Thursday, August 23, 2018

KITAB-KITAB INJIL


KITAB-KITAB INJIL
       Bentuk jamak ‘Injil-injil’ (Yunani euangelia) tidak dapat dimengerti pada zaman para rasul, juga tidak pada dua generasi berikutnya. Dalam pemberitaan rasuli hanya ada satu euangelion yg benar; barangsiapa memberitakan yg lain dari itu, kata Paulus, terkutuklah ia (#/TB Gal 1:8* dab). Keempat tulisan yg secara tradisional menempati bagian paling depan PB, sebenarnya adalah 4 tulisan tentang satu Injil —‘ Injil Allah … mengenai AnakNya’ (#/TB Rom 1:1-3*). Kemudian pada pertengahan abad 2 M barulah bentuk jamak digunakan; demikianlah Yustinus Martir mengatakan bahwa ‘tulisan-tulisan yg disusun oleh rasul-rasul’ disebut ‘Injil-injil’ (First Apology 66). Para penulis terdahulu memakai bentuk tunggal, apakah ia menunjuk kepada satu Injil atau kepada satu kumpulan tulisan seperti itu (bnd Didache 8. 2; Ignatius, Philadelphians 8. 2). Judul-judul tradisional dari keempat tulisan itu menunjukkan, bahwa di dalamnya kita memiliki Injil atau kabar baik tentang Kristus menurut keempat Penginjil tersebut. Dan pemakaian bentuk tunggal untuk menunjukkan penulisan rangkap empat, berlangsung untuk waktu yg lama setelah pemakaian bentuk jamak yg pertama.

          I. Tahapan lisan
          Sebagian besar bahan yg terdapat dalam keempat Injil untuk waktu yg lama dalam keadaan lisan hingga memperoleh bentuk tertulis seperti yg kita kenal sekarang.
             a. Perkataan-perkataan Yesus
             Yesus memulai tugas pelayanan-Nya di Galilea dengan ‘memberitakan Injil Allah’; isi Injil ini adalah, ‘waktu yg ditentukan sudah tiba dan Kerajaan Allah sudah dekat’. Ia mendorong pendengar-Nya untuk bertobat dan percaya akan Injil (#/TB Mr 1:14* dab; bnd #/TB Luk 4:18-21*). Pemberitaan-Nya bukan tanpa pendahuluan, tapi adalah penggenapan janji Allah yg disampaikan pada waktu-waktu dahulu melalui nabi-nabi. Sekarang, Allah pada akhirnya telah mengunjungi umat-Nya; inilah bukan saja bobot dari pemberitaan Yesus, tapi juga bobot dari pekerjaan-pekerjaan-Nya yg akbar (#/TB Luk 7:16*), yg merupakan tanda-tanda bahwa kuasa kejahatan sedang hancur bila berhadapan dengan kerajaan Allah (#/TB Mat 12:22-29*; #/TB Luk 11:14-22*). Nada yg sama terdapat dalam perumpamaan-perumpamaan Yesus, yg menghimbau pendengar-Nya untuk mengambil keputusan dan berjaga-jaga demi menyambut kedatangan kerajaan Allah.

             Sebagai tambahan pada tugas pelayanan-Nya kepada masyarakat umum, Yesus menganggap perlu memberikan petunjuk-petunjuk sistematis kepada murid-murid-Nya sedemikian rupa — sehingga mudah mereka ingat dan lakukan. Perdebatan-perdebatan-Nya dengan orang Farisi dan para penentang lainnya, juga menghasilkan pernyatan-pernyataan yg sekali didengar, sukar terlupakan, hal-hal mana sangat membekas dalam ingatan murid-murid-Nya dan di kemudian hari merupakan kekuatan bagi mereka dalam menghadapi berbagai tantangan.

