HAMBA
TUHAN
I. Dalam PL
Kata Ibrani ‘eyed, ‘budak, hamba, pelayan’. Artinya, seseorang bekerja untuk
keperluan orang lain, untuk melaksanakan kehendak orang lain (G. A Smith). Ia
pekerja, yg menjadi milik tuannya (Zimmerli). Kata ‘eved terdapat 807 kali
dalam MT. Di luar Alkitab kata itu berarti budak; hamba yg melayani raja;
bawahan dalam politik; keterangan tentang diri sendiri untuk menunjukkan
kerendahan hati; dan hamba-hamba dalam kuil-kuil kafir (Zimmerli).
Dalam hidup keagamaan Israel kata itu
dipakai untuk menunjukkan kerendahan diri seseorang di hadapan Allahnya (ump
#/TB Kel 4:10*; #/TB Mazm 119:17; 143:12*). Pemakaian demikian menyatakan
rendahnya kedudukan pembicara, juga menyatakan tuntutan ilahi yg mutlak
terhadap seorang anggota dari umat yg dipilih-Nya, dan kepercayaan yg
bersesuaian dengan itu dalam menyerahkan diri kepada Allah, yg akan membela
hamba-Nya. Dalam bentuk jamak arti kata itu ialah ‘orang-orang saleh’ (#/TB
Mazm 135:14*). Dalam bentuk tunggal berarti seluruh Israel (#/TB Yes 41:8*).
Dalam ay ini gelar itu diberikan Allah sendiri kepada umat-Nya, suatu pemakaian
yg khas dalam Kitab Yes bagian kedua, dan mengungkapkan’pengertian tentang
mutlak menjadi milik Yahweh karena kasih karunia’ (Zimmerli). Gelar ini dipakai
juga untuk hamba-hamba Tuhan tertentu, yg ternama secara khas, ump: Bapak-bapak
leluhur, Musa, raja-raja terutama Daud, nabi-nabi dan Ayub juga (Zimmerli).
Dalam #/TB Yes 40* dan ps-ps
berikutnya ada bagian-bagian tertentu yg menerangkan tentang Hamba Tuhan, dapat
dibedakan (walau tidak dapat dipisahkan) dari nubuat selebihnya. Terkenal
sebagai Nyanyian tentang Hamba Tuhan, bagian-bagian itu dibagankan sebagai
berikut: #/TB Yes 42:1-4* (5-7?); #/TB Yes 49:1-6; 50:4-9; 52:13-53:12*. Makna dan
tafsirannya sudah banyak diperdebatkan. Mereka yg mempercayai bahwa
nubuat-nubuat ini tanpa ditawar-tawar menunjuk kepada Yesus Kristus, tak usah
takut menghadapi perdebatan ini.
Para nabi tidak bekerja dalam suatu
ruang hampa. Usaha untuk menyamakan Hamba dalam Nyanyian ini dengan Israel,
atau dengan tokoh sejarah (raja atau nabi), atau dengan nabi sendiri (bnd #/TB
Kis 8:34*), atau dengan seorang pribadi gabungan di sekitar nabi Yesaya, atau
orang saleh dan Israel secara keseluruhannya, ataupun memandang Nyanyian
tentang Hamba ini dalam sorotan dongeng Tamus (bnd #/TB Yeh 8:14*) atau upacara
Hari Raya Tahun Baru, semuanya bisa dipandang sebagai usaha untuk menempatkan
pikiran nabi Yesaya dalam rangka pengalaman umatnya.
Ada gunanya mempelajari sumber-sumber
lukisan majemuk ini, dan mencamkan singgungan-singgungannya yg sezaman. Tapi
semuanya itu tidak menghampakan pesan dari Nyanyian-nyanyian tentang Hamba ini.
