Sunday, October 22, 2017

PEMBENARAN ABRAHAM KARENA IMAN




YESAYA PENLOBANG, M.TH (C)

 
KAJIAN TEOLOGIS TENTANG PEMBENARAN ABRAHAM

KARENA IMAN

Abraham dipilih sebagai bapa segala bangsa karena imannya kepada Tuhan, untuk memahami dengan jelas sejauh mana pembenaran iman yang dimaksudkan dalam diri Abraham, dan apa yang menjadikan dirinya beriman, sehingga dengan demikian akan semakin jelas makna pembenaran iman yang sebenarnya dalam pembahasan bab tiga ini.

Latar Belakang Kehidupan Abraham
Dalam Kitab Perjanjian Lama begitu jelas mencatat gambaran iman, melalui kehidupan para tokoh Alkitab dalam Perjanjian Lama.  Salah satu tokoh dalam Perjanjian Lama adalah Abraham yang dijuluki bapa orang percaya, yang mempunyai iman yang luar biasa. Latar belakang kehidupan Abraham sangat memiliki pengaruh yang besar bagi orang percaya karena imannya. Dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid A-L, menjelaskan bahwa:
Etimologi nama Abram (Ibrani 'avram) tidaklah pasti, tapi mungkin berarti “bapak dimuliakan” dan mirip dengan nama-nama Semit Barat seperti Abiram, Ab(a)ram(a), yang juga terdapat dalam naskah-naskah tulisan paku dari abad 19-18. Sesuai janji dalam perjanjian suci antara Allah dengan Abram dan keturunannya turun-temurun, namanya diganti menjadi Abraham ('avraham') yang berarti "bapak sejumlah besar bangsa". Hal ini telah dianggap lain atau suatu bentuk dialektis dan Abram (h menunjukkan huruf hidup yang panjang seperti bahasa Arab Selatan) atau seperti suatu etimologi populer, karena rhm, "banyak". tidak dikenal.[1]

J. D. Douglas, mengatakan bahwa:
Abraham dilahirkan di Ur-Kasdim, di mana ia hidup bersama bapaknya, Terah, dan saudaranya laki-laki, Nahor dan Haran, juga keponakannya, Lot. Ia menikah dengan Sarai. Setelah Haran meninggal, ia pindah ke tanah Haran bersama istrinya, bapaknya dan Lot; kemudian Terah meninggal di Haran. Oleh panggilan Allah, Abraham pada usia 75 tahun meninggalkan Haran bersama Lot dan via Sikhem dan Betel masuk ke Kanaan. Bahaya kelaparan memaksa dia pergi ke Mesir melalui Negeb. Di Mesir ia dan Sarai dapat lolos dari Firaun, hanya karena Allah mendatangkan tulah atas Firaun. Sekembalinya di Betel timbul perselisihan antara Abraham dan Lot, yang selesai dengan kebijaksanaan Abraham mengizinkan Lot memilih lembah Yordan yang subur untuk penggembalaan ternaknya (13:1-14).[2]

Mengenai kehidupan Abraham secara spesifik, sebelum ia dipanggil, tidak diketahui secara pasti. Juga tidak diketahui, seperti apa kualitas hidup Abraham, apakah dia seorang yang saleh, sehingga Allah berkenan padanya dan memanggilnya. Dengan demikian Abraham mendapat jaminan  dari Tuhan Tuhan bahwa ia akan mendapatkan seorang putra, sesuai dengan janji-Nya, maka putra ini akan menjadi suatu bangasa dikemudian hari.
Abraham pada usia lanjut menikah lagi dengan Ketura. “Keturunannya dan perkawinan ini menjadi leluhur dari suku Dedan dan Midian. Setelah mewariskan segala harta miliknya kepada Ishak, dan memberikan bagian kepada putra-putranya yang lain, Abraham meninggal pada usia 175 tahun dan dikuburkan di Makhpela.” [3] Walter Lampp, memberitahukan bahwa:
Dalam Riwayat (teledot) ini dicantumkan tahun kematian seperti dalam Kej. 5. Terah meninggal ketika umur 205 tahun. Abraham telah lahir, ketika terah berumur 70 tahun (Kej. 11:26), dan “Abraham berumur 75 tahun, ketika ia berangkat dari Haran” (Kej. 12:4b). itu berarti Abraham meninggalkan ayahnya dan rumah bapanya, ketika bapanya berumur 145 tahun, atau 60 tahun sebelum kematiannya. [4]

Dalam Galatia 4:21-31, Paulus menjelaskan bahwa dalam Kejadian 15, Allah telah menjanjikan seorang pewaris untuk Abraham melalui Sarah istrinya. Tetapi Sarah mandul dan telah lewat usia subur, maka untuk menerima pewaris melaluinya, Abraham perlu beriman kepada janji Allah. Dengan percaya bahwa Allah akan memenuhi firman-Nya, maka Sarah memiliki putra, yaitu Ishak.
Ishak anak dari Sarah ini adalah anak perjanjian, dan ia diterima sebagai pewaris Abraham dan wakil semua orang yang percaya. Tetapi, seperti yang dinyatakan oleh Kejadian 16, sebelum Ishak dilahirkan, Abraham telah lelah menunggu Allah memberinya putra yang dijanjikan ini. Maka, ia mengambil Hagar, budak Sarah untuk mendapatkan seorang putra. Dengan berbuat ini, Abraham berusaha mengamankan warisannya dengan usaha manusia, usaha daging. Hagar melahirkan Ismael bagi Abraham, tetapi Ismael adalah anak dari daging. Allah menolaknya sebagai pewaris Abraham dan ia menjadi wakil dari semua orang yang mengandalkan daging sebagai jalan keselamatan.

Panggilan Tuhan terhadap Abraham

Abram (sebelum berubah menjadi Abraham) hidup dan tinggal di tengah-tengah komunitas penyembah berhala. Allah memiliki rencana yang khusus kepadanya. Abraham secara khusus dipilih (dikuduskan) untuk menjadi orang pilihan Allah yang akan menurunkan bangsa-bangsa penyembah Allah yang Esa.
Abraham secara khusus "dipisahkan" dari antara orang-orang lain yang politeisme.Kita mengenal kata Ibrani: קָדוֹשׁ - QADOSY dan קֹדֶשׁ - QODESY (Ibrani) dan ἅγιος - HAGIOS (Yunani), makna dasarnya adalah "pemisahan". Tindakan pemisahan kepada Abraham ini merupakan "pengudusan" berarti memisahkan dia dari sifat dan sikap politeisme dan mengkhususkan dirinya bagi Allah. QADOSY dapat berarti 'terpisah' (dikhususkan) atau 'terpotong dari', digunakan terhadap keadaan terlepasnya seseorang atau suatu benda (supaya Allah dapat memakainya, dan dengan demikian terhadap keadaan orang atau obyek yang dilepas itu). Dan jadilah Abraham menjadi seorang penyembah Allah yang Esa.[5]

