pemikiran ini juga terdapat dalam ay yg berhubungan dengan menanggung atau memikul dosa, mis #/TB Ibr 9:28*; #/TB 1Pet 2:24*. Arti menanggung dosa dijelaskan dalam PL sebagai menanggung hukuman akibat dosa. Misalnya dalam #/TB Yeh 18:20* dikatakan, ‘Orang yg berbuat dosa, itu yg harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya’. Dan dalam #/TB Bil 14:34* mengembara di padang gurun digambarkan sebagai menanggung akibat kesalahan umat Israel. Jadi apabila Kristus disebut menanggung dosa kita, itu berarti bahwa Ia menanggung hukuman kita.

             Penggantian mendasari kenyataan bahwa Kristus ‘telah menyerahkan diriNya sebagai tebusan bagi semua manusia’ (#/TB 1Tim 2:6*). Istilah Yunani antilutron (tebusan) merupakan kata gabungan yg berarti pengganti tebusan. Dalam kamus Grimm-Thayer istilah ini diterangkan sebagai ‘sesuatu berikan untuk mengganti sesuatu yg lain sebagai harga tebusannya’. Tidaklah mungkin membuang arti penggantian dari istilah ini. Pemikiran yg sama terdapat dalam nubuat sinis Kayafas, ‘Lebih berguna bagi kita jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa’ (#/TB Yoh 11:50*). Bagi Kayafas kata-kata itu merupakan kebijaksanaan politis belaka, tapi bagi Yohanes kata-kata itu mengandung nubuat bahwa Kristus akan mati ganti manusia.

             Bukti-bukti di atas kendati tidak lengkap namun kuat dan antap. Tidak mungkin untuk menyangkal bahwa menurut PB penggantian adalah salah satu segi dari pekerjaan Kristus.

             g. Segi-segi pendamaian lainnya dalam PB

             Demikianlah pokok-pokok utama mengenai pendamaian yg terdapat di seluruh PB. Kebenaran-kebenaran lain yg penting telah dinyatakan oleh penulis-penulis tertentu (tapi tidak berarti bahwa kebenaran-kebenaran itu kurang layak diterima, melainkan hanyalah cara penggolongan saja). Paulus melihat di kayu salib jalan pelepasan. Manusia pada dasarnya adalah hamba dosa (#/TB Rom 6:17; 7:14*), tapi dalam Kristus orang sudah menjadi merdeka (#/TB Rom 6:14,22*). Demikian pula melalui Kristus orang dimerdekakan dari daging, mereka telah menyalibkan daging’ (#/TB Gal 5:24*), karena ‘keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh’ (#/TB Gal 5:17*) dan daging yg bukan dari Kristus pasti akan mati (#/TB Rom 8:13*). Murka Allah nyata atas manusia yg menindas kebenaran (#/TB Rom 1:18*), tapi Kristus melepaskan orang juga dari murka ini. Orang-orang percaya ‘dibenarkan oleh darah-Nya’, dan karena itu akan diselamatkan dari murka Allah (#/TB Rom 5:9*).

             Hukum Taurat dapat dipandang dari berbagai sudut, tapi menganggap hukum Taurat sebagai jalan untuk memperoleh keselamatan adalah mencelakakan. Hukum Taurat menunjukkan dosa seseorang kepada orang itu (#/TB Rom 7:7*), dan bahwa memasuki persekutuan yg telah dirasuki dosa akan mematikan dia (#/TB Rom 7:9-11*). Akibatnya ialah bahwa ‘semua orang, yg hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk’ (#/TB Gal 3:10*); tapi ‘Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat’ (#/TB Gal 3:13*). Bagi orang pada zaman purba kematian adalah musuh yg paling mengerikan, yg terhadapnya tak seorang pun dapat menang. Tapi Paulus menyanyikan lagu kemenangan dalam Kristus yg memberi kemenangan, bahkan atas maut (#/TB 1Kor 15:55-57*). Jelas sekali bahwa Paulus melihat Kristus adalah Pelepas maha sanggup.

             Ada banyak segi positif pendamaian. Tapi cukuplah menyebut penyelamatan, pembenaran, dan pengangkatan. Semua ini merupakan gagasan yg sangat berarti bagi Paulus. Dalam beberapa hal ia merupakan orang pertama yg menggunakan istilah-istilah tersebut. Jelas ia berpikir bahwa Kristus telah berbuat banyak untuk umat-Nya dalam kematian-Nya yg mendamaikan.

             Bagi penulis Surat Ibr pemikiran utama ialah mengenai Kristus sebagai Imam Agung yg mulia. Penulis mengembangkan sepenuhnya gagasan tentang keunikan dan kesempurnaan pengorbanan Kristus. Berlawanan dengan korban-korban di atas mezbah-mezbah Yahudi yg dilayani oleh imam-imam keturunan Harun, maka korban Kristus dalam kematian-Nya adalah kekal sifatnya. Itu tidak akan pernah berubah. Kristus telah menyelesaikan tuntas segenap soal dosa manusia.

             Dalam tulisan Yohanes terdapat pemikiran tentang Kristus sebagai penyataan khusus dari Bapak. Dia-lah diutus oleh Bapak, dan segala yg diperbuat-Nya harus diartikan dalam terang kenyataan ini. Jadi Yohanes melihat Kristus memenangkan pertarungan melawan kegelapan, mengalahkan si Jahat. Ia berbicara banyak tentang pelaksanaan maksud Allah dalam Kristus. Ia melihat kemuliaan yg benar pada salib di atas mana telah dilakukan pekerjaan akbar dan perkasa.

             Dari semua ini jelas bahwa pendamaian berwawasan luas dan dalam. Para penulis PB berusaha sebisa mungkin menyajikan arti dari perbuatan ilahi yg agung ini, kendati dengan bahasa yg serba kurang. Ada hal-hal penting lainnya yg jumlahnya jauh lebih banyak daripada yg dikemukakan di atas. Tapi semua pokok yg telah dinyatakan itu adalah penting, dan tak boleh diabaikan. Dan janganlah sekali-kali menganggap bahwa pendamaian melulu hal negatif. Karya Kristus mengorbankan diriNya untuk menyingkirkan dosa, membuka jalan bagi kehidupan baru dalam Kristus. Dan kehidupan baru itu, buah hasil karya Kristus di atas salib, janganlah dipikirkan sebagai suatu rincian yg tak berarti. Kepada kehidupan yg baru itu tertuju segala sesuatu yg lain.

KEPUSTAKAAN
  • D. M Baillie, God was in Christ, 1956; J Denney, The Death of Christ, 1951;
  • The Christian Doctrine of Reconciliation, 1917;
  • V Taylor, The Atonement in New Testament Teaching; G Aulen, Christus Victor, 1931;
  • S Cave, The Doctrine of the Work of Christ; E Brunner, The Mediator; K Barth, Church Dogmatics, 4, i; The Doctrine of Reconciliation; J. S Stewart, A Man in Christ; Anselm, Cur Deus Homo?; L Morris, The Apostolic Preaching of the Cross, 1965; The Cross in the New Testament, 1967; J Knox, The Death of Christ; J. I Parker, TynB 25, 1974, hlm 3-45.

No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...