YESAYA PENLOBANG, M.TH (C)
KAJIAN TEOLOGIS TENTANG PEMBENARAN ABRAHAM
KARENA IMAN
Abraham dipilih
sebagai bapa segala bangsa karena imannya kepada Tuhan, untuk memahami dengan
jelas sejauh mana pembenaran iman yang dimaksudkan dalam diri Abraham, dan apa yang
menjadikan dirinya beriman, sehingga dengan demikian akan semakin jelas makna
pembenaran iman yang sebenarnya dalam pembahasan bab tiga ini.
Latar Belakang Kehidupan Abraham
Dalam Kitab
Perjanjian Lama begitu jelas mencatat gambaran iman, melalui kehidupan para
tokoh Alkitab dalam Perjanjian Lama.
Salah satu tokoh dalam Perjanjian Lama adalah Abraham yang dijuluki bapa
orang percaya, yang mempunyai iman yang luar biasa. Latar belakang kehidupan
Abraham sangat memiliki pengaruh yang besar bagi orang percaya karena imannya.
Dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid A-L, menjelaskan bahwa:
Etimologi nama Abram (Ibrani 'avram) tidaklah pasti, tapi mungkin
berarti “bapak dimuliakan” dan mirip dengan nama-nama Semit Barat seperti
Abiram, Ab(a)ram(a), yang juga terdapat dalam naskah-naskah tulisan paku dari
abad 19-18. Sesuai janji dalam perjanjian suci antara Allah dengan Abram dan
keturunannya turun-temurun, namanya diganti menjadi Abraham ('avraham') yang
berarti "bapak sejumlah besar bangsa". Hal ini telah dianggap lain
atau suatu bentuk dialektis dan Abram (h menunjukkan huruf hidup yang panjang
seperti bahasa Arab Selatan) atau seperti suatu etimologi populer, karena rhm,
"banyak". tidak dikenal.[1]
J. D. Douglas,
mengatakan bahwa:
Abraham dilahirkan di Ur-Kasdim, di mana ia hidup bersama bapaknya,
Terah, dan saudaranya laki-laki, Nahor dan Haran, juga keponakannya, Lot. Ia
menikah dengan Sarai. Setelah Haran meninggal, ia pindah ke tanah Haran bersama
istrinya, bapaknya dan Lot; kemudian Terah meninggal di Haran. Oleh panggilan
Allah, Abraham pada usia 75 tahun meninggalkan Haran bersama Lot dan via Sikhem
dan Betel masuk ke Kanaan. Bahaya kelaparan memaksa dia pergi ke Mesir melalui
Negeb. Di Mesir ia dan Sarai dapat lolos dari Firaun, hanya karena Allah
mendatangkan tulah atas Firaun. Sekembalinya di Betel timbul perselisihan
antara Abraham dan Lot, yang selesai dengan kebijaksanaan Abraham mengizinkan
Lot memilih lembah Yordan yang subur untuk penggembalaan ternaknya (13:1-14).[2]
Mengenai
kehidupan Abraham secara spesifik, sebelum ia dipanggil, tidak diketahui secara
pasti. Juga tidak diketahui, seperti apa kualitas hidup Abraham, apakah dia
seorang yang saleh, sehingga Allah berkenan padanya dan memanggilnya. Dengan
demikian Abraham mendapat jaminan dari
Tuhan Tuhan bahwa ia akan mendapatkan seorang putra, sesuai dengan janji-Nya, maka
putra ini akan menjadi suatu bangasa dikemudian hari.
Abraham pada
usia lanjut menikah lagi dengan Ketura. “Keturunannya dan perkawinan ini
menjadi leluhur dari suku Dedan dan Midian. Setelah mewariskan segala harta
miliknya kepada Ishak, dan memberikan bagian kepada putra-putranya yang lain,
Abraham meninggal pada usia 175 tahun dan dikuburkan di Makhpela.” [3]
Walter Lampp, memberitahukan bahwa:
Dalam Riwayat (teledot) ini dicantumkan tahun kematian seperti dalam
Kej. 5. Terah meninggal ketika umur 205 tahun. Abraham telah lahir, ketika
terah berumur 70 tahun (Kej. 11:26), dan “Abraham berumur 75 tahun, ketika ia
berangkat dari Haran” (Kej. 12:4b). itu berarti Abraham meninggalkan ayahnya
dan rumah bapanya, ketika bapanya berumur 145 tahun, atau 60 tahun sebelum
kematiannya. [4]
Dalam Galatia
4:21-31, Paulus menjelaskan bahwa dalam Kejadian 15, Allah telah menjanjikan
seorang pewaris untuk Abraham melalui Sarah istrinya. Tetapi Sarah mandul dan
telah lewat usia subur, maka untuk menerima pewaris melaluinya, Abraham perlu
beriman kepada janji Allah. Dengan percaya bahwa Allah akan memenuhi
firman-Nya, maka Sarah memiliki putra, yaitu Ishak.
Ishak anak dari
Sarah ini adalah anak perjanjian, dan ia diterima sebagai pewaris Abraham dan wakil
semua orang yang percaya. Tetapi, seperti yang dinyatakan oleh Kejadian 16,
sebelum Ishak dilahirkan, Abraham telah lelah menunggu Allah memberinya putra
yang dijanjikan ini. Maka, ia mengambil Hagar, budak Sarah untuk mendapatkan
seorang putra. Dengan berbuat ini, Abraham berusaha mengamankan warisannya
dengan usaha manusia, usaha daging. Hagar melahirkan Ismael bagi Abraham,
tetapi Ismael adalah anak dari daging. Allah menolaknya sebagai pewaris Abraham
dan ia menjadi wakil dari semua orang yang mengandalkan daging sebagai jalan
keselamatan.
Panggilan Tuhan terhadap Abraham
Abram (sebelum
berubah menjadi Abraham) hidup dan tinggal di tengah-tengah komunitas penyembah
berhala. Allah memiliki rencana yang khusus kepadanya. Abraham secara khusus
dipilih (dikuduskan) untuk menjadi orang pilihan Allah yang akan menurunkan
bangsa-bangsa penyembah Allah yang Esa.
Abraham secara khusus "dipisahkan" dari antara orang-orang
lain yang politeisme.Kita mengenal kata Ibrani: קָדוֹשׁ - QADOSY dan קֹדֶשׁ -
QODESY (Ibrani) dan ἅγιος - HAGIOS (Yunani), makna dasarnya adalah
"pemisahan". Tindakan pemisahan kepada Abraham ini merupakan
"pengudusan" berarti memisahkan dia dari sifat dan sikap politeisme
dan mengkhususkan dirinya bagi Allah. QADOSY dapat berarti 'terpisah'
(dikhususkan) atau 'terpotong dari', digunakan terhadap keadaan terlepasnya
seseorang atau suatu benda (supaya Allah dapat memakainya, dan dengan demikian
terhadap keadaan orang atau obyek yang dilepas itu). Dan jadilah Abraham
menjadi seorang penyembah Allah yang Esa.[5]
Abraham
menyatakan kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha kuasa, yang kekal, yang
mahatinggi, yang empunya langit dan bumi, dan Hakim yang adil atas segala bangsa
dan segenap umat manusia. Abraham berhubungan dengan Allah dalam persekutuan yang
akrab. Abraham adalah seorang yang dipilih Allah untuk memulai suatu langkah
yang awal bagi rencananya yang besar, dipilih dari antara para
penyembah-penyembah berhala, menjadi seorang yang berkeyakinan hanya ada Allah
yang Esa, dan Abraham memegang mandat ini untuk dilanjutkan secara turun
temurun. Walter Lempp, mengatakan bahwa:
Tujuan dan akhir perjalanan itu tersebunyi dalam perjanjian/janji
Allah: Abraham tidak diberitahu ke mana arah jalanya! Abraham tidak
diberitahukan tujuannya, sehingga ia dapat menggambil keputusan, menurut baik
jeleknya negeri yang baru itu. Tetapi ia diundang mempercayai Allah (Kej.