Abraham menyatakan kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha kuasa, yang kekal, yang mahatinggi, yang empunya langit dan bumi, dan Hakim yang adil atas segala bangsa dan segenap umat manusia. Abraham berhubungan dengan Allah dalam persekutuan yang akrab. Abraham adalah seorang yang dipilih Allah untuk memulai suatu langkah yang awal bagi rencananya yang besar, dipilih dari antara para penyembah-penyembah berhala, menjadi seorang yang berkeyakinan hanya ada Allah yang Esa, dan Abraham memegang mandat ini untuk dilanjutkan secara turun temurun. Walter Lempp, mengatakan bahwa:
Tujuan dan akhir perjalanan itu tersebunyi dalam perjanjian/janji Allah: Abraham tidak diberitahu ke mana arah jalanya! Abraham tidak diberitahukan tujuannya, sehingga ia dapat menggambil keputusan, menurut baik jeleknya negeri yang baru itu. Tetapi ia diundang mempercayai Allah (Kej. 15:6), bahwa tawaran Allah bukanlah omong-kosong atau kabar angin saja. Allah menjanjikan negeri yang baru: Kapan, di mana dan dengan apa Abraham akan sampai kesana adalah masih tetap rahasia Allah. Abraham diikat kepada kesetiaan Allah yang tidak kelihatan (Ibr. 11:1, 8-12).[6]

Pertama kali Abraham menerima panggilan Allah beserta janji Nya, Abraham langsung pergi sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah. Dapat dikatakan bahwa dia adalah orang yang taat begitu saja pada Allah. Panggilan Allah dan janji-Nya itu belum jelas bagi Abraham, sedangkan dalam uraian ini Abraham tidak ada keterangan apakah Abraham sempat bertanya kepada Allah mengenai perintah dan janji itu. Namun apakah dengan demikian dia adalah orang yang bodoh? Tentu saja ketaatannya itu bukanlah sebuah ketaatan yang tak beralasan. Ia taat kepada Allah karena Ia percaya kepada Nya, bahwa Allah akan menjadi petunjuk dan penuntunnya. Kepercayaannya merupakan kepercayaan total kepada Dia yang memanggilnya.
Pergilah a), dari negerimu dan b), dari sanak saudaramu, dan c), dari rumah bapamu. Panggilan Allah adalah pada satu pihak suatu panggilan negatif: meninggalkan, memisahkan diri, menceraikan diri, mengasingkan diri, menyangkal ikatan-ikatan yang tertinggi dan agung bagi setiap manusia karena kelahiran. Kehidupan Abraham selanjutnya tidak lagi ditemukan dan dibentuk dan ditetapkan oleh asal-usulnya dan oleh suasana masyrakat dan marganya, oleh sekitar dan latar belakangnya, oleh lingkungan dan golongannya, melainkan semata-mata oleh firman dan panggilan Allahnya, Tuhan semesta alam. Ia tidak dapat lagi bertanya adat. Nenek moyangnya merekapun beribadah kepada allah lain. (Yos. 24:2); ia tidak dapat lagi memandang ke belakang (Kej. 19:17b, 26; Luk. 9:62;17:31b; Yoh. 6:66; Fil. 3:13); ia harus “melupakan apa yang telah dibelakang” Fil. 3:13.[7]

Maka pergilah Abraham ke negeri yang ditunjukkan Allah dan meninggalkan sanak saudaranya, bukan merupakan keinginannya sendiri melainkan semata-mata oleh firman dan panggilan Allahnya, Tuhan semesta alam.
Dalam Kejadian 12:1-4, Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.” Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lot pun ikut bersama-sama dengan dia.[8]

Kepercayaan Abraham itu adalah pangkal iman orang percaya, “Kejadian. 12:1-3 bukanlah hanya berita tentang pemanggilan Abraham sebagai perseorangan, melainkan pemanggilan itu adalah dasar, asas dan ketentuan kehidupan Israel, baik sebagai bangsa.”[9] “Pasal 12 sejak Abraham dipanggil dan janji berkat kepada bangsa-bangsa melalui benih Abraham menjadi berita utama kitab Kejadian, bab kunci terkait dengan kovenan Abraham dan perjanjian turun-temurun (12:1-3; 15:1-12; 17:1-9).”[10] “Jadi waktu Abraham mentaati panggilan Tuhan untuk meniggalkan Haran  dan pergi ke  Kanaan, dengan itu ia sudah memasuki willayah Mesir, maka priode 430 tahun itu telah berjalan.”[11]
Dalam Kejadian pasal 1-11, kisah-kisah di dalamnya penuh dengan keseluruhan, kemanusiaan  dan keuniversalan. Namun dalam Kej. 12 dimulai suatu keistimewaan, yang khusus dari panggilan Allah dan janji-Nya, hanya ditujukan kepada satu orang saja yakni Abraham. Janji karunia yang diberikan Allah kepada Abraham terdiri dari tiga bagian:
Allah memberikan karunia yang istimewah kepada Abraham karena Allah menjadikan Abraham sebagai bangsa yang besar, Walter Lempp, menjelaskan bahwa:
Pertama, ia akan menjadi bangsa yang besar; orang yang Istrinya mandul yang tidak punya harapan lagi akan keturunan, dijanjikan keturunan yang besar. Yang ditinggalkannya (sanak-saudaranya) diberi Allah secara baru (keturunannya). Kebesaran yang dirindukan masyarakat Babel akan diberikan kepada Abraham. Dalam Perjanjian Lama isi berkat Allah sangat dekat berhubungan dengan keturunan (bnd. Kej. 1:22,28).[12]

Abraham taat pada panggilan Tuhan untuk meninggalkan negerinya, sanak saudaranya dan rumah bapanya maka Abraham pergi dari negerinya, ke negeri yang akan ditunjukkan Allah karena ketaatannya. Namun Peristiwa ini tidak disampaikan secara spesifik mengenai waktu dan tempatnya. Peristiwa ini seperti terjadi secara langsung. Satu hal yang penting adalah bahwa ada suatu perintah yang disampaikan Allah kepada Abraham. Kata pertama dalam Kej. 12:1 adalah “Berfirmanlah Allah…” hal ini mau menunjukkan bahwa bukanlah usaha dan kebijaksanaan Abraham sendiri, melainkan rencana, inisiatif  dan tindakan Allah yang disampaikan kepada manusia.
Panggilan Allah kepada Abraham disertai dengan berkat-berkat, yaitu negeria yang dijanjiakan-Nya. Allah memberkati Abraham karena iman percaya dan ketaatannya yang teguh akan kebenaran-Nya maka, Abraham diubah menjadi orang baru dan berkat keselamatan yang tertinggi diberikan kepadanya. Walter Lempp, menjelaskan bahwa:
Kedua, Allah memberkati Abraham, (memberikan berkat). Berkat dalam Perjanjian Lama berarti bermacam-macam pertambahan kehidupan, penggandaan penghidupan; barangkali kata berkat yang pertama dalam ayat 2 dapat dipahamkan mengenai harta benda Abraham (lihat Kej. 13:2). Adapun Abraham sangat kaya, banyak ternak, perak dan emasnya. Tetapi kata berkat Abram, kedua “dan engkau akan menajdi berkat” dengan segera membatasi pengertian yang pertama itu.. Abraham bukan hanya menerima apa-apa (sesuatu berkat), melainkan Abraham dijadikan berkat. Dengan pengertian berkat sebagai harta saja dibatalkan: Abraham bukan hanya menerima apa-apa melainkan Abrham diubah menjadi orang baru: pembawa kehidupan, pemikul keselamatan, pembuat perdamaian, pemberi sejahterah dan keamanan, Pembina kebenaran dan keadilan, pendiri ibadat yang tulen. Dalam kata berkat itu terkandung keselamatan yang terakhir dan tertinggi, yang diberi Allah kepada manusia.[13]

