KITAB MAZMUR
I. Pentingnya Kitab Mzm
Bagi masyarakat Yahudi dan non-Yahudi sukar untuk menilai muluk-muluk
betapa pentingnya Kitab Mzm. Dalam kitab ini dicerminkan idealisme keagamaan yg
saleh dan persekutuan dengan Allah, penyesalan karena dosa dan pencarian akan
kesempurnaan, berjalan dalam kegelapan, tanpa ketakutan, oleh terang iman;
tentang ketaatan kepada hukum Taurat Allah, gairah berbakti kepada Allah,
persekutuan dengan sesama pengikut Allah, penghormatan terhadap Firman Allah;
tentang kerendahan hati di bawah cambuk yg mengajar, kepercayaan yg teguh
kendati kejahatan merajalela dan berjaya dan ketenangan di tengah-tengah
kebalauan.
Para penyair Ibrani diilhami untuk menerima pengetahuan-pengetahuan
rohani dan pengalaman-pengalaman keagamaan di atas, dan menjadikannya tema
nyanyian-nyanyian mereka. Tapi harus diingat bahwa ‘Mazmur adalah syair, dan
syair dimaksudkan untuk dinyanyikan, bukan risalah doktrin, juga bukan khotbah’
(C. S Lewis, Reflections on the Psalms, 1958, hlm 2). Karena itulah judul
Mazmur dalam bh Ibrani ialah tehillim, ‘nyanyian-nyanyian pujian’ — dan
mazmur-mazmur itu juga mengungkapkan agama Israel, yakni agama yg menjadi
warisan para pemazmur itu, bukan hanya pengalaman-pengalaman keagamaan mereka
secara pribadi. Justru Kitab Mzm adalah milik semua ‘orang beriman’, baik
Yahudi maupun non-Yahudi.
II. Pembentukan Kitab Mzm
Kitab Mzm biasa dianggap sebagai ‘Kitab Nyanyian Bait Suci Kedua’.
Memang demikianlah adanya. Tapi kendati judulnya demikian, tidaklah berarti
bahwa semua mazmur ditulis pada kurun waktu pembuangan atau pasca pembuangan.
Penting dicatat bahwa jenis kesusastraan ini bukan melulu milik Kitab Mzm dalam
PL, tapi juga lazim pada karya sastra dari kurun waktu yg berbeda-beda dalam
sejarah Ibrani. Jenis sastra demikian adalah biasa di antara masyarakat Ibrani
sedini zaman Keluaran (#/TB Kel 15*), dan contoh lain berasal dari zaman
setelah — tapi masih dekat — Yosua (#/TB Hak 5*). Mazmur Hana (#/TB 1Sam
2:1-10*) muncul menjelang akhir zaman para Hakim.
Susastra kenabian zaman pra-pembuangan juga memuat contoh komposisi
mazmur (bnd ump #/TB Hos 6:1-3*; #/TB Yes 2:2-4; 38:10-20*; #/TB Yer 14:7-9*;
#/TB Hab 3:1* dab; dll). Dan dari zaman pasca-pembuangan muncul mis #/TB Ezr
9:5-15* dan #/TB Neh 9:6-38*, yg mirip dengan banyak Mzm. Jelas kiranya bahwa
Kitab Mzm bukanlah jenis kesusastraan yg terpisah. Jenis syair yg sama juga
lazim di antara masyarakat Babel dan warga negara Ugarit seperti dibuktikan
oleh loh-loh Ras Syamra. Kitab Mzm PL adalah kumpulan syair khas kesusastraan
Ibrani, yg juga lazim pada kebudayaan-kebudayaan lain, yg sudah dikenal sejak
paling sedikit zaman Keluaran hingga zaman pasca-pembuangan atau zaman Bait
Suci kedua. Dan jika mazmur-mazmur yg tidak kanonik diperhitungkan, jelas bahwa
bentuk kesusastraan ini bertahan di antara orang Yahudi hingga waktu yg lama
sesudah permulaan zaman Kristen.
a. Penulis
Tidak kurang dari 73 mazmur
dikatakan berasal dari Daud. Penulis-penulis lainnya yg disebut dalam judul
mazmur terkait ialah: Asaf (50, 73-83), bani Korah (42-49; 84; 85; 87), Salomo
(72, 127); Heman (88), Etan (89), keduanya orang Ezrahi, dan Musa (90),
masing-masing menulis satu mazmur. Tentang Daud menulis banyak mazmur sering
diperdebatkan, dengan alasan utama bahwa Daud pemazmur tidak cocok dengan Daud
prajurit yg diuraikan dalam Sam dan Raj. Ada juga ahli yg berkata bahwa judul
ledawid (dari Daud) tidak mengacu kepada penulisnya, melainkan hanya mencatat
mazmur-mazmur yg dapat dipakai dalam upacara kebesaran bagi ‘Daud’ (yaitu raja)
pada suatu saat. Tapi Daud adalah ahli musik (#/TB 1Sam 16:14* dab) dan penyair
(#/TB 2Sam 1:17* dab; #/TB 2Sam 3:33-34*). Usaha beberapa ahli menyangkal bahwa
Daud adalah penulis #/TB 2Sam 22:1* dab; #/TB 2Sam 23:1-7*, dan menghilangkan
kata-kata ‘seperti Daud’ dari #/TB Am 6:5* (tradisi mengenai Daud dan musik
serta nyanyiannya disebut 300 thn setelah kematiannya), sama sekali tidak
berhasil. PB juga tidak hanya menerima Daud sebagai penulis, tapi bahkan
memakai kepenulisannya sebagai dasar bagi kesimpulan: lih #/TB Mat 22:42* dab.
Kidung Bait Suci kedua ini berisi
bahan yg sangat tua. Hal ini tidaklah terlalu mengejutkan, sebab loh-loh Ras
Syamra menunjukkan bahwa ketika Israel menduduki Kanaan, jenis syair seperti
tertera dalam Mzm telah dikenal lama dan menjadi tradisi di antara penduduk
Ugarit. Nyanyian Musa dalam #/TB Kel 15* dan Nyanyian Debora (#/TB Hak 5*)
bukanlah contoh tersendiri atau tidak dikenal ada sebelumnya dalam persajakan
Semit Kepenulisan Musa dan Salomo yg ditunjukkan dalam judul tiga mazmur,
memberi kesan bahwa agama kuno yg berkaitan dengan kemah suci dan Bait Suci
pertama tentulah menuntut adanya musik kudus. Agama pada zaman Amos (#/TB Hak
5:21-23*) dan Yesaya (#/TB Yes 30:29*), masa pembuangan (#/TB Mazm 137:1* dab),
pada kurun waktu setelah Israel kembali dari pembuangan, dan pembangunan Bait
Suci yg kedua, tentu juga menuntut nyanyian-nyanyian khidmat. Bersamaan dengan
merosotnya teori Graf-Wellhausen mengenai sejarah PL, dan pengakuan bahwa ‘P’
tidak berkata apa-apa tentang permazmuran Ibrani atau nyanyian pemujaan, kini
makin diakui bahwa Kitab Mzm berisi komposisi-komposisi yg amat kuno dan juga
mazmur-mazmur zaman pasca-pembuangan. Pengutamaan raja dalam Mzm meyakinkan
orang bahwa banyak mazmur ditulis pada zaman kerajaan, dari zaman Daud hingga
awal pembuangan.
b. Organisasi
Kitab Mzm yg kini kita kenal
terdiri dari 5 kitab. Pembagian ini bermula pada LXX, yg telah ada thn 300 sM.