15:6), bahwa tawaran Allah bukanlah omong-kosong atau kabar angin saja. Allah
menjanjikan negeri yang baru: Kapan, di mana dan dengan apa Abraham akan sampai
kesana adalah masih tetap rahasia Allah. Abraham diikat kepada kesetiaan Allah
yang tidak kelihatan (Ibr. 11:1, 8-12).[6]
Pertama
kali Abraham menerima panggilan Allah beserta janji Nya, Abraham langsung pergi
sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah. Dapat dikatakan bahwa dia adalah
orang yang taat begitu saja pada Allah. Panggilan Allah dan janji-Nya itu belum
jelas bagi Abraham, sedangkan dalam uraian ini Abraham tidak ada keterangan
apakah Abraham sempat bertanya kepada Allah mengenai perintah dan janji itu.
Namun apakah dengan demikian dia adalah orang yang bodoh? Tentu saja
ketaatannya itu bukanlah sebuah ketaatan yang tak beralasan. Ia taat kepada
Allah karena Ia percaya kepada Nya, bahwa Allah akan menjadi petunjuk dan
penuntunnya. Kepercayaannya merupakan kepercayaan total kepada Dia yang memanggilnya.
Pergilah a), dari negerimu dan b), dari sanak saudaramu, dan c), dari rumah
bapamu. Panggilan Allah adalah pada satu pihak suatu panggilan negatif:
meninggalkan, memisahkan diri, menceraikan diri, mengasingkan diri, menyangkal
ikatan-ikatan yang tertinggi dan agung bagi setiap manusia karena kelahiran.
Kehidupan Abraham selanjutnya tidak lagi ditemukan dan dibentuk dan ditetapkan oleh
asal-usulnya dan oleh suasana masyrakat dan marganya, oleh sekitar dan latar
belakangnya, oleh lingkungan dan golongannya, melainkan semata-mata oleh firman
dan panggilan Allahnya, Tuhan semesta alam. Ia tidak dapat lagi bertanya adat.
Nenek moyangnya merekapun beribadah kepada allah lain. (Yos. 24:2); ia tidak
dapat lagi memandang ke belakang (Kej. 19:17b, 26; Luk. 9:62;17:31b; Yoh. 6:66;
Fil. 3:13); ia harus “melupakan apa yang telah dibelakang” Fil. 3:13.[7]
Maka pergilah
Abraham ke negeri yang ditunjukkan Allah dan meninggalkan sanak saudaranya, bukan
merupakan keinginannya sendiri melainkan semata-mata oleh firman dan
panggilan Allahnya, Tuhan semesta alam.
Dalam Kejadian 12:1-4,
Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak
saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan
memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati
engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di
muka bumi akan mendapat berkat.” Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lot pun
ikut bersama-sama dengan dia.[8]
Kepercayaan
Abraham itu adalah pangkal iman orang percaya, “Kejadian. 12:1-3 bukanlah hanya
berita tentang pemanggilan Abraham sebagai perseorangan, melainkan pemanggilan itu
adalah dasar, asas dan ketentuan kehidupan Israel, baik sebagai bangsa.”[9]
“Pasal 12 sejak Abraham dipanggil dan janji berkat kepada bangsa-bangsa melalui
benih Abraham menjadi berita utama kitab Kejadian, bab kunci terkait dengan
kovenan Abraham dan perjanjian turun-temurun (12:1-3; 15:1-12; 17:1-9).”[10]
“Jadi waktu Abraham mentaati panggilan Tuhan untuk meniggalkan Haran dan pergi ke
Kanaan, dengan itu ia sudah memasuki willayah Mesir, maka priode 430
tahun itu telah berjalan.”[11]
Dalam
Kejadian pasal 1-11, kisah-kisah di dalamnya penuh dengan keseluruhan,
kemanusiaan dan keuniversalan. Namun dalam Kej. 12 dimulai suatu
keistimewaan, yang khusus dari panggilan Allah dan janji-Nya, hanya ditujukan
kepada satu orang saja yakni Abraham. Janji karunia yang diberikan Allah kepada
Abraham terdiri dari tiga bagian:
Allah
memberikan karunia yang istimewah kepada Abraham karena Allah menjadikan
Abraham sebagai bangsa yang besar, Walter Lempp,
menjelaskan bahwa:
Pertama, ia akan menjadi bangsa yang besar; orang yang
Istrinya mandul yang tidak punya harapan lagi akan keturunan, dijanjikan
keturunan yang besar. Yang ditinggalkannya (sanak-saudaranya) diberi Allah
secara baru (keturunannya). Kebesaran yang dirindukan masyarakat Babel akan
diberikan kepada Abraham. Dalam Perjanjian Lama isi berkat Allah sangat dekat
berhubungan dengan keturunan (bnd. Kej. 1:22,28).[12]
Abraham
taat pada panggilan Tuhan untuk meninggalkan negerinya, sanak saudaranya dan
rumah bapanya maka Abraham pergi dari negerinya, ke
negeri yang akan ditunjukkan Allah karena ketaatannya. Namun Peristiwa ini
tidak disampaikan secara spesifik mengenai waktu dan tempatnya. Peristiwa ini
seperti terjadi secara langsung. Satu hal yang penting adalah bahwa ada suatu perintah
yang disampaikan Allah kepada Abraham. Kata pertama dalam Kej. 12:1 adalah “Berfirmanlah
Allah…” hal ini mau menunjukkan bahwa bukanlah usaha dan kebijaksanaan Abraham
sendiri, melainkan rencana, inisiatif
dan tindakan Allah yang disampaikan kepada manusia.
Panggilan
Allah kepada Abraham disertai dengan berkat-berkat, yaitu negeria yang
dijanjiakan-Nya. Allah memberkati Abraham karena iman percaya dan ketaatannya
yang teguh akan kebenaran-Nya maka, Abraham diubah menjadi orang baru dan berkat
keselamatan yang tertinggi diberikan kepadanya. Walter
Lempp, menjelaskan bahwa:
Kedua, Allah memberkati Abraham, (memberikan berkat).