Berkat yang diberikan Allah kepada Abraham ialah menjadi pengaruh yang baik bagi banyak orang. Allah menjadikan Abraham menjadi orang yang berbeda diantara masyarakat Babel.
Ketiga, nama Abraham menjadi masyhur dibuat Allah: ia menjadi seorang kenamaan, seorang yang ternama, sorang yang berpengaruh pada banyak orang. Apa yang hendak direbut masyarakat Babel, tetapi yang tidak capai dan diterima mereka dengan segala usaha mereka itu yang dikaruniakan Allah kepada Abraham yang mengikuti panggilan-Nya.[14]

Namun pada pasal 15, dikisahkan bahwa seolah-olah Abraham mempertanyakan kepastian janji Allah tersebut, karena kemandulan Sarai. Pada pasal sebelumnya, 11:30, pengarang sudah menceritakan bahwa sarai itu mandul dan tidak mempunyai anak. Janji keturunan ini juga masih diulang lagi pada pasal 17:2, dan 18:10. Hingga pada akhirnya, janji mengenai keturunan ini terpenuhi pada Kej. 21:2.
Yang ditekankan Alkitab adalah campur tangan Allah yang baru dalam kehidupan manusia, yaitu panggilan Allah terhadap Abraham seperti yang disajikan dalam Kejadian 12:1-3. Meskipun Abraham tetap bergerak dalam lingkungan keagamaan zamannya, namun kepergiannya ke Kanaan atas perintah Allah juga merupakan kepergiannya dari masa lampaunnya yang politeistis untuk menyebah Allah yang Esa yang menyatakan diri-Nya kepada-Nya. Bapa-bapa leluhur masing-masing menyebah Allah yang memperlihatkan diri-Nya kepada mereka, yang memilih mereka dan berjanji untuk meyertai mereka.[15]

Kasih karunia Allah dalam iman Abraham, Kepercayaan Abraham dalam Kejadian 12: 1. Firman TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu…”. Atas panggilan, Abraham berangkat menuju hidup yang baru yang akan diarahkan oleh Tuhan langkah demi langkah. Abraham meninggalkan semua kepastian yang mengikatnya, tanah, sanak saudara, rumah orang tuanya dan mengikuti Tuhan tanpa mendapat kepastian lain daripada petunjuk yang nanti akan diberikan kepadanya.
Panggilan dan pemberkatan Abraham merupakan suatu perkembangan baru yang radikal. Di sini Allah berkarya dalam sejarah untuk memenuhi serangkain peristiwa yang akan menjembatani jurang yang telah diakibatkan oleh dosa antara Dia dan ciptaan-Nya. Karena itu, penting ditinjau secara singkat latar belakang sejarah keselamatan ini dan tempatnya dalam sejarah umum setepat mungkin[16]

Kemudian dalam Perjanjian Baru, Abraham diakui sebagai Bapa semua orang beriman (Rm. 4:11, 13) karena kepercayaannya yang mutlak kepada Allah. Kitab suci memang tidak menceritakan seperti apa iman Abraham, sikap hidup dan perbuatannya sebelum dia dipanggil oleh Allah. Nampaknya pengarang lebih menekankan bahwa Allah tidak memandang Abraham pertama-tama dari perbuatannya, melainkan karena rencana dan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri. Hal ini ditegaskan dalam 2 Tim 1: 9-10, “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri...”
“Allah memanggil dan mempersiapkan seorang manusia, yaitu Abram, supaya melalui tokoh ini semua kaum di muka bumi diberkati. Di sini pemanggilan Abram mempunyai tujuan universal. Dari Ur-Kasdim, Abram dituntut ke Kanaan – tanah perjanjian itu.”[17]
Ketaatan Iman Abraham
Ketaatannya Abraham bukanlah sebuah ketaatan yang tak beralasan. Ia taat kepada Allah karena ia percaya kepada-Nya, bahwa Allah akan menjadi petunjuk dan penuntunnya. Kepercayaannya merupakan kepercayaan total kepada Dia yang memanggilnya.
Iman Abraham adalah teladan yang paling mencolok dalam hal ketaatan dan kesiapannya melakukan apa pun perintah Tuhan. Karena iman ia meninggalkan Ur-Kasdim, tindakan yang diberi penekanan oleh Stefanus. Demikian juga ia dipimpin meninggalkan Haran. Karena iman ia menerima kehidupan setengah mengembara atau musafir, kendati negeri Kanaan telah dijanjikan kepadanya. Ia mengalami hanya sebagian dan keseluruhan penggenapan perjanjian itu, yakni menempati sebidang tanah kecil di Makhpela dan memperoleh hak di dekat Bersyeba.
Oleh sebab itu, kepercayaan Abraham kepada Allah monotheis, yang diikuti oleh seluruh keluarganya, tetapi Allah memanggil Abraham dan ia beriman kepada-Nya. “Namun berkaitan dengan penyerahan diri secara total kepada Allah dan karya keselamatan Nya. Kepercayaan Abraham itu adalah pangkal iman”.
Iman Abraham pantas diteladani orang percaya, sebab iman yang dimilikinya tidak hanya sekedar iman tetapi  iman yang benar-benar taat, patuh, tunduk kepada Allah. bahkan iman yang teruji.
Dalam Perjanjian Lama, Walapun kata ‘iman’ (Ibrani ‘emun) sering muncul dalam Perjanjian Baru bahasa Indonesia, dalam PL hanya dua kali yakni Ul 32:20 (TBI menerjemakan ‘kesetiaan’) dan Hab 2:4 (TBI menerjemahkan ‘percayanya’). Tapi ini berarti bahwa gagasan iman tidak penting, banyak istilah lain, misalnya Ibrani batakh, yang dalam TBI biasanya diterjemahakan ‘percaya’[18]

