Thursday, August 16, 2018

MERDEKA, KEMERDEKAAN



MERDEKA, KEMERDEKAAN
       Pandangan Alkitab tentang kemerdekaan (kebebasan) dilatarbelakangi pemikiran tentang penahanan dalam penjara atau perbudakan. Para penguasa memenjarakan orang yg dipandang bersalah (#/TB Kej 39:20*); suatu bangsa yg dikalahkan akan diperbudak oleh bangsa yg mengalahkannya, atau tawanan perang oleh penakluknya, atau juga karena secara pribadi seperti Yusuf, dijual sebagai budak. Kalau Alkitab berkata-kata tentang kemerdekaan, terkandung pengertian tentang perbudakan atau penahanan dalam penjara, sebelum kemerdekaan itu. Kemerdekaan berarti kebahagiaan berdasarkan pembebasan dari perbudakan, memasuki kehidupan baru dalam sukacita dan kepuasan yg tak mungkin diperoleh sebelumnya. Gagasan tentang kemerdekaan muncul dalam Alkitab dengan arti yg biasa secara sekular (mis #/TB Mazm 105:20*; #/TB Kis 26:32*); tapi pemikiran ini juga mengalami perkembangan teologis yg penting. Hal ini terjadi karena kesadaran Israel bahwa kemerdekaan dari penaklukan bangsa-bangsa asing, seperti yg dinikmatinya, adalah anugerah Allah. Dalam PB kemerdekaan menjadi suatu konsep teologis yg penting untuk menggambarkan keselamatan.

          I. Kemerdekaan Israel

          Dalam peristiwa Keluaran, Allah memerdekakan Israel dad perbudakan di Mesir, supaya sejak itu Israel melayani Dia sebagai umat perjanjian-Nya (#/TB Kel 19:3* dab; #/TB Kel 20:1* dab; #/TB Im 25:55*; bnd #/TB Yes 43:21*). Ia membawa mereka masuk ke ‘tanah yg berkelimpahan susu dan madu’ (#/TB Kel 3:8*; bnd #/TB Bil 14:7* dab; #/TB Ul 8:7* dab), menempatkan mereka di sana, memelihara mereka dalam kemerdekaan secara politis dan kemakmuran ekonomis, sejauh mereka menjauhi penyembahan berhala dan memelihara hukum-hukum-Nya (#/TB Ul 28:1-14*). Ini berarti kemerdekaan Israel tidak bergantung pada usaha-usahanya secara militer maupun politis, melainkan terletak pada kualitas ketaatannya kepada Allah. Kemerdekaannya adalah anugerah ilahi, karunia TUHAN kepada umat pilihan-Nya sendiri yg tidak dapat dicapai berkat jasa mereka, dan kini tetap terpelihara hanya karena kemurahan-Nya yg tidak putus-putusnya. Ketidaktaatan, baik dalam kehidupan agamawi maupun ketidakadilan sosial, akan mengakibatkan kehilangan kemerdekaan. Allah akan menghakimi umat-Nya dengan bencana nasional dan perbudakan (#/TB Ul 28:25,47* dab; bnd #/TB Hak 2:14* dab; #/TB Hak 3:7* dab, 12 dab; #/TB Hak 4:1* dab; #/TB Hak 6:1* dab). Ia akan membangkitkan kuasa-kuasa musuh melawan mereka, dan terutama mengangkut mereka ke suatu negeri di mana tak ada tanda-tanda dari kasih-Nya dapat diharapkan (#/TB Ul 28:64* dab; #/TB Am 5*; #/TB 2Raj 17:6-23*; bnd #/TB Mazm 137:1-4*).