Tiap bagian mudah dikenal, karena satu pujian menutup tiap bagian. Pujian itu
singkat, kecuali pujian penutup kitab kelima; di situ satu mazmur selengkapnya
dipakai sebagai pujian penutup. Kelima bagian Kitab Mzm itu adalah: Kitab
pertama #/TB Mazm 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9; 10; 11; 12; 13; 14; 15; 16; 17;
18; 19; 20; 21; 22; 23; 24; 25; 26; 27; 28; 29; 30; 31; 32; 33; 34; 35; 36; 37;
38; 39; 40; 41*; Kitab kedua #/TB Mazm 42; 43; 44; 45; 46; 47; 48; 49; 50; 51;
52; 53; 54; 55; 56; 57; 58; 59; 60; 61; 62; 63; 64; 65; 66; 67; 68; 69; 70; 71;
72*; Kitab ketiga #/TB Mazm 73; 74; 75; 76; 77; 78; 79; 80; 81; 82; 83; 84; 85;
86; 87; 88; 89*; Kitab keempat #/TB Mazm 90; 91; 92; 93; 94; 95; 96; 97; 98;
99; 100; 101; 102; 103; 104; 105; 106*; Kitab kelima #/TB Mazm 107; 108; 109;
110; 111; 112; 113; 114; 115; 116; 117; 118; 119; 120; 121; 122; 123; 124; 125;
126; 127; 128; 129; 130; 131; 132; 133; 134; 135; 136; 137; 138; 139; 140; 141;
142; 143; 144; 145; 146; 147; 148; 149; 150*. Ada anggapan bahwa pembagian
menjadi 5 bagian ini sebagai usaha meniru pembagian Taurat dalam 5 kitab,
Pentateukh (lih N. H Snaith, Hymns of the Temple, 1951, hlm 18-20, di mana arti
pembagian ini dibicarakan).
Kitab pertama sebagian besar
terdiri dari mazmur yg dihubungkan dengan Daud. Lalu #/TB Mazm 42; 43; 44; 45;
46; 47; 48; 49; 50; 51; 52; 53; 54; 55; 56; 57; 58; 59; 60; 61; 62; 63; 64; 65;
66; 67; 68; 69; 70; 71; 72; 73; 74; 75; 76; 77; 78; 79; 80; 81; 82; 83*
mencakup komposisi-komposisi yg sebagian besar berasal dari tiga penulis — bani
Korah, Daud, dan Asaf. Lalu #/TB Mazm 90; 91; 92; 93; 94; 95; 96; 97; 98; 99;
100; 101; 102; 103; 104; 105; 106; 107; 108; 109; 110; 111; 112; 113; 114; 115;
116; 117; 118; 119; 120; 121; 122; 123; 124; 125; 126; 127; 128; 129; 130; 131;
132; 133; 134; 135; 136; 137; 138; 139; 140; 141; 142; 143; 144; 145; 146; 147;
148; 149; 150* berisi mazmur yg hampir semuanya anonim. Mungkin banyak di
antaranya dimaksudkan untuk dipakai di Bait Suci: bnd ump 95-100 dan 145-150.
Ada juga sekumpulan mazmur singkat (120-134) yg sering disebut ‘Nyanyian
Ziarah’. Kumpulan mazmur ini hampir dapat dipastikan adalah mazmur-mazmur asli
yg berdiri sendiri-sendiri, dan mungkin pengumpulan itu memberi kunci bagi
pengertian akan tingkatan-tingkatan menuju kepada pembentukan Kitab Mzm seperti
yg diwariskan kepada kita.
Berdasarkan anjuran Gray yg
dikemukakan dalam bukunya Critical Introduction to the Old Testament, 1913, dan
ahli-ahli lain, dapat diandaikan bahwa mazmur-mazmur yg dihubungkan dengan Daud
adalah kesatuan yg pertama, tapi barangkali ke-72 mazmur tulisan Daud itu
semula terdiri dari dua pengumpulan, seperti teracu dalam keadaannya kini
terbagi dalam dua kelompok inti, yakni 3-41 dan 51-72. Diduga bahwa dua
himpunan berikutnya adalah dua kelompok mazmur yg dihubungkan dengan Asaf (50,
73-83) dan bani Korah (42-49). Dua kumpulan lainnya telah diterima sebagai
dalil; yg pertama terdiri dari kelompok kedua dari mazmur Daud, Korah dan Asaf
(42-83), dan yg kedua berisi #/TB Mazm 84; 85; 86; 87; 88; 89*. Kedua kumpulan
ini mempunyai satu kesamaan — memakai kata Ibrani ‘elohim bagi Allah.
‘Nyanyian-nyanyian Ziarah’ barangkali membentuk inti kumpulan yg berisi 90-150
mazmur. Pada akhirnya mazmur yg 150 itu seperti pendapat Robertson Smith, mungkin
pula telah diperas menjadi tiga himpunan: 1-41; 42-89; 90-150, kemudian disusun
kembali sesuai pembagiannya kini, yakni 5 bagian mengikuti pola pembagian
Taurat.
III. Judul-judul dalam Kitab Mzm
Judul kitab itu dalam bh Ibrani adalah tehillim, ‘Nyanyian-nyanyian
Pujian’, atau ‘Puji-pujian’. Judul kitab itu dalam bh Inggris Psalter berasal
dari LXX A Psalterion, sedang judul The Psalms berasal dari Lxx B Psalmoi atau
dari Vulgata Liber Psalmorum. Sebagai tambahan kepada judul yg diberikan kepada
kitab itu, mayoritas mazmur perseorangan mempunyai judul tersendiri. Hal ini
cenderung menimbulkan masalah bagi pembaca yg tidak tahu bh Ibrani, maka
catatan-catatan berikut mungkin berfaedah.
Mengikuti Mowinckel, Professor E. A
Leslie dalam Pembimbingnya kepada Mzm, The Abingdon Bible Commentary, 1929, hlm
509 dst, membagi judul judul Mazmur dalam empat golongan.
