KITAB-KITAB INJIL
Bentuk jamak ‘Injil-injil’ (Yunani euangelia) tidak
dapat dimengerti pada zaman para rasul, juga tidak pada dua generasi
berikutnya. Dalam pemberitaan rasuli hanya ada satu euangelion yg benar;
barangsiapa memberitakan yg lain dari itu, kata Paulus, terkutuklah ia (#/TB
Gal 1:8* dab). Keempat tulisan yg secara tradisional menempati bagian paling
depan PB, sebenarnya adalah 4 tulisan tentang satu Injil —‘ Injil Allah …
mengenai AnakNya’ (#/TB Rom 1:1-3*). Kemudian pada pertengahan abad 2 M barulah
bentuk jamak digunakan; demikianlah Yustinus Martir mengatakan bahwa
‘tulisan-tulisan yg disusun oleh rasul-rasul’ disebut ‘Injil-injil’ (First
Apology 66). Para penulis terdahulu memakai bentuk tunggal, apakah ia menunjuk
kepada satu Injil atau kepada satu kumpulan tulisan seperti itu (bnd Didache 8.
2; Ignatius, Philadelphians 8. 2). Judul-judul tradisional dari keempat tulisan
itu menunjukkan, bahwa di dalamnya kita memiliki Injil atau kabar baik tentang
Kristus menurut keempat Penginjil tersebut. Dan pemakaian bentuk tunggal untuk
menunjukkan penulisan rangkap empat, berlangsung untuk waktu yg lama setelah
pemakaian bentuk jamak yg pertama.
I. Tahapan lisan
Sebagian
besar bahan yg terdapat dalam keempat Injil untuk waktu yg lama dalam keadaan
lisan hingga memperoleh bentuk tertulis seperti yg kita kenal sekarang.
a. Perkataan-perkataan Yesus
Yesus
memulai tugas pelayanan-Nya di Galilea dengan ‘memberitakan Injil Allah’; isi
Injil ini adalah, ‘waktu yg ditentukan sudah tiba dan Kerajaan Allah sudah
dekat’. Ia mendorong pendengar-Nya untuk bertobat dan percaya akan Injil (#/TB
Mr 1:14* dab; bnd #/TB Luk 4:18-21*). Pemberitaan-Nya bukan tanpa pendahuluan,
tapi adalah penggenapan janji Allah yg disampaikan pada waktu-waktu dahulu
melalui nabi-nabi. Sekarang, Allah pada akhirnya telah mengunjungi umat-Nya;
inilah bukan saja bobot dari pemberitaan Yesus, tapi juga bobot dari
pekerjaan-pekerjaan-Nya yg akbar (#/TB Luk 7:16*), yg merupakan tanda-tanda
bahwa kuasa kejahatan sedang hancur bila berhadapan dengan kerajaan Allah (#/TB
Mat 12:22-29*; #/TB Luk 11:14-22*). Nada yg sama terdapat dalam
perumpamaan-perumpamaan Yesus, yg menghimbau pendengar-Nya untuk mengambil
keputusan dan berjaga-jaga demi menyambut kedatangan kerajaan Allah.
Sebagai
tambahan pada tugas pelayanan-Nya kepada masyarakat umum, Yesus menganggap
perlu memberikan petunjuk-petunjuk sistematis kepada murid-murid-Nya sedemikian
rupa — sehingga mudah mereka ingat dan lakukan. Perdebatan-perdebatan-Nya
dengan orang Farisi dan para penentang lainnya, juga menghasilkan
pernyatan-pernyataan yg sekali didengar, sukar terlupakan, hal-hal mana sangat
membekas dalam ingatan murid-murid-Nya dan di kemudian hari merupakan kekuatan
bagi mereka dalam menghadapi berbagai tantangan.