Berkat dalam Perjanjian Lama berarti bermacam-macam pertambahan kehidupan, penggandaan
penghidupan; barangkali kata berkat yang pertama dalam ayat 2 dapat dipahamkan
mengenai harta benda Abraham (lihat Kej. 13:2). Adapun Abraham sangat kaya,
banyak ternak, perak dan emasnya. Tetapi kata berkat Abram, kedua “dan engkau akan menajdi berkat” dengan
segera membatasi pengertian yang pertama itu.. Abraham bukan hanya menerima
apa-apa (sesuatu berkat), melainkan Abraham dijadikan berkat. Dengan pengertian
berkat sebagai harta saja dibatalkan: Abraham bukan hanya menerima apa-apa melainkan
Abrham diubah menjadi orang baru: pembawa kehidupan, pemikul keselamatan,
pembuat perdamaian, pemberi sejahterah dan keamanan, Pembina kebenaran dan
keadilan, pendiri ibadat yang tulen. Dalam kata berkat itu terkandung keselamatan
yang terakhir dan tertinggi, yang diberi Allah kepada manusia.[13]
Berkat
yang diberikan Allah kepada Abraham ialah menjadi pengaruh yang baik bagi
banyak orang. Allah menjadikan Abraham menjadi orang yang berbeda diantara
masyarakat Babel.
Ketiga, nama Abraham menjadi masyhur dibuat Allah: ia
menjadi seorang kenamaan, seorang yang ternama, sorang yang berpengaruh pada
banyak orang. Apa yang hendak direbut masyarakat Babel, tetapi yang tidak capai
dan diterima mereka dengan segala usaha mereka itu yang dikaruniakan Allah
kepada Abraham yang mengikuti panggilan-Nya.[14]
Namun
pada pasal 15, dikisahkan bahwa seolah-olah Abraham mempertanyakan kepastian
janji Allah tersebut, karena kemandulan Sarai. Pada pasal sebelumnya, 11:30,
pengarang sudah menceritakan bahwa sarai itu mandul dan tidak mempunyai anak.
Janji keturunan ini juga masih diulang lagi pada pasal 17:2, dan 18:10. Hingga
pada akhirnya, janji mengenai keturunan ini terpenuhi pada Kej. 21:2.
Yang ditekankan Alkitab adalah campur tangan Allah yang
baru dalam kehidupan manusia, yaitu panggilan Allah terhadap Abraham seperti
yang disajikan dalam Kejadian 12:1-3. Meskipun Abraham tetap bergerak dalam
lingkungan keagamaan zamannya, namun kepergiannya ke Kanaan atas perintah Allah
juga merupakan kepergiannya dari masa lampaunnya yang politeistis untuk
menyebah Allah yang Esa yang menyatakan diri-Nya kepada-Nya. Bapa-bapa leluhur
masing-masing menyebah Allah yang memperlihatkan diri-Nya kepada mereka, yang
memilih mereka dan berjanji untuk meyertai mereka.[15]
Kasih
karunia Allah dalam iman Abraham, Kepercayaan Abraham dalam Kejadian 12: 1.
Firman TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan
dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu…”. Atas
panggilan, Abraham berangkat menuju hidup yang baru yang akan diarahkan oleh
Tuhan langkah demi langkah. Abraham meninggalkan semua kepastian yang
mengikatnya, tanah, sanak saudara, rumah orang tuanya dan mengikuti Tuhan tanpa
mendapat kepastian lain daripada petunjuk yang nanti akan diberikan kepadanya.
Panggilan dan pemberkatan Abraham merupakan suatu perkembangan
baru yang radikal. Di sini Allah berkarya dalam sejarah untuk memenuhi
serangkain peristiwa yang akan menjembatani jurang yang telah diakibatkan oleh
dosa antara Dia dan ciptaan-Nya. Karena itu, penting ditinjau secara singkat latar
belakang sejarah keselamatan ini dan tempatnya dalam sejarah umum setepat
mungkin[16]
Kemudian
dalam Perjanjian Baru, Abraham diakui sebagai Bapa semua orang beriman (Rm.
4:11, 13) karena kepercayaannya yang mutlak kepada Allah. Kitab suci memang
tidak menceritakan seperti apa iman Abraham, sikap hidup dan perbuatannya
sebelum dia dipanggil oleh Allah. Nampaknya pengarang lebih menekankan bahwa
Allah tidak memandang Abraham pertama-tama dari perbuatannya, melainkan karena
rencana dan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri. Hal ini ditegaskan dalam 2
Tim 1: 9-10, “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan
panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud
dan kasih karunia-Nya sendiri...”
“Allah
memanggil dan mempersiapkan seorang manusia, yaitu Abram, supaya melalui tokoh
ini semua kaum di muka bumi diberkati. Di sini pemanggilan Abram mempunyai tujuan
universal. Dari Ur-Kasdim, Abram dituntut ke Kanaan – tanah perjanjian itu.”[17]
Ketaatan Iman Abraham
Ketaatannya
Abraham bukanlah sebuah ketaatan yang tak beralasan. Ia taat kepada Allah karena
ia percaya kepada-Nya, bahwa Allah akan menjadi petunjuk dan penuntunnya.
Kepercayaannya merupakan kepercayaan total kepada Dia yang memanggilnya.
Iman Abraham
adalah teladan yang paling mencolok dalam hal ketaatan dan kesiapannya
melakukan apa pun perintah Tuhan. Karena iman ia meninggalkan Ur-Kasdim, tindakan
yang diberi penekanan oleh Stefanus. Demikian juga ia dipimpin meninggalkan
Haran. Karena iman ia menerima kehidupan setengah mengembara atau musafir,
kendati negeri Kanaan telah dijanjikan kepadanya. Ia mengalami hanya sebagian
dan keseluruhan penggenapan perjanjian itu, yakni menempati sebidang tanah
kecil di Makhpela dan memperoleh hak di dekat Bersyeba.
Oleh sebab itu,
kepercayaan Abraham kepada Allah monotheis, yang diikuti oleh seluruh
keluarganya, tetapi Allah memanggil Abraham dan ia beriman kepada-Nya. “Namun
berkaitan dengan penyerahan diri secara total kepada Allah dan karya
keselamatan Nya. Kepercayaan Abraham itu adalah pangkal iman”.
Iman Abraham
pantas diteladani orang percaya, sebab iman yang dimilikinya tidak hanya sekedar
iman tetapi iman yang benar-benar taat,
patuh, tunduk kepada Allah. bahkan iman yang teruji.
Dalam
Perjanjian Lama, Walapun kata ‘iman’ (Ibrani ‘emun) sering muncul dalam Perjanjian Baru bahasa Indonesia, dalam
PL hanya dua kali yakni Ul 32:20 (TBI menerjemakan ‘kesetiaan’) dan Hab 2:4 (TBI
menerjemahkan ‘percayanya’). Tapi ini berarti bahwa gagasan iman tidak penting,
banyak istilah lain, misalnya Ibrani batakh,
yang dalam TBI biasanya diterjemahakan ‘percaya’[18]
Menurut Nico Syukur, bahwa iman adalah: “orang
yang telah mendengarkan sabda Allah dan menaati perintah-Nya harus tetap setia
dalam melaksanakan kehendak Allah. Dengan setia, orang beriman harus hidup
sesuai dengan tuntunan Allah.”[19]
Jadi pengertian iman dalam Perjanjian Lama adalah taat dan patuh kepada suara
perintah Allah sedemikian rupa sehingga kepatuhan budi dijelmakan dalam
kepatuhan tingkah laku.