1. Judul judul berupa acuan teknis bagi mazmur-mazmur; mizmor, nyanyian,
biasanya disebut ‘mazmur’ (ump 24), memberi kesan bahwa mazmur-mazmur ini
dinyanyikan dengan dibarengi musik; syir, nyanyian, yakni nyanyian keagamaan yg
dinyanyikan dalam kebaktian (ump 46); syir hamma ‘slot, nyanyian kenaikan,
nyanyian musafir yg dinyanyikan oleh orang-orang yg berbakti saat mereka
berpawai di belakang tabut untuk merayakan suatu hari raga keagamaan (120-134);
mikhtam, istilah teknis yg arti akarnya tidak diketahui. Terjemahan LXX
menyarankan gagasan mengenai pemahatan pada loh-loh, tapi pengertian
‘penebusan’ terkesan karena semua mazmur mikhtam adalah ratapan (16; 56-60);
maskil, syair yg memberi pelajaran, yaitu suatu komposisi yg mengemukakan
pengetahuan-pengetahuan ilahi, justru mengandung instruksi (74, 78, 79);
syiggayon (7), sebutan teknis lain yg tidak jelas artinya. Jika kata itu
berasal dari syaga, ‘mengelak, menyebut’, maka judul itu dapat berarti nyanyian
ritmis bingar dan dapat mempunyai hubungan dengan beberapa bagian pemujaan yg
kini tidak kita ketahui; tefilla, ‘doa’, tentulah doa permintaan yg bersajak
atau liturgic (142).
2. Beberapa judul memperjelas tujuan mazmur-mazmur itu: toda, ‘ucapan
syukur’, memberi kesan bahwa mazmur terkait mengungkapkan pujian dalam liturgi
di Bait Suci (100); le’annot berasal dari satu akar kata yg berarti
‘dideritakan’, dan mazmur yg diberi judul demikian adalah ungkapan penyesalan
dari mereka yg merendahkan din; hazkir, ‘memperingati’, ialah mazmur ibadat
perseorangan karena dosa-dosanya, atau mazmur ibadat di mana imam mengingat
dosa-dosa orang yg beribadat (38, 70); yedutun, barangkali harus dihubungkan
dengan gagasan tentang pengakuan, justru mazmur-mazmur yedutun (39, 62, 77)
tentulah ungkapan-ungkapan pengakuan dan penyesalan; lammed, ‘mengajar’,
menunjukkan bahwa mazmur macam ini memberikan ajaran agama (60).
3. Ada beberapa judul yg jelas mempunyai arti dan maksud pemujaan (bnd
#/TB Hab 3*): menatstseakh yg terkenal, yg oleh BDB diterjemahkan ‘pengatur
musik’ atau ‘pemimpin paduan suara’. Diduga bahwa ke-55 mazmur yg diberi judul
ini pernah mewujudkan suatu ‘kumpulan milik Pemimpin’, dan Mowinckel
menghubungkannya dengan anti dasar ‘bersinar’ dan dianggap menandakan pancaran
sinar wajah Allah dalam rangka berkat-Nya atas orang-orang yg beribadat di Bait
Suci; pendapat lain mengatakan bahwa istilah itu harus dihubungkan dengan
gagasan tentang kemenangan Allah, yg dirayakan dalam pemujaan; judul yonat
‘elem rekhogim, ‘kepada merpati dari terpentin-terpentin yg jauh’ (BDB), yg
biasanya diartikan sebagai nama nyanyian yg dikaitkan dengan #/TB Mazm 56*, dan
mungkin mempunyai hubungan dengan korban burung merpati yg padanya ditimpakan
dosa-dosa para penyembah (#/TB Im 5:6-10*).
Jadi ‘ayyelet hasysyakhar, ‘rasa di kala fajar’, dapat juga menunjuk
kepada korban lain yg dipersembahkan dengan dibarengi mazmur (22) yg diberi
judul demikian; judul yg lain, syosyannim, ‘bunga-bunga bakung’ (#/TB Mazm
45:1*); bentuk-bentuk yg berbeda terdapat pada #/TB Mazm 60*, syusyan ‘edut:
80, syosyannim ‘edut, ‘bunga bakung (bunga-bunga bakung), kenangan’, dapat
menunjuk kepada pemakaian bunga-bunga pada pawai hari raya; apabila judul
makhalat (53, 58) berasal dari suatu anti pokok ‘sakit’, maka kedua mazmur ini
dapat dipakai dalam upacara penyucian setelah orang menderita sakit. Ada
beberapa judul lainnya yg dianggap menghubungkan mazmur-mazmur, di mana
judul-judul itu hadir berkaitan dengan kegiatan pemujaan khusus, ump judul yg
diberikan kepada #/TB Mazm 57; 58; 59;
75*; #/TB Mazm 8; 81; 84*, dan #/TB Mazm 6; 12*. Tapi masih banyak pembicaraan dan
keraguan terhadap anti judul judul itu dan penafsirannya. Satu di antaranya
ialah mut labben (9) ‘demi anak lelaki’.
4. Ada dua judul yg dianggap mengacu kepada musik, yaitu neginot (6, 54,
55, 67), yg berarti ‘musik dari alai musik gesek’ atau alat-alat itu sendiri,
dan dapat menunjukkan bahwa mazmur-mazmur ini dinyanyikan dengan diiringi
kecapi; dan sela, muncul 71 kali dalam 39 mazmur (BDB). Kata itu berarti
‘mengangkat, dan barangkali menandai bagian-bagian dalam mazmur itu dimana
orang-orang yg beribadat harus mengangkat suara dengan berseru,
‘Dipermuliakanlah TUHAN untuk selama-lamanya’ atau ‘TUHAN bersemayam untuk
selama-lamanya’. Dalam beberapa tempat di mana sela muncul, dan kata-kata
‘amin’ atau ‘haleluya’ dapat dengan mudah menggantinya, maka barangkali
mazmur-mazmur itu harus dikelompokkan sama. Karena sela muncul bersama higgayon
dalam #/TB Mazm 9:15* maka kata yg terakhir ini diduga searti dengan yg
pertama. Kata nekhilot (’ seruling’?) yg samar-samar itu dapat dimasukkan dalam
kelompok mi.