          Kerangka pemikiran teologis tentang kemerdekaan nyata dengan jelas di sini. Kemerdekaan menurut PL, di satu pihak, berarti pembebasan dari kuasa-kuasa buatan yg menjauhkan manusia dari pengabdian dan pemujaan kepada Pencipta-nya, dan di pihak lain adalah kebahagiaan yg positif dari kehidupan pada persekutuan dengan Allah dalam perjanjian-Nya, di mana Ia berkenan menyatakan dini dan memberi berkat. Kemerdekaan adalah pembebasan dari perhambaan kepada kuasa-kuasa yg menentang Allah, bagi pemenuhan akan tuntutan-tuntutan-Nya atas kehidupan seseorang.

          Kemerdekaan bukan hasil usaha manusia melainkan pemberian cuma-cuma, sesuatu yg sama sekali tidak dapat dimiliki manusia kecuali merupakan tindakan Allah. Selanjutnya kemerdekaan adalah anugerah perjanjian, yg telah dijanjikan Allah untuk dipelihara selama umat-Nya setia. Kemerdekaan tidak berarti bebas dari Allah, bahkan pengertiannya yg tepat adalah dalam pelayanan kepada Allah, manusia menemukan kebebasannya yg sempurna. Manusia dapat menikmati pembebasan dari perhambaan kepada makhluk, hanya dengan keterikatan kepada Khalik-nya. Jadi jalan Allah untuk membebaskan manusia dari para penakluk dan musuh-musuhnya, adalah dengan menjadikan manusia sebagai hamba-Nya sendiri. Ia membebaskan mereka dengan jalan membawa mereka kepada diriNya sendiri (#/TB Kel 19:4*).

          Nubuat-nubuat Yesaya tentang pembebasan dari tawanan dan pemulihan Yerusalem, memperkaya pengertian agamawi tentang kemerdekaan dengan menekankan bahwa peristiwa-peristiwa ini akan merintis jalan kepada suatu pengalaman baru, yg tidak pernah ada sebelumnya tentang persekutuan yg menyenangkan dan memuaskan dengan Allah Israel yg rahmani (#/TB Yes 30:3-10; 43:14-44:5; 45:14-17; 49:8-50:3; 51:17-52:12; 54; 61:1* dab; bnd #/TB Yeh 36:16-36; 37:15-28*).

          Karena semua anggota dari bangsa yg dibebaskan itu adalah hamba Allah (#/TB Im 25:42,55*), maka orang Israel yg menjual dirinya untuk menjadi pelayan rumah tangga karena tekanan kemiskinan, tidak boleh diperlakukan seperti budak berkebangsaan asing, yg semata-mata merupakan milik dalam jalur warisan tuannya (#/TB Im 25:44* dab). Pada setiap thn ke-7, mereka harus dibebaskan (kecuali mereka secara sukarela memilih untuk tetap menghambakan din), sebagai peringatan akan pembebasan Allah terhadap Israel dari perbudakan di Mesir (#/TB Ul 15:12* dab). Pada setiap thn ke-50, sebagai tambahan kepada pembebasan hamba berkebangsaan Israel, tanah yang diambil harus dikembalikan kepada pewarisnya (#/TB Im 25:10*). Yeremia mencela umat karena walaupun mereka telah memberitakan pembebasan bagi hamba-hamba Ibrani, mereka kembali kepada hal tersebut (#/TB Yer 34:8-17*).

          II. Kemerdekaan Kristen

          Perkembangan pemikiran tentang kemerdekaan sepenuhnya terlihat dalam Injil-injil dan Surat-surat Paulus, dimana musuh-musuh, dari mana Allah melalui Kristus membebaskan umat-Nya, adalah dosa, Iblis, hukum Taurat dan maut.