Sikap iman Abraham bisa terlihat ketika Allah memerintahkan untuk
meninggalkan negeri dimana sudah merasa nyaman di tempat yang didiaminya, dan juga terlihat di saat ia mau menyembelih anaknya untuk
menjadi korban. Namun pada akhirnya
Allah sendiri menyediakan korban yaitu anak domba yang tersangkut di pohon
belukar. “Jadi ketika Allah memerintahkan Abraham untuk meninggalkan negerinya,
ia tunduk kepada Allah, dia tidak berkata mengapa harus pindah Tuhan, disini
sudah enak dan nyaman namun ia taat kepada Allah. Abraham tidak segan-segan mempersembahkan
Ishak Ketika Allah memerintahkan Abraham agar dipersembahkan anaknya yang
tunggal, kesediaan Abraham begitu reshfek dan tidak membantah.”[20]
Dalam hal ini Abraham percaya bahwa Allah
sanggup menyediakan korban sebagai ganti anaknya. Dia tetap berkeyakinan untuk
melaksanakan perintah Allah. Keyakinan iman Abraham bisa terlihat dengan jelas
ketika dia sungguh-sungguh menyiapkan kayu bakar, mengikat anaknya Ishak, dan bahkan
tidak segan-segan untuk menyembelihnya, namun Tuhan Allah melihat hati Abraham
(Kej. 22:9-10) sehingga Allah yang menyediakan anak domba. Abraham percaya
bahwa Allah akan mampu untuk bertindak dengan menyediakan seekor anak domba
sebagai ganti nyawa Ishak, dan ia juga percaya bahwa perintah Allah harus
dilaksanakan sekalipun ia harus kehilangan Ishak. Agaknya Abraham tetap
berkeyakinan untuk melaksanakan perintah Allah tersebut sekalipun ia percaya
bahwa Allah dapat melakukan segala hal untuk menyelamatkan Ishak.
Keteguhan iman Abraham terhadap perintah
Allah sangat terihat jelas ketika ia mendirikan mezbah, menyiapkan kayu bakar,
mengikat Ishak lalu meletakkannya di atas mezbah dan tumpukan kayu bakar itu,
akhirnya Abraham mengulurkan tangannya, mengambil pisau untuk menyembelih
anaknya. (Kej. 22: 9-10). Berdasarkan informasi-informasi diatas, dapat
memahami bahwa sesungguhnya Abraham menyatakan pernyataan iman yang sungguh
sangat luar biasa ketika ia berkata: “Allah yang akan menyediakan anak domba
untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.” (Kej. 22: 8). Allah memang
memerintahkan Abraham untuk mengorbankan anaknya tetapi Allah tidak pernah
mengatakan apapun kepadanya mengenai korban tebusan pengganti Ishak, yang
adalah seekor anak domba. Pada akhirnya, Allah mengetahui bahwa sekalipun
Abraham percaya bahwa Dia dapat menggantikan Ishak dengan korban tebusan yang
lain, namun ia tetap akan berniat menyembelih anaknya yang tunggal itu. Jadi di
sinilah terletak iman yang kokoh itu kepada Allah.
Pengalaman
Kristen mula-mula, Paulus menjelaskan contoh tentang iman Abraham yang
menyelamatkan.
Ia berargumen dalam 3:6-4:11 bahwa Allah telah memberkati Abraham
karena iman, bukan karena ketaatan Abraham kepada Taurat Allah. Abraham tidak
mendapatkan berkat keselamatan melalui usaha kedagingan manusia. Argumen Paulus
dalam bagian ini agak rumit, tetapi kita dapat meringkasnya dalam lima langkah.
Pertama, Paulus menunjukkan bahwa
Abraham dibenarkan karena beriman kepada janji Allah bahwa ia akan mendapatkan
seorang putra. Dalam 3:6-7 Paulus merujuk ke Kejadian 15:6 demikian: Pikirkan
tentang Abraham: “Ia percaya kepada Allah, dan hal itu diperhitungkan kepadanya
sebagai kebenaran.” Jadi, mengertilah bahwa mereka yang percaya adalah
anak-anak Abraham (Galatia 3:6-7).[21]
Dari sudut
pandang Paulus, Kejadian 15:6 menjelaskan bahwa Abraham dibenarkan oleh imannya
kepada firman Allah dan bukan atas dasar penyunatannya yang terjadi beberapa
tahun kemudian. Atas dasar ini, Paulus menyimpulkan bahwa anak-anak Abraham
yang sejati adalah mereka yang mengikuti teladan Abraham dalam mempercayai
janji Allah bagi keselamatan. Keselamatan adalah berkat yang diperoleh dengan
sarana iman, dan bukan oleh sunat.
Karena telah timbul pertentangan menyangkut status orang
bukan-Yahudi yang tidak bersunat, Paulus selanjutnya mengemukakan bahwa Allah
telah memberitahu Abraham bahwa berkat keselamatan akan menyebar melalui dia
kepada orang bukan-Yahudi. Dalam Galatia 3:8-9 Paulus merujuk ke Kejadian 12:3
demikian: Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan
orang-orang bukan Yahudi oleh karena iman, telah terlebih dahulu memberitakan
Injil kepada Abraham: "Olehmu segala bangsa akan diberkati."[22]
Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah
yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu (Gal. 3:8-9).
Paulus mengerti Kejadian 12:3 mengajarkan bahwa telah dijanjikan suatu masa
ketika orang bukan-Yahudi di seluruh dunia akan menerima berkat Allah. Berkat ini
akan datang kepada semua bangsa dengan cara yang sama seperti ketika berkat itu
datang kepada Abraham, yaitu melalui iman.
Jadi iman
dimaksudkan untuk menunjukkan adanya hubungan manusia dengan Allah. Hubungan
yang didasarkan pada sikap atau tindakan manusia yang percaya dan mempercayakan
hidupnya kepada Allah dengan segenap hati.
Manusia beriman adalah manusia yang mengiyakan, mengamini, menaruh
kepercayaan dan harapan, mengandalkan, berpegang teguh, percaya dan
mempercayakan diri pada Allah sebagai sumber dan dasar hidup.
Dasar Kepercayaan Abraham
Di bawah
ini merupakan, satu-satunya nama Allah yang dipakai ketika Abraham atau Ishak mendirikan mezbah
bagi Tuhan.