IV. Puisi Kitab Mzm
Pemahaman akan prinsip dan susunan puisi Ibrani adalah hakiki bagi
pengertian yg tepat akan mazmur dan tafsirnya, juga untuk mengetahui apa yg
dimaksud oleh orang Ibrani dengan puisi. Dalam puisi Ibrani rima tidak
berperan, dan adalah lebih tepat bicara tentang irama ketimbang matra. Ada
tekanan irama dalam tiap kalimat dan keseimbangan irama pada kalimat-kalimat,
tapi tak ada sistem matra yg tergantung pada jumlah atau bilangan suku-suku
kata atau tekanan dalam tiap baris. Usaha untuk menemukan sistem matra dalam
syair Mzm tidak akan berhasil. Puisi Ibrani tergantung kepada keseimbangan
irama dari kalimat-kalimat, tidak kepada sajak dan matra (dim anti kata itu yg
klasik), sehingga dapat dikatakan kehilangan sedikit sekali sifatnya bila
diterjemahkan.
Robert Lowth (1710-1787), Guru Besar puisi di Oxford, adalah orang
pertama yg menaruh perhatian pada asas-asas asasi puisi Ibrani. Dalam uraiannya
De Sacra Poesi Hebraeorum: Praelectiones Academicae Oxonii habitae (1753),
Lowth menunjukkan bahwa ciri khas syair Ibrani ialah kesejajaran, artinya
persesuaian satu baris syair dengan baris lainnya, atau pengulangan gagasan yg
sama dalam kata-kata yg berbeda. Penting bahwa dalam menerjemahkan syair
Ibrani, terjemahan itu ditulis berbaris-baris, bukan sebagai prosa. Cara ini
akan mencakapkan pembaca yg tidak mengerti bh Ibrani untuk mengenal baris yg
membentuk suatu bait, dan untuk menyadari kesejajaran antara baris-baris itu
(biasanya dua); dengan perkataan lain: menjadi tan bagaimana baris kedua dari
ay itu mengulangi gagasan dari baris pertama, tapi dengan kata-kata yg berbeda.
Perlu sekali mengenal hukum kesejajaran dalam puisi Ibrani, karena hal itu
sangat berguna bagi penafsirannya. Sering hal itu dapat dipakai oleh penafsir
jika ia harus mengambil keputusan mengenal soal penting, seperti susunan atau
hubungan kata-kata, penjelasan anti suatu ay kadang-kadang menentukan pilihan
antara bermacam-macam bacaan yg mungkin.
Beberapa macam kesejajaran
dibeda-bedakan sbb:
1. Kesejajaran sinonim. Jenis ini dapat ditemukan pada setiap ay #/TB
Mazm 114*, tapi adalah biasa di seluruh Kitab Mzm. Kesejajaran ini disebut
‘sinonim’ karena pernyataan di baris pertama dari ay itu sebenarnya diulangi
pada baris kedua, tapi dengan kata-kata yg berbeda; bnd juga #/TB Mazm
50:11,13,19; 80:13*.
2. Kesejajaran antitetis atau kesejajaran yg berlawanan. Dalam jenis ini
pernyataan pada baris pertama ay itu diteguhkan, bukan dengan mengulanginya
pada baris kedua, melainkan dengan lawannya; ump #/TB Mazm 1:6; 30:5*.
Kesejajaran sintetis atau konstruktif. Di sini kedua baris ay itu tidak
mengatakan hal yg sama, tapi pernyataan dalam baris pertama berfungsi sebagai basis
yg di atasnya baris kedua berdiri, atau hubungannya ialah sebab dan akibat; ump
#/TB Mazm 19:7-10; 2:6; 22:4; 119:121*. Kesejajaran yg memuncak atau menanjak,
dimana sering baris pertama ay itu tidak lengkap, tapi baris kedua mengambil
beberapa kata daripadanya dan melengkapinya; #/TB Mazm 29:1; 121:1-4; 22:4*.
Pertanyaan, ‘Apakah semua mazmur itu dibagi dalam bait?’ tidak dapat
dijawab dengan pasti dan tuntas. Bahwa dalam beberapa mazmur terdapat susunan
bait adalah jelas sekali. Cukup pasti bahwa pengulangan yg terdapat dalam #/TB
Mazm 41; 42; 46; 57; 80;
99; 107*; menunjuk pada adanya
susunan bait. Juga mungkin bahwa tanda musik sela berfungsi untuk membagi
sebuah mazmur dalam bait-bait, seperti #/TB Mazm 3; 4*. Mazmur-mazmur lainnya terbagi dengan
sendirinya dalam bait-bait; ump anti umum #/TB Mazm 2* dengan sendirinya
terarah kepada pembagian empat ganda: ay #/TB Mazm 2:1-3,4-6,7-9,10-12*.
Demikian juga #/TB Mazm 92* yakni ay #/TB Mazm 92:1-3,4-8,9-11,12-15*.
Kadang-kadang susunan menurut abjad dipakai untuk membagi sebuah mazmur dalam
bait-bait. Contoh yg paling terkenal ialah #/TB Mazm 119* dalam bahasa aslinya.
Kemungkinan tidak semua puisi asli Ibrani terbagi dalam bait-bait, dan usaha
pihak Duhm, Briggs dan lain-lainnya untuk memaksakan banyak mazmur berbentuk
bait dengan perbaikan, tidak berhasil dan tidak patut.
Ciri lain dari puisi Ibrani yg perlu diperhatikan, ialah pemakaian
akrostik atau penyusunan semua huruf awal dari tiap baris mengikuti pola abjad.
Ada 9 mazmur dalam Kitab Mzm yg huruf pertamanya disusun mengikuti abjad, ump
#/TB Mazm 111; 112* (dlm bh aslinya),
masing-masing baris mulai dengan satu huruf Ibrani yg berbeda. Tapi #/TB Mazm
111* disusun dalam 8 pasang baris ay atau bait dan baris-baris #/TB Mazm 112*
disusun dalam dua bait terdiri dari tiga kelompok. Dalam #/TB Mazm 25; 34;
145* tiap huruf abjad mengawali sebuah bait. Dalam #/TB Mazm 119* di
mana ay-ay disusun dalam bait-bait yg masing-masing terdiri dari 8 ay, huruf yg
sama mengawali setiap ay. #/TB Mazm 9;
10; 37* juga disusun menurut
abjad. Isi mazmur-mazmur ini menunjukkan bahwa akrostik itu tidak membelenggu
pengilhaman penyair, sama seperti mama atau mama yg telah menjadi ciri umum
dari syair barat, tidak mengekang gaya penyair-penyairnya.
V. Penafsiran Kitab Mzm
Masalah penafsiran Mzm sangat tergantung pada pengelompokan, padahal
tiada kesepakatan yg bulat mengenal pengelompokan itu. Para ahli berbeda
pendapat jika berusaha mengelompokkan mazmur. Apabila pemakaian mazmur pada
kebaktian di Bait Suci dijadikan patokan maka pengelompokan berikut akan
muncul: (1) kidung puji-pujian; (2) doa-doa ucapan syukur; (3) doa-doa
permohonan; (4) doa ratapan; (5) mazmur-mazmur rohani dan hikmat. Dalam
kelompok pertama hingga keempat tentu ada mazmur yg bersifat umum maupun yg
bersifat pribadi.
