Wednesday, April 29, 2020

MEMPERCAYAI KEBERADAAN ALLAH


MEMPERCAYAI KEBERADAAN ALLAH

o   Iman yang tak Terhindarkan, Keterbatasan Ilmu Pengetahuan, Masalah-Masalah Evolusi, Kecenderungan-Kecenderungan Hati, Latar Belakang Kitab Kejadian, Bangsa Israel, Klaim-Klaim tentang Kristus, Bukti dari Mukjizat-Mukjizat, Detil-Detil dari Alam Semesta, Kenyataan dari Pengalaman.

 1. IMAN YANG TAK TERHINDARKAN
 Setiap orang mempercayai sesuatu. Tidak seorangpun yang dapat menanggung tekanan
 dan masalah hidup tanpa beriman kepada sesuatu yang tak sepenuhnya dapat
 dibuktikan. Orang atheis tidak dapat membuktikan bahwa Allah tidak ada. Orang
 pantheis tidak dapat membuktikan bahwa segala sesuatu adalah Allah. Kaum
 pragmatis tidak dapat membuktikan asumsi mereka bahwa sesuatu dianggap penting
 karena bermanfaat bagi mereka. Orang agnotispun tidak dapat membuktikan bahwa
 Allah tidak mungkin diketahui. Iman tidak dapat dihindari, sekalipun jika kita
 memilih untuk hanya percaya pada diri kita sendiri. Sesungguhnya apa yang kita
 putuskan adalah mengenai bukti yang kita anggap paling cocok, bagaimana kita
 menafsirkan bukti tersebut, dan siapa atau apa yang kita ingin percayai.
 (Luk 16:16)

 2. KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN
 Metode ilmu pengetahuan terbatas oleh suatu proses yang terukur dan dapat
 diulang, sehingga ia tidak dapat berbicara tentang asal usul kehidupan, makna
 dan moralitas. Untuk menjawab hal-hal itu, ilmu pengetahuan bergantung pada
 nilai dan keyakinan pribadi dari mereka yang menggunakan ilmu tersebut, dan
 karena itu pula, ia sangat berpotensi baik untuk kebaikan maupun kejahatan. Ilmu
 pengetahuan dapat digunakan untuk membuat vaksin atau racun, membuat tenaga
 nuklir untuk tanaman atau persenjataan, untuk melestarikan lingkungan hidup atau
 mencemarinya, bahkan untuk memuliakan Allah maupun melawan Allah. Ilmu
 pengetahuan itu sendiri tidak mampu memberikan bimbingan moral atau nilai-nilai
 untuk mengatur hidup kita. Apa yang dapat dilakukannya adalah memperlihatkan
 kepada kita bagaimana cara kerja hukum alam, tetapi tidak dapat menjelaskan apa-apa
 tentang asal-usulnya.

 3. MASALAH-MASALAH EVOLUSI
 Banyak orang berasumsi bahwa teori evolusi tentang kehidupan membuat Allah tidak
 dibutuhkan. Pandangan demikian mengabaikan beberapa hal. Jika kita berasumsi
 suatu saat nanti ilmuwan menemukan cukup banyak "rantai yang hilang" untuk
 mengkonfirmasi bahwa kehidupan muncul dan berkembang secara bertahap dalam
 rentang waktu yang panjang, hukum-hukum probabilitas tetap memperlihatkan bahwa
 kita membutuhkan Sang Pencipta. Karena itu pula banyak ilmuwan yang percaya
 kepada teori evolusi juga percaya bahwa alam semesta yang sedemikian besar dan
 kompleks ini tidak "terjadi begitu saja." Mereka mau tidak mau harus mengakui
 kemungkinan, atau bahkan kepastian, adanya Perancang berintelijensi tinggi yang
 menyediakan segala unsur untuk hidup dan yang menetapkan hukum-hukum agar semua
 unsur itu dapat berkembang.

 4. KECENDERUNGAN-KECENDERUNGAN HATI
 Umat manusia pada dasarnya adalah makhluk religius. Pada saat mengalami kejutan
 atau kesusahan mendadak, ketika berdoa atau mengumpat, seseorang biasanya
 merujuk pada hal-hal yang ilahi. Mereka yang menganggap gejala ini sebagai
 kebiasaan buruk atau penyimpangan sosial malah diperhadapkan pada banyak
 pertanyaan yang tak terjawab. Menyangkal keberadaan Allah tidaklah dapat
 menghilangkan misteri kehidupan. Walau kita mencoba mengeluarkan Allah dari
 kehidupan sehari-hari, kita tidak akan dapat menghalau kerinduan kita kepada
 kehidupan yang lebih baik dari kehidupan saat ini (Pen 3:11). Ada
 sesuatu tentang kebenaran, keindahan, dan cinta yang membuat hati kita nyeri.
 Bahkan dalam kemarahan kita kepada Allah yang mengijinkan ketidak-adilan dan
 sakit-penyakit, kita sesungguhnya sedang menggunakan suatu kesadaran moral untuk
 berargumentasi bahwa kehidupan saat ini tidak berjalan sebagaimana seharusnya.
 (Rom 2:14-15) Sekalipun tanpa sengaja, kita sesungguhnya sedang
 mencari sesuatu yang lebih baik, bukannya yang lebih buruk, dari diri kita
 sendiri.

 5. LATAR BELAKANG KITAB KEJADIAN
 Dengan membaca sekilas, kata-kata pembukaan Alkitab tampaknya berasumsi bahwa
 Allah itu ada. Bagaimanapun kitab Kejadian ditulis pada waktu tertentu dalam
 sejarah. Musa menulis kalimat, "Pada mulanya Allah," sesudah bangsa Israel
 keluar dari Mesir. Dia menulis hal itu sesudah terjadinya pelbagai peristiwa
 mujizat yang disaksikan oleh jutaan orang Israel dan Mesir. Dari kitab Keluaran
 sampai kedatangan Mesias, Allah yang diceritakan Alkitab membuktikan diri-Nya
 ada melalui peristiwa-peristwa yang dapat disaksikan di dalam waktu dan tempat
 yang nyata. Siapapun yang meragukan klaim-klaim tersebut dapat mengunjungi
 tempat-tempat dan orang-orang yang nyata untuk membuktikannya bagi diri mereka
 sendiri.

 6. BANGSA ISRAEL
 Israel sering digunakan sebagai argumentasi untuk melawan Allah. Banyak orang
 sulit percaya pada Allah yang bersikap memihak pada satu "umat pilihan." Ada
 lagi yang lebih sulit percaya pada Allah yang tidak melindungi "bangsa pilihan-Nya"
 dari kamar-kamar gas Nazi di Auschwitz dan Dachau. Tetapi sesungguhnya semenjak
 Perjanjian Lama, masa depan Israel telah dinubuatkan. Seperti nabi-nabi lain,
 Musa menubuatkan bukan saja bahwa Israel akan memiliki tanah perjanjian, tetapi
 bahwa mereka akan mengalami penderitaan yang tak terkira, tersebar ke seluruh
 pelosok bumi, pertobatan mereka kepada Allah, dan pemulihan mereka pada akhir
 jaman. (Ula 28:1-34:12; Yes 2:1-5; Yeh 37:1-38:23)

 7. KLAIM-KLAIM TENTANG KRISTUS
 Banyak orang yang mulanya ragu pada keberadaan Allah telah kembali meyakinkan
 diri mereka dengan pemikiran, "Jika Allah ingin kita percaya kepada-Nya, Dia
 pasti akan menyatakan diri-Nya kepada kita." Menurut Alkitab, itulah yang Allah
 lakukan. Pada abad ke-7 SM, nabi Yesaya bernubuat bahwa Allah akan memberi umat-Nya
 suatu tanda. Seorang perawan akan melahirkan seorang Anak laki-laki yang akan
 disebut "Allah beserta kita." (Yes 7:14; Mat 1:23) Bahwa Anak ini
 juga akan disebut "Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." (Yes 9:5)
 Dan bahwa Dia akan mati untuk dosa-dosa umat-Nya dan kemudian Dia akan melihat
 hidup-Nya dihormati dan dipermuliakan (Yes 53). Menurut Perjanjian
 Baru, Yesus mengklaim diri-Nya sebagai Mesias. Di bawah pemerintahan Gubernur
 Romawi yang bernama Pontius Pilatus, Dia disalibkan dengan tuduhan bahwa Dia
 mengklaim diri-Nya sebagai Raja Israel dan bahwa Dia telah menyamakan Diri-Nya
 setara dengan Allah. (Yoh 5:18)

