Monday, April 13, 2020

ALASAN UNTUK MEMPERCAYAI ALLAH YANG MENGIJINKAN PENDERITAAN

  
ALASAN UNTUK MEMPERCAYAI ALLAH YANG MENGIJINKAN PENDERITAAN

    1. Kebebasan Memilih dapat Mengakibatkan Penderitaan
    2. Penderitaan dapat Memperingatkan Kita akan Adanya Bahaya
    3. Penderitaan Menyingkapkan Isi Hati Kita
    4. Penderitaan Membawa Kita ke Gerbang Kekekalan
    5. Penderitaan Melepaskan Ikatan Kita Atas Dunia Ini
    6. Penderitaan Memberi Kesempatan untuk Mempercayai Allah
    7. Allah Menderita Bersama Kita di Dalam Penderitaan Kita
    8. Penguatan dari Allah Lebih Besar Dibanding Penderitaan Kita
    9. Dalam Waktu Krisis Kita Saling Mendekatkan Diri Satu Sama Lain
    10. Allah Dapat Mengubah Penderitaan untuk Kebaikan Kita

 1. KEBEBASAN MEMILIH DAPAT MENGAKIBATKAN PENDERITAAN

 Orangtua yang mengasihi cenderung melindungi anak-anaknya dari penderitaan yang
 tidak perlu. Tetapi orangtua yang bijaksana mengetahui bahwa perlindungan yang
 berlebihan juga berbahaya. Mereka mengetahui bahwa kebebasan untuk memilih
 adalah hal hakiki dalam keberadaan manusia, dan bahwa suatu dunia tanpa pilihan
 akan lebih buruk daripada dunia tanpa penderitaan. Lebih buruk lagi suatu dunia
 yang dihuni oleh orang yang dapat membuat pilihan salah tanpa merasakan derita
 sedikitpun. Tak ada yang lebih berbahaya dibanding penipu, pencuri, atau
 pembunuh yang tidak merasakan kerugian yang dilakukannya terhadap dirinya
 sendiri dan orang lain. (Kej 2:15-17)

 2. PENDERITAAN DAPAT MEMPERINGATKAN KITA AKAN ADANYA BAHAYA

 Kita tidak menyukai penderitaan, khususnya derita yang menimpa orang yang kita
 cintai. Namun bila tidak ada rasa sakit, orang sakit tidak akan pergi ke dokter,
 tubuh yang lelah tidak akan diberi istirahat, dan anak-anak akan menertawakan
 nasihat. Tanpa perasaan resah dalam hati nurani, tanpa perasaan tidak puas
 karena kebosanan hidup sehari-hari, atau tanpa perasaan hampa karena tidak
 berarti, manusia akan kurang merindukan kepuasan yang seharusnya ditemukannya di
 dalam Bapa yang kekal. Contoh Salomo, yang tergoda oleh kenikmatan dan mendapat
 pelajaran melalui penderitaannya, memperlihatkan kepada kita bahwa orang yang
 paling bijaksana sekalipun cenderung untuk menjauhkan diri dari hal yang baik
 dan dari Allah sampai akhirnya disadarkan oleh penderitaan yang diakibatkan oleh
 pilihan-pilihannya yang berwawasan sempit (Pen 1-12; Maz 78:34-35;
 Rom 3:10-18).

 3. PENDERITAAN MENYINGKAPKAN ISI HATI KITA

 Penderitaan sering disebabkan oleh orang lain. Namun penderitaan dapat
 menyingkapkan apa yang ada di dalam hati kita. Kemampuan untuk mengasihi,
 mengampuni, marah, iri hati, dan kesombongan yang terpendam akan muncul ke
 permukaan didorong oleh penderitaan. Kekuatan dan kelemahan hati tidak ditemukan
 ketika segalanya berjalan lancar tetapi ketika api penderitaan dan pencobaan
 menguji karakter kita. Sebagaimana emas dan perak dimurnikan oleh api, dan
 sebagaimana batu bara butuh waktu dan tekanan untuk menjadi berlian, demikianlah
 hati manusia tersingkap dan berkembang dalam tempaan waktu dan situasi-kondisi.
 Kekuatan karakter tampak bukan ketika segala sesuatu berjalan dengan baik tetapi
 ketika sakit dan penderitaan datang menimpa (Ayu 42:1-17; Rom 5:3-5;Yak 1:2-5; 1Pe 1:6-8).