b. Tradisi rasuli
Ada
beberapa acuan dalam PB tentang ‘tradisi’ (Yunani paradosis) yg diterima oleh
para rasul dan Tuhan Yesus, dan yg kemudian mereka ‘teruskan’ kepada
orang-orang yg bertobat. Tradisi ini, dalam arti yg sesungguhnya, terdiri dari
kesaksian rasul-rasul terhadap ‘segala sesuatu yg dikerjakan dan diajarkan
Yesus, sampai pada hari Ia terangkat’ (#/TB Kis 1:1* dab; bnd #/TB Kis 1:21*
dab). Kesaksian ini dibuat dan dihidupkan terus dalam berbagai cara — terutama
dalam pemberitaan pekabaran Injil, dalam pengajaran kepada orang-orang yg
bertobat dan dalam ibadah Kristen. Dalam #/TB 1Kor 15:3* dab Paulus memberikan
garis besarnya —‘ bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan
Kitab Suci; dan bahwa Ia telah dikuburkan, dan Ia telah dibangkitkan pada hari
yg ketiga, sesuai dengan Kitab Suci, dan bahwa Ia telah menampakkan diri kepada
banyak orang’ yg menjadi saksi mata, beberapa disebut namanya dan kebanyakan
dari mereka masih hidup pada waktu Paulus menulis surat ini. Paulus menambahkan
bahwa Injil, apakah itu diberitakan oleh Paulus atau oleh murid-murid yg
mendahuluinya, kenyataan-kenyataan dasar dan asasi dari pemberitaan mereka
adalah sama (#/TB 1Kor 15:11*). Ini ditegaskan dalam surat-surat yg bukan
berasal dari Paulus, juga dalam kutipan-kutipan dari pemberitaan Kristen purba
yg diikhtisarkan dalam Kis. Dalam pemberitaan, peristiwa-peristiwa yg
menyelamatkan diberitakan; Yesus dinyatakan adalah Tuhan dan Kristus; manusia
dipanggil untuk bertobat dan menerima pengampunan melalui Dia.
Beberapa
contoh pengajaran kepada orang-orang yg baru percaya dimuat dalam surat-surat
rasuli; jelas bahwa dasar pengajaran ini adalah apa yg diajarkan Yesus sendiri.
Jadi, dalam memberikan ajaran tentang pernikahan, Paulus mengutip perintah
Yesus yg melarang perceraian (#/TB 1Kor 7:10*); ia mengutip Yesus pula tentang
dana penunjang pemberita-pemberita Injil (#/TB 1Kor 9:14*). Tapi ada petunjuk
tentang pengajaran yg lebih sistematis dengan metode kateketis; dan ketika
jumlah orang yg bertobat bertambah banyak, terutama dalam pemberitaan Injil
kepada non-Yahudi, maka ‘sekolah-sekolah’ untuk melatih para pengajar perlu
diadakan, dan ringkasan ajaran Yesus perlu dibuat baik lisan maupun tertulis.
Boleh jadi ‘kumpulan perkataan Yesus’ yg disusun oleh ‘sekolah-sekolah’
tersebut, dijadikan sumber data oleh Matius dan Markus untuk tulisan mereka,
dan di waktu yg lebih kemudian mungkin Injil Mat disusun dalam suatu sekolah yg
demikian (Stendahl, The School of St. #/TB Mat 2*).
Juga
dalam ibadah, pekerjaan-pekerjaan dan perkataan-perkataan Yesus pasti diingat.
Pada waktu-waktu paling dini iman bersemi, dan orang-orang yg telah mengenal
Yesus bila bertemu hampir tidak dapat melewatkan sapaan, ‘Apakah Saudara
mengingat bagaimana Guru kita…?’ Perjamuan Malam merupakan kesempatan yg paling
mantap untuk menceritakan kembali peristiwa kematian-Nya dengan
peristiwa-peristiwa yg mendahului maupun sesudahnya (#/TB 1Kor 11:26*).
Cerita tentang sengsara Yesus yg
selalu diceritakan dan diceritakan kembali, baik dalam ibadah Kristen maupun
dalam pemberitaan Injil (bnd #/TB 1Kor 2:2*; #/TB Gal 3:1*), sesungguhnya
mendapat bentuk sebagai suatu keseluruhan pada waktu paling dini — suatu
kesimpulan yg ditetapkan oleh nalar kritik bentuk bahasa dari Injil-injil yg
ada. Oleh metode kritik bentuk bahasa itu telah diusahakan untuk memisahkan dan
menggolongkan berbagai-bagai unit yg dapat berdiri sendiri, yg telah
dikumpulkan bersama-sama dalam Injil-injil tertulis, dan untuk menggambarkan
situasi-situasi yg hidup dari mana mereka berasal dan dipelihara dalam
penyebarannya secara lisan.