 8. BUKTI DARI MUKJIZAT-MUKJIZAT
 Sejumlah laporan dari para pengikut Yesus yang mula-mula sepakat bahwa Yesus
 bukan hanya mengklaim diri sebagai Mesias yang sudah lama dinantikan. Para saksi
 ini mengatakan bahwa Dia dipercaya oleh mereka karena Dia menyembuhkan orang
 lumpuh, berjalan di atas air, kemudian secara sukarela mengalami kematian yang
 menyakitkan dan yang tidak patut Dia terima, dan akhirnya Dia bangkit dari
 kematian. (1Ko 15:1-8) Yang paling tidak terbantah adalah klaim
 mereka bahwa banyak saksi telah melihat dan berbicara dengan Kristus setelah
 kubur-Nya ditemukan kosong dan sebelum menyaksikan dengan mata kepala sendiri
 Dia naik ke surga. Para saksi ini tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dari
 klaim-kaim yang mereka buat. Mereka tidak mengharapkan kekayaan harta-benda atau
 kekuasaan. Bahkan banyak dari mereka yang mati martir, tetapi sampai akhir hayat
 mereka tetap mengklaim bahwa Mesias yang dinantikan bangsa Israel telah hadir di
 tengah mereka, bahwa Dia telah menjadi korban penebusan dosa, dan bahwa Dia
 telah bangkit dari kematian untuk meyakinkan mereka bahwa Dia mampu membawa
 mereka kepada Allah.

 9. DETIL-DETIL DARI ALAM SEMESTA
 Ada orang yang percaya kepada Allah tetapi tidak menganggap keberadaan-Nya
 secara serius. Mereka beralasan bahwa Allah yang cukup besar untuk menciptakan
 alam semesta ini pasti terlalu besar untuk memperhatikan kita. Sebaliknya Yesus
 justru memperkuat apa yang alam ini hendak katakan melalui rancangan dan
 detil-detilnya. Yesus memperlihatkan bahwa Allah cukup besar untuk
 memperhatikan detil hidup kita yang paling kecil sekalipun. Dia berbicara
 mengenai Allah yang tahu bukan saja setiap tindakan kita, tetapi juga motivasi
 dan pikiran-pikiran dalam benak kita. Yesus mengajarkan bahwa Allah tahu jumlah
 rambut di kepala kita, keinginan-keinginan hati kita, dan bahkan keadaan seekor
 burung pipit yang terjatuh ke bumi. (Maz 139; Mat 6)

 10. KENYATAAN DARI PENGALAMAN
 Alkitab berkata bahwa Allah merancang hidup kita sedemikian rupa sehingga kita
 terdorong untuk mencari Dia (Kis 17:26). Bagi mereka yang
 sungguh-sungguh mencari Dia, Alkitab juga berkata bahwa Allah cukup dekat untuk
 ditemukan (Kis 17:27). Menurut Rasul Paulus, Allah adalah Roh yang
 di dalam-Nya "kita hidup, kita bergerak, dan kita ada," (Kis 17:28).
 Tetapi Alkitab juga sangat jelas mengajarkan bahwa kita harus menghampiri Allah
 sesuai dengan cara-cara Allah, bukan menurut kemauan kita sendiri. Dia berjanji
 untuk dapat ditemui, bukan oleh setiap orang, tetapi oleh mereka yang mengakui
 kebutuhan mereka dan yang bersedia sungguh-sungguh percaya kepada Allah dan
 bukan percaya kepada diri mereka sendiri.

Jika kita dapat mengakui keberadaan Allah tetapi ragu-
 ragu apakah kita dapat menerima klaim Yesus bahwa Dia adalah "Allah yang menjadi
 manusia." Orang dari Nazaret ini berjanji menolong mereka yang ingin melakukan
 kehendak Allah. Dia berkata, "Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan
 tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari Diriku
 sendiri." (Yoh 7:17)

 Jika kita percaya pada bukti tentang Allah yang menyatakan diri-Nya kepada kita
 melalui Anak-Nya, kita perlu mengingat perkataan Alkitab bahwa Kristus mati
 untuk dosa-dosa kita, dan bahwa siapapun yang percaya kepada-Nya akan menerima
 pengampunan dosa dan kehidupan kekal. Keselamatan yang ditawarkan Kristus
 bukanlah upah untuk usaha kita, tetapi suatu anugerah bagi mereka, yang melalui
 bukti-bukti yang tersedia, mau percaya kepada Dia. (Yoh 5:24; Rom 4:5; Efe 2:8-10)

Bibliografi:
  • KITAB PERJANJIAN LAMA
  • KITAB PERJANJIAN BARU
  • SABDA (OLB Versi Indonesia)
  • Situs: GoTo Explorer "http://alkitab.sabda.org/article.php?no=218&type=12"

Tuesday, April 28, 2020

KELUARGA (RUMAH TANGGA)

KELUARGA (RUMAH TANGGA)

          I. PERJANJIAN LAMA
          Untuk memahami pengertian PL mengenai keluarga, baiknya meneliti Yos 7:16-18, yg memuat cerita tentang pencarian Akhan sesudah Israel gagal menaklukkan Ai. Pencarian itu mula-mula terbatas kepada ‘suku’ (syebet) Yehuda lalu kepada ‘kaum’ (misypakha) Zerah, dan akhirnya kepada ‘keluarga’ (bayit) Zabdi. Nyatanya Akhan sudah berkeluarga dan mempunyai anak-anak sendiri (Yos 7:24), tapi dia masih dihitung sebagai anggota bayit neneknya, yaitu Zabdi. Keterangan ini menunjukkan luasnya arti kata bayit, yg sering diterjemahkan ‘keluarga’ dalam TBI.

          Anggota satu suku dapat digambarkan seperti sebuah kerucut. Bapak leluhur, pendiri, di puncaknya dan generasi yg masih hidup di dasarnya. Istilah syebet, artinya tongkat barangkali mengingatkan kepada tongkat bapak pendiri suku yg menunjukkan kekuasaannya, dan dikenakan kepada seluruh suku. Misypakha menunjuk kepada bagian yg lebih kecil di bagian bawah kerucut itu. Kata bayit bisa dipakai untuk bagian yg lebih kecil lagi, walaupun pengenaannya tergantung dari keadaan, sebab jika dikaitkan dengan nama bapak leluhur pendiri, kata itu bisa menunjuk kepada seluruh suku. Tiap istilah ini bisa mengartikan dasar dari kerucut yaitu segenap anggota yg masih hidup, atau seluruh kerucut yaitu segala anggotanya, pada masa lalu dan masa kini, yg masih hidup dan yg sudah mati.

             a. Memilih suami istri
             Dalam memilih suami atau istri, beberapa anggota keluarga, baik berdasarkan hubungan darah maupun karena perkawinan, tidak diperbolehkan (Im 18:6-18; Ul 27:20-23). Tapi di luar anggota terlarang ini, perkawinan sesama anggota keluarga lebih disenangi, seperti perkawinan Ishak dengan Ribka (Kej 24:4), Yakub dengan Rahel dan Lea (Kej 28:2; 29:19), dan keinginan Manoah tentang Simson (Hak 14:3). Namun, terjadi juga perkawinan dengan orang asing, ump dengan orang Het (Kej 26:34), orang Mesir (Kej 41:45), orang Midian (Kel 2:21), orang Moab (Rut 1:4), orang Sidon (1Raj 16:31) dll. Suami/istri ditentukan secara khusus seusai ‘hukum perkawinan lewirat’: dalam hal ini, jika seorang yg sudah menikah meninggal tanpa mempunyai anak, kakak atau adiknya terdekat diharuskan mengawini jandanya, untuk melahirkan anak-anak bagi almarhum, supaya namanya jangan hilang.