 4. PENDERITAAN MEMBAWA KITA KE GERBANG KEKEKALAN

 Seandainya kematian adalah akhir segalanya, maka suatu kehidupan yang dipenuhi
 penderitaan adalah tidak adil. Namun jika akhir kehidupan ini membawa kita ke
 gerbang kekekalan, maka orang yang paling beruntung di dunia ini adalah mereka
 yang menemukan, melalui penderitaan, bahwa hidup di dunia ini bukanlah
 segalanya. Orang yang menemukan diri sendiri dan Allahnya yang kekal melalui
 penderitaan adalah orang yang tidak menyia-nyiakan penderitaannya. Mereka telah
 mengizinkan kemiskinan, kedukaan, dan kelaparannya untuk membawanya kepada Tuhan
 kekekalan. Mereka adalah orang-orang yang akan menemukan sukacita tak
 berkesudahan seperti yang dikatakan Yesus, "Berbahagialah orang yang miskin di
 hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga" (Mat 5:1-12;
 Rom 8:18-9).

 5. PENDERITAAN MELEPASKAN IKATAN KITA ATAS DUNIA INI

 Dengan berlalunya waktu, pekerjaan dan pemikiran kita akan semakin berkurang.
 Tubuh kita semakin memburuk. Berangsur-angsur tubuh menjadi usang. Sendi-sendi
 menjadi kaku dan nyeri. Mata semakin kabur. Pencernaan lambat. Tidur menjadi
 sulit. Masalah semakin membesar sementara pilihan semakin sedikit. Namun, jika
 kematian bukanlah akhir tetapi awal dari hari yang baru, maka masa tua juga
 suatu berkat. Setiap penderitaan yang baru akan membuat dunia ini kurang menarik
 dan membuat kehidupan yang akan datang lebih menarik. Dengan caranya sendiri,
 penderitaan membuka jalan untuk kita meninggalkan dunia dengan tenang
 (Pen 12:1-14).

 6. PENDERITAAN MEMBERI KESEMPATAN UNTUK MEMPERCAYAI ALLAH

 Penderita yang paling terkenal sepanjang masa adalah seorang laki-laki bernama
 Ayub. Menurut Alkitab, Ayub kehilangan keluarganya karena "angin ribut,"
 kekayaannya terbang dan hangus, dan tubuhnya menderita bisul-bisul yang
 menyakitkan. Dalam kesemuanya itu, Allah tidak pernah memberitahu Ayub mengapa
 hal itu terjadi. Ketika Ayub menanggung tudingan teman-temannya, Surga tetap
 membisu. Ketika akhirnya Allah berbicara, Ia tidak memberitahukan Ayub bahwa
 musuh utama-Nya, si Iblis, telah menguji motif Ayub dalam melayani Allah. Tuhan
 juga tidak meminta maaf kepadanya karena Ia telah mengizinkan Iblis untuk
 menguji kesetiaan Ayub terhadap-Nya. Malahan, Allah berbicara tentang kambing-kambing
 gunung yang melahirkan, singa-singa muda yang memburu mangsanya, dan burung-burung
 gagak di sarangnya. Dia juga berbicara tentang perilaku burung unta, kekuatan
 lembu hutan, dan langkah kaki kuda. Allah berbicara tentang keajaiban langit,
 lautan, dan siklus musim-musim. Ayub diharap dapat menyimpulkan sendiri bahwa
 jika Allah mempunyai kuasa dan kebijaksanaan untuk menciptakan alam semesta,
 maka ada alasan untuk mempercayai Allah yang ini dalam masa-masa penderitaan
 (Ayu 1:1-42:17).

 7. ALLAH MENDERITA BERSAMA KITA DI DALAM PENDERITAAN KITA

 Tak seorang pun yang pernah menderita lebih daripada Bapa kita di Surga. Tak
 seorangpun yang pernah membayar harga dosa dunia lebih mahal daripada Dia. Tak
 seorangpun yang terus menerus sangat berduka ketika umat manusia semakin jahat.
 Tak seorangpun pernah menderita seperti Dia yang membayar dosa-dosa kita di
 dalam tubuh Putera-Nya sendiri, tubuh yang disalibkan. Tak seorang pun pernah
 menderita lebih daripada Dia yang, ketika membentangkan tangan-Nya dan mati,
 memperlihatkan betapa besar kasih-Nya kepada kita. Inilah Allah yang, dengan
 menarik kita kepada Diri-Nya, meminta kita untuk mempercayai-Nya ketika kita
 sedang menderita dan ketika orang-orang yang kita kasihi berkeluh-kesah di
 hadapan kita (1Pe 2:21; 3:18; 4:1).

