Friday, July 20, 2018

KITAB MAZMUR


KITAB MAZMUR

          I. Pentingnya Kitab Mzm

          Bagi masyarakat Yahudi dan non-Yahudi sukar untuk menilai muluk-muluk betapa pentingnya Kitab Mzm. Dalam kitab ini dicerminkan idealisme keagamaan yg saleh dan persekutuan dengan Allah, penyesalan karena dosa dan pencarian akan kesempurnaan, berjalan dalam kegelapan, tanpa ketakutan, oleh terang iman; tentang ketaatan kepada hukum Taurat Allah, gairah berbakti kepada Allah, persekutuan dengan sesama pengikut Allah, penghormatan terhadap Firman Allah; tentang kerendahan hati di bawah cambuk yg mengajar, kepercayaan yg teguh kendati kejahatan merajalela dan berjaya dan ketenangan di tengah-tengah kebalauan.

          Para penyair Ibrani diilhami untuk menerima pengetahuan-pengetahuan rohani dan pengalaman-pengalaman keagamaan di atas, dan menjadikannya tema nyanyian-nyanyian mereka. Tapi harus diingat bahwa ‘Mazmur adalah syair, dan syair dimaksudkan untuk dinyanyikan, bukan risalah doktrin, juga bukan khotbah’ (C. S Lewis, Reflections on the Psalms, 1958, hlm 2). Karena itulah judul Mazmur dalam bh Ibrani ialah tehillim, ‘nyanyian-nyanyian pujian’ — dan mazmur-mazmur itu juga mengungkapkan agama Israel, yakni agama yg menjadi warisan para pemazmur itu, bukan hanya pengalaman-pengalaman keagamaan mereka secara pribadi. Justru Kitab Mzm adalah milik semua ‘orang beriman’, baik Yahudi maupun non-Yahudi.

          II. Pembentukan Kitab Mzm

          Kitab Mzm biasa dianggap sebagai ‘Kitab Nyanyian Bait Suci Kedua’. Memang demikianlah adanya. Tapi kendati judulnya demikian, tidaklah berarti bahwa semua mazmur ditulis pada kurun waktu pembuangan atau pasca pembuangan. Penting dicatat bahwa jenis kesusastraan ini bukan melulu milik Kitab Mzm dalam PL, tapi juga lazim pada karya sastra dari kurun waktu yg berbeda-beda dalam sejarah Ibrani. Jenis sastra demikian adalah biasa di antara masyarakat Ibrani sedini zaman Keluaran (#/TB Kel 15*), dan contoh lain berasal dari zaman setelah — tapi masih dekat — Yosua (#/TB Hak 5*). Mazmur Hana (#/TB 1Sam 2:1-10*) muncul menjelang akhir zaman para Hakim.

          Susastra kenabian zaman pra-pembuangan juga memuat contoh komposisi mazmur (bnd ump #/TB Hos 6:1-3*; #/TB Yes 2:2-4; 38:10-20*; #/TB Yer 14:7-9*; #/TB Hab 3:1* dab; dll). Dan dari zaman pasca-pembuangan muncul mis #/TB Ezr 9:5-15* dan #/TB Neh 9:6-38*, yg mirip dengan banyak Mzm. Jelas kiranya bahwa Kitab Mzm bukanlah jenis kesusastraan yg terpisah. Jenis syair yg sama juga lazim di antara masyarakat Babel dan warga negara Ugarit seperti dibuktikan oleh loh-loh Ras Syamra. Kitab Mzm PL adalah kumpulan syair khas kesusastraan Ibrani, yg juga lazim pada kebudayaan-kebudayaan lain, yg sudah dikenal sejak paling sedikit zaman Keluaran hingga zaman pasca-pembuangan atau zaman Bait Suci kedua. Dan jika mazmur-mazmur yg tidak kanonik diperhitungkan, jelas bahwa bentuk kesusastraan ini bertahan di antara orang Yahudi hingga waktu yg lama sesudah permulaan zaman Kristen.

             a. Penulis

             Tidak kurang dari 73 mazmur dikatakan berasal dari Daud. Penulis-penulis lainnya yg disebut dalam judul mazmur terkait ialah: Asaf (50, 73-83), bani Korah (42-49; 84; 85; 87), Salomo (72, 127); Heman (88), Etan (89), keduanya orang Ezrahi, dan Musa (90), masing-masing menulis satu mazmur. Tentang Daud menulis banyak mazmur sering diperdebatkan, dengan alasan utama bahwa Daud pemazmur tidak cocok dengan Daud prajurit yg diuraikan dalam Sam dan Raj. Ada juga ahli yg berkata bahwa judul ledawid (dari Daud) tidak mengacu kepada penulisnya, melainkan hanya mencatat mazmur-mazmur yg dapat dipakai dalam upacara kebesaran bagi ‘Daud’ (yaitu raja) pada suatu saat. Tapi Daud adalah ahli musik (#/TB 1Sam 16:14* dab) dan penyair (#/TB 2Sam 1:17* dab; #/TB 2Sam 3:33-34*). Usaha beberapa ahli menyangkal bahwa Daud adalah penulis #/TB 2Sam 22:1* dab; #/TB 2Sam 23:1-7*, dan menghilangkan kata-kata ‘seperti Daud’ dari #/TB Am 6:5* (tradisi mengenai Daud dan musik serta nyanyiannya disebut 300 thn setelah kematiannya), sama sekali tidak berhasil. PB juga tidak hanya menerima Daud sebagai penulis, tapi bahkan memakai kepenulisannya sebagai dasar bagi kesimpulan: lih #/TB Mat 22:42* dab.

             Kidung Bait Suci kedua ini berisi bahan yg sangat tua. Hal ini tidaklah terlalu mengejutkan, sebab loh-loh Ras Syamra menunjukkan bahwa ketika Israel menduduki Kanaan, jenis syair seperti tertera dalam Mzm telah dikenal lama dan menjadi tradisi di antara penduduk Ugarit. Nyanyian Musa dalam #/TB Kel 15* dan Nyanyian Debora (#/TB Hak 5*) bukanlah contoh tersendiri atau tidak dikenal ada sebelumnya dalam persajakan Semit Kepenulisan Musa dan Salomo yg ditunjukkan dalam judul tiga mazmur, memberi kesan bahwa agama kuno yg berkaitan dengan kemah suci dan Bait Suci pertama tentulah menuntut adanya musik kudus. Agama pada zaman Amos (#/TB Hak 5:21-23*) dan Yesaya (#/TB Yes 30:29*), masa pembuangan (#/TB Mazm 137:1* dab), pada kurun waktu setelah Israel kembali dari pembuangan, dan pembangunan Bait Suci yg kedua, tentu juga menuntut nyanyian-nyanyian khidmat. Bersamaan dengan merosotnya teori Graf-Wellhausen mengenai sejarah PL, dan pengakuan bahwa ‘P’ tidak berkata apa-apa tentang permazmuran Ibrani atau nyanyian pemujaan, kini makin diakui bahwa Kitab Mzm berisi komposisi-komposisi yg amat kuno dan juga mazmur-mazmur zaman pasca-pembuangan. Pengutamaan raja dalam Mzm meyakinkan orang bahwa banyak mazmur ditulis pada zaman kerajaan, dari zaman Daud hingga awal pembuangan.