             b. Tradisi rasuli

             Ada beberapa acuan dalam PB tentang ‘tradisi’ (Yunani paradosis) yg diterima oleh para rasul dan Tuhan Yesus, dan yg kemudian mereka ‘teruskan’ kepada orang-orang yg bertobat. Tradisi ini, dalam arti yg sesungguhnya, terdiri dari kesaksian rasul-rasul terhadap ‘segala sesuatu yg dikerjakan dan diajarkan Yesus, sampai pada hari Ia terangkat’ (#/TB Kis 1:1* dab; bnd #/TB Kis 1:21* dab). Kesaksian ini dibuat dan dihidupkan terus dalam berbagai cara — terutama dalam pemberitaan pekabaran Injil, dalam pengajaran kepada orang-orang yg bertobat dan dalam ibadah Kristen. Dalam #/TB 1Kor 15:3* dab Paulus memberikan garis besarnya —‘ bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci; dan bahwa Ia telah dikuburkan, dan Ia telah dibangkitkan pada hari yg ketiga, sesuai dengan Kitab Suci, dan bahwa Ia telah menampakkan diri kepada banyak orang’ yg menjadi saksi mata, beberapa disebut namanya dan kebanyakan dari mereka masih hidup pada waktu Paulus menulis surat ini. Paulus menambahkan bahwa Injil, apakah itu diberitakan oleh Paulus atau oleh murid-murid yg mendahuluinya, kenyataan-kenyataan dasar dan asasi dari pemberitaan mereka adalah sama (#/TB 1Kor 15:11*). Ini ditegaskan dalam surat-surat yg bukan berasal dari Paulus, juga dalam kutipan-kutipan dari pemberitaan Kristen purba yg diikhtisarkan dalam Kis. Dalam pemberitaan, peristiwa-peristiwa yg menyelamatkan diberitakan; Yesus dinyatakan adalah Tuhan dan Kristus; manusia dipanggil untuk bertobat dan menerima pengampunan melalui Dia.

             Beberapa contoh pengajaran kepada orang-orang yg baru percaya dimuat dalam surat-surat rasuli; jelas bahwa dasar pengajaran ini adalah apa yg diajarkan Yesus sendiri. Jadi, dalam memberikan ajaran tentang pernikahan, Paulus mengutip perintah Yesus yg melarang perceraian (#/TB 1Kor 7:10*); ia mengutip Yesus pula tentang dana penunjang pemberita-pemberita Injil (#/TB 1Kor 9:14*). Tapi ada petunjuk tentang pengajaran yg lebih sistematis dengan metode kateketis; dan ketika jumlah orang yg bertobat bertambah banyak, terutama dalam pemberitaan Injil kepada non-Yahudi, maka ‘sekolah-sekolah’ untuk melatih para pengajar perlu diadakan, dan ringkasan ajaran Yesus perlu dibuat baik lisan maupun tertulis. Boleh jadi ‘kumpulan perkataan Yesus’ yg disusun oleh ‘sekolah-sekolah’ tersebut, dijadikan sumber data oleh Matius dan Markus untuk tulisan mereka, dan di waktu yg lebih kemudian mungkin Injil Mat disusun dalam suatu sekolah yg demikian (Stendahl, The School of St. #/TB Mat 2*).

             Juga dalam ibadah, pekerjaan-pekerjaan dan perkataan-perkataan Yesus pasti diingat. Pada waktu-waktu paling dini iman bersemi, dan orang-orang yg telah mengenal Yesus bila bertemu hampir tidak dapat melewatkan sapaan, ‘Apakah Saudara mengingat bagaimana Guru kita…?’ Perjamuan Malam merupakan kesempatan yg paling mantap untuk menceritakan kembali peristiwa kematian-Nya dengan peristiwa-peristiwa yg mendahului maupun sesudahnya (#/TB 1Kor 11:26*).

             Cerita tentang sengsara Yesus yg selalu diceritakan dan diceritakan kembali, baik dalam ibadah Kristen maupun dalam pemberitaan Injil (bnd #/TB 1Kor 2:2*; #/TB Gal 3:1*), sesungguhnya mendapat bentuk sebagai suatu keseluruhan pada waktu paling dini — suatu kesimpulan yg ditetapkan oleh nalar kritik bentuk bahasa dari Injil-injil yg ada. Oleh metode kritik bentuk bahasa itu telah diusahakan untuk memisahkan dan menggolongkan berbagai-bagai unit yg dapat berdiri sendiri, yg telah dikumpulkan bersama-sama dalam Injil-injil tertulis, dan untuk menggambarkan situasi-situasi yg hidup dari mana mereka berasal dan dipelihara dalam penyebarannya secara lisan.