II. Injil-injil tertulis
Awal
penulisan Injil, seperti dapat diduga, berbarengan dengan akhir peranan
generasi Kristen pertama. Setelah orang-orang yg dari semula yg adalah
‘saksi-saksi mata dan pelayan-pelayan Firman’ (#/TB Luk 1:2*) sudah tidak ada
lagi, sangat terasa betapa pentingnya harus ada catatan tertulis yg permanen, jauh
lebih dirasakan daripada waktu-waktu sebelumnya. Justru pada saat inilah maka
tradisi abad kedua merupakan awal penulisan Kitab Injil, dan memang demikianlah
adanya: keempat Injil Kanonik mungkin ditulis dalam kurun waktu thn 60-100 M.
Kita tidak perlu menduga bahwa sebelum thn 60 M Injil disebarkan semata-mata
secara lisan, setidak-tidaknya beberapa di antara ‘banyak orang’, yg menurut
#/TB Luk 1:1* ‘telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa
yg telah terjadi’, mungkin telah melakukannya secara tertulis sebelum thn 60 M
— tapi dokumen-dokumen yg menunjukkan hal itu sudah tidak ada lagi, kecuali yg
telah dimasukkan ke dalam Injil-injil tertulis yg ada sekarang ini.
Kita dapat
membedakan beberapa lapisan tradisi dalam keempat Injil. Dalam hal ini,
sebagaimana dalam hal lain, Yoh berbeda dari ketiga Injil lainnya dan sebaiknya
dipikirkan tersendiri. Tiga Injil lainnya saling berhubungan sampai mereka
memberikan bahan ‘sinoptik’ (artinya, berpandangan sama) — misalnya bila isi
masing-masing diletakkan dalam tiga jalur sejajar, persamaan dan perbedaan yg
terdapat dalam ketiga Injil itu gampang diteliti. Atas dasar inilah ketiga
Injil itu disebut ‘Injil-injil Sinoptik’ — sebutan yg pertama kali diberikan
kepada mereka oleh J. J Griesbach pada thn 1774.
a. Injil-injil Sinoptik
Suatu
studi perbandingan atas Mat, Mrk dan Luk menunjukkan bahwa dalam ketiga Injil
ini atau dalam dua di antaranya terdapat kumpulan bahan yg sama. Isi pokok 606
ay dari 661 ay dalam Mrk (tidak termasuk #/TB Mr 16:9-20*) muncul dalam bentuk
yg disingkatkan dalam Mat; 380 ay dari 661 ay dari Mrk muncul dalam Luk. Dengan
perkataan lain dapat dikemukakan bahwa dari 1.068 ay dalam Mat, 500 ay
mengandung isi pokok dari 606 ay dalam Mrk, dan dari 1.149 ay dalam Luk, 380
ayatnya mempunyai persamaan dengan Mrk. Hanya 31 ay dalam Mrk yg tidak
mempunyai persamaan dalam Mat atau Luk. Mat dan Luk masing-masing mempunyai 250
ay yg mengandung materi yg sama yg tidak mempunyai persamaan dengan Mrk;
kadang-kadang materi yg sama ini muncul dalam Mat dan Luk dalam bh yg
benar-benar sama, tapi kadang-kadang dengan banyak perbedaan kata. Sekitar 300
ay dari Mat tidak mempunyai persamaan dalam ketiga Injil lainnya; demikian juga
halnya dengan 520 ay dalam Luk.
Mengenai
penyaluran bahan yg sama dan yg khusus dalam Injil-injil Sinoptik, tidak
terdapat jalan pintas untuk memberikan berita yg memuaskan. Tidak ada alasan yg
apriori untuk menganggap satu Injil lebih dahulu dan yg lain lebih kemudian,
atau menganggap salah satu Injil sebagai sumber dari Injil lainnya, dan Injil
yg lebih kemudian bergantung kepada Injil yg terdahulu. Juga keobyektifan
analisis statistik tidak dapat menjamin suatu penyelesaian. Suatu pemecahan
hanya dapat dicapai dengan menggunakan pertimbangan nalar kritis dan cermat,
setelah tersedia seluruh data terkait (relevan) dan disusun sedemikian rupa,
dan kemungkinan-kemungkinan alternatif pilihan dapat ditetapkan. Jika
kesepakatan yg bulat belum dapat dicapai setelah satu setengah abad
penyelidikan Kitab-kitab Sinoptik, itu mungkin adalah akibat tidak cukup data
untuk tujuan tersebut, atau karena lapangan penyelidikan terlalu terbatas.
Namun beberapa pendapat tertentu diterima oleh lebih banyak ahli daripada
pendapat lainnya.