             b. Organisasi

             Kitab Mzm yg kini kita kenal terdiri dari 5 kitab. Pembagian ini bermula pada LXX, yg telah ada thn 300 sM. Tiap bagian mudah dikenal, karena satu pujian menutup tiap bagian. Pujian itu singkat, kecuali pujian penutup kitab kelima; di situ satu mazmur selengkapnya dipakai sebagai pujian penutup. Kelima bagian Kitab Mzm itu adalah: Kitab pertama #/TB Mazm 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9; 10; 11; 12; 13; 14; 15; 16; 17; 18; 19; 20; 21; 22; 23; 24; 25; 26; 27; 28; 29; 30; 31; 32; 33; 34; 35; 36; 37; 38; 39; 40; 41*; Kitab kedua #/TB Mazm 42; 43; 44; 45; 46; 47; 48; 49; 50; 51; 52; 53; 54; 55; 56; 57; 58; 59; 60; 61; 62; 63; 64; 65; 66; 67; 68; 69; 70; 71; 72*; Kitab ketiga #/TB Mazm 73; 74; 75; 76; 77; 78; 79; 80; 81; 82; 83; 84; 85; 86; 87; 88; 89*; Kitab keempat #/TB Mazm 90; 91; 92; 93; 94; 95; 96; 97; 98; 99; 100; 101; 102; 103; 104; 105; 106*; Kitab kelima #/TB Mazm 107; 108; 109; 110; 111; 112; 113; 114; 115; 116; 117; 118; 119; 120; 121; 122; 123; 124; 125; 126; 127; 128; 129; 130; 131; 132; 133; 134; 135; 136; 137; 138; 139; 140; 141; 142; 143; 144; 145; 146; 147; 148; 149; 150*. Ada anggapan bahwa pembagian menjadi 5 bagian ini sebagai usaha meniru pembagian Taurat dalam 5 kitab, Pentateukh (lih N. H Snaith, Hymns of the Temple, 1951, hlm 18-20, di mana arti pembagian ini dibicarakan).

             Kitab pertama sebagian besar terdiri dari mazmur yg dihubungkan dengan Daud. Lalu #/TB Mazm 42; 43; 44; 45; 46; 47; 48; 49; 50; 51; 52; 53; 54; 55; 56; 57; 58; 59; 60; 61; 62; 63; 64; 65; 66; 67; 68; 69; 70; 71; 72; 73; 74; 75; 76; 77; 78; 79; 80; 81; 82; 83* mencakup komposisi-komposisi yg sebagian besar berasal dari tiga penulis — bani Korah, Daud, dan Asaf. Lalu #/TB Mazm 90; 91; 92; 93; 94; 95; 96; 97; 98; 99; 100; 101; 102; 103; 104; 105; 106; 107; 108; 109; 110; 111; 112; 113; 114; 115; 116; 117; 118; 119; 120; 121; 122; 123; 124; 125; 126; 127; 128; 129; 130; 131; 132; 133; 134; 135; 136; 137; 138; 139; 140; 141; 142; 143; 144; 145; 146; 147; 148; 149; 150* berisi mazmur yg hampir semuanya anonim. Mungkin banyak di antaranya dimaksudkan untuk dipakai di Bait Suci: bnd ump 95-100 dan 145-150. Ada juga sekumpulan mazmur singkat (120-134) yg sering disebut ‘Nyanyian Ziarah’. Kumpulan mazmur ini hampir dapat dipastikan adalah mazmur-mazmur asli yg berdiri sendiri-sendiri, dan mungkin pengumpulan itu memberi kunci bagi pengertian akan tingkatan-tingkatan menuju kepada pembentukan Kitab Mzm seperti yg diwariskan kepada kita.

             Berdasarkan anjuran Gray yg dikemukakan dalam bukunya Critical Introduction to the Old Testament, 1913, dan ahli-ahli lain, dapat diandaikan bahwa mazmur-mazmur yg dihubungkan dengan Daud adalah kesatuan yg pertama, tapi barangkali ke-72 mazmur tulisan Daud itu semula terdiri dari dua pengumpulan, seperti teracu dalam keadaannya kini terbagi dalam dua kelompok inti, yakni 3-41 dan 51-72. Diduga bahwa dua himpunan berikutnya adalah dua kelompok mazmur yg dihubungkan dengan Asaf (50, 73-83) dan bani Korah (42-49). Dua kumpulan lainnya telah diterima sebagai dalil; yg pertama terdiri dari kelompok kedua dari mazmur Daud, Korah dan Asaf (42-83), dan yg kedua berisi #/TB Mazm 84; 85; 86; 87; 88; 89*. Kedua kumpulan ini mempunyai satu kesamaan — memakai kata Ibrani ‘elohim bagi Allah. ‘Nyanyian-nyanyian Ziarah’ barangkali membentuk inti kumpulan yg berisi 90-150 mazmur. Pada akhirnya mazmur yg 150 itu seperti pendapat Robertson Smith, mungkin pula telah diperas menjadi tiga himpunan: 1-41; 42-89; 90-150, kemudian disusun kembali sesuai pembagiannya kini, yakni 5 bagian mengikuti pola pembagian Taurat.

          III. Judul-judul dalam Kitab Mzm

          Judul kitab itu dalam bh Ibrani adalah tehillim, ‘Nyanyian-nyanyian Pujian’, atau ‘Puji-pujian’. Judul kitab itu dalam bh Inggris Psalter berasal dari LXX A Psalterion, sedang judul The Psalms berasal dari Lxx B Psalmoi atau dari Vulgata Liber Psalmorum. Sebagai tambahan kepada judul yg diberikan kepada kitab itu, mayoritas mazmur perseorangan mempunyai judul tersendiri. Hal ini cenderung menimbulkan masalah bagi pembaca yg tidak tahu bh Ibrani, maka catatan-catatan berikut mungkin berfaedah.