          II. Injil-injil tertulis

          Awal penulisan Injil, seperti dapat diduga, berbarengan dengan akhir peranan generasi Kristen pertama. Setelah orang-orang yg dari semula yg adalah ‘saksi-saksi mata dan pelayan-pelayan Firman’ (#/TB Luk 1:2*) sudah tidak ada lagi, sangat terasa betapa pentingnya harus ada catatan tertulis yg permanen, jauh lebih dirasakan daripada waktu-waktu sebelumnya. Justru pada saat inilah maka tradisi abad kedua merupakan awal penulisan Kitab Injil, dan memang demikianlah adanya: keempat Injil Kanonik mungkin ditulis dalam kurun waktu thn 60-100 M. Kita tidak perlu menduga bahwa sebelum thn 60 M Injil disebarkan semata-mata secara lisan, setidak-tidaknya beberapa di antara ‘banyak orang’, yg menurut #/TB Luk 1:1* ‘telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yg telah terjadi’, mungkin telah melakukannya secara tertulis sebelum thn 60 M — tapi dokumen-dokumen yg menunjukkan hal itu sudah tidak ada lagi, kecuali yg telah dimasukkan ke dalam Injil-injil tertulis yg ada sekarang ini.

          Kita dapat membedakan beberapa lapisan tradisi dalam keempat Injil. Dalam hal ini, sebagaimana dalam hal lain, Yoh berbeda dari ketiga Injil lainnya dan sebaiknya dipikirkan tersendiri. Tiga Injil lainnya saling berhubungan sampai mereka memberikan bahan ‘sinoptik’ (artinya, berpandangan sama) — misalnya bila isi masing-masing diletakkan dalam tiga jalur sejajar, persamaan dan perbedaan yg terdapat dalam ketiga Injil itu gampang diteliti. Atas dasar inilah ketiga Injil itu disebut ‘Injil-injil Sinoptik’ — sebutan yg pertama kali diberikan kepada mereka oleh J. J Griesbach pada thn 1774.

a. Injil-injil Sinoptik

             Suatu studi perbandingan atas Mat, Mrk dan Luk menunjukkan bahwa dalam ketiga Injil ini atau dalam dua di antaranya terdapat kumpulan bahan yg sama. Isi pokok 606 ay dari 661 ay dalam Mrk (tidak termasuk #/TB Mr 16:9-20*) muncul dalam bentuk yg disingkatkan dalam Mat; 380 ay dari 661 ay dari Mrk muncul dalam Luk. Dengan perkataan lain dapat dikemukakan bahwa dari 1.068 ay dalam Mat, 500 ay mengandung isi pokok dari 606 ay dalam Mrk, dan dari 1.149 ay dalam Luk, 380 ayatnya mempunyai persamaan dengan Mrk. Hanya 31 ay dalam Mrk yg tidak mempunyai persamaan dalam Mat atau Luk. Mat dan Luk masing-masing mempunyai 250 ay yg mengandung materi yg sama yg tidak mempunyai persamaan dengan Mrk; kadang-kadang materi yg sama ini muncul dalam Mat dan Luk dalam bh yg benar-benar sama, tapi kadang-kadang dengan banyak perbedaan kata. Sekitar 300 ay dari Mat tidak mempunyai persamaan dalam ketiga Injil lainnya; demikian juga halnya dengan 520 ay dalam Luk.

             Mengenai penyaluran bahan yg sama dan yg khusus dalam Injil-injil Sinoptik, tidak terdapat jalan pintas untuk memberikan berita yg memuaskan. Tidak ada alasan yg apriori untuk menganggap satu Injil lebih dahulu dan yg lain lebih kemudian, atau menganggap salah satu Injil sebagai sumber dari Injil lainnya, dan Injil yg lebih kemudian bergantung kepada Injil yg terdahulu. Juga keobyektifan analisis statistik tidak dapat menjamin suatu penyelesaian. Suatu pemecahan hanya dapat dicapai dengan menggunakan pertimbangan nalar kritis dan cermat, setelah tersedia seluruh data terkait (relevan) dan disusun sedemikian rupa, dan kemungkinan-kemungkinan alternatif pilihan dapat ditetapkan. Jika kesepakatan yg bulat belum dapat dicapai setelah satu setengah abad penyelidikan Kitab-kitab Sinoptik, itu mungkin adalah akibat tidak cukup data untuk tujuan tersebut, atau karena lapangan penyelidikan terlalu terbatas. Namun beberapa pendapat tertentu diterima oleh lebih banyak ahli daripada pendapat lainnya.