Kata Ibrani Yahweh kadang-kadang diterjemahkan Yehova/Yehuwah. Asal nama yang
terakhir ini sebagai berikut. Naskah asli bahasa Ibrani tidak membubuhkan
tanda-tanda huruf hidup; pada kurun waktu 'tetragrammaton' (4 huruf) YHWH
dianggap teramat suci untuk diucapkan; jadi 'adonay (Tuhan-ku) dipakai sebagai
penggantinya bila membacakannya, dan huruf-huruf hidup dari perkataan ini
digabungkan dengan huruf-huruf mati YHWH sehingga terbentuklah 'Yehowa' (h)
suatu bentuk yang pertama kalinya diperkenalkan pada permulaan abad 12 M.[23]
Kata, “TUHAN”,
dalam bahasa ibraninya adalah Yahweh (יהוה) artinya bahwa nama ini menunjuk pada
sifat-sifat keTuhanan, yaitu pertama, Elohim sebagai pencipta, penyedia, dan
pemelihara segenap kehidupan di planet ini (Maz 19:1-6) dan kedua, Yahweh sebagai
keTuhanan juru selamat, penebus, dan pembuat perjanjian. (Maz 19:7-14). Dengan demikian nama Yahweh yang dapat dijelaskan di bawah ini:
Sesungguhnya, Yahweh adalah satu-satunya 'nama' Allah. Dalam Kitab Kej di
mana saja perkataan syem ('nama') dihubungkan dengan Allah, nama tersebut
adalah Yahweh. Ketika Abraham atau Ishak mendirikan mezbah bagi Tuhan, 'ia
memanggil nama Yahweh' (Kej 12:8; 13:4; 26:25). Secara khusus Yahweh adalah Allah para Bapak leluhur Israel, justru
berulang-ulang ungkapan 'Yahweh Allah (Elohim) Abraham' dan kemudian Ishak dan
akhirnya `Yahweh, Allah Abraham, dan Allah Ishak, dan Allah Yakub', dan
mengenai hal tersebut Elohim berkata, 'itulah nama-Ku untuk selama-lamanya' (Kel 3:15).[24]
Oleh sebab itu, nama Yahweh yang perlahan-lahan menggantikan
nama-nama yang lain inilah Allah menyatakan diri-Nya sebagai Allah anugerah.
Nama ini sering dianggap nama yang paling sakral dan paling diagungkan di
antara nama-nama
yang lain,
sebagai Allah yang tidak mungkin berubah.
Karena itu, Yahweh berbeda
dari Elohim adalah kata benda nama diri, nama diri Oknum meskipun Oknum tersebut
adalah Allah. Dalam hal ini menunjukkan Allah sebagai Oknum, dan dengan demikian
mempertemukan Allah dengan tokoh-tokoh manusia dalam suatu hubungan, membawa
Allah dekat kepada manusia, dan Ia berbicara kepada para Bapak leluhur sebagai
teman terhadap yang lain.[25]
Hubungan Yahweh dengan Abraham sangat dekat karena Abraham menggangap Yahweh
adalah Allah para Bapak leluhur Israel atau nenek moyangnya sendiri sebagai
teman, sebagai pencipta, penyedia, dan pemelihara
segenap kehidupannya, dan sebagai Tuhan juru selamat, penebus, dan pembuat perjanjian, melalui penyataan Allah, dalam panggilan serta iman percaya pada janji-Nya itu.
Dalam bagian awal Perjanjian Lama hanya ada sedikit sekali garis abstrak
yang berkenan dengan jalan keselamatan. Esensi dari agama para bapa leluhur
ditunjukan kepada kita dalam perbuatan. Janji Allah menjadi latar depan dan
Abraham dipakai untuk mengemukakan bahwa respons yang tepat adalah iman…tetapi
terutama Abraham, yang dinyatakan dihadapan kita sebagai tipikal orang beriman,
yang menyerahkan dirinya sendiri kepada Tuhan dengan Iman yang tidak goyah
dalam janji-Nya dan dibenarkan karena iman.[26]
Janji Allah merupakan dasar yang kuat dan kokoh bagi Abraham untuk terus
menerus mempercayai Tuhan tanpa mengenal lelah dalam situasi dan kondisi
keadaan hidup yang sulit. Louis Berkhof, menjelaskan
bahwa:
Dalam menekankan iman sebagai prinsip dasar dalam kehidupan religius tidak
sadar ketika beralih dari apa yang dikemukakan dalam Perjanjian Lama. Mereka
menggangap Abraham adalah tipe dari orang percaya yang sungguh-sungguh (Rm. 4;
Gal 3; Ibr 11; Yak 2), dan mereka yang beriman sebagai anak-anak Abraham yang
sesungguhnya (Rm 2:28,29; 4:12,16; Gal 3:9).[27]
“Dasar iman. Dasar langsung dari iman adalah kebaikan kemurahan Tuhan serta
kesetiaan-Nya, dalam kaitan dengan janji dalam Injil.”[28]
Dasar kepercayaan Abraham ialah Iman kepada Yahweh atau nenek moyangnya
sendiri. Dengan seluruh hidupnya membuktikan, bahwa ia
sungguh-sungguh percaya kepada Allah, dengan iman yang mendalam “Percayalah ia
kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran”
(Kej 15:6). Iman Abraham yang begitu kuat dan kokoh sehingga
diperhitungkan Allah sebagai kebenaran untuk memperoleh keselamatan.
“Iman yang membenarkan ialah iman yang hidup, bukan iman pengakuan yang
kosong. Iman merupakan kepercayaan yang bersifat pribadi yang bergantung pada
Kristus saja untuk keselamatan. Iman yang menyelamatkan juga merupakan iman
pertobatan yang menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat dan Tuhan.”[29]
Orang-orang Perjanjian Lama diselamatkan dengan cara yang sama dengan kita-
yaitu melalui penebusan Kristus di kayu salib. Mereka memandang kepada kematian
Kristus sebagaimana kita memandang ke belakang kepada kematian Kristus.”[30]
R. C. Sproul, memberikan penjelasan bahwa:
Alkitab mengatakan bahwa kita tidak dibenarkan oleh karena
perbuatan-perbuatan baik kita, tetapi dengan apa yang diberikan kepada kita
berdasarkan iman, yaitu kebenaran Kristus. Sebagai sintesis, sesuatu yang baru
ditambahkan pada sesuatu yang dasar. Pembenaran kita merupakan sintesis, oleh
karena kita memiliki kebenaran Kristus yang ditambahkan kepada kita. Pembenaran
kita adalah berdasarkan imputasi (pelimpahan), yang artinya Allah memindahkan
kebenaran Kristus kepada kita berdasarkan iman. Iman merupakan “legal yang
bersifat fiksi”. Allah telah melimpahkan kepada kita karya Kristus yang nyata,
dan sekarang kita telah menerima karya-Nya. Ini merupakan pelimpahan yang
nyata.[31]
Dengan demikian iman percaya Abraham diperhitungkan Allah sebagai kebenaran
untuk memperoleh berkat-bekat jasmani yang berlimpah maupun berkat-berkat
rohani yaitu keselamatan yang kekal.
Iman jelas
merupakan salah satu konsepsi penting dalam seluruh kebenaran firman Tuhan. Di
mana-mana iman dituntut dan keutamaannya ditekankan. Iman membuang segala
kepercayaan pada sumber-sumber kekuatan sendiri. Iman berarti pasrah
menyerahkan diri sendiri tanpa syarat kepada rahmat Allah. Iman berarti
memegang teguh janji Allah di dalam Kristus dengan memautkan seluruh
kepercayaan kepada karya Kristus yang genap seutuhnya demi keselamatan, dan kepada
kekuasaan Roh Kudus demi kekuatan sehari-hari. Iman mencakup kepercayaan yang
utuh dan ketaatan mutlak kepada Allah. Tuhan
memperhitungkan iman Abraham, sebagai kebenaran iman yang kuat, taat dan teruji
untuk memperoleh keselamatan. Kejadian 15:6 “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan
hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Dengan demikian kepercayaan Abraham
kepada Tuhan melalui imannya yang benar, taat dan teruji.