          Mengikuti Mowinckel, Professor E. A Leslie dalam Pembimbingnya kepada Mzm, The Abingdon Bible Commentary, 1929, hlm 509 dst, membagi judul judul Mazmur dalam empat golongan.

          1. Judul judul berupa acuan teknis bagi mazmur-mazmur; mizmor, nyanyian, biasanya disebut ‘mazmur’ (ump 24), memberi kesan bahwa mazmur-mazmur ini dinyanyikan dengan dibarengi musik; syir, nyanyian, yakni nyanyian keagamaan yg dinyanyikan dalam kebaktian (ump 46); syir hamma ‘slot, nyanyian kenaikan, nyanyian musafir yg dinyanyikan oleh orang-orang yg berbakti saat mereka berpawai di belakang tabut untuk merayakan suatu hari raga keagamaan (120-134); mikhtam, istilah teknis yg arti akarnya tidak diketahui. Terjemahan LXX menyarankan gagasan mengenai pemahatan pada loh-loh, tapi pengertian ‘penebusan’ terkesan karena semua mazmur mikhtam adalah ratapan (16; 56-60); maskil, syair yg memberi pelajaran, yaitu suatu komposisi yg mengemukakan pengetahuan-pengetahuan ilahi, justru mengandung instruksi (74, 78, 79); syiggayon (7), sebutan teknis lain yg tidak jelas artinya. Jika kata itu berasal dari syaga, ‘mengelak, menyebut’, maka judul itu dapat berarti nyanyian ritmis bingar dan dapat mempunyai hubungan dengan beberapa bagian pemujaan yg kini tidak kita ketahui; tefilla, ‘doa’, tentulah doa permintaan yg bersajak atau liturgic (142).

          2. Beberapa judul memperjelas tujuan mazmur-mazmur itu: toda, ‘ucapan syukur’, memberi kesan bahwa mazmur terkait mengungkapkan pujian dalam liturgi di Bait Suci (100); le’annot berasal dari satu akar kata yg berarti ‘dideritakan’, dan mazmur yg diberi judul demikian adalah ungkapan penyesalan dari mereka yg merendahkan din; hazkir, ‘memperingati’, ialah mazmur ibadat perseorangan karena dosa-dosanya, atau mazmur ibadat di mana imam mengingat dosa-dosa orang yg beribadat (38, 70); yedutun, barangkali harus dihubungkan dengan gagasan tentang pengakuan, justru mazmur-mazmur yedutun (39, 62, 77) tentulah ungkapan-ungkapan pengakuan dan penyesalan; lammed, ‘mengajar’, menunjukkan bahwa mazmur macam ini memberikan ajaran agama (60).

          3. Ada beberapa judul yg jelas mempunyai arti dan maksud pemujaan (bnd #/TB Hab 3*): menatstseakh yg terkenal, yg oleh BDB diterjemahkan ‘pengatur musik’ atau ‘pemimpin paduan suara’. Diduga bahwa ke-55 mazmur yg diberi judul ini pernah mewujudkan suatu ‘kumpulan milik Pemimpin’, dan Mowinckel menghubungkannya dengan anti dasar ‘bersinar’ dan dianggap menandakan pancaran sinar wajah Allah dalam rangka berkat-Nya atas orang-orang yg beribadat di Bait Suci; pendapat lain mengatakan bahwa istilah itu harus dihubungkan dengan gagasan tentang kemenangan Allah, yg dirayakan dalam pemujaan; judul yonat ‘elem rekhogim, ‘kepada merpati dari terpentin-terpentin yg jauh’ (BDB), yg biasanya diartikan sebagai nama nyanyian yg dikaitkan dengan #/TB Mazm 56*, dan mungkin mempunyai hubungan dengan korban burung merpati yg padanya ditimpakan dosa-dosa para penyembah (#/TB Im 5:6-10*).

          Jadi ‘ayyelet hasysyakhar, ‘rasa di kala fajar’, dapat juga menunjuk kepada korban lain yg dipersembahkan dengan dibarengi mazmur (22) yg diberi judul demikian; judul yg lain, syosyannim, ‘bunga-bunga bakung’ (#/TB Mazm 45:1*); bentuk-bentuk yg berbeda terdapat pada #/TB Mazm 60*, syusyan ‘edut: 80, syosyannim ‘edut, ‘bunga bakung (bunga-bunga bakung), kenangan’, dapat menunjuk kepada pemakaian bunga-bunga pada pawai hari raya; apabila judul makhalat (53, 58) berasal dari suatu anti pokok ‘sakit’, maka kedua mazmur ini dapat dipakai dalam upacara penyucian setelah orang menderita sakit. Ada beberapa judul lainnya yg dianggap menghubungkan mazmur-mazmur, di mana judul-judul itu hadir berkaitan dengan kegiatan pemujaan khusus, ump judul yg diberikan kepada #/TB Mazm 57; 58; 59;  75*; #/TB Mazm 8;  81;  84*, dan #/TB Mazm 6;  12*. Tapi masih banyak pembicaraan dan keraguan terhadap anti judul judul itu dan penafsirannya. Satu di antaranya ialah mut labben (9) ‘demi anak lelaki’.

          4. Ada dua judul yg dianggap mengacu kepada musik, yaitu neginot (6, 54, 55, 67), yg berarti ‘musik dari alai musik gesek’ atau alat-alat itu sendiri, dan dapat menunjukkan bahwa mazmur-mazmur ini dinyanyikan dengan diiringi kecapi; dan sela, muncul 71 kali dalam 39 mazmur (BDB). Kata itu berarti ‘mengangkat, dan barangkali menandai bagian-bagian dalam mazmur itu dimana orang-orang yg beribadat harus mengangkat suara dengan berseru, ‘Dipermuliakanlah TUHAN untuk selama-lamanya’ atau ‘TUHAN bersemayam untuk selama-lamanya’. Dalam beberapa tempat di mana sela muncul, dan kata-kata ‘amin’ atau ‘haleluya’ dapat dengan mudah menggantinya, maka barangkali mazmur-mazmur itu harus dikelompokkan sama. Karena sela muncul bersama higgayon dalam #/TB Mazm 9:15* maka kata yg terakhir ini diduga searti dengan yg pertama. Kata nekhilot (’ seruling’?) yg samar-samar itu dapat dimasukkan dalam kelompok mi.