             b. Cara memilih istri
             Dalam kebanyakan pernikahan, hal memilih jodoh dan merencanakan pernikahan yg berikutnya, dilakukan oleh kedua pihak orangtua bersangkutan. Ump Simson, walaupun sudah begitu gairah kepada gadis Timnat, toh ia meminta kepada orang tuanya supaya mengatur dan merencanakan segala-galanya. Cara biasa untuk mendapati seorang istri ialah dengan memberi sejumlah uang. Uang mohar (Kej 34:12; Kel 22:16; 1Sam 18:25) dibayar oleh mempelai laki-laki kepada orangtua mempelai perempuan, sebagai ganti rugi karena kehilangan tenaga seorang anggota keluarga. Pengabdian (kerja) bisa mengganti uang mohar itu, seperti dalam hal Yakub, yg mengabdi kepada Laban selama 14 thn untuk memperoleh Rahel dan Lea, tapi cara ini tidak biasa pada zaman Kerajaan Israel. Ada juga cara luar biasa untuk mendapat istri tanpa melibatkan orangtua, misalnya menikahi tawanan perang (Ul 21:10-14), atau dalam serangan-serangan (Hak 21) atau dengan memperkosa: dalam hal terakhir ini pemerkosa harus mengawini perempuan yg diperkosanya (Kel 22:16; bnd Kej 34:1-4).

             c. Tempat tinggal
             Di Israel mempelai perempuan meninggalkan rumah bapaknya dan pergi ke rumah suaminya. Pada zaman Bapak leluhur, hal ini mengandung arti hidup bersama dengan bayit atau misypakha dari bapak dan kakak adik suaminya. Tapi pada zaman Kerajaan Israel, mungkin lelakilah yg meninggalkan rumah bapaknya pada saat perkawinan untuk membangun rumahnya sendiri. Kemungkinan ini teracu pada kecilnya ukuran banyak rumah pribadi yg ditemukan dalam penggalian-penggalian para arkeolog.
             Ada tiga contoh yg kadang-kadang dijadikan bukti bagi praktik tinggal di rumah pihak istri, yaitu peristiwa Yakub, Gideon dan Simson, tapi tafsiran seperti itu tidak perlu. Yakub tinggal di rumah Laban hanya selama dia mengabdi demi kedua istrinya. Dan yg menimbulkan kemarahan Laban adalah cara, bukan kenyataan kepergiannya (Kej 31:26-28). Gideon tidak tinggal bersama perempuan yg dimaksud, dan bagaimana pun perempuan itu tidak lebih dari selir. Sama halnya dengan Simson dan perempuan Timnat, yg hanya dikunjunginya, tapi tidak tinggal bersama dia.

             d. Jumlah istri
             Walaupun pada penciptaan kelihatan monogamilah maksud Allah, tapi menjelang zaman Bapak leluhur sudah ada poligami. Pada mulanya Abraham hanya mempunyai seorang istri, yaitu Sarai. Tapi sesudah ternyata bahwa Sarai mandul, ia mengikuti kebiasaan zaman itu dengan mendapat anak melalui hamba perempuannya, Hagar (Kej 16:1-2). Sesudah Sara meninggal, Ketura menjadi istri Abraham (Kej 25:1*). Pada generasi-generasi berikutnya terjadilah perkawinan dengan lebih banyak istri. Yakub mempunyai 2 istri ditambah kedua hambanya perempuan.
             Mempunyai 2 istri nampaknya diterima oleh undang-undang Musa (Ul 21:15). Dan pada zaman Hakim-hakim dan Kerajaan Israel pembatasan itu diperlonggar, dan unsur ekonomilah satu-satunya yg menjadi dasar pertimbangan. Bahwa bukan poligamilah maksud Allah, terbukti dari gambaran yg diberikan nabi-nabi tentang Israel sebagai satu-satunya mempelai Allah (Yes 50:1; 54:6-7; 62:4-5; Yer 2:2; Yeh 16; Hos 2:2 dab). Sebagai tambahan pada istri-istri dan hamba-hamba perempuan dari istri, orang-orang mampu mempunyai selir-selir. Anak-anak yg dilahirkan oleh selir-selir dapat diberi kedudukan yg sama dengan anak-anak sejati, jika si bapak menghendaki demikian.

             e. Suami dan istri
             Sebutan tambahan pada kata-kata ‘isy dan ‘isysya (laki-laki dan perempuan yg mengartikan juga suami dan istri), suami juga disebut ha’al (tuan) dan ‘adon (pemberi perintah). Hal ini menggambarkan kedudukan legal dan kebiasaan praktis dalam hubungan kedua pihak. Sampai saat perkawinannyaseorang perempuan tunduk kepada bapaknya, dan sesudah perkawinan kepada suaminya, dan bagi keduanya perempuan merupakan milik kepunyaan. Seorang laki-laki dapat menceraikan istrinya, tapi mungkin istri tidak boleh menceraikan suaminya: istri tidak mewarisi harta milik suami, yg turun kepada anak-anak lelakinya. Mungkin dia harus berbaikan dengan (semua) madunya. Di pihak lain, dalam praktik ada beberapa kasus selaras dengan kepribadian dan ketangguhan watak istri, justru beberapa istri menonjol dalam masyarakat seperti Debora (Hak 4; 5), Atalia (2Raj 11), Hulda (2Raj 22:14 dab), dan Ester (Kitab Est).
             Kewajiban-kewajiban utama istri ialah melahirkan anak dan mengasuhnya, dan tugas-tugas rumah tangga seperti memasak, di samping membantu suami di landang, jika kesempatan ada. Kesetiaan suami istri sangat penting pada kedua pihak, dan dalam Taurat ada hukum yg keras untuk mengganjar perzinahan. Tugas terpenting dari istri ialah melahirkan anak, justru kemandulan menjadi aib.

             f. Orangtua dan anak-anak
             Keempat kata ‘av (bapak), ‘em (ibu), hen (anak lelaki) dan bat (anak perempuan) mempunyai kata-kata serumpunnya dalam kebanyakan bh Semit. Pemakaiannya dalam PL begitu berulang-ulang sehingga tidak teratur dalam perubahan bentuk tata bahasa (pertanda sering dipakai). Keinginan .suami istri yg paling besar ialah mempunyai banyak anak (Mazm 127:3-5), terutama lelaki. Hal itu jelas kelihatan dalam sejarah Abraham dan caranya menghadap Allah, sumber datang anak itu. Anak sulung mempunyai kedudukan istimewa. Bila bapaknya meninggal, ia mendapat warisan dua kali lipat dan menjadi kepala keluarga. Tapi kadang-kadang seorang bapak ingin menunjukkan belas kasihan khusus kepada anak bungsunya, seperti yg dilakukan Yakub terhadap Yusuf dan Benyamin. Anak perempuan tidak mendapat warisan dari bapaknya, kecuali sang bapak tidak mempunyai anak lelaki (bnd Ayub 42:13-15).
             Di Mesopotamia kuno, khususnya yg digambarkan dalam naskah-naskah asal Nuzi, terbukti praktik mengadopsi anak oleh keluarga mandul, untuk menggantikan kedudukan anak kandung. Maka pertimbangan Abraham mengangkat seorang hambanya menjadi ahli warisnya, adalah selaras dengan praktik tersebut. Tapi tidak ada undang-undang khusus mengenai adopsi dalam PL.
             Peristiwa-peristiwa adopsi yg diceritakannya terkait dengan unsur asing (mis Musa oleh putri Firaun [Kel 2:10] dan Ester oleh Mordekhai [Est 2:7,15]), atau tidak merupakan adopsi mumi karena anak yg diangkat adalah dari garis keturunan kandung, seperti dalam hal Yakub terhadap anak-anak Yusuf (Kej 48:5,12), dan Naomi terhadap anak Rut (Rut 4:16-17). Pada usia kecil anak-anak diasuh oleh ibunya, tapi sesudah lebih besar, anak lelaki dilibatkan dalam pekerjaan bapaknya, sehingga pada umumnya para bapaklah yg menentukan pendidikan putranya dan para ibu pendidikan putrinya. Bahwa penghormatan terhadap ibu patut sama seperti terhadap bapak dari pihak anak-anak, terbukti dari Firman ke-5 (Kel 20:12).