Beberapa ahli mengelompokkan mazmur menurut subyeknya: (1) kidung
pemujaan; (2) mazmur-mazmur merayakan kerajaan Allah; (3) mazmur-mazmur rajawi;
(4) mazmur-mazmur permenungan; (5) mazmur-mazmur kebaktian dan ucapan syukur;
(6) mazmur-mazmur yg menceritakan kembali sejarah Israel; (7) mazmur-mazmur
kutukan; (8) mazmur-mazmur penyesalan; (9) mazmur-mazmur permohonan. Jika
mazmur dikelompokkan berdasarkan psikoreligius, maka mazmur-mazmur itu akan
dikelompokkan menurut perasaan seperti kebencian, penyesalan, kesalahan,
patriotisme, keajaiban, kepercayaan kepada Allah, kepercayaan alas dini
sendiri, dsb.
Nampaknya pengelompokan mazmur yg paling memuaskan adalah sbb:
1. Mazmur-mazmur doa dengan mana pemazmur memohon supaya Allah memberi
berkat dan perlindungan (ump 86, 102).
2. Mazmur-mazmur pujian, dengan mana ucapan syukur mungkin dikemukakan
karena kemurahan-kemurahan khusus, atau suatu pujian yg mungkin terbit karena
kemuliaan Allah dalam alam semesta, atau pujian dalam kebaktian dan pemujaan
(ump 47; 68; 104; 145-150).
3. Mazmur-mazmur yg dengan sangat memohon campur tangan ilahi dan
penyelamatan dari Dia pada waktu sakit, bencana, dan bahaya (ump 38; 88).
4. Mazmur-mazmur pengakuan iman bahwa Allah adalah Tuhan, Khalik, Raja
segala bangsa, Hakim dan Pemerintah alas alam semesta (ump 33; 94; 97; 136;
145).
5. Mazmur penyesalan karena dosa, tujuh di antaranya (6; 32; 38; 51;
102; 130; 143), tapi hanya dalam satu mazmur (51) pengakuan dosa yg paling
utama; sebenarnya dua di antaranya (6; 102) sama sekali tidak menunjuk kepada
dosa, karena pokok yg dipentingkan ialah pengampunan, bukan pengakuan.
6. Mazmur-mazmur syafaat, di dalamnya para pemazmur mendoakan raja,
bangsa sendiri, bangsa-bangsa lain, keluarga Daud, dan Yerusalem (ump 21; 67;
89; 122).
7. Mazmur-mazmur kutukan, dibicarakan selanjutnya tapi perlu dicatat di
sini, bahwa sebenarnya kutukan-kutukan itu adalah jawaban para pemazmur
terhadap kutukan musuh-musuh Israel (ump 35; 59; 109).
8. Mazmur-mazmur hikmat dalam bentuk khotbah rohani atau agamawi, yg
memberikan instruksi tentang kesabaran kendati orang jahat berjaya, tentang
kemuliaan yg sebenarnya dari Yerusalem, martabat raja yg sebenarnya,
keberuntungan palsu, pelayanan yg sebenarnya kepada Allah, pemeliharaan Allah
alas bangsa-bangsa, kuasa Allah dalam alam, dan pemerintahan-Nya dalam segenap
sejarah (ump 37; 122; 45; 49; 50; 78; 104; 105-107).
9. Mazmur-mazmur yg berkaitan dengan pemeliharaan yg aneh yg dialami
umat Allah, dan dengan persoalan-persoalan tentang hidup pada masa yg akan
datang, mengapa orang jahat berjaya, dan dengan spekulasi-spekulasi mengenai
kemungkinan beroleh upah setelah kematian (ump 94; 49; 16; 17; 73).
10. Mazmur-mazmur yg memuji kebesaran hukum Taurat. #/TB Mazm 1*
membicarakan kegirangan dan berkat yg akan dimiliki oleh orang yg mempelajari
dan melaksanakan Taurat. #/TB Mazm 19* menggambarkan tabiat hukum dan
akibat-akibatnya atas hati yg taat, sedang #/TB Mazm 119* adalah pujian kepada
Allah karena anugerah-Nya yg paling besar kepada Israel, yaitu hukum Taurat,
dan penyataan kehendak-Nya bagi umat perjanjian-Nya yg ditengahinya.
Penafsir-penafsir mazmur zaman modern — sebagai tambahan pada penekanan
penilaian untuk mengetahui termasuk kelompok mana suatu mazmur — juga
menegaskan bahwa orang harus dipimpin oleh asas-asas yg lain. Mereka
menggarisbawahi pentingnya mempelajari keadaan historis dari mana mazmur-mazmur
itu muncul. Jelas bahwa metode ‘historis’ untuk menafsirkan Mzm adalah penting
sekali. Tapi jika orang berusaha menerapkannya timbullah kesukaran dalam
menentukan tarikh suatu mazmur dan keadaan ketika mazmur itu ditulis, dan
kesukaran itu hampir tak dapat diatasi. Kesukaran-kesukaran ini telah
menjerumuskan orang kepada dugaan belaka tentang dasar-dasar historis, dan
karenanya juga kepada dugaan mengenai kategori tiap mazmur. Singgungan historis
tentu penting di mana singgungan-singgungan itu ditemukan, tapi singgungan-singgungan
itu sering sangat samar-samar sehingga tak mungkin mengenalnya dengan pasti.
Suatu patokan yg lebih aman ialah sifat gagasan keagamaan yg ditemukan
dalam tiap mazmur. Gagasan itu antara lain: apa konsepsi pemazmur tentang
Allah, apa pengharapannya, apa cita-citanya, ketakutannya, usahanya untuk
menyenangkan Allah. Pendekatan ini penting karena penelitian-penelitian modern
alas mazmur telah menetapkan tarikh Mzm yg lebih dini daripada tarikh yg hingga
kini dianggap mungkin. Banyak di antara mazmur itu pasti berasal dari zaman
sebelum pembuangan, tapi pengkaitan Kitab Mzm dengan kebaktian di Bait Suci
memberi kesan, bahwa Kitab itu adalah buku nyanyian atau buku doa dari Bait
Suci Kedua. Dengan perkataan lain, Kitab Mzm sebagai keseluruhan tumbuh dari
abad-abad ketika Israel dipaksa untuk memikirkan ulang keyakinan-keyakinan
keagamaannya dan sejarahnya yg telah lewat, dan mencari artinya dan kaitannya
bertalian dengan tempat Israel di dalam dunia dan nasib yg mungkin bagi
bangsa-bangsa dan perseorangan pada zaman itu.