          IV. Puisi Kitab Mzm

          Pemahaman akan prinsip dan susunan puisi Ibrani adalah hakiki bagi pengertian yg tepat akan mazmur dan tafsirnya, juga untuk mengetahui apa yg dimaksud oleh orang Ibrani dengan puisi. Dalam puisi Ibrani rima tidak berperan, dan adalah lebih tepat bicara tentang irama ketimbang matra. Ada tekanan irama dalam tiap kalimat dan keseimbangan irama pada kalimat-kalimat, tapi tak ada sistem matra yg tergantung pada jumlah atau bilangan suku-suku kata atau tekanan dalam tiap baris. Usaha untuk menemukan sistem matra dalam syair Mzm tidak akan berhasil. Puisi Ibrani tergantung kepada keseimbangan irama dari kalimat-kalimat, tidak kepada sajak dan matra (dim anti kata itu yg klasik), sehingga dapat dikatakan kehilangan sedikit sekali sifatnya bila diterjemahkan.

          Robert Lowth (1710-1787), Guru Besar puisi di Oxford, adalah orang pertama yg menaruh perhatian pada asas-asas asasi puisi Ibrani. Dalam uraiannya De Sacra Poesi Hebraeorum: Praelectiones Academicae Oxonii habitae (1753), Lowth menunjukkan bahwa ciri khas syair Ibrani ialah kesejajaran, artinya persesuaian satu baris syair dengan baris lainnya, atau pengulangan gagasan yg sama dalam kata-kata yg berbeda. Penting bahwa dalam menerjemahkan syair Ibrani, terjemahan itu ditulis berbaris-baris, bukan sebagai prosa. Cara ini akan mencakapkan pembaca yg tidak mengerti bh Ibrani untuk mengenal baris yg membentuk suatu bait, dan untuk menyadari kesejajaran antara baris-baris itu (biasanya dua); dengan perkataan lain: menjadi tan bagaimana baris kedua dari ay itu mengulangi gagasan dari baris pertama, tapi dengan kata-kata yg berbeda. Perlu sekali mengenal hukum kesejajaran dalam puisi Ibrani, karena hal itu sangat berguna bagi penafsirannya. Sering hal itu dapat dipakai oleh penafsir jika ia harus mengambil keputusan mengenal soal penting, seperti susunan atau hubungan kata-kata, penjelasan anti suatu ay kadang-kadang menentukan pilihan antara bermacam-macam bacaan yg mungkin.

          Beberapa macam kesejajaran dibeda-bedakan sbb:

          1. Kesejajaran sinonim. Jenis ini dapat ditemukan pada setiap ay #/TB Mazm 114*, tapi adalah biasa di seluruh Kitab Mzm. Kesejajaran ini disebut ‘sinonim’ karena pernyataan di baris pertama dari ay itu sebenarnya diulangi pada baris kedua, tapi dengan kata-kata yg berbeda; bnd juga #/TB Mazm 50:11,13,19; 80:13*.

          2. Kesejajaran antitetis atau kesejajaran yg berlawanan. Dalam jenis ini pernyataan pada baris pertama ay itu diteguhkan, bukan dengan mengulanginya pada baris kedua, melainkan dengan lawannya; ump #/TB Mazm 1:6; 30:5*. Kesejajaran sintetis atau konstruktif. Di sini kedua baris ay itu tidak mengatakan hal yg sama, tapi pernyataan dalam baris pertama berfungsi sebagai basis yg di atasnya baris kedua berdiri, atau hubungannya ialah sebab dan akibat; ump #/TB Mazm 19:7-10; 2:6; 22:4; 119:121*. Kesejajaran yg memuncak atau menanjak, dimana sering baris pertama ay itu tidak lengkap, tapi baris kedua mengambil beberapa kata daripadanya dan melengkapinya; #/TB Mazm 29:1; 121:1-4; 22:4*.

          Pertanyaan, ‘Apakah semua mazmur itu dibagi dalam bait?’ tidak dapat dijawab dengan pasti dan tuntas. Bahwa dalam beberapa mazmur terdapat susunan bait adalah jelas sekali. Cukup pasti bahwa pengulangan yg terdapat dalam #/TB Mazm 41;  42;  46;  57;  80;  99;  107*; menunjuk pada adanya susunan bait. Juga mungkin bahwa tanda musik sela berfungsi untuk membagi sebuah mazmur dalam bait-bait, seperti #/TB Mazm 3;  4*. Mazmur-mazmur lainnya terbagi dengan sendirinya dalam bait-bait; ump anti umum #/TB Mazm 2* dengan sendirinya terarah kepada pembagian empat ganda: ay #/TB Mazm 2:1-3,4-6,7-9,10-12*. Demikian juga #/TB Mazm 92* yakni ay #/TB Mazm 92:1-3,4-8,9-11,12-15*. Kadang-kadang susunan menurut abjad dipakai untuk membagi sebuah mazmur dalam bait-bait. Contoh yg paling terkenal ialah #/TB Mazm 119* dalam bahasa aslinya. Kemungkinan tidak semua puisi asli Ibrani terbagi dalam bait-bait, dan usaha pihak Duhm, Briggs dan lain-lainnya untuk memaksakan banyak mazmur berbentuk bait dengan perbaikan, tidak berhasil dan tidak patut.

          Ciri lain dari puisi Ibrani yg perlu diperhatikan, ialah pemakaian akrostik atau penyusunan semua huruf awal dari tiap baris mengikuti pola abjad. Ada 9 mazmur dalam Kitab Mzm yg huruf pertamanya disusun mengikuti abjad, ump #/TB Mazm 111;  112* (dlm bh aslinya), masing-masing baris mulai dengan satu huruf Ibrani yg berbeda. Tapi #/TB Mazm 111* disusun dalam 8 pasang baris ay atau bait dan baris-baris #/TB Mazm 112* disusun dalam dua bait terdiri dari tiga kelompok. Dalam #/TB Mazm 25;  34;  145* tiap huruf abjad mengawali sebuah bait. Dalam #/TB Mazm 119* di mana ay-ay disusun dalam bait-bait yg masing-masing terdiri dari 8 ay, huruf yg sama mengawali setiap ay. #/TB Mazm 9;  10;  37* juga disusun menurut abjad. Isi mazmur-mazmur ini menunjukkan bahwa akrostik itu tidak membelenggu pengilhaman penyair, sama seperti mama atau mama yg telah menjadi ciri umum dari syair barat, tidak mengekang gaya penyair-penyairnya.

          V. Penafsiran Kitab Mzm

          Masalah penafsiran Mzm sangat tergantung pada pengelompokan, padahal tiada kesepakatan yg bulat mengenal pengelompokan itu. Para ahli berbeda pendapat jika berusaha mengelompokkan mazmur. Apabila pemakaian mazmur pada kebaktian di Bait Suci dijadikan patokan maka pengelompokan berikut akan muncul: (1) kidung puji-pujian; (2) doa-doa ucapan syukur; (3) doa-doa permohonan; (4) doa ratapan; (5) mazmur-mazmur rohani dan hikmat. Dalam kelompok pertama hingga keempat tentu ada mazmur yg bersifat umum maupun yg bersifat pribadi.