Menurut Nico Syukur, bahwa iman adalah: “orang yang telah mendengarkan sabda Allah dan menaati perintah-Nya harus tetap setia dalam melaksanakan kehendak Allah. Dengan setia, orang beriman harus hidup sesuai dengan tuntunan Allah.”[19] Jadi pengertian iman dalam Perjanjian Lama adalah taat dan patuh kepada suara perintah Allah sedemikian rupa sehingga kepatuhan budi dijelmakan dalam kepatuhan tingkah laku.
Sikap iman Abraham bisa terlihat ketika Allah memerintahkan untuk meninggalkan negeri dimana sudah merasa nyaman di tempat yang didiaminya,  dan juga terlihat  di saat ia mau menyembelih anaknya untuk menjadi korban.  Namun pada akhirnya Allah sendiri menyediakan korban yaitu anak domba yang tersangkut di pohon belukar. “Jadi ketika Allah memerintahkan Abraham untuk meninggalkan negerinya, ia tunduk kepada Allah, dia tidak berkata mengapa harus pindah Tuhan, disini sudah enak dan nyaman namun ia taat kepada Allah.  Abraham tidak segan-segan mempersembahkan Ishak Ketika Allah memerintahkan Abraham agar dipersembahkan anaknya yang tunggal, kesediaan Abraham begitu reshfek dan tidak membantah.”[20]

Dalam hal ini Abraham percaya bahwa Allah sanggup menyediakan korban sebagai ganti anaknya. Dia tetap berkeyakinan untuk melaksanakan perintah Allah. Keyakinan iman Abraham bisa terlihat dengan jelas ketika dia sungguh-sungguh menyiapkan  kayu bakar, mengikat anaknya Ishak, dan bahkan tidak segan-segan untuk menyembelihnya, namun Tuhan Allah melihat hati Abraham (Kej. 22:9-10) sehingga Allah yang menyediakan anak domba. Abraham percaya bahwa Allah akan mampu untuk bertindak dengan menyediakan seekor anak domba sebagai ganti nyawa Ishak, dan ia juga percaya bahwa perintah Allah harus dilaksanakan sekalipun ia harus kehilangan Ishak. Agaknya Abraham tetap berkeyakinan untuk melaksanakan perintah Allah tersebut sekalipun ia percaya bahwa Allah dapat melakukan segala hal untuk menyelamatkan Ishak.
Keteguhan iman Abraham terhadap perintah Allah sangat terihat jelas ketika ia mendirikan mezbah, menyiapkan kayu bakar, mengikat Ishak lalu meletakkannya di atas mezbah dan tumpukan kayu bakar itu, akhirnya Abraham mengulurkan tangannya, mengambil pisau untuk menyembelih anaknya. (Kej. 22: 9-10). Berdasarkan informasi-informasi diatas, dapat memahami bahwa sesungguhnya Abraham menyatakan pernyataan iman yang sungguh sangat luar biasa ketika ia berkata: “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.” (Kej. 22: 8). Allah memang memerintahkan Abraham untuk mengorbankan anaknya tetapi Allah tidak pernah mengatakan apapun kepadanya mengenai korban tebusan pengganti Ishak, yang adalah seekor anak domba. Pada akhirnya, Allah mengetahui bahwa sekalipun Abraham percaya bahwa Dia dapat menggantikan Ishak dengan korban tebusan yang lain, namun ia tetap akan berniat menyembelih anaknya yang tunggal itu. Jadi di sinilah terletak iman yang kokoh itu kepada Allah.
Pengalaman Kristen mula-mula, Paulus menjelaskan contoh tentang iman Abraham yang menyelamatkan.
Ia berargumen dalam 3:6-4:11 bahwa Allah telah memberkati Abraham karena iman, bukan karena ketaatan Abraham kepada Taurat Allah. Abraham tidak mendapatkan berkat keselamatan melalui usaha kedagingan manusia. Argumen Paulus dalam bagian ini agak rumit, tetapi kita dapat meringkasnya dalam lima langkah.  Pertama, Paulus menunjukkan bahwa Abraham dibenarkan karena beriman kepada janji Allah bahwa ia akan mendapatkan seorang putra. Dalam 3:6-7 Paulus merujuk ke Kejadian 15:6 demikian: Pikirkan tentang Abraham: “Ia percaya kepada Allah, dan hal itu diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran.” Jadi, mengertilah bahwa mereka yang percaya adalah anak-anak Abraham (Galatia 3:6-7).[21]

Dari sudut pandang Paulus, Kejadian 15:6 menjelaskan bahwa Abraham dibenarkan oleh imannya kepada firman Allah dan bukan atas dasar penyunatannya yang terjadi beberapa tahun kemudian. Atas dasar ini, Paulus menyimpulkan bahwa anak-anak Abraham yang sejati adalah mereka yang mengikuti teladan Abraham dalam mempercayai janji Allah bagi keselamatan. Keselamatan adalah berkat yang diperoleh dengan sarana iman, dan bukan oleh sunat.
Karena telah timbul pertentangan menyangkut status orang bukan-Yahudi yang tidak bersunat, Paulus selanjutnya mengemukakan bahwa Allah telah memberitahu Abraham bahwa berkat keselamatan akan menyebar melalui dia kepada orang bukan-Yahudi. Dalam Galatia 3:8-9 Paulus merujuk ke Kejadian 12:3 demikian: Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang-orang bukan Yahudi oleh karena iman, telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham: "Olehmu segala bangsa akan diberkati."[22]

 Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu (Gal. 3:8-9). Paulus mengerti Kejadian 12:3 mengajarkan bahwa telah dijanjikan suatu masa ketika orang bukan-Yahudi di seluruh dunia akan menerima berkat Allah. Berkat ini akan datang kepada semua bangsa dengan cara yang sama seperti ketika berkat itu datang kepada Abraham, yaitu melalui iman.
Jadi iman dimaksudkan untuk menunjukkan adanya hubungan manusia dengan Allah. Hubungan yang didasarkan pada sikap atau tindakan manusia yang percaya dan mempercayakan hidupnya kepada Allah dengan segenap hati.  Manusia beriman adalah manusia yang mengiyakan, mengamini, menaruh kepercayaan dan harapan, mengandalkan, berpegang teguh, percaya dan mempercayakan diri pada Allah sebagai sumber dan dasar hidup.