             g. Kaum keluarga
             Anak-anak dari orangtua yg sama disebut ‘akh (kakak adik lelaki) dan ‘akhot (kakak adik, perempuan). Istilah ini dipakai juga bagi anak-anak yg hanya satu orangtua mereka sama. Larangan hubungan seksual berlaku bagi semuanya (Im 18:9,11; Ul 27:22). Yg mempunyai kedudukan khas terhadap anak-anak ialah saudara kandung ayah — bunda mereka — lelaki dan perempuan khususnya para lelaki saudara kandung ibu terhadap para anak putra, dan para perempuan saudara kandung ayah terhadap para anak putri. Orang-orang ini biasanya disebut majemuk dengan ungkapan misalnya ‘akhot-’av, yaitu saudara kandung perempuan dari ayah, tapi kadang-kadang dengan kata-kata dod (paman) dan dodo (bibi atau tante). Para ibu memanggil kedua mertuanya dengan istilah khusus kham (mertua laki-laki, ump Kej 38:13,25; 1Sam 4:19,21), dan khamot (mertua perempuan, ump Rut 1:14). Mungkin khoten (ump Kel 3:1; 4:18) dan khotenet (Ul 27:23) merupakan sebutan yg dipakai oleh suami terhadap ibu bapak istrinya, walaupun hal ini kurang pasti.

             h. Solidaritas keluarga
             Ada dua unsur utama yg menimbulkan solidaritas keluarga pada zaman Bapak leluhur, yaitu
(i) Perasaan sedarah atau turunan;
(ii) Kesatuan tempat tinggal dan kesamaan kewajiban-kewajiban sesuai adat kebiasaan dan hukum. Memang, sesudah tanah Kanaan diduduki, kecenderungan rumah-rumah tangga terpisah dan berdiri sendiri melemahkan semangat solidaritas itu, namun semangat itu tetap penting selama zaman PL. Kepentingan bersama di tengah-tengah anggota keluarga, puak dan suku juga merupakan pendorong kesatuan pada lingkungan kelompok-kelompok ini di bawah para pemimpin mereka. Salah satu ciri nyata dari kesatuan ini, ialah hak setiap anggota kelompok untuk dilindungi oleh kelompoknya, dan memang adalah kewajiban kelompok itu untuk memberi pelayanan tertentu kepada anggotanya. Yg menonjol dalam hal ini ialah tanggung jawab dari pihak go’el (penebus). Kewajiban ini bisa meluas dari keharusan mengawini janda dari seorang keluarga (Rut 2:20; 3:12; 4) ke kewajiban menebus seorang anggota keluarga dari perbudakan, yg terjerumus menjadi budak karena menjual dirinya untuk membayar hutangnya.

          II. PERJANJIAN BARU

Kata Yunani patria (keluarga) muncul hanya 3 kali dalam PB. Tapi kata Yunani oikos, oikia yg searti (rumah tangga) muncul lebih sering. Patria menekankan asal usul keluarga dan lebih menunjukkan Bapak leluhurnya ketimbang pimpinannya sekarang. Patria bisa saja satu suku, bahkan satu bangsa. Dalam Kis 3:25 ‘oleh keturunanmu semua bangsa di muka bumi akan diberkati’, kata patriai diterjemahkan bangsa. Dalam LXX janji aslinya (Kej 12:3) memakai ‘suku-suku’ (fulai) dan ulangannya dalam Kej 18:18; 22:18 memakai ‘bangsa-bangsa’ (’ ethne).

          Yusuf, bapak Yesus, berasal dari ‘keluarga dan keturunan (patria) Daud’ (Luk 2:4), di sini pendiri marga itu merupakan pokok utama. Seperti kelihatan dalam ay ini, oikos dapat dipakai dalam arti yg sama (bnd Luk 1:27; juga’umat (oikos) Israel’, Mat 10:6; 15:24; Kis 2:36; 7:42 dst; dan Luk 1:33 ‘keturunan Yakub’).

          Mencoloknya kebapakan itu jelas terlihat pada Ef 3:14-15, ‘Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapak, yg daripada-Nya semua keturunan (patria) yg di dalam sorga dan di atas bumi menerima namanya’. Ay ini berarti bahwa sama seperti setiap patria (keturunan) berasal dari seorang bapak (pater) demikianlah di belakang semua keturunan manusia tegak ke-Bapak-an universal Allah; dari Dia-lah bermuasal semua hubungan-hubungan yg teratur. Di tempat lain kita jumpai pengertian yg agak terbatas mengenai ke-Bapak-an Allah berkaitan dengan keluarga orang-orang percaya.

          Kata oikos dan kata-kata serumpun banyak terdapat di masyarakat Yunani dan Romawi, juga di masyarakat Yahudi pada abad 1 M. Keluarga atau rumah tangga tidak hanya terdiri dari kepalanya (kurios atau despotes), istri, anak-anak dan hamba-hamba, tapi juga beberapa orang tanggungan seperti para pelayan, pekerja dan bahkan budak-budak tebusan atau teman-teman, yg sukarela menggabungkan dirinya kepada keluarga ini demi keuntungan timbal batik. Dalam Kitab-kitab Injil banyak singgungan akan rumah tangga (oikeioi) dengan sifat-sifatnya (mis Mat 21:33 dab). Rumah tangga demikian merupakan unsur penting dalam perkembangan dan kekokohan gereja. Pada zamannya di tengah-tengah masyarakat Yahudi rumah tangga itu merupakan inti kegiatan upacara-upacara agama, seperti perayaan Paskah, jamuan makan kudus sekali seminggu, doa, dan pengajaran Lukas berkata bahwa upacara memecahkan roti (tidak ada keterangan lebih lanjut) di jemaat Yerusalem terjadi ‘di rumah mereka masing-masing secara bergilir (kat’ oikon, Kis 2:46). Ungkapan kat’ oikon ini terdapat pada papirus sebagai lawan ungkapan kata prosopon, satu demi satu.

          Di kota-kota Yunani peranan rumah tangga dalam mendirikan gereja-gereja adalah penting. Orang-orang non-Yahudi yg pertama masuk warga gereja ialah seluruh keluarga Kornelius di Kaisarea, termasuk para pelayan rumah tangganya, kaum kerabat dan teman-teman dekatnya (Kis 10:7,24). Waktu Paulus menyeberang ke Eropa, gereja telah didirikan di Filipi dengan pembaptisan keluarga Lidia dan keluarga kepala penjara dari kota itu (Kis 16:15,31-34). Di Korintus yg pertama bertobat ialah keluarga Stefanus (1Kor 16:15), mungkin dibaptis oleh Paulus bersama keluarga Krispus, kepala rumah ibadah dan Gayus yg suka menamu orang (Kis 18:8; 1Kor 1:14-16; Rom 16:23). Keluarga-keluarga Kristen lain yg disebut namanya ialah keluarga Priska dan Akwila di Efesus (1Kor 16:19, barangkali Rom 16:5), Onesiforus di Efesus (2Tim 1:16; 4:19), Filemon di Kolose (Filem 1:2), Nimfas atau Nimfa di Laodikia (Kol 4:15), Asinkritus dan Filologus di Roma (Rom 16:14-15).

          Di gereja Yerusalem agaknya rumah-rumah tangga di bina dalam satuan-satuan (Kis 5:42), dan memang demikianlah kebiasaan Paulus, seperti himbauannya kepada para tua-tua Efesus (Kis 20:20). Secara teratur diadakan pengajaran Kristen, di mana diuraikan kewajiban-kewajiban timbal balik anggota-anggota keluarga Kristen: para istri dan suami, anak-anak dan para bapak, hamba dan tuan (lih Kol 3:18-4:1; Ef 5:22-6:9; 1Pet 2:18-3:7).