          Beberapa ahli mengelompokkan mazmur menurut subyeknya: (1) kidung pemujaan; (2) mazmur-mazmur merayakan kerajaan Allah; (3) mazmur-mazmur rajawi; (4) mazmur-mazmur permenungan; (5) mazmur-mazmur kebaktian dan ucapan syukur; (6) mazmur-mazmur yg menceritakan kembali sejarah Israel; (7) mazmur-mazmur kutukan; (8) mazmur-mazmur penyesalan; (9) mazmur-mazmur permohonan. Jika mazmur dikelompokkan berdasarkan psikoreligius, maka mazmur-mazmur itu akan dikelompokkan menurut perasaan seperti kebencian, penyesalan, kesalahan, patriotisme, keajaiban, kepercayaan kepada Allah, kepercayaan alas dini sendiri, dsb.

          Nampaknya pengelompokan mazmur yg paling memuaskan adalah sbb:

          1. Mazmur-mazmur doa dengan mana pemazmur memohon supaya Allah memberi berkat dan perlindungan (ump 86, 102).

          2. Mazmur-mazmur pujian, dengan mana ucapan syukur mungkin dikemukakan karena kemurahan-kemurahan khusus, atau suatu pujian yg mungkin terbit karena kemuliaan Allah dalam alam semesta, atau pujian dalam kebaktian dan pemujaan (ump 47; 68; 104; 145-150).

          3. Mazmur-mazmur yg dengan sangat memohon campur tangan ilahi dan penyelamatan dari Dia pada waktu sakit, bencana, dan bahaya (ump 38; 88).

          4. Mazmur-mazmur pengakuan iman bahwa Allah adalah Tuhan, Khalik, Raja segala bangsa, Hakim dan Pemerintah alas alam semesta (ump 33; 94; 97; 136; 145).

          5. Mazmur penyesalan karena dosa, tujuh di antaranya (6; 32; 38; 51; 102; 130; 143), tapi hanya dalam satu mazmur (51) pengakuan dosa yg paling utama; sebenarnya dua di antaranya (6; 102) sama sekali tidak menunjuk kepada dosa, karena pokok yg dipentingkan ialah pengampunan, bukan pengakuan.

          6. Mazmur-mazmur syafaat, di dalamnya para pemazmur mendoakan raja, bangsa sendiri, bangsa-bangsa lain, keluarga Daud, dan Yerusalem (ump 21; 67; 89; 122).

          7. Mazmur-mazmur kutukan, dibicarakan selanjutnya tapi perlu dicatat di sini, bahwa sebenarnya kutukan-kutukan itu adalah jawaban para pemazmur terhadap kutukan musuh-musuh Israel (ump 35; 59; 109).

          8. Mazmur-mazmur hikmat dalam bentuk khotbah rohani atau agamawi, yg memberikan instruksi tentang kesabaran kendati orang jahat berjaya, tentang kemuliaan yg sebenarnya dari Yerusalem, martabat raja yg sebenarnya, keberuntungan palsu, pelayanan yg sebenarnya kepada Allah, pemeliharaan Allah alas bangsa-bangsa, kuasa Allah dalam alam, dan pemerintahan-Nya dalam segenap sejarah (ump 37; 122; 45; 49; 50; 78; 104; 105-107).

          9. Mazmur-mazmur yg berkaitan dengan pemeliharaan yg aneh yg dialami umat Allah, dan dengan persoalan-persoalan tentang hidup pada masa yg akan datang, mengapa orang jahat berjaya, dan dengan spekulasi-spekulasi mengenai kemungkinan beroleh upah setelah kematian (ump 94; 49; 16; 17; 73).

          10. Mazmur-mazmur yg memuji kebesaran hukum Taurat. #/TB Mazm 1* membicarakan kegirangan dan berkat yg akan dimiliki oleh orang yg mempelajari dan melaksanakan Taurat. #/TB Mazm 19* menggambarkan tabiat hukum dan akibat-akibatnya atas hati yg taat, sedang #/TB Mazm 119* adalah pujian kepada Allah karena anugerah-Nya yg paling besar kepada Israel, yaitu hukum Taurat, dan penyataan kehendak-Nya bagi umat perjanjian-Nya yg ditengahinya.

          Penafsir-penafsir mazmur zaman modern — sebagai tambahan pada penekanan penilaian untuk mengetahui termasuk kelompok mana suatu mazmur — juga menegaskan bahwa orang harus dipimpin oleh asas-asas yg lain. Mereka menggarisbawahi pentingnya mempelajari keadaan historis dari mana mazmur-mazmur itu muncul. Jelas bahwa metode ‘historis’ untuk menafsirkan Mzm adalah penting sekali. Tapi jika orang berusaha menerapkannya timbullah kesukaran dalam menentukan tarikh suatu mazmur dan keadaan ketika mazmur itu ditulis, dan kesukaran itu hampir tak dapat diatasi. Kesukaran-kesukaran ini telah menjerumuskan orang kepada dugaan belaka tentang dasar-dasar historis, dan karenanya juga kepada dugaan mengenai kategori tiap mazmur. Singgungan historis tentu penting di mana singgungan-singgungan itu ditemukan, tapi singgungan-singgungan itu sering sangat samar-samar sehingga tak mungkin mengenalnya dengan pasti.

          Suatu patokan yg lebih aman ialah sifat gagasan keagamaan yg ditemukan dalam tiap mazmur. Gagasan itu antara lain: apa konsepsi pemazmur tentang Allah, apa pengharapannya, apa cita-citanya, ketakutannya, usahanya untuk menyenangkan Allah. Pendekatan ini penting karena penelitian-penelitian modern alas mazmur telah menetapkan tarikh Mzm yg lebih dini daripada tarikh yg hingga kini dianggap mungkin. Banyak di antara mazmur itu pasti berasal dari zaman sebelum pembuangan, tapi pengkaitan Kitab Mzm dengan kebaktian di Bait Suci memberi kesan, bahwa Kitab itu adalah buku nyanyian atau buku doa dari Bait Suci Kedua. Dengan perkataan lain, Kitab Mzm sebagai keseluruhan tumbuh dari abad-abad ketika Israel dipaksa untuk memikirkan ulang keyakinan-keyakinan keagamaannya dan sejarahnya yg telah lewat, dan mencari artinya dan kaitannya bertalian dengan tempat Israel di dalam dunia dan nasib yg mungkin bagi bangsa-bangsa dan perseorangan pada zaman itu.