Dasar Kepercayaan Abraham
Di bawah ini merupakan, satu-satunya nama Allah yang dipakai  ketika Abraham atau Ishak mendirikan mezbah bagi Tuhan.
Kata Ibrani Yahweh kadang-kadang diterjemahkan Yehova/Yehuwah. Asal nama yang terakhir ini sebagai berikut. Naskah asli bahasa Ibrani tidak membubuhkan tanda-tanda huruf hidup; pada kurun waktu 'tetragrammaton' (4 huruf) YHWH dianggap teramat suci untuk diucapkan; jadi 'adonay (Tuhan-ku) dipakai sebagai penggantinya bila membacakannya, dan huruf-huruf hidup dari perkataan ini digabungkan dengan huruf-huruf mati YHWH sehingga terbentuklah 'Yehowa' (h) suatu bentuk yang pertama kalinya diperkenalkan pada permulaan abad 12 M.[23]

Kata, “TUHAN”, dalam bahasa ibraninya adalah Yahweh (יהוה) artinya bahwa nama ini menunjuk pada sifat-sifat keTuhanan, yaitu pertama, Elohim sebagai pencipta, penyedia, dan pemelihara segenap kehidupan di planet ini (Maz 19:1-6) dan kedua, Yahweh sebagai keTuhanan juru selamat, penebus, dan pembuat perjanjian. (Maz 19:7-14). Dengan demikian nama Yahweh yang dapat dijelaskan di bawah ini:
Sesungguhnya, Yahweh adalah satu-satunya 'nama' Allah. Dalam Kitab Kej di mana saja perkataan syem ('nama') dihubungkan dengan Allah, nama tersebut adalah Yahweh. Ketika Abraham atau Ishak mendirikan mezbah bagi Tuhan, 'ia memanggil nama Yahweh' (Kej 12:8; 13:4; 26:25). Secara khusus Yahweh adalah Allah para Bapak leluhur Israel, justru berulang-ulang ungkapan 'Yahweh Allah (Elohim) Abraham' dan kemudian Ishak dan akhirnya `Yahweh, Allah Abraham, dan Allah Ishak, dan Allah Yakub', dan mengenai hal tersebut Elohim berkata, 'itulah nama-Ku untuk selama-lamanya' (Kel 3:15).[24]

Oleh sebab itu, nama Yahweh yang perlahan-lahan menggantikan nama-nama yang lain inilah Allah menyatakan diri-Nya sebagai Allah anugerah. Nama ini sering dianggap nama yang paling sakral dan paling diagungkan di antara nama-nama
yang lain, sebagai Allah yang tidak mungkin berubah.
Karena itu, Yahweh  berbeda dari Elohim adalah kata benda nama diri, nama diri Oknum meskipun Oknum tersebut adalah Allah. Dalam hal ini menunjukkan Allah sebagai Oknum, dan dengan demikian mempertemukan Allah dengan tokoh-tokoh manusia dalam suatu hubungan, membawa Allah dekat kepada manusia, dan Ia berbicara kepada para Bapak leluhur sebagai teman terhadap yang lain.[25]

Hubungan Yahweh dengan Abraham sangat dekat karena Abraham menggangap Yahweh adalah Allah para Bapak leluhur Israel atau nenek moyangnya sendiri sebagai teman, sebagai pencipta, penyedia, dan pemelihara segenap kehidupannya, dan sebagai Tuhan  juru selamat, penebus, dan pembuat perjanjian, melalui penyataan Allah, dalam panggilan serta iman percaya  pada janji-Nya itu.
Dalam bagian awal Perjanjian Lama hanya ada sedikit sekali garis abstrak yang berkenan dengan jalan keselamatan. Esensi dari agama para bapa leluhur ditunjukan kepada kita dalam perbuatan. Janji Allah menjadi latar depan dan Abraham dipakai untuk mengemukakan bahwa respons yang tepat adalah iman…tetapi terutama Abraham, yang dinyatakan dihadapan kita sebagai tipikal orang beriman, yang menyerahkan dirinya sendiri kepada Tuhan dengan Iman yang tidak goyah dalam janji-Nya dan dibenarkan karena iman.[26]

Janji Allah merupakan dasar yang kuat dan kokoh bagi Abraham untuk terus menerus mempercayai Tuhan tanpa mengenal lelah dalam situasi dan kondisi keadaan hidup yang sulit. Louis Berkhof, menjelaskan bahwa:
Dalam menekankan iman sebagai prinsip dasar dalam kehidupan religius tidak sadar ketika beralih dari apa yang dikemukakan dalam Perjanjian Lama. Mereka menggangap Abraham adalah tipe dari orang percaya yang sungguh-sungguh (Rm. 4; Gal 3; Ibr 11; Yak 2), dan mereka yang beriman sebagai anak-anak Abraham yang sesungguhnya (Rm 2:28,29; 4:12,16; Gal 3:9).[27]

“Dasar iman. Dasar langsung dari iman adalah kebaikan kemurahan Tuhan serta kesetiaan-Nya, dalam kaitan dengan janji dalam Injil.”[28] Dasar kepercayaan Abraham ialah Iman kepada Yahweh atau nenek moyangnya sendiri. Dengan seluruh hidupnya membuktikan, bahwa ia sungguh-sungguh percaya kepada Allah, dengan iman yang mendalam “Percayalah ia kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran” (Kej 15:6). Iman Abraham  yang begitu kuat dan kokoh sehingga diperhitungkan Allah sebagai kebenaran untuk memperoleh keselamatan.
“Iman yang membenarkan ialah iman yang hidup, bukan iman pengakuan yang kosong. Iman merupakan kepercayaan yang bersifat pribadi yang bergantung pada Kristus saja untuk keselamatan. Iman yang menyelamatkan juga merupakan iman pertobatan yang menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat dan Tuhan.”[29] Orang-orang Perjanjian Lama diselamatkan dengan cara yang sama dengan kita- yaitu melalui penebusan Kristus di kayu salib. Mereka memandang kepada kematian Kristus sebagaimana kita memandang ke belakang kepada kematian Kristus.”[30] R. C. Sproul, memberikan penjelasan bahwa:
Alkitab mengatakan bahwa kita tidak dibenarkan oleh karena perbuatan-perbuatan baik kita, tetapi dengan apa yang diberikan kepada kita berdasarkan iman, yaitu kebenaran Kristus. Sebagai sintesis, sesuatu yang baru ditambahkan pada sesuatu yang dasar. Pembenaran kita merupakan sintesis, oleh karena kita memiliki kebenaran Kristus yang ditambahkan kepada kita. Pembenaran kita adalah berdasarkan imputasi (pelimpahan), yang artinya Allah memindahkan kebenaran Kristus kepada kita berdasarkan iman. Iman merupakan “legal yang bersifat fiksi”. Allah telah melimpahkan kepada kita karya Kristus yang nyata, dan sekarang kita telah menerima karya-Nya. Ini merupakan pelimpahan yang nyata.[31]