Satu di
antaranya ialah prioritas dari Mrk dan pemakaiannya sebagai sumber pokok bagi
kedua Injil Sinoptik yg lain. Pendapat ini, yg dapat dikatakan telah diletakkan
atas dasar yg mantap oleh C Lachmann pada thn 1835, tidak semata-mata
bergantung atas hal bahwa Mat dan Mrk yg kadang-kadang susunannya sama,
berlawanan dengan Luk; Mrk dan Luk lebih sering berlawanan dengan Mat, tapi Mat
dan Luk tidak pernah berlawanan dengan Mrk (yg segalanya dapat dijelaskan dgn
cara lain), tapi lebih bergantung kepada penyelidikan perbandingan yg lebih
terperinci tentang cara di mana bahan yg sama diulangi dalam ketiga Injil itu,
bagian demi bagian. Bagian terbesar dari nas-nas itu keadaannya dapat
dimengerti dengan baik sekali, jika laporan-laporan dari Mrk dipakai sebagai
sumber oleh salah satu atau kedua Injil yg lain.
Hanya
sedikit saja ahli yg pernah menganggap Luk sebagai sumber dari kedua Injil
lainnya, tapi pandangan yg menganggap bahwa Mrk adalah rampaian dari Mat telah
dianut untuk waktu yg lama, terutama oleh pengaruh Agustinus. Tapi bagian di
mana Mat dan Mrk mempunyai bahan yg sama, Mrk lebih lengkap dari Mat, dan sama
sekali bukan merupakan singkatan; dan sering, dua laporan yg mempunyai
persamaan dapat lebih baik dijelaskan dengan menganggap bahwa Mat mempersingkat
Mrk, ketimbang menganggap Mrk menjelaskan Mat. Walaupun Mat dan Luk tidak
pernah sesuai dalam urutan berlawanan dengan Mrk, mereka ada kalanya memperlihatkan
persamaan kata yg berlawanan dengan Mrk, tapi hal-hal seperti itu sebagian
besar menunjukkan kemajuan tata bh atau gaya bh dari Mrk, dan dalam nominal
atau arti tidaklah cukup untuk mengurangi bukti bagi prioritas Mrk.
Unsur Mrk
yg bersesuaian dalam tradisi Sinoptik adalah lebih penting, karena hubungan yg
erat antara kerangka Mrk dan pemberitaan rasuli. Hubungan ini tidak terlalu
bergantung kepada tradisi yg menganggap Petrus sebagai wibawa di balik cerita
Mrk (suatu tradisi yg didukung dari dlm oleh bg-bg tertentu cerita Injil), tapi
kepada fakta (dibuktikan oleh C. H Dodd), bahwa suatu kerangka pemberitaan yg
sama dengan kerangka yg dapat dilihat pada beberapa bagian Surat-surat PB dan
pada laporan-laporan dalam Kis, adalah merupakan benang yg dengannya Markus
telah merangkaikan beberapa satuan bahan bagi Injil-nya.
Bahan yg
sama pada Mrk dan salah satu atau kedua Injil Sinoptik lainnya, sebagian besar
terdiri dari bahan cerita. (Kekecualian utama dim hal ini adalah perumpamaan-perumpamaan
dlm #/TB Mr 4* dan khotbah ttg akhir zaman dlm #/TB Mr 13*.) Pada pihak lain,
bahan yg bukan berasal dari Mrk tapi termuat dalam Mat dan Luk, sebagian besar
adalah terdiri dari perkataan-perkataan Yesus. Dapat dikatakan bahwa bahan Mrk
menceritakan apa yg Yesus lakukan, tapi bahan yg bukan berasal dari Mrk
melaporkan apa yg Yesus ajarkan. Di sini kita menemukan perbedaan yg dapat
dibandingkan dengan apa yg biasa dibedakan (walaupun pada kadar yg
dibesar-besarkan) antara ‘pemberitaan’ (kerygma) dan ‘pengajaran’ (didache)
rasuli. Bahan yg bukan berasal dari Mrk tapi sama termuat dalam Mat dan Luk
secara selaras, tanpa prasangka disebut ‘Q’, sesuai kebiasaan yg telah
diberlakukan sejak awal abad 20.