          Tapi bagaimana gagasan bahwa Kitab Mzm termasuk pada zaman Bait Suci Kedua itu harus ditafsirkan? Apakah itu hanya berarti bahwa segenap mazmur itu ditulis untuk dipakai dalam upacara Bait Suci? Dan apakah mayoritas untuk dipakai dalam jemaat? Apakah beberapa mazmur dipakai untuk pribadi? Beberapa ahli telah jauh melewati penafsiran sederhana seperti itu. Nama Sigmund Mowinckel, ahli asal Skandinavia, justru menjadi masyhur karena karya aslinya bertalian dengan Kitab Mzm, sekalipun telah muncul banyak keraguan untuk menerima teori-teorinya. Inti teorinya itu adalah ganda.

          Ia setuju bahwa mazmur ditulis untuk memenuhi keperluan upacara. Tapi dalam bukunya Psalmenstudien, bag I, ia berkeras mengatakan bahwa banyak dari mazmur itu dalam praktiknya adalah mantera-mantera penuh kuasa, yg setelah dituliskan dan kemudian dilisankan, mengeluarkan kekuatan yg dinamis melawan musuh, yg dengan menggunakan sihir berniat melukai pemazmur. Apabila musuh itu nampaknya banyak, maka Mowinckel menganggapnya kuasa-kuasa gelap. Inilah ‘orang-orang yg melakukan kejahatan’, karena mereka melakukan sihir gelap (bnd #/TB Mazm 10:7; 6:6-8; 94:3-7; 64:2-4*).

          Mowinckel, sebenarnya, tidak mendasarkan argumen-argumennya pada apa yg dia temukan dalam mazmur; ia berdebat atas dasar suatu analogi. Dunia gagasan ini jelas mewujudkan latar belakang dari mana mazmur-mazmur Babel dan Asyur berasal; tapi tidak ada suatu apa pun yg menyarankan bahwa hal itu terdapat juga dalam Mzm PL. Justru mengatakan bahwa ‘orang-orang yg melakukan kejahatan’ dalam mazmur-mazmur itu adalah juru sihir yg melakukan sihir gelap hanyalah dugaan belaka.

          Hipotesa lain yg dengannya nama Mowinckel dihubungkan ialah apa yg disebut ‘Mazmur-mazmur Kenaikan Takhta’. Di sini ia juga sangat tergantung pada pengetahuan tentang perayaan kenaikan tahunan di kebudayaan Babel. Dalam perayaan-perayaan kenaikan Mesopotamia ini raja yg memerintah menerima kerajaannya tiap tahun dari dewa Marduk, tuannya. Sebagai tambahan pada anti fundamental ini ada sejumlah sub gagasan. Umpamanya, pada perayaan-perayaan kenaikan takhta dilakukan upacara pertentangan, di mana dewa mengalahkan musuh-musuh raja, sesudah itu raja naik takhta lagi untuk 1 tahun. Sebagian perayaan itu berwujud pawai di mana patung dewa ditempatkan di singgasana. Upacara yg terkenal mengenai kematian dan kebangkitan dewa itu, mungkin juga telah menjadi bagian dari perayaan kenaikan tahunan Babel, seperti halnya perkawinan ritual di mana raja yg memerintah, sebagai wakil dewa, ‘kawin’ dengan seseorang yg mewakili dewi.

          Ada bukti yg tidak dapat ditentang, bahwa perayaan-perayaan kenaikan tahunan ini mewujudkan suatu bagian yg utuh dari peradaban Babel, padahal tak ada bukti bahwa perayaan-perayaan kenaikan tahunan seperti itu digemari di Israel. Bahwa Saul (#/TB 1Sam 10:1,24; 11:4-11*) dan Daud (#/TB 2Sam 2:3-4; 5:1-3*) diteguhkan dalam kerajaan mereka, tak dapat dianggap sebagai bukti bagi suatu perayaan kenaikan tahunan di Israel. Bahkan, sekalipun ketujuh ‘Mazmur Kenaikan Takhta’ (47; 93; 95-99) mungkin dengan baik dapat ditafsirkan sebagai hari kenaikan tahunan TUHAN, yg diadakan sebagai perayaan keagamaan setiap Hari Tahun Baru (#/TB Bil 29:1*), namun tafsiran ini didasarkan atas analogi dari kepustakaan pemujaan Babel, bukan atas dasar sejarah PL atau Kitab Mzm.

          VI. Agama dalam Kitab Mzm

          Tidak dapat terlalu sering dikatakan bahwa Mzm adalah cermin yg tidak banyak memantulkan pengalaman agamawi perseorangan, seperti pengalaman ‘agamawi jiwa orang Israel’, yg dianggap menjadi suatu kepribadian. Amanat Mzm diteruskan dengan perantaraan bermacam-macam pengalaman agamawi yg diungkapkan di dalamnya. Kewajiban tertinggi manusia ialah mengasihi Allah dengan berbakti kepada-Nya, berdoa kepada-Nya, terlibat dalam pelayanan umum, menaati perintah-perintah-Nya yg di dalamnya Ia nyatakan kehendak-Nya bagi manusia. Orang wajib berdoa kepada Allah pada segala waktu dan keadaan. Menghindari para penjahat dan bersekutu dengan orang saleh. Harus setia, ramah tamah, jujur, kudus. Kebaktiannya harus terdiri dari pemuliaan, ucapan syukur, pujian dan pemasrahan hati yg penuh penyesalan. Rumah Allah, hukum Allah, pelayanan Allah dan juga liturgi terkait menjadi alai kasih karunia yg tak boleh alpa dari abdi Allah.

          Mzm gamblang menekankan peranan kebaktian umum dalam hidup keagamaan orang Ibrani. Dalam hubungan ini menarik untuk memperhatikan alpanya penekanan pada sistem korban dalam pemujaan di rumah ibadat. Dalam Mzm turut mengambil bagian pada penyerahan korban diindahkan (#/TB Mazm 4:5; 20:3; 51:19; 66:13-15*); tapi di lain pihak agama yg tanpa upacara tidak dicela. Sungguh, ungkapan hidup keagamaan manusia belakangan ini dapat diterima oleh Allah (#/TB Mazm 40:6; 50:9*), tapi pengganti korban persembahan harus diserahkan kepada Tuhan, seperti ketaatan (#/TB Mazm 40:6* dab), ucapan syukur (#/TB Mazm 50:14,23*), kesedihan yg mendalam (#/TB Mazm 51:16-19*), permenungan (#/TB Mazm 19:14*), doa (#/TB Mazm 141:2*), moralitas (#/TB Mazm 15:1* dab), dan iman (#/TB Mazm 4:5*). Di sini nilai-nilai rohani diberikan tempatnya yg sepatutnya dalam agama Ibrani.