Dengan demikian iman percaya Abraham diperhitungkan Allah sebagai kebenaran untuk memperoleh berkat-bekat jasmani yang berlimpah maupun berkat-berkat rohani yaitu keselamatan yang kekal.
Iman jelas merupakan salah satu konsepsi penting dalam seluruh kebenaran firman Tuhan. Di mana-mana iman dituntut dan keutamaannya ditekankan. Iman membuang segala kepercayaan pada sumber-sumber kekuatan sendiri. Iman berarti pasrah menyerahkan diri sendiri tanpa syarat kepada rahmat Allah. Iman berarti memegang teguh janji Allah di dalam Kristus dengan memautkan seluruh kepercayaan kepada karya Kristus yang genap seutuhnya demi keselamatan, dan kepada kekuasaan Roh Kudus demi kekuatan sehari-hari. Iman mencakup kepercayaan yang utuh dan ketaatan mutlak kepada Allah. Tuhan memperhitungkan iman Abraham, sebagai kebenaran iman yang kuat, taat dan teruji untuk memperoleh keselamatan. Kejadian 15:6 “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Dengan demikian kepercayaan Abraham kepada Tuhan melalui imannya yang benar, taat dan teruji.
Oleh sebab itu menjadi orang percaya seharusnya memiliki kepercayaan yang sungguh-sungguh dalam iman kepada Tuhan, seperti Abraham seorang tokoh iman dalam Alkitab yang patut diteladani oleh umat percaya. Dengan demikian kepercayaan kepada Tuhan tanpa ada paksaan atau dorongan orang lain, melainkan melakukan sesuai dengan rela hati serta tulus iklas, dan memiliki penyerahan total atau sepenuhnya kepada Tuhan, serta memiliki sikap yang rendah hati, menghargai orang lain dan melakukan pelayanan yang terbaik sesuai dengan kehendak Tuhan.
Kata “Percayalah” dalam bahasa Ibraninya אמן (aman) artinya keyakinan yang kuat dan kokoh yang tidak akan tergantikan oleh allah lain. Analisisnya dalam Bahasa Ibrani, Kata אמן וְ particle conjunction   אמן verb hiphil perfect 3rd person masculine singular homonym 1, yaitu sebagai berikut: Kata “percaya” merupakan kepercayaan yang penuh, beriman, setia, atau berjanji tepat, dengan  demikian dalam hal percaya berarti, sebagai orang percaya harus menaruh hati sikap dan seluruh kehidupan kepada Tuhan sebagai sandaran, sokongan, yang menguatkan kepercayaan yang penuh, setia sesuai dengan janji Tuhan itu sendiri.
Jadi Abraham mempercayai Tuhan merupakan hal yang baik, patut atau hal seharusnya karena Dia adalah TUHAN pencipta dan pemilik seluruh alam raya ini dan pemilik umat manusia karena Dialah Allah yang berkuasa untuk melakukan segala perkara bagi setiap manusia, yaitu Tuhan yang tidak pernah berubah terhadap panggilan dan janji-Nya.

Tuhan Memperhitungkan Iman Abraham
Frasa, “maka TUHAN memperhitungkan hal itu.” Bahasa Inggrisnya “Count hitung, jumlah; able (s): dapat dihitung.”[32] Dalam Bahasa Ibrani kata חָשַׁב, yaitu analisisnya dalam Bahasa Ibrani חָשַׁב, וְ particle conjunction   חשׁב verb qal waw consec imperfect 3rd person masculine singular suffix 3rd person feminine singular.  
Kata “memperhitungkan” berarti mengangap, menghargai, atau memberi penghargaan yang tinggi, yang tidak bisa dihitung atau dijumlahkan secara angka, karena keselamatan merupakan anugerah Allah yang istimewa yang sungguh berbeda dengan keselamatan dari marah bahaya atau kecelakaan. Anugerah keselamatan yang istimewah itu yang diberikan kepada Abraham sebagai orang yang beriman kepada Tuhan dengan sepenuh hati sehingga ia memperoleh keselamatan yang kekal. Maka masa sekarang ini setiap orang yang sudah percaya kepada-Nya dan mengandalkan Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadi untuk memperoleh hidup kekal atau keselamatan, karena sudah ditebus dengan darah Yesus Kristus di atas kayu salib.
Kata “kebenaran” dalam bahasa Ibraninya צְדָקָה cara bacanya (tsedaqah/tsed-aw-kaw), analisinya dalam Bahasa Ibrani kata צְדָקָה sebagai berikut: Kata kebenaran merupakan suatu keadilan atau kebenaran yang terbukti. Jadi kebenaran dapat ditunjukan serta keadilan dapat ditegakan sesuai dengan kehendak Tuhan itu sendiri. Karena Dia adalah kebenaran dan keadilan itu sendiri sehingga ia memberikan penebus yaitu Yesus sebagai kebenaran dan keadilan untuk membebaskan dan melepaskan manusia dari hukuman maut atau dosa. JL. Ch. Abineno, mengatakan bahwa:
Diselamatkan oleh anugerah adalah suatu konsep dalam  teologi Kristen yang menyatakan bahwa keselamatan manusia adalah pemberian Allah semata. Dalam konsep ini, keselamatan manusia tidak ditentukan oleh perbuatan yang dilakukannya, melainkan berdasarkan anugerah dari Allah yang diterima melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat. Keselamatan itu bukan karena pekerjaan atau perbuatan manusia, melainkan keselamatan itu anugerah Allah.[33]

Konsep ini terdapat di dalam Alkitab Perjanjian Baru. Dalam sejarah kekristenan, selanjutnya konsep ini banyak diperdebatkan, khususnya mengenai kontribusi manusia dalam mengusahakan keselamatannya. Alkitab mengajarkan dengan jelas bahwa manusia yang berdosa “telah diselamatkan dengan cuma-cuma melalui “anugerah" (Roma 4:16). “Jadi dasar pembenaran itu adalah kematian Kristus, dan sarana yang olehnya pembenaran itu menjadi efektif adalah iman”.[34]
Akan tetapi, manusia harus merespon anugerah Allah tersebut bagi dirinya sendiri melalui iman. Melalui penjelasan tersebut, disimpulkan bahwa “karena anugerah oleh iman”, selanjutnya dinyatakan, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanm jangan ada orang yang memegahkan diri” (Efesus 2:8), maka manusia diselamatkan. Dikatakan “jangan kamu memegahkan diri’ artinya jangan kamu menyangka bahwa pekerjaan yang kamu kerjakan adalah suatu jasa melainkan semuanya adalah kasih karunia.[35] Harun Hadiwijono menyatakan, “Menurut Roma 3: 21, 22, agar manusia dapat dibenarkan di dalam penghakiman Allah, ia harus memiliki kebenaran Allah karena iman di dalam Kristus Yesus.”[36]
“Pembenaran yang sejati selalu menghasilkan perbuatan-perbuatan baik di dalam proses pengudusan. Apabila ada pembenaran, maka pengudusan merupakan kelanjutanya…pembenaran bergantung pada iman yang sejati, dimana sebagai akibatnya akan diikuti oleh ketaatan pada perintah Tuhan.”[37] “Kebenaran dari Allah diberikan di dalam Kristus karena iman. Dan iman ini adalah unsur penting dalam pengorbanan-Nya yang mendatangkan penebusan dosa.”[38]
Meskipun Kitab Kejadian yang dikutipnya di sini termasuk hukum Taurat “νομος-(nomos)”, (bandingkan Roma 3:21), Paulus di sini memakai istilah umum: “γραφη-(graphê)”. Dalam LAI tidak tampak bahwa, bertentangan dengan naskah Ibrani (bandingkan Kejadian 15:5 dalam PL), naskah LXX yang dikutip Paulus di sini memakai bentuk pasif, agaknya untuk mencegah pemakaian nama YHVH (nama yang sakral yang tidak diucapkan orang Yahudi). Mengenai “ελογισθη- (elogisthê)” dari kata “λογιζομαι – (logizomai)”, lihat penjelasan uraian Roma 3:28 dan Roma 4:4 dibawah.[39]