             Satu di antaranya ialah prioritas dari Mrk dan pemakaiannya sebagai sumber pokok bagi kedua Injil Sinoptik yg lain. Pendapat ini, yg dapat dikatakan telah diletakkan atas dasar yg mantap oleh C Lachmann pada thn 1835, tidak semata-mata bergantung atas hal bahwa Mat dan Mrk yg kadang-kadang susunannya sama, berlawanan dengan Luk; Mrk dan Luk lebih sering berlawanan dengan Mat, tapi Mat dan Luk tidak pernah berlawanan dengan Mrk (yg segalanya dapat dijelaskan dgn cara lain), tapi lebih bergantung kepada penyelidikan perbandingan yg lebih terperinci tentang cara di mana bahan yg sama diulangi dalam ketiga Injil itu, bagian demi bagian. Bagian terbesar dari nas-nas itu keadaannya dapat dimengerti dengan baik sekali, jika laporan-laporan dari Mrk dipakai sebagai sumber oleh salah satu atau kedua Injil yg lain.

             Hanya sedikit saja ahli yg pernah menganggap Luk sebagai sumber dari kedua Injil lainnya, tapi pandangan yg menganggap bahwa Mrk adalah rampaian dari Mat telah dianut untuk waktu yg lama, terutama oleh pengaruh Agustinus. Tapi bagian di mana Mat dan Mrk mempunyai bahan yg sama, Mrk lebih lengkap dari Mat, dan sama sekali bukan merupakan singkatan; dan sering, dua laporan yg mempunyai persamaan dapat lebih baik dijelaskan dengan menganggap bahwa Mat mempersingkat Mrk, ketimbang menganggap Mrk menjelaskan Mat. Walaupun Mat dan Luk tidak pernah sesuai dalam urutan berlawanan dengan Mrk, mereka ada kalanya memperlihatkan persamaan kata yg berlawanan dengan Mrk, tapi hal-hal seperti itu sebagian besar menunjukkan kemajuan tata bh atau gaya bh dari Mrk, dan dalam nominal atau arti tidaklah cukup untuk mengurangi bukti bagi prioritas Mrk.

             Unsur Mrk yg bersesuaian dalam tradisi Sinoptik adalah lebih penting, karena hubungan yg erat antara kerangka Mrk dan pemberitaan rasuli. Hubungan ini tidak terlalu bergantung kepada tradisi yg menganggap Petrus sebagai wibawa di balik cerita Mrk (suatu tradisi yg didukung dari dlm oleh bg-bg tertentu cerita Injil), tapi kepada fakta (dibuktikan oleh C. H Dodd), bahwa suatu kerangka pemberitaan yg sama dengan kerangka yg dapat dilihat pada beberapa bagian Surat-surat PB dan pada laporan-laporan dalam Kis, adalah merupakan benang yg dengannya Markus telah merangkaikan beberapa satuan bahan bagi Injil-nya.

             Bahan yg sama pada Mrk dan salah satu atau kedua Injil Sinoptik lainnya, sebagian besar terdiri dari bahan cerita. (Kekecualian utama dim hal ini adalah perumpamaan-perumpamaan dlm #/TB Mr 4* dan khotbah ttg akhir zaman dlm #/TB Mr 13*.) Pada pihak lain, bahan yg bukan berasal dari Mrk tapi termuat dalam Mat dan Luk, sebagian besar adalah terdiri dari perkataan-perkataan Yesus. Dapat dikatakan bahwa bahan Mrk menceritakan apa yg Yesus lakukan, tapi bahan yg bukan berasal dari Mrk melaporkan apa yg Yesus ajarkan. Di sini kita menemukan perbedaan yg dapat dibandingkan dengan apa yg biasa dibedakan (walaupun pada kadar yg dibesar-besarkan) antara ‘pemberitaan’ (kerygma) dan ‘pengajaran’ (didache) rasuli. Bahan yg bukan berasal dari Mrk tapi sama termuat dalam Mat dan Luk secara selaras, tanpa prasangka disebut ‘Q’, sesuai kebiasaan yg telah diberlakukan sejak awal abad 20.