          Kecenderungan menurunkan nilai sistem korban Pentateukh pasti memberi sumbangan kepada penemuan nilai perseorangan di hadapan Allah. Dan agama perseorangan di hadapan Allah seperti tercermin dalam Mzm sangat gamblang mewujudkan ungkapan kepercayaan mengandalkan Tuhan, pujian kepada Allah, oleh penerimaan-Nya. Agama perseorangan ini berakar dalam ketaatan kepada hukum Allah dan persekutuan dengan Allah. Bahwa banyak orang Israel rindu sekali meraih pengalaman demikian dengan Allah, tak dapat diragukan mengingat kepahitan hidup pada zaman Kitab Mzm. Orang kafir sering berkuasa alas orang Yahudi, orang kaya menguasai orang miskin, dan teman-teman palsu, kesaksian-kesaksian palsu dan pemfitnah-pemfitnah sering membuat hidup tak terperikan pahitnya; demikian juga penyakit yg membawa maut terus menghidupkan ingatan akan dunia orang mati yg gelap dan tanpa harapan. Jika orang-orang saleh, ‘para penderita’, ‘kaum fakir miskin’, ‘kaum lemah’ di Israel dapat mengatasi kemelut hidup yg melanda mereka sekaligus mampu mempertahankan iman dan kesetiaan mereka, juga mempertahankan sikap mereka yg berbeda dengan sikap dunia ini tanpa kompromi, maka pengalaman keagamaan seperti tercermin dalam Kitab Mzm adalah satu-satunya perlindungan mereka.

          VII. Teologi Kitab #/TB Mazm 1*. Adalah pasti, bahwa jantung hidup keagamaan para pemazmur adalah pengetahuan mereka tentang Allah. Mereka tidak pernah jemu menyanyikan kemuliaan-Nya dalam alam semesta. Dalam segenap karya-Nya di langit, di bumi dan di laut Ia memperkenalkan diriNya sebagai Allah yg mahakuasa, mahatahu, dan mahahadir. Ia jugalah Allah segala sejarah, yg memimpin segala sesuatu ke tujuan akhir yg telah Ia tetapkan untuk dicapai. Tapi Dia — Pemerintah atas dunia ini, Raja segala raja, adalah juga Pemberi Hukum dan Hakim, Pembela segala orang yg tertindas dan Juruselamat manusia. Ia tentu murah hati dan setia, adil dan benar, Yg Kudus yg dipuja oleh manusia dan malaikat. Tapi Allah para pemazmur itu, secara khas, adalah juga Allah Israel. Allah yg telah memperkenalkan dini kepada Abraham, Ishak dan Yakub, yg melalui Musa telah melepaskan Israel dari Mesir, membuat perjanjian dengan mereka dan memberikan kepada mereka tanah perjanjian — Dia senantiasa masih Allah Israel, Tuhan dan Pembela umat pilihan.

          Karena konsep yg demikian akbar tentang Allah, maka tidaklah mengherankan bahwa para pemazmur menemukan kegembiraan utama dan hak istimewa di dalam doa kepada Allah. Langsung, spontan dan keakraban yg dekat dalam doa-doa mereka meyakinkan kita tentang realitas doa bagi mereka. Mereka percaya akan pemeliharaan-Nya, mengandalkan kehadiran-Nya, bergembira karena keadilan-Nya, pasrah akan kesetiaan-Nya, yakin bahwa Dia begitu dekat. Mereka dalam doa-doa mereka memuji, memohon, dan bersekutu dengan Allah, dan mendapat perlindungan terhadap penyakit, kekurangan, wabah, fitnah, dan merendahkan dini mereka di bawah tangan-Nya yg mahakuasa. Dalam kehidupan yg progresif tingkah laku mereka ditandai oleh kesetiaan kepada Allah, penghormatan dan ketaatan kepada hukum, kebaikan terhadap yg tertindas, dan kegirangan dalam kebaktian umat Allah.

          2. Bertentangan dengan latar belakang iman dan ketaatan demikian, maka mazmur-mazmur kutukan (lih khususnya #/TB Mazm 35:1-8; 59; 69; 109*) mungkin terasa sebagai ‘kemelut moral’. Doa-doa yg sama bagi pembalasan terdapat dalam #/TB Yer 11:18* dab; #/TB Yer 15:15* dab; #/TB Yer 18:19* dab; #/TB Yer 20:11* dab. Gagasan pokok dalam bagian-bagian Kitab Mzm di mana kutuk-kutuk dan hukuman pembalasan diminta supaya menimpa musuh, disajikan dalam #/TB Mazm 139:21-22*, ‘Masakan aku tidak membenci orang-orang yg membenci Engkau, ya TUHAN? … mereka menjadi musuhku’. Artinya, para pemazmur tidak didorong keinginan untuk membalas demi dirinya, tapi karena semangatnya bagi kemuliaan Yang Kudus Israel, yg harus menuntut pembalasan dalam tertib moral yg kini ada di dunia.

          Di belakang kutuk-kutuk itu ada pengakuan bahwa moral ilah-ilah yg memerintah dunia, suatu keyakinan bahwa yg baik dan yg jahat punya arti bagi Allah, justru penghakiman harus diberlakukan dalam tertib dunia moral seperti halnya kasih karunia. Maka adalah hal biasa jika orang .yg hidup pada zaman hukum Taurat, berdoa bagi pembinasaan musuh-musuh Allah melalui penghakiman; padahal orang Kristen zaman ini yg hidup di zaman anugerah, berdoa kiranya semua orang diselamatkan, karena percaya bahwa ada penghakiman sekarang di dunia ini dan penghakiman pada masa depan.

          Harus diingat juga bahwa sekalipun pemazmur sadar akan adanya ketegangan antara kebenaran dan ketidakbenaran, antara umat Allah dan musuh-musuh Allah, mereka tidak mempunyai bayangan tentang penghakiman dalam arti eskatologis, yaitu doktrin tentang kedudukan masa depan di mana orang fasik akan dihukum dan yg berbakti kepada Tuhan diberi pahala.