          Pelayanan Kristus kepada masyarakat adalah pelayanan pembebasan. Ia memulainya dengan memaklumkan diriNya sebagai penggenap dari #/TB Yes 61:1*, ’…ia telah mengurapi aku … untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan’ (#/TB Luk 4:16* dab). Dengan menolak keinginan-keinginan Zelotis yg mendambakan kemerdekaan nasional dari penjajahan Roma, Kristus memaklumkan bahwa Ia telah datang untuk membebaskan Israel dari perbudakan kepada dosa dan Iblis, dalam keadaan mana Ia menemukan mereka sedang berada (#/TB Yoh 8:34-36,41-44*). Kata-Nya Ia telah datang, untuk menjatuhkan ‘penguasa dunia ini’, ‘orang kuat’, dan untuk membebaskan tawanan-tawanannya (#/TB Yoh 12:31* dab; #/TB Mr 3:27*; #/TB Luk 10:17* dab). Pengusiran setan-setan (#/TB Mr 3:22-24*) dan penyembuhan (#/TB Luk 13:16*) adalah bagian dari pekerjaan penanggalan kuasa ini. Kristus menunjuk kepada hal-hal ini (#/TB Luk 11:20*; bnd #/TB Mat 12:28*) sebagai bukti positif dari kedatangan KeRajaan Allah di tengah-tengah umat manusia (yaitu kerajaan eskatologis yg dijanjikan, di mana manusia menerima pengampunan dan keselamatan dari Allah secara penuh dan secara penuh pula menaati kehendak-Nya (*RAJA, KERAJAAN ALLAH).

          Paulus sangat menekankan bahwa Kristus memerdekakan orang percaya, di sini dan kini, dari pengaruh-pengaruh yg bersifat merusak, yg dahulu memperbudak mereka: dari dosa, penguasa kejam yg upah pelayanan kepadanya adalah maut (#/TB Rom 6:18-23*); dari hukum Taurat sebagai suatu sistem keselamatan, yg membangkitkan dosa dan memberi kekuatan kepadanya (#/TB Gal 4:21* dab; #/TB Gal 5:1*; #/TB Rom 6:14; 7:5-13; 8:2*; #/TB 1Kor 15:56*); dari ‘kuasa kegelapan’ yg jahat (#/TB Kol 1:13*); dari ketakhyulan percaya kepada ilah-ilah (#/TB 1Kor 10:29*; #/TB Gal 4:8*); dan dari beban upacara-upacara agama Yahudi (#/TB Gal 2:4*). Terhadap semuanya ini, Paulus menegaskan, kemerdekaan dari sisa ikatan kepada dosa yg telah berakar (#/TB Rom 7:14,23*), dan dari kerusakan jasmani dan kematian, akan ditambahkan pada waktunya (#/TB Rom 8:18-21*).

          Dalam segala aspeknya, kemerdekaan ini adalah pemberian Kristus, yg oleh kematian-Nya telah membayar lunas pembebasan umat-Nya dari perhambaan (#/TB 1Kor 6:20; 7:22* dab). (Mungkin di sini terdapat sindiran pada cerita bahwa dewa-dewa Yunani ‘membeli’ hamba-hamba bagi pembebasan mereka.) Kemerdekaan dari hukum, dosa, dan kematian disampaikan kepada orang percaya, oleh Roh yg mempersatukan mereka dengan Kristus melalui iman (#/TB Rom 8:2*; #/TB 2Kor 8:17*). Kemerdekaan membawa serta pengangkatan sebagai anak (#/TB Gal 4:5*); mereka yg dibebaskan dari dosa menjadi anak-anak Allah dan menerima Roh Kristus sebagai Roh pengangkatan, yg memberikan jaminan bahwa mereka adalah sungguh-sungguh anak Allah dan pewarisNya (#/TB Gal 4:6* dab; #/TB Rom 8:5* dab).

          Jawaban manusia terhadap anugerah kemerdekaan (eleutheria), dan sesungguhnya caranya menerima anugerah itu adalah secara sukarela menerima ikatan perhambaan (douleia) kepada Allah (#/TB Rom 6:17-22*), kepada Kristus (#/TB 1Kor 7:22*), kepada kebenaran (#/TB Rom 6:18*), dan terhadap semua orang karena Injil (#/TB 1Kor 9:19-23*) dan karena Juruselamat (#/TB 2Kor 4:5*). Kemerdekaan Kristen bukanlah merupakan penghapusan tanggung jawab, juga bukan dukungan bagi kebebasan mutlak. Orang Kristen tidak lagi ‘berada di bawah hukum Taurat’ (#/TB Rom 6:14*) bagi keselamatan, tapi itu tidak berarti bahwa orang Kristen hidup ‘tanpa’ hukum dalam hubungan dengan Allah (#/TB 1Kor 9:21*).