          Jemaat yg ada di rumah Priska dan Akwila disinggung dalam Rom 16:5 dan 1Kor 16:19, dan jemaat di rumah Nimfas dalam Kol 4:15, dan di rumah Filemon dalam Filem 1:2. Hal ini bisa berarti bahwa keluarga-keluarga itu pada dirinya dipandang sebagai jemaat, atau jemaat di suatu tempat tertentu berkumpul memanfaatkan kemampuan tampung suatu keluarga. Waktu Gayus disebut menampung seluruh jemaat (Rom 16:23), mungkin dalam ungkapan itu terkandung arti adanya jemaat-jemaat rumah tangga lain di Korintus, yg pada waktu tertentu berkumpul untuk bersama-sama melakukan Perjamuan Kudus (1Kor 11:18-22), semuanya berkumpul sebagai satu jemaat. Tapi penting untuk diperhatikan, bahwa pembaptisan dan Perjamuan Kudus, dalam keadaan tertentu dilakukan di dalam suatu keluarga, tanpa menyebut pengajaran para istri dan anak-anak (1Kor 14:35; Ef 6:4). Kepala-kepala keluarga dari kelompok keluarga yg sudah lulus ujilah dipilih, baik menjadi penilik maupun para diaken untuk jemaat (1Tim 3:2-7,12).

          Tak heran jika jemaat digambarkan sebagai keluarga Allah (Ef 2:19) atau keluarga iman (TB ‘kawan-kawan kita seiman’, Gal 6:10). Lukisan orang-orang percaya diangkat menjadi anak-anak Allah (Rom 8:15-17), atau sebagai hamba dan pengatur rumah (1Kor 9:17; 1Pet 4:10) mencakup pengertian rumah tangga demikian. Paulus memandang dirinya hamba Kristus, orang kepercayaan yg diangkat untuk melaksanakan jabatan khusus (Rom 1:1; 1Kor 4:1). Dengan gambaran serupa penulis Surat Ibr (Ibr 3:1-6) melukiskan Musa sebagai pelayan yg setia dalam rumah (oikos) Allah, yg melukiskan Kristus sebagai anak dan ahli waris (bnd Gal 3:23-4:7) dalam rumah itu. Penulis yg sama menerangkan ‘Dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhirnya teguh berpegang pada kepercayaan dan pengharapan yg kita megahkan’ (ay Gal 4:6).

          KEPUSTAKAAN.
R de Vaux, Ancient Israel, 1961, hlm 1955, 520-523;
E. A Speiser, ‘The Wife-Sister Motif in the Patriarchal Narratives’, dalam A Altmann (red), Biblical and other Studies, 1963, hlm 15-28.
TWNT 5, hlm 1018; E. G Selwyn, 1 Peter, 1946, Essay 2, hlm 363;
E. A Judge, The Social Pattern of the Christian Groups in the First Century, 1960.

Wednesday, April 22, 2020

KEHIDUPAN SETELAH KEMATIAN



MEMPERCAYAI KEHIDUPAN SETELAH KEMATIAN

PERTAMA:
KETIDAKADILAN DALAM KEHIDUPAN

Kita akan sulit percaya bahwa kehidupan ini benar-benar baik jika di balik kuburan tidak ada apa-apa lagi sebagai kompensasi bagi masalah-masalah ketidakadilan. Sementara sebagian orang kelihatannya ditakdirkan untuk kebahagiaan, yang lainnya dilahirkan di dalam keadaan yang mengerikan. Jika kita yakin tidak ada suatu apapun yang dapat menyeimbangkan ketidak-setaraan pembagian penderitaan, maka banyak orang punya alasan untuk mengutuk hari kelahiran mereka karena kehidupan sengsara yang mereka terima. (Ayu 3:1-3). Kita bisa menyetujui Raja Salomo, ketika pada suatu masa yang kelam dalam kehidupannya, berkata, "Lagi aku melihat segala penindasan yang terjadi di bawah matahari, dan lihatlah, air mata orang-orang yang ditindas dan tak ada yang menghibur mereka, karena di fihak orang-orang yang menindas ada kekuasaan. Oleh sebab itu aku menganggap orang-orang mati, yang sudah lama meninggal, lebih bahagia dari pada orang-orang hidup, yang sekarang masih hidup. Tetapi yang lebih bahagia dari pada kedua-duanya itu kuanggap orang yang belum ada, yang belum melihat perbuatan jahat, yang terjadi di bawah matahari," (Pen 4:1-3).

KEDUA:
KEINDAHAN DAN KESEIMBANGAN

Ada banyak hal dalam kehidupan ini yang kelihatannya tidak sesuai dengan masalah-masalah ketidakadilan dan penderitaan. Untuk segala sesuatu yang menyakitkan dan tidak adil, ada keindahan dan keseimbangan. Untuk saat-saat penuh ketakutan dan kekerasan, ada saat-saat penuh keharmonisan dan kedamaian. Sementara tubuh-tubuh yang dimakan usia menyerah pada rasa sakit dan kelemahan, anak-anak dan binatang-binatang muda dengan gembira bermain tanpa beban. Kesenian manusia, dalam segala keagungannya, menyaingi burung-burung yang beterbangan dan menyanyikan nyanyian pagi. Setiap saat matahari tenggelam dan terbit memberikan suatu jawaban bagi kebutuhan alam untuk istirahat dan pemulihan. Malam-malam gelap dan musim dingin yang beku datang dengan kesadaran bahwa "semua ini juga akan berlalu." Jika tidak ada apapun di balik kuburan, pola alam yang indah ini sama sekali tidak lengkap.

KETIGA:
PENGALAMAN-PENGALAMAN MENJELANG AJAL

Bukti klinis tentang kehidupan setelah kematian bersifat subyektif dan dapat dipertanyakan. Seringkali kita sulit menilai arti dari "pengalaman-pengalaman di luar tubuh," misalnya, bertemu dengan sinar terang, terowongan panjang, atau malaikat penuntun. Juga sulit untuk mengetahui bagaimana harus menanggapi mereka yang berbicara tentang penglihatan-penglihatan tentang surga atau neraka ketika mereka menjelang ajal. Apa yang kita ketahui adalah bahwa ada cukup banyak pengalaman seperti ini untuk menciptakan suatu perpustakaan yang lumayan besar untuk memuat topik ini. Secara keseluruhan, kumpulan dari bukti-bukti ini menunjukkan bahwa ketika mendekati ajal, banyak orang yang merasakan mereka bukan sedang menuju kepada akhir dari keberadaan mereka melainkan kepada awal dari suatu perjalanan yang lain.

KEEMPAT:
SUATU TEMPAT DI DALAM HATI

Hati manusia merindukan lebih dari apa yang dapat ditawarkan oleh kehidupan ini. Setiap kita mengalami apa yang disebut oleh Raja Salomo sebagai "kekekalan di dalam hati (kita)," (Pen 3:11). Sekalipun sulit memahami maksud Salomo, jelas bahwa ia sedang menunjuk pada kerinduan yang tak terhindarkan pada sesuatu yang tidak dapat dipenuhi oleh dunia ini. Hal itu adalah suatu kekosongan jiwa yang juga tidak dapat dihindari oleh Salomo. Untuk sesaat, ia berusaha mengisi kekosongan batin tersebut dengan pekerjaan, alkohol, dan tawa. Ia mencoba untuk memuaskan rasa rindu itu dengan filsafat, musik, dan hubungan seksual. Tetapi kekecewaannya kian bertambah. Hanya ketika ia kembali pada kepercayaan adanya penghakiman akhir dan kehidupan sesudah kematian, dia dapat menemukan sesuatu yang cukup besar untuk memuaskan rasa rindunya pada makna kehidupan (Pen 12:14).