 8. PENGUATAN DARI ALLAH LEBIH BESAR DIBANDING PENDERITAAN KITA

 Rasul Paulus memohon kepada Tuhan untuk menyingkirkan sumber penderitaannya yang
 tidak jelas. Tetapi Tuhan malah berkata, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu,
 sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." "Sebab itu," kata
 Paulus, "terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun
 menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam
 siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena
 Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." (2Ko 12:9-10) Paulus
 belajar bahwa dia lebih suka bersama Kristus dalam penderitaan daripada tanpa
 Kristus dalam kesehatan yang baik dan keadaan yang menyenangkan.

 9. DALAM WAKTU KRISIS KITA SALING MENDEKATKAN DIRI SATU SAMA LAIN

 Tak seorang pun memilih sakit dan penderitaan. Namun ketika tidak ada pilihan
 lain, kita tetap masih memiliki penghiburan. Bencana alam dan waktu krisis
 membuka kesempatan untuk mempersatukan kita. Angin ribut, kebakaran, gempa bumi,
 kerusuhan, penyakit, dan kecelakaan, semuanya mempunyai jalan untuk menyadarkan
 kita. Tiba-tiba kita menyadari kefanaan kita dan bahwa manusia lebih penting
 daripada benda. Kita menyadari bahwa kita saling membutuhkan dan di atas
 segalanya kita membutuhkan Allah. Setiap kali kita mendapatkan penghiburan Allah
 di dalam penderitaan kita, kemampuan kita untuk menolong orang lain bertambah.
 Inilah yang ada dalam pikiran Rasul Paulus ketika dia menulis, "Terpujilah
 Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah
 sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami,
 sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam
 penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah."
 (2Ko 1:3-4)

 10. ALLAH DAPAT MENGUBAH PENDERITAAN UNTUK KEBAIKAN KITA

 Alkitab memberikan banyak contoh mengenai kebenaran ini. Dalam penderitaan Ayub,
 kita melihat bahwa bukan hanya pemahamannya mengenai Allah menjadi lebih
 mendalam, tetapi ia juga menjadi sumber penguatan bagi orang lain dalam setiap
 generasi selanjutnya. Dalam penolakan, pengkhianatan, perbudakan, dan dimasukkan
 ke dalam penjara tanpa bersalah, yang terjadi atas Yusuf, kita menyaksikan
 seseorang yang akhirnya mampu berkata kepada mereka yang telah mencelakakannya,
 "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah
 mereka-rekakannya untuk kebaikan." (Kej 50:20) Ketika segala
 sesuatu di dalam diri kita berteriak ke surga karena Allah mengizinkan kita
 menderita, kita memiliki alasan untuk berharap bahwa kita akan mendapatkan hasil
 abadi dan sukacita Yesus, yang di dalam penderitaan-Nya di kayu salib berteriak,
 "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Mat 27:46)

 Anda Tidak Sendirian jika ketidakadilan dan penderitaan hidup membuat Anda tidak
 yakin bahwa Allah di Surga peduli kepada Anda. Tetapi renungkanlah kembali
 penderitaan Seseorang yang disebut oleh nabi Yesaya sebagai "Seorang yang penuh
 kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan." (Yes 53:3)
 Renungkanlah punggung-Nya yang dicambuk, dahi-Nya yang berdarah, tangan dan
 kaki-Nya yang berlubang paku, lambung-Nya yang ditikam, pergumulan-Nya yang
 sangat berat di Taman Getsemani, dan tangis kepedihan-Nya karena ditinggalkan.
 Renungkanlah pernyataan Kristus bahwa Dia menderita bukan untuk dosa-dosa-Nya
 melainkan untuk dosa-dosa kita. Untuk memberikan kepada kita kebebasan memilih,
 Dia membiarkan kita menderita. Namun Dia sendiri yang menanggung penderitaan dan
 hukuman terakhir bagi semua dosa-dosa kita (2Ko 5:21, 1Pe 2:24).



Biblografi:  © 2000-2004 RBC Ministries Asia, Ltd.

No comments:

Post a Comment

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22)

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22) Sebagai anak-anak terang, umat Allah hidup dengan meneladani Allah (ayat 1). Sama seperti Yesus ya...