Jumlah
bahan tersebut antara 200-250 ay, mungkin diambil oleh salah seorang penulis
Injil dari penulis lainnya atau oleh kedua penulis dari sumber yg sama. Hanya
sedikit ahli, itupun kalau ada, yg menganggap Matius mengambil bahannya dari
Lukas. Memang lebih mudah menganggap demikian ketimbang menganggap Lukas
mengambil bahannya dari Matius. Pendapat yg terakhir ini terus mendapat
dukungan yg luas tapi lemah terhadap kecaman, karena itu berarti bahwa Lukas
telah menempatkan dalam urutan yg relatif tidak teratur suatu tatanan yg teratur
di mana bahan ‘Q’ muncul dalam Mat, tanpa memberikan alasan yg masuk akal
mengapa hal ini harus disusun demikian.
Anggapan
bahwa bahan ‘Q’ diambil dari sumber yg sama oleh Matius dan Lukas menghadapi
lebih sedikit kesulitan ketimbang anggapan lainnya.
Apabila
kita coba menata kembali sumber data seperti diduga ini, kita harus hati-hati,
jangan berpikir bahwa kita dapat berbuat demikian secara utuh. Namun apa yg
dapat kita tata kembali daripadanya mengingatkan kita kepada pola umum
kitab-kitab para nabi dalam PL. Kitab-kitab ini biasanya berisi laporan tentang
panggilan nabi, catatan tentang nubuat-nubuatnya yg disusun dalam suatu
kerangka cerita, tapi tanpa menyinggung kematiannya. Jadi bahan ‘Q’
kelihatannya berasal dari suatu himpunan bahan yg mulai dengan cerita tentang
pembaptisan Yesus oleh Yohanes dan pencobaan yg dialami-Nya di padang gurun.
Ini merupakan pendahuluan pelayanan-Nya yg diikuti oleh kelompok-kelompok
perkataan-Nya yg disusun dalam suatu kerangka cerita sederhana; tapi tidak
sedikit pun dikemukakan cerita tentang kesengsaraan. Ada empat kelompok ajaran
utama, dapat disebut sebagai: (i) Yesus dan Yohanes Pembaptis; (ii) Yesus dan
murid-murid-Nya; (iii) Yesus dan para penentang-Nya; (iv) Yesus dan masa depan.
Karena
bahan satu-satunya yg dapat digunakan untuk merekonstruksikan sumber ini adalah
bahan yg bukan berasal dari Markus, tapi yg termuat dalam Mat dan Luk, maka
persoalan apakah Markus juga menggunakannya tidak dapat dijawab dengan memuaskan.
Bahwa bahan-bahan itu lebih dahulu dari Mrk memang adalah mungkin; bahan-bahan
itu mungkin telah digunakan untuk maksud-maksud kateketis dalam penginjilan
kepada masyarakat non-Yahudi yg berpangkalan di Antiokhia. Kenyataan bahwa
beberapa bahan ‘Q’ dalam Mat dan Luk hampir sama kata-katanya, walaupun di
tempat lain terdapat perbedaan bahasa, telah dijelaskan dengan jalan menyatakan
bahwa ada terdapat dua berkas tradisi yg berbeda dalam ‘Q’; tapi keterangan yg
lebih memuaskan ialah, bahwa ‘Q’ telah diterjemahkan ke bh Yunani dari bh Aram,
dan bahwa Matius dan Lukas kadang-kadang memakai terjemahan yg sama dan
kadang-kadang yg berbeda.
Dalam hal
ini sebaiknya diingat pernyataan Papias (lih Eus., EH 3.39) yg menyatakan bahwa
‘Matius menyusun logia dalam logat Ibrani (Aram), dan setiap penterjemah
berusaha menerjemahkannya sebaik mungkin’. Logia, ‘ucapan (ilahi)’, mungkin
adalah istilah khusus yg tepat bagi isi dari susunan demikian, seperti telah
kita usahakan melihatnya di balik bahan ‘Q’.
Pertanyaan tentang sumber-sumber lain yg mana yg digunakan oleh Matius
dan Lukas, adalah lebih pelik dibandingkan rekonstruksi dari sumber ‘Q’. Matius
nampaknya telah memasukkan bahan dari kumpulan lain perkataan Yesus, yg sejajar
dengan ‘Q’, tapi yg lebih diindahkan di Yudea daripada di Antiokhia — kumpulan
tersebut dapat diberi nama ‘M’. Lukas telah memasukkan satu berkas bahan yg
sangat khusus (sebagian besar terdapat antara ps 9 dan 18) yg mungkin diambil
dari Kaisarea — bahan ini diberi nama’L’. Apakah sumber-sumber ini telah dalam
bentuk tertulis sebelum dikutip oleh para penulis Injil, masih diragukan.