KELIMA:
KEPERCAYAAN YANG UNIVERSAL

Sementara sebagian orang percaya pada ketidak-mungkinan mengetahui adanya kehidupan sesudah kematian, kepercayaan kepada kekekalan adalah suatu fenomena yang universal. Dari piramida-piramida Mesir sampai munculnya pemikiran Gerakan Zaman Baru, orang dari segala zaman dan tempat telah percaya bahwa jiwa manusia tetap hidup setelah kematian. Jika tidak ada kesadaran atau tawa atau penyesalan di balik kubur, maka kehidupan telah membohongi hampir setiap orang dari Firaun dari Mesir sampai Yesus dari Nazaret.

KEENAMA:
ALLAH YANG KEKAL

Alkitab mengajarkan bahwa Allah adalah sumber kekekalan. Sifat-sifat-Nya adalah abadi. Alkitab yang sama memberitahu kita bahwa Allah menciptakan kita menurut citra-Nya, dan bahwa rencana-Nya adalah untuk membawa anak-anak-Nya untuk masuk ke dalam rumah-Nya yang kekal. Kitab Suci ini juga mengajarkan bahwa kematian terjadi dalam kehidupan manusia karena nenek-moyang kita, yakni Adam dan Hawa, telah melanggar larangan Allah. (Kej 3:1-19) Implikasinya adalah jika Allah membiarkan umat manusia hidup selamanya dalam kondisi memberontak kepada Allah, kita akan memiliki kesempatan yang tak habis-habisnya untuk mengembangkan diri menjadi ciptaan yang angkuh dan egois. Tetapi sebaliknya, Allah mulai menyingkapkan suatu rencana yang pada akhirnya akan menghasilkan pulangnya orang-orang ke rumah Allah yang kekal, yakni orang-orang yang memilih hidup damai dengan Allah. (Maz 90:1; Yoh 14:1-3)

KETUJUH:
NUBUAT-NUBUAT PERJANJIAN LAMA

Sebagian orang berargumentasi bahwa kekekalan adalah suatu pemikiran Perjanjian Baru. Tetapi Daniel, seorang nabi Perjanjian Lama, telah berbicara tentang suatu hari di mana mereka yang mati akan dibangkitkan, sebagian untuk mendapat hidup kekal, dan sebagian lagi untuk mendapat kehinaan kekal. (Dan 12:1-3). Seorang penulis Mazmur juga berbicara tentang kehidupan setelah kematian. Dalam Maz 73, seorang bernama Asaf menggambarkan bagaimana ia hamper kehilangan imannya kepada Allah ketika ia memikirkan orang fasik yang mengalami kemujuran sementara orang benar menderita. Tetapi kemudian ia berkata bahwa ia masuk ke dalam tempat kudus Allah. Dari perspektif ibadah, ia tiba-tiba melihat orang fasik berdiri pada tempat yang licin dari kefanaan mereka. Dengan pemahaman yang baru, ia mengakui, "Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan. Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya,". (Maz 73:24-26)

KEDELAPAN:
PERKATAAN-PERKATAAN KRISTUS

Sedikit orang yang akan menuduh Yesus sebagai orang jahat atau seorang guru palsu. Bahkan orang-orang atheis dan orang-orang beragama non-Kristen pun biasanya menyebut Yesus dengan hormat dan kagum. Tetapi Yesus tidak berpura-pura atau menyembunyikan kenyataan adanya kelanjutan hidup setelah kematian. Ia berkata, "Janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; tetapi takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka,". (Mat 10:28) Yesus menjanjikan Firdaus kepada penyamun yang bertobat yang hampir mati di sisi-Nya. Tetapi Ia juga menggunakan Lembah Hinom, suatu tempat pembuangan sampah yang menjijikkan di luar Yerusalem, sebagai suatu simbol tentang apa yang menanti mereka yang tidak mempedulikan penghakiman Allah. Menurut Yesus, menghadapi kenyataan kehidupan setelah kematian adalah hal yang paling penting dalam hidup. Misalnya, Ia berkata, jika sebelah mata menghalangi Anda dari Allah, Anda memiliki alasan untuk membuang mata tersebut. " … lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka,". (Mar 9:47)

KESEMBILAN:
KEBANGKITAN KRISTUS

Tidak ada bukti yang lebih besar tentang adanya kehidupan setelah kematian dari pada kebangkitan Yesus Kristus. Perjanjian Lama menubuatkan seorang Mesias yang akan mengalahkan dosa dan yang mati bagi umat-Nya. (Yes 53; Dan 9:26). Para pengikut Yesus bersaksi bahwa itulah yang Dia lakukan. Ia dengan rela mati di tangan orang-orang yang menyalibkan-Nya, dikuburkan dalam sebuah kuburan pinjaman, dan 3 hari kemudian kuburan tersebut menjadi kosong. Para saksi mengatakan bahwa mereka tidak hanya telah melihat kubur yang kosong tetapi juga Kristus yang bangkit yang menampakkan diri kepada ratusan orang selama 40 hari sebelum Dia naik ke surga (Kis 1:1-11; 1Ko 15:1-8).

KESEPULUH:
AKIBAT-AKIBAT PRAKTIS

Keyakinan adanya kehidupan setelah kematian merupakan suatu sumber rasa aman, optimisme, dan pemulihan rohani bagi seseorang. (1Yo 3:2) Tidak ada suatupun yang menawarkan lebih banyak kekuatan dan dorongan dari pada keyakinan bahwa ada suatu kehidupan yang lebih baik bagi mereka yang menggunakan masa sekarang untuk mempersiapkan hidup dalam kekekalan. Kepercayaan pada kesempatan-kesempatan yang tak terbatas dalam kekekalan telah memampukan banyak orang untuk mengorbankan nyawa mereka bagi kepentingan orang-orang yang dikasihi. Karena keyakinan-Nya pada kehidupan setelah kematian, maka Yesus mampu berkata, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?" (Mat 16:26) Kebenaran ini pula yang mendorong martir Kristen, Jim Elliot, yang dibunuh oleh orang-orang Indian Auca pada tahun 1956, untuk mengatakan, "Dia, yang memberikan apa yang tidak dapat dijaganya untuk memperoleh apa yang tidak dapat diambil darinya, bukanlah orang yang bodoh."

Jika kita secara jujur merasakan bahwa kita  belum diyakinkan tentang kehidupan setelah kematian. Tetapi ingatlah bahwa Yesus berjanji untuk memberikan pertolongan Ilahi kepada mereka yang ingin mengenal kebenaran dan yang mau menaklukkan diri kepadanya. Ia berkata, "Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri,". (Yoh 7:17).

Bila kita yakin pada bukti adanya kehidupan setelah kematian, ingatlah Alkitab berkata bahwa Kristus mati untuk melunasi hutang-hutang dosa kita, dan bahwa semua orang yang percaya kepada-Nya akan menerima karunia pengampunan dan kehidupan kekal. Keselamatan yang ditawarkan Kristus bukanlah upah untuk usaha kita, tetapi suatu anugerah bagi mereka yang, melalui bukti-bukti tersebut, percaya kepada-Nya.

Bibliografi:
KITAB PERJANJIAN LAMA
KITAB PERJANJIAN BARU
SABDA (OLB Versi Indonesia)

Friday, April 17, 2020

MUNGKINKAH YESUS BERBUAT DOSA?



Mungkinkah Yesus berbuat dosa?
 Kristen selalu berpendapat bahwa Kristus benar-benar bersih dari dosa. Hal ini sesuai dengan ajaran-ajaran Kitab Suci yang eksplisit, yang menyatakan bahwa Dia dalam segala hal "sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa" (Ibr 4:15).[1]
1.            Hanya tidak berbuat dosa “Ibr 4:15  Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.”

2.            Dia juga disebut sebagai Yang Kudus, Yang Benar dan Yang Adil (Kis 3:14; Kis 22:14)[2]

Kis 3:14  Tetapi kamu telah menolak Yang Kudus dan Benar, serta menghendaki seorang pembunuh sebagai hadiahmu.
Kis 22:14  Lalu katanya: Allah nenek moyang kita telah menetapkan engkau untuk mengetahui kehendak-Nya, untuk melihat Yang Benar dan untuk mendengar suara yang keluar dari mulut-Nya.