Tapi bagaimana gagasan bahwa Kitab Mzm termasuk pada zaman Bait Suci
Kedua itu harus ditafsirkan? Apakah itu hanya berarti bahwa segenap mazmur itu
ditulis untuk dipakai dalam upacara Bait Suci? Dan apakah mayoritas untuk
dipakai dalam jemaat? Apakah beberapa mazmur dipakai untuk pribadi? Beberapa
ahli telah jauh melewati penafsiran sederhana seperti itu. Nama Sigmund
Mowinckel, ahli asal Skandinavia, justru menjadi masyhur karena karya aslinya
bertalian dengan Kitab Mzm, sekalipun telah muncul banyak keraguan untuk
menerima teori-teorinya. Inti teorinya itu adalah ganda.
Ia setuju bahwa mazmur ditulis untuk memenuhi keperluan upacara. Tapi
dalam bukunya Psalmenstudien, bag I, ia berkeras mengatakan bahwa banyak dari
mazmur itu dalam praktiknya adalah mantera-mantera penuh kuasa, yg setelah
dituliskan dan kemudian dilisankan, mengeluarkan kekuatan yg dinamis melawan
musuh, yg dengan menggunakan sihir berniat melukai pemazmur. Apabila musuh itu
nampaknya banyak, maka Mowinckel menganggapnya kuasa-kuasa gelap. Inilah
‘orang-orang yg melakukan kejahatan’, karena mereka melakukan sihir gelap (bnd
#/TB Mazm 10:7; 6:6-8; 94:3-7; 64:2-4*).
Mowinckel, sebenarnya, tidak mendasarkan argumen-argumennya pada apa yg
dia temukan dalam mazmur; ia berdebat atas dasar suatu analogi. Dunia gagasan
ini jelas mewujudkan latar belakang dari mana mazmur-mazmur Babel dan Asyur
berasal; tapi tidak ada suatu apa pun yg menyarankan bahwa hal itu terdapat
juga dalam Mzm PL. Justru mengatakan bahwa ‘orang-orang yg melakukan kejahatan’
dalam mazmur-mazmur itu adalah juru sihir yg melakukan sihir gelap hanyalah
dugaan belaka.
Hipotesa lain yg dengannya nama Mowinckel dihubungkan ialah apa yg
disebut ‘Mazmur-mazmur Kenaikan Takhta’. Di sini ia juga sangat tergantung pada
pengetahuan tentang perayaan kenaikan tahunan di kebudayaan Babel. Dalam
perayaan-perayaan kenaikan Mesopotamia ini raja yg memerintah menerima
kerajaannya tiap tahun dari dewa Marduk, tuannya. Sebagai tambahan pada anti
fundamental ini ada sejumlah sub gagasan. Umpamanya, pada perayaan-perayaan
kenaikan takhta dilakukan upacara pertentangan, di mana dewa mengalahkan
musuh-musuh raja, sesudah itu raja naik takhta lagi untuk 1 tahun. Sebagian
perayaan itu berwujud pawai di mana patung dewa ditempatkan di singgasana.
Upacara yg terkenal mengenai kematian dan kebangkitan dewa itu, mungkin juga
telah menjadi bagian dari perayaan kenaikan tahunan Babel, seperti halnya
perkawinan ritual di mana raja yg memerintah, sebagai wakil dewa, ‘kawin’
dengan seseorang yg mewakili dewi.
Ada bukti yg tidak dapat ditentang, bahwa perayaan-perayaan kenaikan
tahunan ini mewujudkan suatu bagian yg utuh dari peradaban Babel, padahal tak
ada bukti bahwa perayaan-perayaan kenaikan tahunan seperti itu digemari di
Israel. Bahwa Saul (#/TB 1Sam 10:1,24; 11:4-11*) dan Daud (#/TB 2Sam 2:3-4;
5:1-3*) diteguhkan dalam kerajaan mereka, tak dapat dianggap sebagai bukti bagi
suatu perayaan kenaikan tahunan di Israel. Bahkan, sekalipun ketujuh ‘Mazmur
Kenaikan Takhta’ (47; 93; 95-99) mungkin dengan baik dapat ditafsirkan sebagai
hari kenaikan tahunan TUHAN, yg diadakan sebagai perayaan keagamaan setiap Hari
Tahun Baru (#/TB Bil 29:1*), namun tafsiran ini didasarkan atas analogi dari
kepustakaan pemujaan Babel, bukan atas dasar sejarah PL atau Kitab Mzm.
VI. Agama dalam Kitab Mzm
Tidak dapat terlalu sering dikatakan bahwa Mzm adalah cermin yg tidak
banyak memantulkan pengalaman agamawi perseorangan, seperti pengalaman ‘agamawi
jiwa orang Israel’, yg dianggap menjadi suatu kepribadian. Amanat Mzm
diteruskan dengan perantaraan bermacam-macam pengalaman agamawi yg diungkapkan
di dalamnya. Kewajiban tertinggi manusia ialah mengasihi Allah dengan berbakti
kepada-Nya, berdoa kepada-Nya, terlibat dalam pelayanan umum, menaati
perintah-perintah-Nya yg di dalamnya Ia nyatakan kehendak-Nya bagi manusia.
Orang wajib berdoa kepada Allah pada segala waktu dan keadaan. Menghindari para
penjahat dan bersekutu dengan orang saleh. Harus setia, ramah tamah, jujur,
kudus. Kebaktiannya harus terdiri dari pemuliaan, ucapan syukur, pujian dan
pemasrahan hati yg penuh penyesalan. Rumah Allah, hukum Allah, pelayanan Allah
dan juga liturgi terkait menjadi alai kasih karunia yg tak boleh alpa dari abdi
Allah.
Mzm gamblang menekankan peranan kebaktian umum dalam hidup keagamaan
orang Ibrani. Dalam hubungan ini menarik untuk memperhatikan alpanya penekanan
pada sistem korban dalam pemujaan di rumah ibadat. Dalam Mzm turut mengambil
bagian pada penyerahan korban diindahkan (#/TB Mazm 4:5; 20:3; 51:19;
66:13-15*); tapi di lain pihak agama yg tanpa upacara tidak dicela. Sungguh,
ungkapan hidup keagamaan manusia belakangan ini dapat diterima oleh Allah (#/TB
Mazm 40:6; 50:9*), tapi pengganti korban persembahan harus diserahkan kepada
Tuhan, seperti ketaatan (#/TB Mazm 40:6* dab), ucapan syukur (#/TB Mazm
50:14,23*), kesedihan yg mendalam (#/TB Mazm 51:16-19*), permenungan (#/TB Mazm
19:14*), doa (#/TB Mazm 141:2*), moralitas (#/TB Mazm 15:1* dab), dan iman
(#/TB Mazm 4:5*). Di sini nilai-nilai rohani diberikan tempatnya yg sepatutnya
dalam agama Ibrani.