             Jumlah bahan tersebut antara 200-250 ay, mungkin diambil oleh salah seorang penulis Injil dari penulis lainnya atau oleh kedua penulis dari sumber yg sama. Hanya sedikit ahli, itupun kalau ada, yg menganggap Matius mengambil bahannya dari Lukas. Memang lebih mudah menganggap demikian ketimbang menganggap Lukas mengambil bahannya dari Matius. Pendapat yg terakhir ini terus mendapat dukungan yg luas tapi lemah terhadap kecaman, karena itu berarti bahwa Lukas telah menempatkan dalam urutan yg relatif tidak teratur suatu tatanan yg teratur di mana bahan ‘Q’ muncul dalam Mat, tanpa memberikan alasan yg masuk akal mengapa hal ini harus disusun demikian.

             Anggapan bahwa bahan ‘Q’ diambil dari sumber yg sama oleh Matius dan Lukas menghadapi lebih sedikit kesulitan ketimbang anggapan lainnya.

             Apabila kita coba menata kembali sumber data seperti diduga ini, kita harus hati-hati, jangan berpikir bahwa kita dapat berbuat demikian secara utuh. Namun apa yg dapat kita tata kembali daripadanya mengingatkan kita kepada pola umum kitab-kitab para nabi dalam PL. Kitab-kitab ini biasanya berisi laporan tentang panggilan nabi, catatan tentang nubuat-nubuatnya yg disusun dalam suatu kerangka cerita, tapi tanpa menyinggung kematiannya. Jadi bahan ‘Q’ kelihatannya berasal dari suatu himpunan bahan yg mulai dengan cerita tentang pembaptisan Yesus oleh Yohanes dan pencobaan yg dialami-Nya di padang gurun. Ini merupakan pendahuluan pelayanan-Nya yg diikuti oleh kelompok-kelompok perkataan-Nya yg disusun dalam suatu kerangka cerita sederhana; tapi tidak sedikit pun dikemukakan cerita tentang kesengsaraan. Ada empat kelompok ajaran utama, dapat disebut sebagai: (i) Yesus dan Yohanes Pembaptis; (ii) Yesus dan murid-murid-Nya; (iii) Yesus dan para penentang-Nya; (iv) Yesus dan masa depan.

             Karena bahan satu-satunya yg dapat digunakan untuk merekonstruksikan sumber ini adalah bahan yg bukan berasal dari Markus, tapi yg termuat dalam Mat dan Luk, maka persoalan apakah Markus juga menggunakannya tidak dapat dijawab dengan memuaskan. Bahwa bahan-bahan itu lebih dahulu dari Mrk memang adalah mungkin; bahan-bahan itu mungkin telah digunakan untuk maksud-maksud kateketis dalam penginjilan kepada masyarakat non-Yahudi yg berpangkalan di Antiokhia. Kenyataan bahwa beberapa bahan ‘Q’ dalam Mat dan Luk hampir sama kata-katanya, walaupun di tempat lain terdapat perbedaan bahasa, telah dijelaskan dengan jalan menyatakan bahwa ada terdapat dua berkas tradisi yg berbeda dalam ‘Q’; tapi keterangan yg lebih memuaskan ialah, bahwa ‘Q’ telah diterjemahkan ke bh Yunani dari bh Aram, dan bahwa Matius dan Lukas kadang-kadang memakai terjemahan yg sama dan kadang-kadang yg berbeda.

             Dalam hal ini sebaiknya diingat pernyataan Papias (lih Eus., EH 3.39) yg menyatakan bahwa ‘Matius menyusun logia dalam logat Ibrani (Aram), dan setiap penterjemah berusaha menerjemahkannya sebaik mungkin’. Logia, ‘ucapan (ilahi)’, mungkin adalah istilah khusus yg tepat bagi isi dari susunan demikian, seperti telah kita usahakan melihatnya di balik bahan ‘Q’.

             Pertanyaan tentang sumber-sumber lain yg mana yg digunakan oleh Matius dan Lukas, adalah lebih pelik dibandingkan rekonstruksi dari sumber ‘Q’. Matius nampaknya telah memasukkan bahan dari kumpulan lain perkataan Yesus, yg sejajar dengan ‘Q’, tapi yg lebih diindahkan di Yudea daripada di Antiokhia — kumpulan tersebut dapat diberi nama ‘M’. Lukas telah memasukkan satu berkas bahan yg sangat khusus (sebagian besar terdapat antara ps 9 dan 18) yg mungkin diambil dari Kaisarea — bahan ini diberi nama’L’. Apakah sumber-sumber ini telah dalam bentuk tertulis sebelum dikutip oleh para penulis Injil, masih diragukan.