Bagi kita diberikan ‘suatu gambaran tentang Hamba Tuhan yg sebenarnya, yg
melampaui pengalaman pribadi nabi Yesaya Jadi bukanlah kebetulan atau tidak
patut berulang-ulang #/TB Yes 53* ini diartikan menunjuk kepada Seorang yg
hendak datang itu’ (Zimmerli). Hamba Tuhan ialah tokoh Mesias penyelamat
(North), tapi pengertian ini tetap mencakup pikiran tentang Israel sebagai
Hamba Tuhan dan pikiran tentang seorang yg merupakan Hamba Tuhan secara
sempurna (Rowley). Kristus akan menggenapi panggilan Israel yg lama menjadi
hamba, dan memperanakkan Israel sebagai hamba yg baru.
Dalam memberi keterangan tentang
Hamba Tuhan, nampak tahapan maju — yaitu tahap demi tahap menuju tokoh Pribadi
itu — jika kita beralih dari nyanyian pertama ke nyanyian berikutnya.
Pentokohan ini akhirnya menjadi suatu ‘Diri’ atau ‘Oknum’ (G. A Smith). ‘Tokoh
yg masih samar-samar dalam bayang-bayang itu, tatkala kesaksian-kesaksian-Nya
diperkenalkan oleh Yahweh, yg hampir tak dapat dibedakan dari Israel, tampil ke
depan ke cahaya terang benderang dan menjembatani realita kegagalan manusia
dengan keagungan kehendak Allah, yg kelihatannya tak dapat dicapai itu’
(Ellison).
II. Dalam PB
Sang Tokoh Nubuat digenapi dalam diri
Yesus Kristus. Bahwa pikiran gereja kuno memang demikian, sudahlah jelas. Tapi
ihwal apakah dengan sadar Yesus mengenakan pengertian Hamba Tuhan dari nubuat
Yesaya ini pada diriNya sendiri, khususnya inti nubuatnya tentang penderitaan
yg menggantikan dan yg mendamaikan itu, sudah diperdebatkan dengan hangat.
Beberapa ahli (ump Cullmann, Christology)
memandang pokok Hamba Tuhan yg menderita itu sebagai pusat pemikiran Yesus dan
patokan jaran hidup-Nya. Ahli-ahli lain sedikit pun tak bisa menjumpai pengaruh
demikian (Morna Hooker). Pandangan negatif ini memang menjaga kita supaya jangan
melakukan eisegesis (artinya, memasukkan ke dlm; lawannya ialah: exegesis,
mengeluarkan dari dim). Tapi pandangan negatif ini tak dapat bertahan. Pendapat
ini bergantung terlalu banyak pada penghapusan beberapa ay (Luk 22:37 dicap
‘rabun’ dan artinya beserta keasliannya ‘sangat diragukan’). Aliran ini tidak
memperhitungkan bahwa Tuhan Yesus dapat mengenakan Kitab Suci dengan bagus dan
menciptakan pikiran baru. (Mengenai #/TB Luk 22:37*, James Denney berkata,
‘Pasti tak mungkin Ia mengenakan kepada diriNya sendiri ungkapan yg paling
mengagumkan dlm #/TB Yes 53* dgn bentuk kata-kata baku, dan menjauhkan dari
padaNya makna-makna luhur yg memenuhi ps itu, dan yg diyakini teguh oleh para
penulis PB’.)
Benar jika dikatakan bahwa Yes 53
bukanlah satu-satunya ps yg mengacu pada pikiran Yesus mengenai penderitaanNya.
Tapi salah jika disangkal, bahwa ps ini khas sekali di tengah-tengah
tulisan-tulisan yg menceritakan kematian Kristus karena dosa, cara
penguburan-Nya dan kebangkitanNya. Lagipula harus diakui bahwa cara Yesus
mengenakan Kitab Suci tak dapat direndahkan ke tingkat pemakaian pada zaman-Nya
dan diadili menurut itu; dan bahwa hubungan-hubungan pemikiran mungkin saja ada
tanpa kesejajaran bh yg tegas, yg sepatutnya ditunjukkan pada beberapa aliran
Yahudi.