Lukas
disebut telah memperjelas salinannya dari sumber ‘Q’ dengan informasi yg
diperoleh di Kaisarea dan di tempat lain, dengan demikian menghasilkan naskah
pendahuluan dari Injilnya, yg kadang-kadang disebut ‘Proto-Lukas’, yg ke
dalamnya pada waktu yg lebih kemudian data-data dari bahan Markus dimasukkan.
Untuk penilaian hipotesa ‘Proto-Lukas’ lih D Guthrie, New Testament Introduction3,
1970, hlm 175-183. Pada umumnya disetujui bahwa Matius menggabungkan
sumber-sumbernya, sedangkan Lukas menyatukannya. Cerita-cerita kelahiran Yesus
terletak di luar bahan Sinoptik yg lain; tentang cerita-cerita ini harus diakui
adanya dokumen-dokumen Semitis yg dipakai oleh kedua Penginjil itu.
Harus
ditekankan betapa menarik dan instruktif sekalipun kupasan tentang sumber Injil
itu — Injil-injil itu sendiri pada dirinya adalah jauh lebih penting daripada
sumber-sumber tersebut, dari mana diduga Injil-injil itu berasal. Memang baik untuk
menentukan sumber-sumber mana yg mungkin telah digunakan oleh para penulis
Injil; tapi jauh lebih baik untuk memikirkan ‘makna guna’ apa yg mereka gali
dari sumber-sumber itu. Pada tahun-tahun terakhir ini makin disadari, bahwa
‘kritik redaksi’ adalah sama penting peranannya dalam penelitian Injil seperti
kritik ‘tradisi’. Kritik tradisi menelusuri sejarah tradisi yg akhirnya
diterima oleh para penulis Injil menjadi bahan tulisan mereka. Sedangkan kritik
redaksi memusatkan perhatian pada sumbangan masing-masing penulis Injil dalam
pengolahan dan penyajian bahan-bahan tradisi itu. Setiap Injil Sinoptik adalah
suatu keseluruhan yg berdiri sendiri, bukan melulu gabungan dari beberapa
bagian tulisan yg lain; masing-masing mempunyai pandangan sendiri tentang Yesus
dan pekerjaanNya, dan masing-masing mempunyai sumbangan khusus dalam gambar
Yesus seutuhnya, yg diberikan oleh PB kepada kita.
b. Injil keempat
Yohanes
menyajikan suatu tradisi yg baik dari masa dim, yg berdiri sendiri dan
dipertahankan di luar jalur tradisi Sinoptik, tidak saja dalam ingatan murid yg
dikasihi itu, tapi juga dalam suatu persekutuan Kristen yg hidup, mungkin
sekali di lingkungan pergaulan dari mana berasal syair pujian Odes of Solomon
pada waktu yg lebih kemudian. Luasnya latar belakang yg sama dalam Yoh dan
naskah-naskah Qumran, dan kaitan jalinan
strukturnya kepada rangkaian pembacaan Kitab Suci dalam rumah ibadat Yahudi
Palestina, pada waktu akhir-akhir ini sangat menolong untuk menekankan bahwa
tradisi Yohanes mempunyai sumbernya di Yahudi Palestina. Demikian adanya,
sekalipun kebutuhan pendengar masyarakat Yunani yg cukup luas timbul dalam
pikiran, sewaktu Injil ini diberi bentuk literatur pada akhir abad pertama
Kristen. Dan kerangka pemberitaan rasuli dapat dilihat dalam Injil keempat
‘tidak kurang jelasnya daripada dalam Mrk’ (C. H Dodd, The Apostolic Preaching
and its Development, 1950, hlm 69). *YOHANES, INJIL.
III. Injil empat ganda
Segera
setelah penerbitan Injil keempat, empat Injil Kanonik mulai beredar sebagai
satu kumpulan dan demikian seterusnya sejak saat itu. Siapa yg mula-mula
mengumpulkannya menjadi satu bentuk empat ganda belum diketahui. Juga sangat
tidak pasti di mana kesatuan yg empat ganda ini pertama kalinya dikenal — ada
yg menduga Efesus atau Roma. Para penulis Katolik dan Gnostik sama-sama
menunjukkan tidak saja pengenalan keempat Injil tapi juga pengakuan akan
wibawanya. Gospel of Truth oleh Valentina
(thn 140-150 M), yg baru-baru ini ditemui di antara tulisan-tulisan Gnostik
dari Cheboskion, tidaklah dimaksudkan untuk menambah atau menggantikan keempat
Injil Kanonik, yg wibawanya dia anggap pasti dan mantap. Gospel of Truth itu
lebih merupakan suatu rangkaian meditasi tentang ‘injil yg benar’ yg diabadikan
di dalam keempat Injil (dan di dlm Kitab-kitab PB lainnya).