1Pet 3:18; Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh,

1Yoh 2:29; 3:7:[3]
 1Yoh 2:29  Jikalau kamu tahu, bahwa Ia adalah benar, kamu harus tahu juga, bahwa setiap orang, yang berbuat kebenaran, lahir dari pada-Nya.
1Yoh 3:7  Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar;

Lihat juga dalam 1Pet 2:21,22;[4]
1Ptr 2:21  Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.
1Ptr 2:22  Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya.
1Ptr 1:19  melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.

2Kor 5:21[5]  Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah  dan ayat-ayat lainnya. Salah satu konsili Gereja paling awal (tahun 451) merumuskan doktrin tentang ketidakberdosaan-Nya demikian: [6] "Manusia sejati, yang memiliki jiwa dan tubuh rasional, dengan intisari seperti kita sewaktu Dia menjadi manusia, dalam segala hal adalah seperti kita, kecuali dia tanpa dosa," dan hal ini tetap tidak berubah serta menjadi doktrin Kristologi Gereja Kristen yang diterima. Apakah Dia tidak dapat berbuat dosa sudah sering kali didiskusikan. Sudah pasti Dia bisa berserah; tetapi faktanya tetap menyatakan Dia tidak berserah pada pencobaan dan berlanjut sampai pada akhir hidup dan menjadi teladan kekudusan dan ketidakberdosaan sempurna keadaan manusia sebelum kejatuhannya. 
Oleh sebab itu, Yesus tidak melakukan dosa karena Ia sebagai Allah sejati & Manusia sejati, Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. (Yohanes 13:13)




[1] Alkitab, Perjanjian Baru, Ibrani
[2] Alkitab, Perjanjian Baru, Kisah Para Rasul
[3] Alkitab, Perjanjian Baru, 1,2 & 3 Yohanes
[4] Alkitab, Perjanjian Baru, 1&2 Petrus
[5] Alkitab, Perjanjian Baru, 2 Korintus
[6]Situs: GoTo Explorer "http://alkitab.sabda.org/article.php?no=218&type=12"


Wednesday, April 15, 2020

MENGAPA KITA HARUS PERCAYA ALKITAB?


MENGAPA KITA HARUS PERCAYA ALKITAB?
  • ·         Kejujurannya
  • ·         Ketahanannya
  • ·         Pernyataannya Mengenai Dirinya Sendiri
  • ·         Mukjizatnya
  • ·         Kesatuannya
  • ·         Keakuratannya dari Segi Sejarah dan Geografi
  • ·         Rekomendasi dari Kristus
  • ·         Keakuratan Ramalannya
  • ·         Keberlangsungannya
  • ·         Kuasanya untuk Mengubah Hidup Manusia


A.       KEJUJURANNYA
 Alkitab sungguh jujur. Alkitab memperlihatkan Yakub, bapak dari "bangsa
 pilihan," sebagai seorang penipu. Alkitab juga menggambarkan Musa, sang pemberi
 Hukum Taurat, sebagai seorang pemimpin yang merasa tidak aman dan keras kepala,
 yang dalam usaha pertamanya untuk menolong bangsanya sendiri, membunuh seorang
 laki-laki dan kemudian lari menyelamatkan diri ke padang gurun. Alkitab
 menggambarkan Daud bukan hanya sebagai raja yang paling dikasihi, panglima
 perang, dan pemimpin rohani, tetapi juga sebagai orang yang mengambil isteri
 orang lain dan kemudian, untuk menutupi dosanya, bersekongkol untuk membunuh
 sang suami. Pada satu sisi, Kitab Suci pernah menilai bahwa umat Allah, bangsa
 Israel, begitu buruk sehingga Sodom dan Gomora tampak baik bila dibandingkan
 dengan mereka. {Yeh 16:46-52} Alkitab memperlihatkan bahwa sifat
 alamiah manusia memusuhi Allah. Alkitab memprediksikan masa depan yang penuh
 dengan masalah. Alkitab mengajarkan bahwa jalan ke Surga sempit dan jalan ke
 Neraka lebar. Jelaslah, Kitab Suci ini tidak ditulis untuk mereka yang hanya
 menginginkan jawaban sederhana atau pandangan terhadap agama dan manusia yang
 ringan dan serba optimis.

B.      KETAHANANNYA
 Ketika negara Israel yang modern muncul kembali setelah ribuan tahun orang
 Israel tercerai-berai, seorang gembala Beduin menemukan satu dari harta karun
 arkeologis yang paling penting di zaman ini. Dalam sebuah gua di tepi Barat Daya
 Laut Mati, di dalam sebuah buli-buli yang pecah ditemukan dokumen-dokumen yang
 telah disembunyikan selama dua ribu tahun. Temuan-temuan tambahan menghasilkan
 salinan-salinan naskah yang umurnya seribu tahun lebih tua dari salinan-salinan
 tertua yang diketemukan sebelumnya. Satu dari yang paling penting adalah salinan
 kitab Yesaya. Isinya ternyata sama dengan kitab Yesaya yang ada di Alkitab kita.
 Gulungan-gulungan naskah Laut Mati itu muncul dari debu bagaikan jabatan tangan
 yang bersifat simbolik untuk mengucapkan selamat datang kepada bangsa Israel
 yang baru kembali ke tanah airnya. Gulungan-gulungan itu menyingkirkan pendapat
 dari sebagian orang yang mengatakan bahwa Alkitab yang asli sudah hilang
 ditelan waktu dan sudah rusak.[1]

C.      PERNYATAANNYA MENGENAI DIRINYA SENDIRI
 Apa yang dikatakan Alkitab tentang dirinya sendiri adalah hal yang penting untuk
 diketahui. Jika para penulis Kitab Suci sendiri tidak pernah mengklaim bahwa
 mereka berbicara bagi Allah, tentunya kita berbuat lancang jika kita membuat
 klaim itu bagi mereka. Mungkin kita juga akan menghadapi persoalan lain. Kita
 mungkin akan menghadapi sejumlah misteri yang tidak terpecahkan, yang terkandung
 di dalam tulisan yang bersifat historis dan etis. Dan kita tidak akan mempunyai
 sebuah buku yang telah mengilhami munculnya sinagoga dan gereja yang tidak
 terhitung jumlahnya di seluruh dunia. Suatu Alkitab yang tidak mengklaim bahwa
 ia berbicara atas nama Allah tentunya tidak akan menjadi fondasi bagi iman
 ratusan juta orang Yahudi dan Kristen (2Pe 1:16-21)[2]. Namun, dengan
 didukung oleh bukti dan argumentasi yang cukup, para penulis Alkitab telah
 mengklaim bahwa mereka diilhami oleh Allah. Berhubung jutaan orang telah
 mempertaruhkan kehidupan mereka saat ini dan saat kekekalan pada klaim-klaim
 itu, Alkitab bukanlah buku yang baik jika para penulisnya berbohong secara
 konsisten tentang sumber informasi mereka.

D.      MUKJIZATNYA
 Peristiwa keluarnya Israel dari Mesir memberikan dasar historis untuk
 mempercayai bahwa Allah telah menyatakan Diri-Nya sendiri kepada Israel.
 Seandainya Laut Merah tidak terbelah sebagaimana yang diceritakan Musa,
 Perjanjian Lama kehilangan otoritasnya untuk berbicara atas nama Allah. Demikian
 pula Perjanjian Baru juga bergantung pada mukjizat. Seandainya Yesus secara
 badani tidak bangkit dari kematian, Rasul Paulus mengatakan bahwa iman Kristen
 didirikan di atas kebohongan. (1Ko 15:14-17)[3] Untuk memperlihatkan
 kredibilitasnya, Perjanjian Baru menyebutkan saksi-saksinya, dan ini
 dilakukannya di dalam kerangka-waktu yang memungkinkan klaim-klaim itu diuji
 kebenarannya. (1Ko 15:1-8) Banyak dari para saksi itu akhirnya mati
 sebagai martir, bukan untuk membela keyakinan moral atau rohani yang abstrak
 tetapi untuk klaim mereka bahwa Yesus telah bangkit dari kematian. Memang mati
 sebagai martir bukan hal aneh, namun tetaplah penting untuk menyadari apa yang
 menyebabkan mereka rela kehilangan nyawanya. Banyak orang rela mati untuk
 sesuatu yang mereka percaya sebagai kebenaran. Dan tidak ada yang rela mati
 untuk sesuatu yang mereka tahu sebagai kebohongan.