Tidak ada yg ditinggalkan Yesus
selain isyarat-isyarat mengenai makna kematian-Nya. Uraian teologinya menyusul;
jangan kita ‘merampok Paulus dari Yesus’ (P. T Forsyth). Tapi isyarat-isyarat
itu (ump ungkapan ‘banyak orang’ dlm #/TB Mr 10:45; 14:24*) seolah-olah
berkata, ‘Lihat #/TB Yes 53* — di sana akan Anda dapati kuncinya!’ — dan itulah
yg diperbuat gereja kuno. Gereja kuno mempertahankan juga, bahwa Kristus yg
bangkit menjelaskan kepada mereka dari seluruh Alkitab hal-hal yg mengenai
diriNya (#/TB Luk 24*). Dan jika gereja kuno itu menghasilkan Kristologi Hamba
Tuhan dan ajaran penyelamatan oleh Hamba Tuhan (Kis, 1 Ptr, catatan-catatan yg
ada dlm kitab-kitab Injil), kelihatan cukup jelas, pertama, bahwa Nyanyian-nyanyian
tentang Hamba Tuhan dalam Yes sudah termasuk bagian-bagian Alkitab yg
diterangkan, dan kedua, bahwa Yesus sendiri mengindahkannya bermakna bagi
tugas-Nya.
Paulus membangun teologinya di atas
dasar ini (#/TB 1Kor 15:3-4*), dan menenun teologi Hamba yg menderita ini dalam
teologinya sendiri (#/TB 2Kor 5:21*; #/TB Rom 4:25; 8:3-4,32-34*). Ia mengambil
bagian dalam perluasan motif Hamba yg menderita itu sehingga menjadi pola bagi
hidup umat Mesias ini (#/TB 2Kor 4:5*; #/TB Kol 1:24-25*), dan dalam pengertian
baru tentang tugas Yesus sendiri yg timbul sebagai akibat perluasan tersebut
(#/TB Fili 2*) (Mudge). Melalui sarana yg sempit, yaitu gelar pais theou (=
Hamba Tuhan yg dikenakan kepada Yesus, #/TB Kis 3:13*, ps 4), menderu-derulah
pengertian Hamba ini dan meluas ke luar (melalui banyak sarana bh) untuk
memupuk kehidupan dan pola pikir Tubuh Kristus dalam tugasnya di dunia ini.
Pola penyataan pelepasan Allah ialah dalam ‘bentuk seorang hamba’ — dipilih,
menyaksikan, menderita, memberkati maka inilah satu-satunya yg menjadi pola
hidup Gereja (Dillistone).
KEPUSTAKAAN.
- W Zimmerli dan J Jeremias, The Servant of Gods, 1965 (TDNT 5, hlm 654-717).
- H. W Robinson, The Cross of the Servant, 1926; I Engnell, BJRL 31, 1948, hlm 54-93;
- C. R North, The Suffering Servant in Deutero-Isaiah, 1948;
- J Lindblom, The Servant Songs in Deutero-Isaiah, 1951;
- H. H Rowley, The Servant of the Lord, 1952, hlm 1-88;
- S Mowinckel, He That Cometh, 1956, hlm 187-257;
- H Ringgren, The Messiah in the Old Testament, 1956, hlm 39-53.
- J. L Price, Int 12, 1958, hlm 28-38; C. K Barret dalam A. J. B Higgins, NT Essays in Memory of T. W Manson, 1959, hlm 1-18;
- 0 Cullmann, The Christology of the New Testament, 1959, hlm 51-82;
- M. D Hooker, Jesus and the Servant, 1959; B Lindars, New Testament Apologetic, 1961, hlm 7788;
- C. F. D Moule, The Phenomenon of the New Testament, 1967, hlm 82-99;
- R. T France, TynB 19, 1968, hlm 26-52,
- Jesus and the Old Testament, 1971, hlm 110-132;
- J Jeremias, New Testament Theology 1, 1971, hlm 286-299.
No comments:
Post a Comment