Oleh sebab itu
menjadi orang percaya seharusnya memiliki kepercayaan yang sungguh-sungguh
dalam iman kepada Tuhan, seperti Abraham seorang tokoh iman dalam Alkitab yang
patut diteladani oleh umat percaya. Dengan demikian kepercayaan kepada Tuhan tanpa
ada paksaan atau dorongan orang lain, melainkan melakukan sesuai dengan rela
hati serta tulus iklas, dan memiliki penyerahan total atau sepenuhnya kepada
Tuhan, serta memiliki sikap yang rendah hati, menghargai orang lain dan
melakukan pelayanan yang terbaik sesuai dengan kehendak Tuhan.
Kata “Percayalah” dalam bahasa Ibraninya אמן
(aman) artinya keyakinan yang kuat dan kokoh yang tidak akan tergantikan oleh
allah lain. Analisisnya dalam Bahasa Ibrani, Kata אמן וְ particle
conjunction אמן verb hiphil perfect 3rd
person masculine singular homonym 1, yaitu sebagai berikut: Kata “percaya”
merupakan kepercayaan yang penuh, beriman, setia, atau berjanji tepat, dengan demikian dalam hal percaya berarti, sebagai
orang percaya harus menaruh hati sikap dan seluruh kehidupan kepada Tuhan
sebagai sandaran, sokongan, yang menguatkan kepercayaan yang penuh, setia
sesuai dengan janji Tuhan itu sendiri.
Jadi Abraham
mempercayai Tuhan merupakan hal yang baik, patut atau hal seharusnya karena Dia
adalah TUHAN pencipta dan pemilik seluruh alam raya ini dan pemilik umat
manusia karena Dialah Allah yang berkuasa untuk melakukan segala perkara bagi
setiap manusia, yaitu Tuhan yang tidak pernah berubah terhadap panggilan dan
janji-Nya.
Tuhan Memperhitungkan Iman
Abraham
Frasa, “maka
TUHAN memperhitungkan hal itu.” Bahasa Inggrisnya “Count hitung, jumlah; able
(s): dapat dihitung.”[32]
Dalam Bahasa Ibrani kata חָשַׁב, yaitu analisisnya
dalam Bahasa Ibrani חָשַׁב, וְ
particle conjunction חשׁב verb qal waw consec imperfect 3rd person masculine singular
suffix 3rd person feminine singular.
Kata “memperhitungkan” berarti mengangap,
menghargai, atau memberi penghargaan yang tinggi, yang tidak bisa dihitung atau
dijumlahkan secara angka, karena keselamatan merupakan anugerah Allah yang istimewa
yang sungguh berbeda dengan keselamatan dari marah bahaya atau kecelakaan.
Anugerah keselamatan yang istimewah itu yang diberikan kepada Abraham sebagai
orang yang beriman kepada Tuhan dengan sepenuh hati sehingga ia memperoleh
keselamatan yang kekal. Maka masa sekarang ini setiap orang yang sudah percaya
kepada-Nya dan mengandalkan Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadi untuk
memperoleh hidup kekal atau keselamatan, karena sudah ditebus dengan darah
Yesus Kristus di atas kayu salib.
Kata “kebenaran” dalam bahasa Ibraninya צְדָקָה cara bacanya (tsedaqah/tsed-aw-kaw), analisinya
dalam Bahasa Ibrani kata צְדָקָה sebagai berikut: Kata kebenaran merupakan suatu keadilan atau kebenaran yang
terbukti. Jadi kebenaran dapat ditunjukan serta keadilan dapat ditegakan sesuai
dengan kehendak Tuhan itu sendiri. Karena Dia adalah kebenaran dan keadilan itu
sendiri sehingga ia memberikan penebus yaitu Yesus sebagai kebenaran dan
keadilan untuk membebaskan dan melepaskan manusia dari hukuman maut atau dosa. JL.
Ch. Abineno, mengatakan bahwa:
Diselamatkan oleh anugerah adalah suatu konsep dalam teologi Kristen yang menyatakan bahwa
keselamatan manusia adalah pemberian Allah semata. Dalam konsep ini,
keselamatan manusia tidak ditentukan oleh perbuatan yang dilakukannya, melainkan
berdasarkan anugerah dari Allah yang diterima melalui iman kepada Tuhan Yesus
Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat. Keselamatan itu bukan karena pekerjaan
atau perbuatan manusia, melainkan keselamatan itu anugerah Allah.[33]
Konsep ini
terdapat di dalam Alkitab Perjanjian Baru. Dalam sejarah kekristenan,
selanjutnya konsep ini banyak diperdebatkan, khususnya mengenai kontribusi
manusia dalam mengusahakan keselamatannya. Alkitab mengajarkan dengan jelas
bahwa manusia yang berdosa “telah diselamatkan dengan cuma-cuma melalui
“anugerah" (Roma 4:16). “Jadi dasar pembenaran itu adalah kematian
Kristus, dan sarana yang olehnya pembenaran itu menjadi efektif adalah iman”.[34]
Akan tetapi,
manusia harus merespon anugerah Allah tersebut bagi dirinya sendiri melalui
iman. Melalui penjelasan tersebut, disimpulkan bahwa “karena anugerah oleh
iman”, selanjutnya dinyatakan, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan
oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil
pekerjaanm jangan ada orang yang memegahkan diri” (Efesus 2:8), maka manusia
diselamatkan. Dikatakan “jangan kamu memegahkan diri’ artinya jangan kamu
menyangka bahwa pekerjaan yang kamu kerjakan adalah suatu jasa melainkan semuanya
adalah kasih karunia.[35]
Harun Hadiwijono menyatakan, “Menurut Roma 3: 21, 22, agar manusia dapat
dibenarkan di dalam penghakiman Allah, ia harus memiliki kebenaran Allah karena
iman di dalam Kristus Yesus.”[36]
“Pembenaran yang
sejati selalu menghasilkan perbuatan-perbuatan baik di dalam proses pengudusan.
Apabila ada pembenaran, maka pengudusan merupakan kelanjutanya…pembenaran
bergantung pada iman yang sejati, dimana sebagai akibatnya akan diikuti oleh
ketaatan pada perintah Tuhan.”[37]
“Kebenaran dari Allah diberikan di dalam Kristus karena iman. Dan iman ini
adalah unsur penting dalam pengorbanan-Nya yang mendatangkan penebusan dosa.”[38]
Meskipun Kitab Kejadian yang dikutipnya di sini termasuk hukum
Taurat “νομος-(nomos)”,
(bandingkan Roma 3:21), Paulus di sini memakai istilah umum: “γραφη-(graphê)”. Dalam LAI tidak
tampak bahwa, bertentangan dengan naskah Ibrani (bandingkan Kejadian 15:5 dalam
PL), naskah LXX yang dikutip Paulus di sini memakai bentuk pasif, agaknya untuk
mencegah pemakaian nama YHVH (nama yang sakral yang tidak diucapkan orang
Yahudi). Mengenai “ελογισθη-
(elogisthê)” dari kata “λογιζομαι
– (logizomai)”, lihat penjelasan uraian Roma 3:28 dan Roma 4:4 dibawah.[39]
Paulus membawa
bukti (sebab) bagi perkataannya dalam ayat terdahulu, dengan mengutip
Alkitab. Ia tidak memilih cara yang mudah, misalnya dengan mengutip nats yang
menggambarkan salah satu kekurangan Abraham, seperti Kejadian 16:2 dyb.; 20:2.