E.       KESATUANNYA
 Empat puluh pengarang yang berbeda menulis 66 kitab dalam Alkitab selama lebih
 dari 1.600 tahun. Empat ratus tahun yang hening memisahkan 39 kitab Perjanjian
 Lama dari 27 kitab Perjanjian Baru. Namun demikian, dari Kejadian sampai Wahyu,
 semua kitab menceritakan satu cerita yang utuh. Bersama-sama mereka memberikan
 jawaban yang konsisten terhadap pertanyaan-pertanyaan terpenting yang dapat kita
 tanyakan: Mengapa kita di sini? Bagaimana kita dapat mengatasi rasa takut?
 Bagaimana kita dapat berhasil? Bagaimana kita bisa bangkit dari keadaan kita
 yang buruk dan tetap berpengharapan? Bagaimana kita dapat berdamai dengan
 Pencipta kita? Jawaban-jawaban Alkitab yang konsisten terhadap pertanyaan-pertanyaan
 ini memper lihatkan bahwa Kitab Suci bukanlah banyak buku melainkan satu buku.

F.       KEAKURATANNYA DARI SEGI SEJARAH DAN GEOGRAFI
 Selama berabad-abad banyak orang meragukan keakuratan Alkitab dari segi sejarah
 dan geografi. Namun para arkeolog modern berulang-ulang telah menggali dan
 menemukan bukti mengenai orang-orang, tempat-tempat, dan kebudayaan-kebudayaan
 yang digambarkan dalam Kitab Suci. Dari waktu ke waktu, deskripsi dalam Alkitab
 telah dibuktikan sebagai catatan yang lebih dapat diandalkan daripada spekulasi
 para ahli. Turis masa kini yang mengunjungi musium dan tempat-tempat yang
 dilukiskan di Alkitab mau tak mau sangat terkesan dengan latarbelakang geografis
 dan historis dari teks Alkitab yang ternyata riil.

G.     REKOMENDASI DARI KRISTUS
 Banyak orang telah mengatakan hal yang baik mengenai Alkitab, tetapi tidak ada
 yang memberi rekomendasi sekuat yang diberikan Yesus dari Nazaret. Ia
 merekomendasikan Alkitab bukan hanya dengan ucapan-Nya tetapi juga dengan
 kehidupan-Nya. Pada saat-saat pencobaan-Nya, pengajaran di hadapan orang banyak,
 dan penderitaan-Nya, Yesus dengan jelas memperlihatkan bahwa Ia mempercayai
 Kitab Suci Perjanjian Lama lebih dari sekadar tradisi nasional.
 (Mat 4:1-11; 5:17-19)[4] Yesus percaya bahwa Alkitab adalah buku tentang
 Diri-Nya sendiri. Kepada orang-orang senegeri-Nya Ia berkata, "Kamu menyelidiki
 Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa olehnya kamu mempunyai hidup yang
 kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku,
 namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu." (Yoh 5:39-40)[5]
                                  
H.     KEAKURATAN RAMALANNYA
 Dari zaman Musa, Alkitab telah meramalkan peristiwa-peristiwa yang tak seorang
 pun ingin mempercayainya. Sebelum Israel masuk ke Tanah Perjanjian, Musa
 meramalkan bahwa Israel akan tidak setia, bahwa Israel akan kehilangan tanah
 yang Allah berikan kepadanya, dan bahwa Israel akan tercerai-berai ke seluruh
 dunia, dikumpulkan kembali, dan kemudian dibangun kembali (Ula 28-31).[6]
 Pusat dari ramalan Perjanjian Lama adalah janji tentang Mesias yang akan
 menyelamatkan umat Allah dari dosa-dosa mereka dan pada akhirnya membawa
 penghakiman dan kedamaian bagi seluruh dunia.

I.        KEBERLANGSUNGANNYA
 Kitab-kitab Musa ditulis 500 tahun sebelum kitab-kitab Hindu yang paling awal.
 Musa menulis kitab Kejadian 2.000 tahun sebelum Muhammad menulis Quran. Selama
 masa yang panjang itu, tak ada buku yang dikasihi atau dibenci seperti Alkitab.
 Tak ada buku yang secara konsisten telah dibeli, dipelajari, dan dikutip seperti
 Alkitab. Sementara jutaan judul-judul lain muncul dan tenggelam, Alkitab tetap
 merupakan buku yang menjadi ukuran bagi buku-buku lain. Sekalipun sering
 diabaikan oleh orang yang merasa tak nyaman dengan ajaran-ajarannya, Alkitab
 tetap merupakan buku utama dari peradaban Barat.

J.        KUASANYA UNTUK MENGUBAH HIDUP MANUSIA
 Orang yang tidak percaya sering menunjuk kepada mereka yang mengatakan bahwa
 mereka percaya Alkitab tetapi hidupnya tidak berubah. Tetapi sejarah juga
 ditandai oleh mereka yang kehidupannya menjadi lebih baik oleh karena buku ini.
 Sepuluh Perintah Allah telah menjadi sumber pengarahan moral bagi banyak orang
 yang tak terhitung jumlahnya. Mazmur-mazmur Daud telah memberikan kekuatan pada
 waktu kesulitan dan kehilangan. Khotbah Yesus di Bukit telah menjadi obat bagi
 jutaan orang untuk mengatasi kesombongan dan sikap legalisme. Uraian Paulus
 mengenai Kasih di 1Ko 13 telah banyak melunakkan hati yang sedang marah.
 Perubahan hidup dari orang-orang seperti Rasul Paulus, Agustinus, Martin Luther,
 John Newton, Leo Tolstoy, dan C.S. Lewis [7]menunjukkan perubahan yang dapat
 dilakukan Alkitab. Bahkan satu bangsa atau suku seperti Celtic di Irlandia,
 Viking yang liar di Norwegia, atau Indian Auka di Equador telah diubah oleh
 Firman Allah dan kehidupan serta karya Yesus Kristus yang tak terbandingkan.[8]

KESIMPULAN:
 Jika Anda masih meragukan Alkitab. Alkitab, sama
 seperti dunia di sekitar kita, memang mengandung unsur-unsur misteri. Namun
 demikian, jika Alkitab benar-benar seperti yang dikatakannya, Anda tidak perlu
 memilah-milah sendiri bukti-bukti yang ada. Yesus justru menjanjikan pertolongan
 ilahi bagi mereka yang ingin mengenal kebenaran tentang diri-Nya dan ajaran-Nya.
 Sebagai tokoh utama dari Perjanjian Baru, Yesus berkata, "Barangsiapa mau
 melakukan kehendak Allah, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah,
 entah aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri." (Yoh 7:17)[9]

 Satu kunci penting untuk mengerti Alkitab adalah bahwa Alkitab tidak pernah
 bermaksud untuk menarik kita kepada dirinya sendiri. Setiap prinsip di dalam
 Alkitab memperlihatkan kebutuhan kita akan pengampunan yang disediakan Kristus
 bagi kita. Alkitab memperlihatkan mengapa kita perlu membiarkan Roh Kudus hidup
 melalui kita. Untuk hubungan yang seperti inilah Alkitab diberikan kepada kita.



[1]Kitab Yesaya PL
[2]2Petrus PB
[3] 1Korintus PB
[4] Injil Matius
[5] Injil Yohanes
[6] Kitab Ulangan
[7] Agustinus, Martin Luther, John Newton, Leo Tolstoy, dan C.S. Lewis
[8]RBC Ministries Asia, Ltd © 2000-2004.
[9] INJIL YOHANES

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...