Marcion
menonjol sebagai kekecualian dalam penolakannya terhadap Mat, Mrk dan Yoh, dan
dalam menyebarluaskan Luk (dlm redaksional yg dibuat sendiri) sebagai
satu-satunya euangelion, Injil yg otentik. Dokumen-dokumen anti Marcion (mis
kata-kata pendahuluan dari Injil yg anti Marcion, dan kemudian, Kanon
Muratoria) tidak memperkenalkan Injil empat ganda sebagai sesuatu yg baru, tapi
menegaskan lagi kewibawaannya sebagai jawaban terhadap kritik Marcion.
Dalam setengah abad sesudah thn 95 M, Theodor Zahn hanya mendapati 4
kutipan ‘Injil’ dalam literatur Kristen yg masih ada, yg dengan jelas tidak
berasal dari empat Injil Kanonik. Bahwa ‘riwayat singkat rasul-rasul’, yg
menurut Yustinus dibacakan di gereja bersama tulisan-tulisan nabi-nabi, yg
berarti keempat Injil, didukung oleh kenyataan bahwa bahan Injil dalam karya
penulisan Yustinus yg berasal dari Gospel of Peter atau Gospel of Thomas (yg
ditulis dgn nama samaran) adalah sedikit sekali dibandingkan bahan-bahan dari
empat Injil Kanonik.
Keadaan
lebih jelas bila kita tiba pada murid Yustinus Tatian, yg susunan Injilnya
Diatessaron (disusun thn 170 M) yg dalam waktu lama tetap merupakan edisi
Injil-injil yg disukai di gereja-gereja Asyria (kalau bukan yg ‘disahkan’).
Terpisah dari suatu fragmen kecil edisi Yunani dari Diatessaron yg ditemukan di
Dura-Europos di S Efrat dan yg diterbitkan thn 1935, pengetahuan kita tentang
karya penulisan itu sampai pada akhir-akhir ini adalah tidak langsung, hanya
berdasarkan terjemahan-terjemahan (beberapa adalah terjemahan kedua atau
ketiga) dari naskah Siria. Tapi pada thn 1957 sebagian besar uraian Efraim
tentang Diatessaron (ditulis kr pertengahan abad 4 dim bh Siria) ditemukan dalam
suatu naskah perkamen (kulit) pada koleksi A Chester Beatty; naskah ini
diterbitkan oleh L Leloir dengan terjemahan Latin thn 1963, dan menyumbangkan
penerangan yg berharga tentang sejarah Diatessaron pada kurun waktu dini.
Tatian
memulai susunan karyanya dengan #/TB Yoh 1:1-5*, dan mungkin mengakhirinya
dengan #/TB Yoh 21:25*. Adalah keempat Injil yg membekalinya dengan bahan-bahan
untuk penyusunan tersebut; pemasukan bahan dari luar Kanon yg dapat ditemukan
(mungkin dari Gospel according to the Hebrews) tidak mempengaruhi fakta dasar
mi; juga modifikasi-modifikasi kata dalam Injil yg mencerminkan pandangan
Encratite dari Tatian (*KANON PB) tidak mengubahnya.
Keunggulan
keempat Injil yg dibuktikan oleh karya Tatian diperkuat satu dekade kemudian
oleh Irenaeus. Bagi Irenaeus sifat empat ganda dari Injil adalah salah satu
dari sekian fakta kristiani yg diterima, yg kebenarannya jelas seperti keempat
penjuru dunia atau keempat mata angin dari langit (Adv. Haer 3. 11. 8). Klemen
dari Aleksandria yg sezaman dengan dia, hati-hati dalam membedakan ‘Keempat
Injil yg diteruskan kepada kita’, dari tulisan-tulisan yg tidak dikanonkan,
tempat ia mengambil bahan dari waktu ke waktu, seperti Gospel according to the
Egyptians (Miscellanies 3. 13). Tapi tulisan-tulisan yg tidak dikanonkan
seperti itu tidak digunakan oleh Tertullian sebagai sumber bahan, dan ia
membatasi diri hanya menggali bahan dari Injil Kanon, yg ia berikan kewibawaan
khusus karena penulisnya adalah rasul-rasul atau orang-orang yg dekat dengan
rasul-rasul. (Seperti penulis-penulis Kristen barat lainnya, ia menyusun
keempat Injil menjadi Injil ‘rasuli’ Mat dan Yoh, mendahului Luk dan Mrk.)