Paulus membawa bukti (sebab) bagi perkataannya dalam ayat terdahulu, dengan mengutip Alkitab. Ia tidak memilih cara yang mudah, misalnya dengan mengutip nats yang menggambarkan salah satu kekurangan Abraham, seperti Kejadian 16:2 dyb.; 20:2. Sebaliknya, ia memilih nats yang merupakan salah satu nats-kunci dalam “Abrahamologi'” Yahudi, sebab semua penafsir pada zaman itu
sepakat bahwa di dalamnya “percaya” perlu dianggap sebagai perbuatan amal-ibadah.
Paulus tentu hendak menunjuk-kan bahwa ayat ini harus ditafsirkan dengan cara lain. Dengan demikian ia berupaya merenggut penopang yang penting dari tangan lawannya sekaligus meneguhkan keyakinan sendiri dengan alasan yang kuat. Pola pikir orang Yahudi pada saman Rasul paulus, Kejadian 15:6 menceritakan suatu “amal” Abraham yang layak dibalas dengan upah. Iman Abraham dianggap sebagai amal-ibadah sehingga bagi mereka Kejadian 15:6 mendukung pandangan mereka bahwa Abraham dibenarkan karena perbuatan. Paulus melawan pendekatan tersebut dalam bagian ini. Percaya itu menyangkut iman, bukan perbuatan amal-ibadah agamawi. Karena walaupun Abraham adalah seorang yang taat, namun Kejadian 15:6 menyatakan bahwa Abraham dibenarkan karena iman bukan karena ketaatannya.
Dalam kejadian 15:1-6 perbuatan Abraham tidak dikemukakan. Ia hanya percaya (beriman), dan imannya itu diperhitungkan sebagai kebenaran!. Roma 4:4. LAI TB, Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya. KJV, Now to him that worketh is the reward not reckoned of grace, but of debt. TR, τω δε εργαζομενω ο μισθος ου λογιζεται κατα χαριν αλλα κατα το οφειλημα. Terjemahannya ialah: tô (kepada orang yang) de (adapun) ergazomenô (bekerja) ho misthos (pahala/ upah) ou logizetai (diperhitungkan) kata (menurut)  kharin (kemurahan hati/ karunia) alla (tetapi) kata (menurut) to opheilêma (hutang/ kewajiban).[40]
Jadi, Kata “Kalau” tidak ada dalam naskah Yunani, yang langsung berkata, “Kepada orang yang bekerja, upah...”. “Dalam naskah asli itu “τω δε εργαζομενω – (tô de ergazomenô)” ditempatkan di depan, sehingga jelas mendapat tekanan. “Sebagai hadiah”, Yunani kata “χαριν-(kharin)”. Mengenai “χαρις-(kharis)” lihat uraian Roma 3:24. Di sini perkataan itu dipakai dengan arti umum. Tetapi, melihat isi ayat-ayat yang berikut, arti khusus “kasih karunia (Tuhan)” tersirat di dalamnya. Arti harafiah “οφειλημα-(opheilêma)” bukan “hak”, melainkan “apa yang wajib diberikan”, “hutang”, “kewajiban”.[41]

 Jadi perkataan ini seharusnya dihubungkan dengan pihak pemberi upah
(sejajar dengan “χαρις-(kharis)”, bukan dengan penerimanya. Dalam ayat ini Paulus mulai membuktikan bahwa Kejadian 15:6 perlu ditafsirkan dengan cara lain dari yang lazim dipakai di kalangan orang Yahudi. Bukti itu berlangsung terus sampai dengan ayat 8. Lalu, dalam ayat 9-12, kutipan dari Mazmur 32 dipakai pula untuk meneguhkan suatu unsur lain dalam perikop.
“Roma 3:2-31. Dari pengulangan kata “diperhitungkan”, dapat dimengerti bahwa Roma 4:4-5 merupakan penjelasan Paulus dari Kejadian 15:6. Kata “λογιζομαι-(logizomai)” muncul lagi delapan kali dalam ayat 4-11, dan memainkan peranan kunci dalam penalaran Paulus. Maka perlu diperhatikan artinya (bandingkan juga Roma 9:8 ).[42]

Dalam bahasa Yunani umum kata “λογιζομαι – (logizomai)” itu berarti: a. berhitung, memperhitungkan (dalam perdagangan); b. menarik kesimpulan rasional (lihat Roma 3:28), dan c. bisa bermakna “menambah uang ke dalam rekening orang”.
Pengertiannya bahwa Allah menaruh kebenaran didalam “rekening” orang percaya bukan karena berbuat sesuatu, bukan karena bekerja, tetapi karena percaya. Tetapi dalam LXX, “λογιζομαι-(logizomai)” biasanya merupakan terjemahan perkataan Ibrani Khasyav itu jarang mempunyai arti “berhitung” (Im. 25 :27, 50), dan artinya tidak juga diwarnai oleh pemakaian otak. Biasanya artinya ialah menganggap, menilai, yang sering merupakan penilaian subyektif, yang ditentukan oleh perasaan dan kemauan (Yesaya 13: 17; 33:8; 53:3; Maleakhi 3:16). Pemakaian “λογιζομαι-(logizomai)” atau Khasyav dengan arti yang serupa dengan artinya dalam Kejadian 15:6 kita temukan dalam 2 Samuel 19: 19; Mazmur 32:2, dan khususnya Mazmur 106:31. Penjabaran Paulus mengenai Kejadian 15:6 berkisar pada dua perkataan pokok, yaitu “percaya” dan “memperhitungkan”.
Dalam ayat 4 ini untuk sementara waktu diterimanya pandangan yang lazim di kalangan orang Yahudi, “Kepada yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai kewajiban”. Dengan perkataan lain, sekiranya Abraham telah melakukan perbuatan amal-ibadah, jadi kalau percayanya itu harus dipandang sebagai perbuatan amal-ibadah, sesuai dengan keyakinan, maka pembenaran yang diperolehnya bukanlah anugerah dari Tuhan, melainkan upah yang wajib diberikan kepadanya. Tetapi dalam ayat berikutnya Paulus segera menarik
kembali penerimaan itu.


Dalam pembahasan ini, menjadi jelaslah bagi orang percaya bahwa dasar dari iman adalah karya keselamatan Allah dan kasih karunia-Nya. Dalam hal ini yang menjadi model hidup beriman adalah Abraham. Abraham menyerahkan dirinya secara mutlak pada penyelenggaraan Ilahi. Penyerahan dirinya yang secara total itu dapat dilihat sikapnya yang tanpa banyak bertanya, sehingga Tuhan memperhitungkan sebagai kebenaran untuk memperoleh keselamatan.