Kecenderungan menurunkan nilai sistem korban Pentateukh pasti memberi
sumbangan kepada penemuan nilai perseorangan di hadapan Allah. Dan agama
perseorangan di hadapan Allah seperti tercermin dalam Mzm sangat gamblang
mewujudkan ungkapan kepercayaan mengandalkan Tuhan, pujian kepada Allah, oleh
penerimaan-Nya. Agama perseorangan ini berakar dalam ketaatan kepada hukum
Allah dan persekutuan dengan Allah. Bahwa banyak orang Israel rindu sekali
meraih pengalaman demikian dengan Allah, tak dapat diragukan mengingat
kepahitan hidup pada zaman Kitab Mzm. Orang kafir sering berkuasa alas orang
Yahudi, orang kaya menguasai orang miskin, dan teman-teman palsu,
kesaksian-kesaksian palsu dan pemfitnah-pemfitnah sering membuat hidup tak
terperikan pahitnya; demikian juga penyakit yg membawa maut terus menghidupkan
ingatan akan dunia orang mati yg gelap dan tanpa harapan. Jika orang-orang saleh,
‘para penderita’, ‘kaum fakir miskin’, ‘kaum lemah’ di Israel dapat mengatasi
kemelut hidup yg melanda mereka sekaligus mampu mempertahankan iman dan
kesetiaan mereka, juga mempertahankan sikap mereka yg berbeda dengan sikap
dunia ini tanpa kompromi, maka pengalaman keagamaan seperti tercermin dalam
Kitab Mzm adalah satu-satunya perlindungan mereka.
VII. Teologi Kitab #/TB Mazm 1*. Adalah pasti, bahwa jantung hidup
keagamaan para pemazmur adalah pengetahuan mereka tentang Allah. Mereka tidak
pernah jemu menyanyikan kemuliaan-Nya dalam alam semesta. Dalam segenap
karya-Nya di langit, di bumi dan di laut Ia memperkenalkan diriNya sebagai
Allah yg mahakuasa, mahatahu, dan mahahadir. Ia jugalah Allah segala sejarah,
yg memimpin segala sesuatu ke tujuan akhir yg telah Ia tetapkan untuk dicapai.
Tapi Dia — Pemerintah atas dunia ini, Raja segala raja, adalah juga Pemberi
Hukum dan Hakim, Pembela segala orang yg tertindas dan Juruselamat manusia. Ia
tentu murah hati dan setia, adil dan benar, Yg Kudus yg dipuja oleh manusia dan
malaikat. Tapi Allah para pemazmur itu, secara khas, adalah juga Allah Israel.
Allah yg telah memperkenalkan dini kepada Abraham, Ishak dan Yakub, yg melalui
Musa telah melepaskan Israel dari Mesir, membuat perjanjian dengan mereka dan
memberikan kepada mereka tanah perjanjian — Dia senantiasa masih Allah Israel,
Tuhan dan Pembela umat pilihan.
Karena konsep yg demikian akbar tentang Allah, maka tidaklah
mengherankan bahwa para pemazmur menemukan kegembiraan utama dan hak istimewa
di dalam doa kepada Allah. Langsung, spontan dan keakraban yg dekat dalam
doa-doa mereka meyakinkan kita tentang realitas doa bagi mereka. Mereka percaya
akan pemeliharaan-Nya, mengandalkan kehadiran-Nya, bergembira karena
keadilan-Nya, pasrah akan kesetiaan-Nya, yakin bahwa Dia begitu dekat. Mereka
dalam doa-doa mereka memuji, memohon, dan bersekutu dengan Allah, dan mendapat
perlindungan terhadap penyakit, kekurangan, wabah, fitnah, dan merendahkan dini
mereka di bawah tangan-Nya yg mahakuasa. Dalam kehidupan yg progresif tingkah
laku mereka ditandai oleh kesetiaan kepada Allah, penghormatan dan ketaatan
kepada hukum, kebaikan terhadap yg tertindas, dan kegirangan dalam kebaktian
umat Allah.
2. Bertentangan dengan latar belakang iman dan ketaatan demikian, maka
mazmur-mazmur kutukan (lih khususnya #/TB Mazm 35:1-8; 59; 69; 109*) mungkin
terasa sebagai ‘kemelut moral’. Doa-doa yg sama bagi pembalasan terdapat dalam
#/TB Yer 11:18* dab; #/TB Yer 15:15* dab; #/TB Yer 18:19* dab; #/TB Yer 20:11*
dab. Gagasan pokok dalam bagian-bagian Kitab Mzm di mana kutuk-kutuk dan
hukuman pembalasan diminta supaya menimpa musuh, disajikan dalam #/TB Mazm
139:21-22*, ‘Masakan aku tidak membenci orang-orang yg membenci Engkau, ya
TUHAN? … mereka menjadi musuhku’. Artinya, para pemazmur tidak didorong
keinginan untuk membalas demi dirinya, tapi karena semangatnya bagi kemuliaan
Yang Kudus Israel, yg harus menuntut pembalasan dalam tertib moral yg kini ada di
dunia.
Di belakang kutuk-kutuk itu ada pengakuan bahwa moral ilah-ilah yg
memerintah dunia, suatu keyakinan bahwa yg baik dan yg jahat punya arti bagi
Allah, justru penghakiman harus diberlakukan dalam tertib dunia moral seperti
halnya kasih karunia. Maka adalah hal biasa jika orang .yg hidup pada zaman
hukum Taurat, berdoa bagi pembinasaan musuh-musuh Allah melalui penghakiman;
padahal orang Kristen zaman ini yg hidup di zaman anugerah, berdoa kiranya
semua orang diselamatkan, karena percaya bahwa ada penghakiman sekarang di
dunia ini dan penghakiman pada masa depan.
Harus diingat juga bahwa sekalipun pemazmur sadar akan adanya ketegangan
antara kebenaran dan ketidakbenaran, antara umat Allah dan musuh-musuh Allah,
mereka tidak mempunyai bayangan tentang penghakiman dalam arti eskatologis,
yaitu doktrin tentang kedudukan masa depan di mana orang fasik akan dihukum dan
yg berbakti kepada Tuhan diberi pahala.
Jadi jika kebenaran harus dipertahankan, maka kebenaran itu haruslah
dipertahankan saat ini, dan jika kejahatan harus dihukum, maka kejahatan itu
harus dihukum juga saat mi. Sebab jika orang benar berdoa supaya yg jahat
dibinasakan, ia tidak membedakan penjahat itu dari kejahatannya. Membinasakan
penjahat tanpa membinasakan kejahatannya dan demikian sebaliknya, tidak masuk
akal bagi orang Ibrani yg saleh. Bahkan sulit, jika tidak hendak dikatakan
mustahil, bagi beberapa pemazmur untuk memisahkan orang jahat dari keluarganya.