          Hukum ilahi, seperti yg ditafsirkan dan dicontohkan oleh Kristus sendiri, tetap merupakan ukuran yg mengungkapkan kehendak Kristus bagi hamba-hamba-Nya yg dibebaskan-Nya sendiri (#/TB 1Kor 7:22*). Dengan demikian orang Kristen berada’di bawah hukum bagi Kristus’ (#/TB 1Kor 9:19-23*). ‘Hukum Kristus’ (#/TB Gal 6:2*) — menurut Yakobus, ‘hukum kemerdekaan’ (#/TB Yak 1:25; 2:12*) — adalah hukum kasih (#/TB Gal 5:13* dab; bnd #/TB Mr 12:28* dab; #/TB Yoh 13:34*), dasar dari persembahan dini secara sukarela dan terus-menerus bagi kebaikan orang banyak (#/TB 1Kor 9:1-23; 10:23-33*) dan kemuliaan Allah (#/TB 1Kor 10:31*). Kehidupan dalam kasih ini adalah jawaban dari rasa syukur yg dituntut dan dibangkitkan oleh Injil yg membebaskan. Kemerdekaan Kristen secara tepat adalah kemerdekaan untuk kasih dan pelayanan kepada Allah dan manusia, dan karena itu apabila kemerdekaan tersebut dijadikan dalih bagi kebebasan menurut maunya sendiri tanpa kasih, itu adalah penyalahgunaan (#/TB Gal 5:13*; bnd #/TB 1Pet 2:16*; #/TB 2Pet 2:19*), atau sikap tidak peduli yg tidak dapat dipertanggungjawabkan (#/TB 1Kor 8:9-12*).

          Paulus menulis surat kepada orang Galatia untuk melawan ancaman terhadap kemerdekaan Kristen, seperti dikemukakan oleh teologia yg dipengaruhi Yudaisme. Persoalan mendasar, seperti dilihatnya, adalah kecukupan Kristus bagi penyelamatan, terlepas dari aural perbuatan atas dasar hukum Taurat. Para penganut paham Yahudi berpendapat bahwa orang kafir yg sudah percaya kepada Kristus tetap memerlukan sunat supaya diselamatkan.

          Paulus membantah, karena jika demikian halnya, maka dengan alasan yg sama mereka (akan) harus melakukan seluruh hukum Musa bagi keselamatan; tapi hal ini akan menjadi usaha mencari pembenaran melalui hukum Taurat, dan usaha demikian itu akan berarti menjauh dari kasih karunia dan dari Kristus (#/TB Gal 5:2-4*). Paulus berpendapat bahwa orang Kristen, asal Yahudi atau asal Kafir, adalah bebas dari semua tuntutan untuk menjalankan hukum Taurat bagi penerimaan mereka, sebab sebagai orang yg percaya kepada Kristus ia telah diterima secara penuh (#/TB Gal 3:28* dab), sebagaimana dibuktikan oleh karunia Roh kepadanya (#/TB Gal 3:2* dab, 14; #/TB Gal 4:6; 5:18*). Tidak ada alasan untuk mengharuskan orang kafir yg baru bertobat dibebani upacara-upacara yg diajarkan Musa (sunat, hari-hari Raya keagamaan, #/TB Gal 4:10*, dsb), yg setidak-tidaknya berasal dari zaman pra-Kristen. Pekerjaan penebusan oleh Kristus telah membebaskannya secara penuh dari tuntutan untuk mencari keselamatan melalui hukum Taurat (#/TB Gal 3:13; 4:5; 5:1*). Tugasnya sekarang ialah, pertama, memelihara anugerah kemerdekaan yg dari Allah itu guna menentang setiap orang yg mengatakan kepadanya bahwa iman kepada Kristus saja tidak cukup untuk menyelamatkannya (#/TB Gal 5:1*). Dan, kedua, menggunakan kemerdekaannya sebaik mungkin dengan jalan membiarkan Roh memimpinnya ke dalam pelaksanaan hukum kasih secara bertanggung jawab (#/TB Gal 5:13* dst).