             Lukas disebut telah memperjelas salinannya dari sumber ‘Q’ dengan informasi yg diperoleh di Kaisarea dan di tempat lain, dengan demikian menghasilkan naskah pendahuluan dari Injilnya, yg kadang-kadang disebut ‘Proto-Lukas’, yg ke dalamnya pada waktu yg lebih kemudian data-data dari bahan Markus dimasukkan. Untuk penilaian hipotesa ‘Proto-Lukas’ lih D Guthrie, New Testament Introduction3, 1970, hlm 175-183. Pada umumnya disetujui bahwa Matius menggabungkan sumber-sumbernya, sedangkan Lukas menyatukannya. Cerita-cerita kelahiran Yesus terletak di luar bahan Sinoptik yg lain; tentang cerita-cerita ini harus diakui adanya dokumen-dokumen Semitis yg dipakai oleh kedua Penginjil itu.

             Harus ditekankan betapa menarik dan instruktif sekalipun kupasan tentang sumber Injil itu — Injil-injil itu sendiri pada dirinya adalah jauh lebih penting daripada sumber-sumber tersebut, dari mana diduga Injil-injil itu berasal. Memang baik untuk menentukan sumber-sumber mana yg mungkin telah digunakan oleh para penulis Injil; tapi jauh lebih baik untuk memikirkan ‘makna guna’ apa yg mereka gali dari sumber-sumber itu. Pada tahun-tahun terakhir ini makin disadari, bahwa ‘kritik redaksi’ adalah sama penting peranannya dalam penelitian Injil seperti kritik ‘tradisi’. Kritik tradisi menelusuri sejarah tradisi yg akhirnya diterima oleh para penulis Injil menjadi bahan tulisan mereka. Sedangkan kritik redaksi memusatkan perhatian pada sumbangan masing-masing penulis Injil dalam pengolahan dan penyajian bahan-bahan tradisi itu. Setiap Injil Sinoptik adalah suatu keseluruhan yg berdiri sendiri, bukan melulu gabungan dari beberapa bagian tulisan yg lain; masing-masing mempunyai pandangan sendiri tentang Yesus dan pekerjaanNya, dan masing-masing mempunyai sumbangan khusus dalam gambar Yesus seutuhnya, yg diberikan oleh PB kepada kita.

             b. Injil keempat

             Yohanes menyajikan suatu tradisi yg baik dari masa dim, yg berdiri sendiri dan dipertahankan di luar jalur tradisi Sinoptik, tidak saja dalam ingatan murid yg dikasihi itu, tapi juga dalam suatu persekutuan Kristen yg hidup, mungkin sekali di lingkungan pergaulan dari mana berasal syair pujian Odes of Solomon pada waktu yg lebih kemudian. Luasnya latar belakang yg sama dalam Yoh dan naskah-naskah Qumran,  dan kaitan jalinan strukturnya kepada rangkaian pembacaan Kitab Suci dalam rumah ibadat Yahudi Palestina, pada waktu akhir-akhir ini sangat menolong untuk menekankan bahwa tradisi Yohanes mempunyai sumbernya di Yahudi Palestina. Demikian adanya, sekalipun kebutuhan pendengar masyarakat Yunani yg cukup luas timbul dalam pikiran, sewaktu Injil ini diberi bentuk literatur pada akhir abad pertama Kristen. Dan kerangka pemberitaan rasuli dapat dilihat dalam Injil keempat ‘tidak kurang jelasnya daripada dalam Mrk’ (C. H Dodd, The Apostolic Preaching and its Development, 1950, hlm 69). *YOHANES, INJIL.

          III. Injil empat ganda

          Segera setelah penerbitan Injil keempat, empat Injil Kanonik mulai beredar sebagai satu kumpulan dan demikian seterusnya sejak saat itu. Siapa yg mula-mula mengumpulkannya menjadi satu bentuk empat ganda belum diketahui. Juga sangat tidak pasti di mana kesatuan yg empat ganda ini pertama kalinya dikenal — ada yg menduga Efesus atau Roma. Para penulis Katolik dan Gnostik sama-sama menunjukkan tidak saja pengenalan keempat Injil tapi juga pengakuan akan wibawanya. Gospel of Truth oleh Valentina (thn 140-150 M), yg baru-baru ini ditemui di antara tulisan-tulisan Gnostik dari Cheboskion, tidaklah dimaksudkan untuk menambah atau menggantikan keempat Injil Kanonik, yg wibawanya dia anggap pasti dan mantap. Gospel of Truth itu lebih merupakan suatu rangkaian meditasi tentang ‘injil yg benar’ yg diabadikan di dalam keempat Injil (dan di dlm Kitab-kitab PB lainnya).