Origenes (230 M) menyimpulkan sikap universal yg sudah lama ditetapkan ketika
ia berbicara tentang ‘keempat Injil, yg tidak dipersoalkan lagi di dalam Gereja
Allah di bawah seluruh langit’ (Commentary on Matthew, dlm Eus., EH 6. 25. 4).
Sama seperti Irenaeus, Origenes menyusunnya menurut urutan yg kita kenal
sekarang ini.
Semua Kitab
Injil adalah tanpa nama dalam arti bahwa tidak satu pun di antaranya
mencantumkan nama penulisnya. Penunjukan pertama terhadap Matius dan Markus
sebagai Penginjil ditemukan dalam tulisan Papias, uskup Hierapolis di Frigia
pada pertengahan pertama abad 2 M. Pernyataannya, dibuat atas kewibawaan ‘Sang
Penatua’, bahwa ‘Markus, sang juru bahasa Petrus, menuliskan dengan seksama
segala perkataan atau perbuatan Tuhan Yesus, yg ia (Petrus) ucapkan, tapi tidak
menurut urutannya…’, memang menunjuk kepada Injil kedua. Pernyataannya tentang
penyusunan logia oleh Matius (dikutip di atas, butir II) lebih menimbulkan
persoalan, dan masih diperdebatkan apakah ia menunjuk kepada Injil pertama,
atau kepada suatu kumpulan perkataan Yesus (sebagaimana dianjurkan di atas) atau
kepada suatu rangkaian nubuat Mesianik, atau kepada sesuatu yg lain. Hunjukan
paling terdahulu dan gamblang kepada Lukas dan Yohanes sebagai Penginjil,
terdapat dalam kata-kata pendahuluan Injil anti Marcion (sampai beberapa tahap
sekurang-kurangnya menggunakan karya Papias yg hilang) dan Irenaeus. Yg
terakhir ini menyimpulkan laporan yg ia terima sebagai berikut: ‘Matius
mengusahakan penulisan Injil di antara orang-orang Ibrani dalam logat bahasa
mereka sendiri, sedangkan Petrus dan Paulus memberitakan Injil di Roma dan
mendirikan gereja di sana. Setelah kepergian mereka, Markus, murid dan juru
bahasa Petrus, meneruskan kepada kita dalam bentuk tertulis isi pokok dari
khotbah Petrus. Lukas, rekan Paulus, ‘menuliskan dalam sebuah kitab, Injil yg
diberitakan oleh rasul itu. Kemudian Yohanes, murid Tuhan Yesus, yg pernah
bersandar di dada Yesus, pada gilirannya menceritakan Injil-nya pada waktu ia
di Efesus di Asia’ (Adv. Haer 3. 1. 1).
Tanpa
menyokong semua yg dikatakan Irenaeus, kita dapat sungguh-sungguh menyetujui,
bahwa dalam Injil-injil Kanonik kita mempunyai kesaksian rasuli tentang
penyataan Allah dalam Kristus yg menyelamatkan, yg dipelihara dalam bentuk
empat ganda (lih artikel-artikel ttg keempat Injil masing-masing).
KEPUSTAKAAN. Aland d11, Studia
Evangelica, 1959; C. H Dodd, The Apostolic Preaching and its Developments,
1936; History and the Gospel, 1936; W. R Farmer, The Synoptic Problem, 1976; T.
W Manson, The Sayings of Jesus, 1949; Studies in the Gospels and Epistles, 1961;
D. E Nineham (red), Studies in the Gospels, 1955; B Orchard dan T. R. W
Longstaff (red), J. J Griesbach: Synoptic and Text-critical Studies, 1978; N
Perrin, Rediscovering the Teaching of Jesus, 1968; J Rohde, Rediscovering the
Teaching of the Evangelists, 1968; J. H Ropes, The Synoptic Gospels, 1934; W
Sanday, The Gospels in the Second Century, 1876; B de Solages, A Greek Synopsis
of the Gospels, 1959; V. H Stanton, The Gospels as Historical Document 3 jld,
1903-1920; B. H Streeter, The Four Gospels, 1924; V Taylor, The Gospels’, 1960;
The Formation of the Gospel Tradition, 1933. .
No comments:
Post a Comment