          Jadi jika kebenaran harus dipertahankan, maka kebenaran itu haruslah dipertahankan saat ini, dan jika kejahatan harus dihukum, maka kejahatan itu harus dihukum juga saat mi. Sebab jika orang benar berdoa supaya yg jahat dibinasakan, ia tidak membedakan penjahat itu dari kejahatannya. Membinasakan penjahat tanpa membinasakan kejahatannya dan demikian sebaliknya, tidak masuk akal bagi orang Ibrani yg saleh. Bahkan sulit, jika tidak hendak dikatakan mustahil, bagi beberapa pemazmur untuk memisahkan orang jahat dari keluarganya. Segala sesuatu milik orang fasik terhisab dalam kejahatannya, demikian pikir mereka.

          Orang Kristen baiklah mengingat hal itu jika membaca mazmur kutukan, dan janganlah menghapuskan segenap artinya. Mazmur-mazmur ini setidak-tidaknya merupakan peringatan yg kuat tentang realitas penghakiman dalam dunia moral, memperlihatkan semangat yg membara bagi kebenaran yg menyala di dalam hati beberapa pemazmur, dan penolakan mereka untuk membiarkan dosa.

          3. Dalam Kitab Mzm tiada ajaran mengenai kehidupan pada masa depan. Harapan memang ada, tapi tidak ada keyakinan bertalian dengan masa yg akan datang. Dalam Kitab Mzm tiada hunjukan yg pasti pada kebangkitan. Memang ada serpihan-serpihan kenyataan atau pengertian rohani tentang hidup masa depan, tapi hal ini tidak diketahui, tidak yakin secara agama. Mungkin benih pengharapan itu terdapat dalam #/TB Mazm 16; 17;  49;  73*; tapi toh tinggal pengharapan belaka. Tak ada seorang pemazmur yg mencapai keyakinan tentang kebangkitan.

          4. Mazmur-mazmur mesianis. Salah satu dari sekian faktor paling penting dalam hidup Israel ialah harapan mesianis. Harapan ini berpusat sekitar berulangnya kembali zaman Daud, yg pemerintahannya pada masa lampau merupakan zaman emas dalam sejarah Israel. Dengan latar belakang demikianlah harapan mesianis dalam Kitab Mzm harus dipandang. Gambaran Mesias yg muncul dalam Kitab Mzm adalah ganda.

          Pertama, karena Mesias adalah keturunan wangsa Daud, maka Ia akan menjadi Raja dari zaman mesianis. Pemazmur membayangkan seorang Raja mesianis yg terhadap-Nya bangsa-bangsa akan sia-sia memberontak (#/TB Mazm 2*). Zaman mesianis itu dilukiskan dalam #/TB Mazm 72*, sedang dalam Mazm 2* kerajaan-Nya diuraikan sebagai kerajaan universal, milik Allah, tapi yg diperintah Mesias dalam hubungan dengan Tuhan. Dalam #/TB Mazm 110* Mesias adalah Raja, Imam dan Pemenang yg duduk dalam kemuliaan di sebelah kanan Allah. #/TB Mazm 45* berbicara tentang pemerintahan Mesias yg universal.

          Tapi kedua, Kitab Mzm juga mempersiapkan pikiran manusia bagi seorang Mesias yg menderita. #/TB Yes 53* mendapat imbangannya dalam Kitab Mzm. Anak TUHAN yg diurapi, Raja Imam yg takhta-Nya akan bertahan selama-lamanya dan pemerintahan-Nya akan mendatangkan damai dan kebenaran dan yg akan menyebabkan segala bangsa diberkati di dalam Dia, harus memasrahkan diriNya kepada penderitaan yg mengerikan (#/TB Mazm 22;  69*; dll). Tapi, barulah setelah Kristus menafsirkan Mzm ini kepada murid-murid-Nya, mazmur-mazmur ini dan mazmur-mazmur yg sama dipandang bersifat mesianis (#/TB Luk 24:27-46*). Hanya setelah Tuhan menerangi pikiran para murid, gereja mengerti makna bagian-bagian Kitab Mzm ini dan menjadikannya buku nyanyian dan buku doa gereja. *MESias.

          VIII. Orang Kristen dan Kitab Mzm

Terlepas dari mutu keagamaan dan penyerahan yg terdapat dalam Mzm, dua faktor telah mendorong gereja untuk menjadikan Mzm buku doanya.

          1. Kitab Mzm berperan besar dalam hidup dan ajaran Tuhan Yesus. Buku doa inilah nampaknya yg Dia pakai dalam kebaktian sinagoge, dan buku nyanyian-Nya dalam perayaan Bait Suci. Ia memakainya dalam ajaran-Nya, untuk menghadapi pencobaan, menyanyikan Hallel — perayaan agama Yahudi berkaitan dengan #/TB Mazm 113;  118* — dari Mzm setelah Perjamuan Kudus, mengutip Mzm waktu di kayu salib dan mati dengan melisankan ay kitab itu.

          2. Sejak zaman kuno Kitab Mzm telah menjadi buku nyanyian dan buku doa gereja. Beberapa dari nyanyian akbar gereja meniru mazmur-mazmur (#/TB Luk 1:46* dab; 68 dab; #/TB Luk 2:29* dab). Kitab Mzm mengilhami para rasul menghadapi penganiayaan (#/TB Kis 4:25-26*); kitab itu tersirat dalam berita mereka (#/TB Kis 2:25* dab; #/TB Kis 13:33*), dipakai untuk mengemukakan ajaran mereka yg terdalam mengenai Tuhan (#/TB Ibr 1:6,10-13; 2:6-8; 5:6; 10:5-7*). Pada segala abad gereja telah menemukan dalam Mzm ‘sebuah Alkitab Kecil’ (Luther), atau ‘Alkitab di dalam Alkitab’. Dan sekalipun ‘Alkitab Kecil’ ini bermula dari gereja Yahudi, dan dihubungkan erat dengan PL, namun karena disinari oleh terang semua Injil, maka gereja mengakuinya sebagai miliknya dan memakainya juga dalam segala pendekatannya kepada Allah yg senantiasa disembah dan dipuji.

       KEPUSTAKAAN.
  • Tafsiran: A. F Kirkpatrick, 1901; A Weiser, 1962,
  • J. H Eaton, 1967; M. J Dahood, 1966-1970;
  • A Anderson, 1972; D Kidney, 1975. Pelajaran lain: H Gunkel, The Psalms (ET 1967);
  • D Eerdmans, The Hebrew Books of Psalms, 1947;
  • N. H Snaith, Hymns of the Temple, 1951;
  • S Mowinckel, The Psalms in Israel’s Worship, 1962;
  • H Ringgren, The Faith of the Psalmists, 1963;
  • C Westermann, The Praise of God in the Psalms, 1966;
  • J. A Clines, TynB 18, 1967, hlm 103-126; TynB 20, 1969, hlm 105-125;
  • B. S Childs, JSS 16, 1971, hlm 137-150.

No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...