          Marcion menonjol sebagai kekecualian dalam penolakannya terhadap Mat, Mrk dan Yoh, dan dalam menyebarluaskan Luk (dlm redaksional yg dibuat sendiri) sebagai satu-satunya euangelion, Injil yg otentik. Dokumen-dokumen anti Marcion (mis kata-kata pendahuluan dari Injil yg anti Marcion, dan kemudian, Kanon Muratoria) tidak memperkenalkan Injil empat ganda sebagai sesuatu yg baru, tapi menegaskan lagi kewibawaannya sebagai jawaban terhadap kritik Marcion.

Dalam setengah abad sesudah thn 95 M, Theodor Zahn hanya mendapati 4 kutipan ‘Injil’ dalam literatur Kristen yg masih ada, yg dengan jelas tidak berasal dari empat Injil Kanonik. Bahwa ‘riwayat singkat rasul-rasul’, yg menurut Yustinus dibacakan di gereja bersama tulisan-tulisan nabi-nabi, yg berarti keempat Injil, didukung oleh kenyataan bahwa bahan Injil dalam karya penulisan Yustinus yg berasal dari Gospel of Peter atau Gospel of Thomas (yg ditulis dgn nama samaran) adalah sedikit sekali dibandingkan bahan-bahan dari empat Injil Kanonik.

          Keadaan lebih jelas bila kita tiba pada murid Yustinus Tatian, yg susunan Injilnya Diatessaron (disusun thn 170 M) yg dalam waktu lama tetap merupakan edisi Injil-injil yg disukai di gereja-gereja Asyria (kalau bukan yg ‘disahkan’). Terpisah dari suatu fragmen kecil edisi Yunani dari Diatessaron yg ditemukan di Dura-Europos di S Efrat dan yg diterbitkan thn 1935, pengetahuan kita tentang karya penulisan itu sampai pada akhir-akhir ini adalah tidak langsung, hanya berdasarkan terjemahan-terjemahan (beberapa adalah terjemahan kedua atau ketiga) dari naskah Siria. Tapi pada thn 1957 sebagian besar uraian Efraim tentang Diatessaron (ditulis kr pertengahan abad 4 dim bh Siria) ditemukan dalam suatu naskah perkamen (kulit) pada koleksi A Chester Beatty; naskah ini diterbitkan oleh L Leloir dengan terjemahan Latin thn 1963, dan menyumbangkan penerangan yg berharga tentang sejarah Diatessaron pada kurun waktu dini.

          Tatian memulai susunan karyanya dengan #/TB Yoh 1:1-5*, dan mungkin mengakhirinya dengan #/TB Yoh 21:25*. Adalah keempat Injil yg membekalinya dengan bahan-bahan untuk penyusunan tersebut; pemasukan bahan dari luar Kanon yg dapat ditemukan (mungkin dari Gospel according to the Hebrews) tidak mempengaruhi fakta dasar mi; juga modifikasi-modifikasi kata dalam Injil yg mencerminkan pandangan Encratite dari Tatian (*KANON PB) tidak mengubahnya.

          Keunggulan keempat Injil yg dibuktikan oleh karya Tatian diperkuat satu dekade kemudian oleh Irenaeus. Bagi Irenaeus sifat empat ganda dari Injil adalah salah satu dari sekian fakta kristiani yg diterima, yg kebenarannya jelas seperti keempat penjuru dunia atau keempat mata angin dari langit (Adv. Haer 3. 11. 8). Klemen dari Aleksandria yg sezaman dengan dia, hati-hati dalam membedakan ‘Keempat Injil yg diteruskan kepada kita’, dari tulisan-tulisan yg tidak dikanonkan, tempat ia mengambil bahan dari waktu ke waktu, seperti Gospel according to the Egyptians (Miscellanies 3. 13). Tapi tulisan-tulisan yg tidak dikanonkan seperti itu tidak digunakan oleh Tertullian sebagai sumber bahan, dan ia membatasi diri hanya menggali bahan dari Injil Kanon, yg ia berikan kewibawaan khusus karena penulisnya adalah rasul-rasul atau orang-orang yg dekat dengan rasul-rasul. (Seperti penulis-penulis Kristen barat lainnya, ia menyusun keempat Injil menjadi Injil ‘rasuli’ Mat dan Yoh, mendahului Luk dan Mrk.) Origenes (230 M) menyimpulkan sikap universal yg sudah lama ditetapkan ketika ia berbicara tentang ‘keempat Injil, yg tidak dipersoalkan lagi di dalam Gereja Allah di bawah seluruh langit’ (Commentary on Matthew, dlm Eus., EH 6. 25. 4). Sama seperti Irenaeus, Origenes menyusunnya menurut urutan yg kita kenal sekarang ini.