          Pada bagian lain, Paulus menunjukkan hal yg sama. Orang Kristen bebas dari tuntutan untuk bekerja bagi keselamatannya, dan ia juga tidak terikat kepada upacara-upacara Yahudi ataupun kepada takhayul dan pantangan-pantangan kafir. Ada keluwesan tentang banyak hal yg netral di mana ‘segala sesuatu halal bagiku’ (#/TB 1Kor 6:12; 10:23*). Dalam hal-hal ini, orang Kristen harus menggunakan kemerdekaannya secara bertanggungjawab menurut pertimbangan yg tepat dan membangun serta menghargai dengan lembut perasaan hati saudara-saudara yg lemah (bnd #/TB 1Kor 8; 9; 10*; #/TB Rom 14:1-15:7*).

          III. Kehendak bebas

          Perdebatan historis tentang apakah manusia yg jatuh ke dalam dosa masih memiliki ‘kehendak bebas’, hanya mempunyai suatu hubungan tidak langsung dengan pemikiran Alkitab tentang kemerdekaan. Harus dibuat pembedaan-pembedaan untuk menunjukkan persoalan-persoalan yg tercakup di dalamnya.

          1. Jika ungkapan ‘kehendak bebas’ dipahami secara moralistis dan psikologis, sebagai kemampuan menentukan pilihan yg tidak dipaksakan, secara spontan, dengan sukarela dan karena itu dapat dipertanggungjawabkan, Alkitab penuh dengan petunjuk bahwa semua manusia memilikinya, baik yg belum atau yg sudah dilahirkan kembali.

          2. Jika ungkapan itu dipahami secara metafisis, dalam pengertian bahwa tindakan-tindakan manusia pada masa yg akan datang tidak (dapat) dipastikan, dan karena itu pada dasarnya tidak dapat diramalkan, nampaknya Alkitab tidak menegaskan ataupun menyangkali suatu tindakan di masa depan yg tidak dapat dipastikan, sehubungan dengan kehidupan moral atau keadaan jasmani orang itu sendiri. Tapi nampaknya ada pengertian bahwa dalam hubungan dengan Allah, tidak ada suatu hal di masa yg akan datang, yg tidak dapat dipastikan; sebab Ia lebih dahulu mengetahui dan dalam hal tertentu, Ia mengatur lebih dahulu semua hal. *PELIHARA, PEMELIHARAAN; *TENTU, PENENTUAN DARI SEMULA.

          3. Jika ungkapan itu dipahami secara teologis, sebagai petunjuk tentang suatu kemampuan bawaan pada manusia yg belum dilahirkan kembali, untuk melakukan tindakan-tindakan yg baik tanpa syarat menurut pandangan Allah, atau untuk menjawab undangan Injil, nas-nas seperti #/TB Rom 8:5-8*; #/TB Ef 2:1-10*; #/TB Yoh 6:44*, nampaknya menunjukkan bahwa tak ada manusia yg bebas untuk ketaatan dan iman, sampai ia dibebaskan dari kuasa dosa oleh anugerah Allah yg diberikan lebih dahulu. Segala pilihan bebas lewat satu atau lain jalan merupakan tindakan-tindakan melayani dosa sampai anugerah menghancurkan kuasa dosa dan menggerakkannya untuk taat kepada Injil (bnd #/TB Rom 6:17-22*; dan *DOSA; *LAHIR, KELAHIRAN KEMBALI).

       KEPUSTAKAAN.
Arndt, MM; H Schleir dalam TWNT; GAE, hlm 326 dst; Calvin, Institutio, 3, 9.

No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...