Segala sesuatu milik orang fasik terhisab dalam kejahatannya, demikian pikir
mereka.
Orang Kristen baiklah mengingat hal itu jika membaca mazmur kutukan, dan
janganlah menghapuskan segenap artinya. Mazmur-mazmur ini setidak-tidaknya
merupakan peringatan yg kuat tentang realitas penghakiman dalam dunia moral,
memperlihatkan semangat yg membara bagi kebenaran yg menyala di dalam hati
beberapa pemazmur, dan penolakan mereka untuk membiarkan dosa.
3. Dalam Kitab Mzm tiada ajaran mengenai kehidupan pada masa depan.
Harapan memang ada, tapi tidak ada keyakinan bertalian dengan masa yg akan
datang. Dalam Kitab Mzm tiada hunjukan yg pasti pada kebangkitan. Memang ada
serpihan-serpihan kenyataan atau pengertian rohani tentang hidup masa depan,
tapi hal ini tidak diketahui, tidak yakin secara agama. Mungkin benih
pengharapan itu terdapat dalam #/TB Mazm 16; 17; 49;
73*; tapi toh tinggal pengharapan belaka. Tak ada seorang pemazmur yg
mencapai keyakinan tentang kebangkitan.
4. Mazmur-mazmur mesianis. Salah satu dari sekian faktor paling penting
dalam hidup Israel ialah harapan mesianis. Harapan ini berpusat sekitar
berulangnya kembali zaman Daud, yg pemerintahannya pada masa lampau merupakan
zaman emas dalam sejarah Israel. Dengan latar belakang demikianlah harapan
mesianis dalam Kitab Mzm harus dipandang. Gambaran Mesias yg muncul dalam Kitab
Mzm adalah ganda.
Pertama, karena Mesias adalah keturunan wangsa Daud, maka Ia akan
menjadi Raja dari zaman mesianis. Pemazmur membayangkan seorang Raja mesianis
yg terhadap-Nya bangsa-bangsa akan sia-sia memberontak (#/TB Mazm 2*). Zaman
mesianis itu dilukiskan dalam #/TB Mazm 72*, sedang dalam Mazm 2* kerajaan-Nya
diuraikan sebagai kerajaan universal, milik Allah, tapi yg diperintah Mesias
dalam hubungan dengan Tuhan. Dalam #/TB Mazm 110* Mesias adalah Raja, Imam dan
Pemenang yg duduk dalam kemuliaan di sebelah kanan Allah. #/TB Mazm 45*
berbicara tentang pemerintahan Mesias yg universal.
Tapi kedua, Kitab Mzm juga mempersiapkan pikiran manusia bagi seorang Mesias
yg menderita. #/TB Yes 53* mendapat imbangannya dalam Kitab Mzm. Anak TUHAN yg
diurapi, Raja Imam yg takhta-Nya akan bertahan selama-lamanya dan
pemerintahan-Nya akan mendatangkan damai dan kebenaran dan yg akan menyebabkan
segala bangsa diberkati di dalam Dia, harus memasrahkan diriNya kepada
penderitaan yg mengerikan (#/TB Mazm 22;
69*; dll). Tapi, barulah setelah Kristus menafsirkan Mzm ini kepada
murid-murid-Nya, mazmur-mazmur ini dan mazmur-mazmur yg sama dipandang bersifat
mesianis (#/TB Luk 24:27-46*). Hanya setelah Tuhan menerangi pikiran para
murid, gereja mengerti makna bagian-bagian Kitab Mzm ini dan menjadikannya buku
nyanyian dan buku doa gereja. *MESias.
VIII. Orang Kristen dan Kitab Mzm
Terlepas dari mutu keagamaan dan
penyerahan yg terdapat dalam Mzm, dua faktor telah mendorong gereja untuk
menjadikan Mzm buku doanya.
1. Kitab Mzm berperan besar dalam hidup dan ajaran Tuhan Yesus. Buku doa
inilah nampaknya yg Dia pakai dalam kebaktian sinagoge, dan buku nyanyian-Nya
dalam perayaan Bait Suci. Ia memakainya dalam ajaran-Nya, untuk menghadapi
pencobaan, menyanyikan Hallel — perayaan agama Yahudi berkaitan dengan #/TB
Mazm 113; 118* — dari Mzm setelah
Perjamuan Kudus, mengutip Mzm waktu di kayu salib dan mati dengan melisankan ay
kitab itu.
2. Sejak zaman kuno Kitab Mzm telah menjadi buku nyanyian dan buku doa
gereja. Beberapa dari nyanyian akbar gereja meniru mazmur-mazmur (#/TB Luk
1:46* dab; 68 dab; #/TB Luk 2:29* dab). Kitab Mzm mengilhami para rasul
menghadapi penganiayaan (#/TB Kis 4:25-26*); kitab itu tersirat dalam berita
mereka (#/TB Kis 2:25* dab; #/TB Kis 13:33*), dipakai untuk mengemukakan ajaran
mereka yg terdalam mengenai Tuhan (#/TB Ibr 1:6,10-13; 2:6-8; 5:6; 10:5-7*).
Pada segala abad gereja telah menemukan dalam Mzm ‘sebuah Alkitab Kecil’
(Luther), atau ‘Alkitab di dalam Alkitab’. Dan sekalipun ‘Alkitab Kecil’ ini
bermula dari gereja Yahudi, dan dihubungkan erat dengan PL, namun karena
disinari oleh terang semua Injil, maka gereja mengakuinya sebagai miliknya dan
memakainya juga dalam segala pendekatannya kepada Allah yg senantiasa disembah
dan dipuji.
KEPUSTAKAAN.
- Tafsiran: A. F Kirkpatrick, 1901; A Weiser, 1962,
- J. H Eaton, 1967; M. J Dahood, 1966-1970;
- A Anderson, 1972; D Kidney, 1975. Pelajaran lain: H Gunkel, The Psalms (ET 1967);
- D Eerdmans, The Hebrew Books of Psalms, 1947;
- N. H Snaith, Hymns of the Temple, 1951;
- S Mowinckel, The Psalms in Israel’s Worship, 1962;
- H Ringgren, The Faith of the Psalmists, 1963;
- C Westermann, The Praise of God in the Psalms, 1966;
- J. A Clines, TynB 18, 1967, hlm 103-126; TynB 20, 1969, hlm 105-125;
- B. S Childs, JSS 16, 1971, hlm 137-150.
No comments:
Post a Comment