          Semua Kitab Injil adalah tanpa nama dalam arti bahwa tidak satu pun di antaranya mencantumkan nama penulisnya. Penunjukan pertama terhadap Matius dan Markus sebagai Penginjil ditemukan dalam tulisan Papias, uskup Hierapolis di Frigia pada pertengahan pertama abad 2 M. Pernyataannya, dibuat atas kewibawaan ‘Sang Penatua’, bahwa ‘Markus, sang juru bahasa Petrus, menuliskan dengan seksama segala perkataan atau perbuatan Tuhan Yesus, yg ia (Petrus) ucapkan, tapi tidak menurut urutannya…’, memang menunjuk kepada Injil kedua. Pernyataannya tentang penyusunan logia oleh Matius (dikutip di atas, butir II) lebih menimbulkan persoalan, dan masih diperdebatkan apakah ia menunjuk kepada Injil pertama, atau kepada suatu kumpulan perkataan Yesus (sebagaimana dianjurkan di atas) atau kepada suatu rangkaian nubuat Mesianik, atau kepada sesuatu yg lain. Hunjukan paling terdahulu dan gamblang kepada Lukas dan Yohanes sebagai Penginjil, terdapat dalam kata-kata pendahuluan Injil anti Marcion (sampai beberapa tahap sekurang-kurangnya menggunakan karya Papias yg hilang) dan Irenaeus. Yg terakhir ini menyimpulkan laporan yg ia terima sebagai berikut: ‘Matius mengusahakan penulisan Injil di antara orang-orang Ibrani dalam logat bahasa mereka sendiri, sedangkan Petrus dan Paulus memberitakan Injil di Roma dan mendirikan gereja di sana. Setelah kepergian mereka, Markus, murid dan juru bahasa Petrus, meneruskan kepada kita dalam bentuk tertulis isi pokok dari khotbah Petrus. Lukas, rekan Paulus, ‘menuliskan dalam sebuah kitab, Injil yg diberitakan oleh rasul itu. Kemudian Yohanes, murid Tuhan Yesus, yg pernah bersandar di dada Yesus, pada gilirannya menceritakan Injil-nya pada waktu ia di Efesus di Asia’ (Adv. Haer 3. 1. 1).

          Tanpa menyokong semua yg dikatakan Irenaeus, kita dapat sungguh-sungguh menyetujui, bahwa dalam Injil-injil Kanonik kita mempunyai kesaksian rasuli tentang penyataan Allah dalam Kristus yg menyelamatkan, yg dipelihara dalam bentuk empat ganda (lih artikel-artikel ttg keempat Injil masing-masing).

       KEPUSTAKAAN. Aland d11, Studia Evangelica, 1959; C. H Dodd, The Apostolic Preaching and its Developments, 1936; History and the Gospel, 1936; W. R Farmer, The Synoptic Problem, 1976; T. W Manson, The Sayings of Jesus, 1949; Studies in the Gospels and Epistles, 1961; D. E Nineham (red), Studies in the Gospels, 1955; B Orchard dan T. R. W Longstaff (red), J. J Griesbach: Synoptic and Text-critical Studies, 1978; N Perrin, Rediscovering the Teaching of Jesus, 1968; J Rohde, Rediscovering the Teaching of the Evangelists, 1968; J. H Ropes, The Synoptic Gospels, 1934; W Sanday, The Gospels in the Second Century, 1876; B de Solages, A Greek Synopsis of the Gospels, 1959; V. H Stanton, The Gospels as Historical Document 3 jld, 1903-1920; B. H Streeter, The Four Gospels, 1924; V Taylor, The Gospels’, 1960; The Formation of the Gospel Tradition, 1933. .

No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...