Kesimpulan
Penulis dapat menyimpulkan yaitu sebagai berikut:

Pertama, Iman dalam Perjanjian Lama digambarkan dari berbagai pengalaman sepanjang sejarah, di mana orang Israel mempersiapkan untuk menerima Juru selamat, sang Kristus yang datang untuk menyelamatkan dunia. Persiapan ini berlangsung bukan hanya melalui pengalaman yang menyenangkan tapi juga melalui pengalaman pahit. Pengalaman inilah yang membuat orang Israel dapat memahami bahwa Tuhan itu penyayang dan pengasih yang menginginkan damai sejahtera bagi umat-Nya, yaitu: Pertama, Beriman berarti taat dan patuh kepada perintah Allah. Kedua, Perjanjian Lama Iman berarti kesetiaan dalam melaksanakan kehendak Allah. Ketiga, Perjanjian Lama, iman berarti menaruh percaya pada Janji Allah.
Dalam Perjanjian Baru iman berarti: mengamini dengan segenap kepribadian dan cara hidupnya kepada janji Allah, bahwa Ia di dalam Kristus telah mendamaikan orang berdosa dengan diri-Nya sendiri, sehingga segenap hidup orang yang beriman dikuasai oleh keyakinan yang demikian itu. Maka  iman dipandang sebagai tangan yang diulurkan manusia guna meneriman kasih karunia Allah yang besar. Juga dapat dikatakan bahwa iman dipandang sebagai “jalan keselamatan”.
Kedua, Iman adalah dasar dan bukti yang menjadi pengharapan dalam hidup orang percaya. Dengan demikian  iman yang dimiliki setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus adalah pengharapan yang nyata yang belum dilihat tapi akan terjadi. Bukan sesuatu yang sia-sia atau hampa seperti yang diimani oleh orang yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus. Iman kepercayaan telah melakukan apa saja yang tak dapat dilakukan oleh ketaatan akan hukum Taurat; yaitu memberikan kepada manusia damai sejahtera dengan Allah.
Iman ialah sikap di dalamnya seseorang melepaskan andalan pada segala usahanya sendiri untuk mendapatkan keselamatan, entah itu kebajikan, kebaikan susilah atau apa saja, kemudian sepenuhnya mengandalkan Yesus Kristus, dan mengharap hanya dari Dia, segala sesuatu dimaksud oleh keselamatan. Jadi dapat dikatakan bahwa iman adalah pintu menuju pembenaran yang Allah sendiri sediakan melalui Yesus, sehingga manusia yang berdosa mendapat pembenaran yang memampukan manusia hidup bersama-sama dengan Allah Bapa di dalam kekekalan.
Sebagai umat percaya yang mengikut Yesus harus memiliki iman yang sungguh-sungguh percaya, berarti bahwa benar-benar dan serius mengikuti Yesus, serta fokus dan bertindak sesuai dengan firman Tuhan sekalipun tidak Nampak tangan atau berkat Tuhan.

Ketiga, tanggapan Tuhan terhadap iman yaitu: Manusia harus memiliki hubungan erat dengan Allah melalui persekutuan serta merespon anugerah Allah tersebut bagi dirinya sendiri melalui iman. Sebab karena kasih karunia diselamatkan oleh iman, maka keselamatan yang diperoleh Abraham karena iman percayanya diperhitungkan oleh Allah sehingga ia memperoleh keselamatan atau hidup kekal sedangkan sebagai orang percaya masa kini diselamatkan oleh Anugerah Tuhan semata dan bukan usaha manusia. Manusia hanya bisa Mengucap syukur kepada Allah, karena keselamatan yang sudah dinyatakan oleh Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru.


[1]J. D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid A-L, (Jakarta: Yayasan Komunikasih Bina Kasih, 2000), 3.

[2]J. D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid A-L, 6.

[3]Ibid.

[4]Walter Lempp, Tafsiran Kedjadian 5:1-12:3,  (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2011), 190.

[5]Tentang Makna "Kudus/ keterpisahan/ kekhususan" ini dapat dibaca artikel di kudus-suci-vt6232.html#p26784.

[6]Walter Lempp, Tafsiran Kedjadian 5:1-12:3, 201.

[7] Walter Lempp, Tafsiran Kedjadian 5:1-12:3, 199.

[8]Alkitab, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2005.

[9] Walter Lempp, Tafsiran Kedjadian 5:1-12:3, 198.

[10]Jeane. Ch. Obadja, Survei Ringkasan Perjanjian Lama, (Surabaya; Momentum, 2014), 5.

[11]Denis Green, Pembimbing pada pengenalan Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1984),  9.

[12]Walter Lempp, Tafsiran Kedjadian 5:1-12:3,  201

[13]Walter Lempp, Tafsiran Kedjadian 5:1-12:3, 201.

[14]Ibid.

[15]W. S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 1, Taurat dan Sejarah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 163.

[16] Ibid, 137-138.
[17]J. Blommendaal, Pengantar Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 33.

[18]J. D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid A-L, 430.

[19]Ibid, 129.

[20]Rowley H, Ibadat Israel Kuno, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), 18.
[21]Intisari Teologi Paulus Pelajaran Dua Paulus Dan Jemaat Galatia, (tt, Penerbit: Third Millennium Ministries, 1997), 10-11.

[22]Ibid, 10-11.

[23]J. D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid A-L, 38.

[24]Ibid.
[25]J. D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid A-L, 38.

[26]Louis Berkhof, Teologi sistematika 4, (Surabaya: Momentum, 2014), 191.

[27]Ibid, 190.

[28]Ibid, 208.
[29]R. C. Sproul, Kebenaran-kebenaran Dasar Iman Kristen, 252.

[30]Caprili Guanga, Anda Bertanya Alkitab Menjawab, (Malang: Literatur SAAT, 2008), 100.

[31]R. C. Sproul, Kebenaran-kebenaran Dasar Iman Kristen, 252.

[32]M. Kasir. Ibrahim Waristo, Kamus Lengkap 700 Milyard, (Surabaya: Putra Jaya, 2007), 76.
[33]JL. Ch. Abineno, Tafsiran Alkitab: Surat Efesus, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1997), 57-58.

[34]George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru 2, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999), 201-202.

[35]JL. Ch. Abineno, Tafsiran Alkitab: Surat Efesus, 57.

[36]Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 407.

[37]R. C. Sproul, Kebenaran-kebenaran Dasar Iman Kristen, 255, 256..

[38]F. Davidson dan Ralph P. Martin, Tafsiran Alkitab Masa Kini, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1982), 422.

[39]Artikel terkait:paulus-vs-yakobus-iman-saja-ataukah-iman-perbuatan-vt7423.html#p33013 (Di akses pada tanggal 26 Mei 2016, Pukul. 04.34).

[40]BibleWorks-[c:\program files\bibleworks 8\init\bw800.swc].

[41]Artikel terkait:paulus-vs-yakobus-iman-saja-ataukah-iman-perbuatan-vt7423.html#p33013, (Di akses pada tanggal 26 Mei 2016, Pukul. 04.34).

[42]Ibid.

No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...