Sebaliknya, ia memilih nats yang merupakan salah satu nats-kunci dalam “Abrahamologi'”
Yahudi, sebab semua penafsir pada zaman itu
sepakat bahwa di dalamnya “percaya” perlu
dianggap sebagai perbuatan amal-ibadah.
Paulus tentu
hendak menunjuk-kan bahwa ayat ini harus ditafsirkan dengan cara lain. Dengan
demikian ia berupaya merenggut penopang yang penting dari tangan lawannya
sekaligus meneguhkan keyakinan sendiri dengan alasan yang kuat. Pola pikir
orang Yahudi pada saman Rasul paulus, Kejadian 15:6 menceritakan suatu “amal”
Abraham yang layak dibalas dengan upah. Iman Abraham dianggap sebagai
amal-ibadah sehingga bagi mereka Kejadian 15:6 mendukung pandangan mereka bahwa
Abraham dibenarkan karena perbuatan. Paulus melawan pendekatan tersebut dalam
bagian ini. Percaya itu menyangkut iman, bukan perbuatan amal-ibadah agamawi.
Karena walaupun Abraham adalah seorang yang taat, namun Kejadian 15:6
menyatakan bahwa Abraham dibenarkan karena iman bukan karena ketaatannya.
Dalam kejadian
15:1-6 perbuatan Abraham tidak dikemukakan. Ia hanya percaya (beriman), dan
imannya itu diperhitungkan sebagai kebenaran!. Roma 4:4.
LAI TB, Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai
hadiah, tetapi sebagai haknya. KJV, Now to him that worketh is the reward not
reckoned of grace, but of debt. TR, τω δε εργαζομενω ο μισθος ου λογιζεται κατα
χαριν αλλα κατα το οφειλημα. Terjemahannya ialah: tô (kepada orang yang) de
(adapun) ergazomenô (bekerja) ho misthos (pahala/ upah) ou logizetai
(diperhitungkan) kata (menurut) kharin
(kemurahan hati/ karunia) alla (tetapi) kata (menurut) to opheilêma (hutang/
kewajiban).[40]
Jadi, Kata “Kalau” tidak ada dalam naskah Yunani, yang
langsung berkata, “Kepada orang yang bekerja, upah...”. “Dalam naskah
asli itu “τω δε εργαζομενω – (tô
de ergazomenô)” ditempatkan di depan, sehingga jelas mendapat tekanan.
“Sebagai hadiah”, Yunani kata “χαριν-(kharin)”.
Mengenai “χαρις-(kharis)” lihat
uraian Roma 3:24. Di sini perkataan itu dipakai dengan arti umum. Tetapi,
melihat isi ayat-ayat yang berikut, arti khusus “kasih karunia (Tuhan)” tersirat
di dalamnya. Arti harafiah “οφειλημα-(opheilêma)”
bukan “hak”, melainkan “apa yang wajib diberikan”, “hutang”, “kewajiban”.[41]
Jadi perkataan ini seharusnya dihubungkan
dengan pihak pemberi upah
(sejajar dengan “χαρις-(kharis)”, bukan dengan penerimanya. Dalam ayat ini Paulus
mulai membuktikan bahwa Kejadian 15:6 perlu ditafsirkan dengan cara lain dari
yang lazim dipakai di kalangan orang Yahudi. Bukti itu berlangsung terus sampai
dengan ayat 8. Lalu, dalam ayat 9-12, kutipan dari Mazmur 32 dipakai pula untuk
meneguhkan suatu unsur lain dalam perikop.
“Roma 3:2-31. Dari pengulangan kata “diperhitungkan”, dapat
dimengerti bahwa Roma 4:4-5 merupakan penjelasan Paulus dari Kejadian 15:6.
Kata “λογιζομαι-(logizomai)” muncul lagi delapan kali dalam ayat 4-11, dan
memainkan peranan kunci dalam penalaran Paulus. Maka perlu diperhatikan artinya
(bandingkan juga Roma 9:8 ).[42]
Dalam bahasa Yunani umum kata “λογιζομαι
– (logizomai)” itu berarti: a. berhitung,
memperhitungkan (dalam perdagangan); b.
menarik kesimpulan rasional (lihat Roma 3:28), dan c. bisa bermakna “menambah uang
ke dalam rekening orang”.
Pengertiannya bahwa Allah menaruh
kebenaran didalam “rekening” orang percaya bukan karena berbuat sesuatu, bukan
karena bekerja, tetapi karena percaya. Tetapi dalam LXX, “λογιζομαι-(logizomai)”
biasanya merupakan terjemahan perkataan Ibrani Khasyav itu jarang mempunyai
arti “berhitung” (Im. 25 :27, 50), dan artinya tidak juga diwarnai oleh
pemakaian otak. Biasanya artinya ialah menganggap, menilai, yang sering
merupakan penilaian subyektif, yang ditentukan oleh perasaan dan kemauan
(Yesaya 13: 17; 33:8; 53:3; Maleakhi 3:16). Pemakaian “λογιζομαι-(logizomai)”
atau Khasyav dengan arti yang serupa dengan artinya dalam Kejadian 15:6 kita
temukan dalam 2 Samuel 19: 19; Mazmur 32:2, dan khususnya Mazmur 106:31.
Penjabaran Paulus mengenai Kejadian 15:6 berkisar pada dua perkataan pokok,
yaitu “percaya” dan “memperhitungkan”.
Dalam ayat 4 ini untuk sementara waktu
diterimanya pandangan yang lazim di kalangan orang Yahudi, “Kepada yang
bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai kewajiban”.
Dengan perkataan lain, sekiranya Abraham telah melakukan perbuatan amal-ibadah,
jadi kalau percayanya itu harus dipandang sebagai perbuatan amal-ibadah, sesuai
dengan keyakinan, maka pembenaran yang diperolehnya bukanlah anugerah dari
Tuhan, melainkan upah yang wajib diberikan kepadanya. Tetapi dalam ayat
berikutnya Paulus segera menarik
kembali penerimaan itu.
Dalam pembahasan ini, menjadi jelaslah bagi orang percaya bahwa dasar dari iman adalah
karya keselamatan Allah dan kasih karunia-Nya. Dalam hal ini yang menjadi model
hidup beriman adalah Abraham. Abraham menyerahkan dirinya secara mutlak pada
penyelenggaraan Ilahi. Penyerahan dirinya yang secara total itu dapat dilihat
sikapnya yang tanpa banyak bertanya, sehingga Tuhan memperhitungkan sebagai
kebenaran untuk memperoleh keselamatan.
Kesimpulan
Penulis dapat
menyimpulkan yaitu sebagai
berikut:
Pertama, Iman dalam Perjanjian Lama digambarkan dari berbagai pengalaman sepanjang
sejarah, di mana orang Israel mempersiapkan untuk menerima Juru selamat, sang
Kristus yang datang untuk menyelamatkan dunia. Persiapan ini berlangsung bukan
hanya melalui pengalaman yang menyenangkan tapi juga melalui pengalaman pahit.
Pengalaman inilah yang membuat orang Israel dapat memahami bahwa Tuhan itu
penyayang dan pengasih yang menginginkan damai sejahtera bagi umat-Nya, yaitu: Pertama, Beriman berarti taat dan patuh
kepada perintah Allah. Kedua, Perjanjian
Lama Iman berarti kesetiaan dalam melaksanakan kehendak Allah. Ketiga, Perjanjian Lama, iman berarti
menaruh percaya pada Janji Allah.
Dalam Perjanjian
Baru iman berarti: mengamini dengan segenap kepribadian dan cara hidupnya
kepada janji Allah, bahwa Ia di dalam Kristus telah mendamaikan orang berdosa
dengan diri-Nya sendiri, sehingga segenap hidup orang yang beriman dikuasai
oleh keyakinan yang demikian itu. Maka
iman dipandang sebagai tangan yang diulurkan manusia guna meneriman
kasih karunia Allah yang besar. Juga dapat dikatakan bahwa iman dipandang
sebagai “jalan keselamatan”.
Kedua, Iman
adalah dasar dan bukti yang menjadi pengharapan dalam hidup orang percaya.
Dengan demikian iman yang dimiliki
setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus adalah pengharapan yang
nyata yang belum dilihat tapi akan terjadi. Bukan sesuatu yang sia-sia atau
hampa seperti yang diimani oleh orang yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus.
Iman kepercayaan telah melakukan apa saja yang tak dapat dilakukan oleh
ketaatan akan hukum Taurat; yaitu memberikan kepada manusia damai sejahtera
dengan Allah.
Iman ialah sikap di dalamnya seseorang
melepaskan andalan pada segala usahanya sendiri untuk mendapatkan keselamatan,
entah itu kebajikan, kebaikan susilah atau apa saja, kemudian sepenuhnya
mengandalkan Yesus Kristus, dan mengharap hanya dari Dia, segala sesuatu
dimaksud oleh keselamatan. Jadi dapat dikatakan bahwa iman adalah pintu menuju
pembenaran yang Allah sendiri sediakan melalui Yesus, sehingga manusia yang
berdosa mendapat pembenaran yang memampukan manusia hidup bersama-sama dengan
Allah Bapa di dalam kekekalan.
Sebagai umat percaya yang mengikut Yesus
harus memiliki iman yang sungguh-sungguh percaya, berarti bahwa benar-benar dan
serius mengikuti Yesus, serta fokus dan bertindak sesuai dengan firman Tuhan sekalipun
tidak Nampak tangan atau berkat Tuhan.
Ketiga, tanggapan Tuhan terhadap iman yaitu: Manusia
harus memiliki hubungan erat dengan Allah melalui persekutuan serta merespon
anugerah Allah tersebut bagi dirinya sendiri melalui iman. Sebab karena kasih
karunia diselamatkan oleh iman, maka keselamatan yang diperoleh Abraham karena
iman percayanya diperhitungkan oleh Allah sehingga ia memperoleh keselamatan
atau hidup kekal sedangkan sebagai orang percaya masa kini diselamatkan oleh
Anugerah Tuhan semata dan bukan usaha manusia. Manusia hanya bisa Mengucap
syukur kepada Allah, karena keselamatan yang sudah dinyatakan oleh Yesus
Kristus dalam Perjanjian Baru.
[1]J. D. Douglas, Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini, Jilid A-L, (Jakarta: Yayasan Komunikasih Bina Kasih,
2000), 3.
[2]J. D. Douglas, Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini, Jilid A-L, 6.
[3]Ibid.
[4]Walter Lempp, Tafsiran
Kedjadian 5:1-12:3, (Jakarta:BPK
Gunung Mulia, 2011), 190.
[5]Tentang Makna "Kudus/ keterpisahan/ kekhususan" ini dapat
dibaca artikel di kudus-suci-vt6232.html#p26784.
[6]Walter Lempp, Tafsiran
Kedjadian 5:1-12:3, 201.
[7] Walter Lempp, Tafsiran
Kedjadian 5:1-12:3, 199.
[9] Walter Lempp, Tafsiran
Kedjadian 5:1-12:3, 198.
[10]Jeane. Ch. Obadja, Survei Ringkasan Perjanjian Lama, (Surabaya; Momentum, 2014), 5.
[11]Denis Green, Pembimbing pada pengenalan Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas,
1984), 9.
[12]Walter Lempp, Tafsiran
Kedjadian 5:1-12:3, 201
[13]Walter Lempp, Tafsiran
Kedjadian 5:1-12:3, 201.
[14]Ibid.
[15]W. S. Lasor, Pengantar
Perjanjian Lama 1, Taurat dan Sejarah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010),
163.
[16] Ibid, 137-138.
[17]J. Blommendaal, Pengantar
Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 33.
[18]J. D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid A-L, 430.
[19]Ibid, 129.
[20]Rowley H, Ibadat Israel Kuno,
(Jakarta: Gunung Mulia, 2004), 18.
[21]Intisari Teologi Paulus
Pelajaran Dua Paulus Dan Jemaat Galatia, (tt, Penerbit: Third Millennium
Ministries, 1997), 10-11.
[22]Ibid, 10-11.
[23]J. D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid A-L, 38.
[24]Ibid.
[25]J. D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid A-L, 38.
[26]Louis Berkhof, Teologi
sistematika 4, (Surabaya: Momentum, 2014), 191.
[27]Ibid, 190.
[28]Ibid, 208.
[29]R. C. Sproul, Kebenaran-kebenaran
Dasar Iman Kristen, 252.
[30]Caprili Guanga, Anda Bertanya
Alkitab Menjawab, (Malang: Literatur SAAT, 2008), 100.
[31]R. C. Sproul, Kebenaran-kebenaran
Dasar Iman Kristen, 252.
[32]M. Kasir. Ibrahim Waristo, Kamus
Lengkap 700 Milyard, (Surabaya: Putra Jaya, 2007), 76.
[33]JL. Ch. Abineno, Tafsiran
Alkitab: Surat Efesus, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1997), 57-58.
[34]George Eldon Ladd, Teologi
Perjanjian Baru 2, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999), 201-202.
[35]JL. Ch. Abineno, Tafsiran
Alkitab: Surat Efesus, 57.
[36]Harun Hadiwijono, Iman
Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 407.
[37]R. C. Sproul, Kebenaran-kebenaran
Dasar Iman Kristen, 255, 256..
[38]F. Davidson dan Ralph P. Martin, Tafsiran
Alkitab Masa Kini, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1982), 422.
[39]Artikel terkait:paulus-vs-yakobus-iman-saja-ataukah-iman-perbuatan-vt7423.html#p33013
(Di akses pada tanggal 26 Mei 2016, Pukul. 04.34).
[40]BibleWorks-[c:\program files\bibleworks 8\init\bw800.swc].
[41]Artikel terkait:paulus-vs-yakobus-iman-saja-ataukah-iman-perbuatan-vt7423.html#p33013,
(Di akses pada tanggal 26 Mei 2016, Pukul. 04.34).
[42]Ibid.
No comments:
Post a Comment