(Artikel ini hanya membahas bukti alkitabiah untuk bahasa roh, tanpa
membicarakan ‘gerakan kharismatik’ modern.)
Berbicara dalam bahasa roh (Yunani glossolalia) ialah suatu karunia Roh yg disebut dalam Mr 16:17; Kis 10:44-46; 19:6, lalu dibicarakan dalam Kis 2:1-13 dan 1Kor 12; 13; 14.
Tatkala murid-murid yg telah berkumpul dipenuhi dengan Roh Kudus pada hari Pentakosta, mulailah mereka’berkata-kata dalam bahasa-bahasa (glossai) lain seperti yg diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk dikatakannya’ (Ki 1Kor 2:4), sehingga banyak orang Yahudi dari luar Palestina tercengang mendengar puji-pujian bagi Allah dalam bahasa-bahasa (glossa, ay 1Kor 2:11) dan dialek-dialek (dialektos, ay 1Kor 2:6,8) yg dipakai di negeri mereka sendiri. Walaupun umum diterima bahwa Lukas melaporkan murid-murid itu berbicara dengan bahasa-bahasa asing, namun keterangan ini tidak diterima oleh seluruh orang. Sejak dari zaman Bapak-bapak Gereja ada orang yg menafsirkan ay 1Kor 2:8 sebagai mujizat pendengaran, yg dikerjakan dalam diri pendengar-pendengar.
Gregorius dari Nazianzus (Orat 41. 10, In
Pentecosten) menolak pandangan ini dengan dasar, bahwa pandangan ini
mengalihkan mujizat dari murid-murid ke orang banyak yg tidak percaya, dan
mengabaikan juga kenyataan bahwa berbicara dengan bahasa roh itu sudah mulai
sebelum ada pendengar-pendengar (ay 1Kor 2:4, bnd ay 1Kor 2:6).
Banyak ahli
modern yg bercorak rasionalistis berpendapat bahwa glossolalia dalam Kis 2:1-13
serupa dengan yg diterangkan dalam 1Kor 12; 13; 14, dan merupakan pengungkapan
orang kesurupan yg tak dapat dimengerti. Mereka menduga bahwa apa yg mereka
sebut ‘berita asli’ tentang hari Pentakosta (Kis 2:1-6 a, 12 dab tanpa heterais
dlm ay Kis 2:4) hanya menceritakan pengungkapan yg bersifat kesurupan, dan
Lukas sendiri menyisipkan singgungan bahasa-bahasa lain. Maksudnya menurut
mereka ialah, atau memberi keterangan yg lebih enak pada saat ketika
glossolalia tidak dihormati lagi (inilah pendapat H. Weinel, Die Wirkungen
des Geistes and der Geister, 1899, hlm 74 dab), atau sebagai tafsiran
yg merupakan lambang yg dipengaruhi oleh pengertian Pentakosta sebagai
pembalikan dari kutuk di menara Babel (Kej 11:1-9), atau sebagai kesejajaran
dengan pemberian hukum Taurat di G Sinai dalam 70 bahasa umat manusia (inilah
cerita dlm Midrasy Tankhuma 25c: lih F. J Foakes-Jackson dan K Lake, The
Beginnings of Christianity, 1920-33, 5, hlm 114 dsb).
Tapi pandangan-pandangan ini merupakan ketidakpercayaan belaka. Tidak ada bukti dalam Kis untuk mendasarinya, dan tidak masuk akal bahwa Lukas dapat salah mengerti kodrat glossolalia. Kesejajaran yg jelas mengingat bahwa ingatannya pasti dipengaruhi oleh kenyataan, dan bahwa para murid secara nyata berbicara dengan bahasa-bahasa lain. Sampai berapa jauh hal itu terjadi tidak diketahui dengan pasti, sebab kebanyakan pendengar agaknya mengerti bh Yunani atau bh Aram, tapi paling sedikit logat Galilea mereka dibebaskan dari sifat-sifatnya yg khas, sehingga dapat dimengerti oleh orang banyak yg berbicara jamak itu (ay Kej 11:7, bnd Mr 14:70).
Berbicara dalam
bahasa-bahasa yg baru (glossais kainais) disebut dalam Mr 16:17 sebagai tanda
yg akan menyertai iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Tanda itu menyertai
pencurahan Roh Kudus kepada orang-orang non-Yahudi pertama yg bertobat (Kis
10:44-46; 11:15) dan pasti merupakan salah satu penjelmaan yg kelihatan di
tengah-tengah orang-orang percaya pertama di Samaria (Kis 8:17-19). Kelompok
murid yg terasing di Efesus, yg mungkin orang-orang percaya pertama kepada
Mesias tanpa menyadari tentang Pentakosta (lih N. B Stonehouse, ‘Repentance, Baptism
and the Gift of the Holy Spirit’, WTJ 13, 1950-1951, hlm 11 dsb)
berbicara dalam bahasa roh, tatkala Roh Kudus turun kepada mereka (Kis 19:6).
Dalam setiap peristiwa itu glossolalia yg umum dan yg berbicara sendiri, ialah
bukti yg dapat dilihat tentang pengulangan dari pencurahan Roh Kudus yg
mula-mula pada hari Pentakosta, dan nampaknya bertujuan untuk menyungguhkan
dimasukkannya golongan orang percaya baru ke. dalam Gereja Yahudi-Kristen yg
berhati-hati itu (bnd Kis 10:47; 11:17-18. Lih W. G Scroggie, The Baptism of the Holy
Spirit and Speaking with Tongues, hlm 16).
Glossolalia yg timbul di Korintus dalam beberapa segi berbeda dari yg diterangkan dalam Kis. Di Yerusalem, seperti yg di Kaisarea dan Efesus, seluruh kumpulan menerima Roh Kudus, sedang di Korintus tidak semua menerima karunia yg diinginkan itu (1Kor 12:10,30). Nampaknya dalam Kis glossolalia merupakan pengalaman mula-mula yg bersifat sementara dan yg tak dapat ditolak, tapi di Korintus merupakan karunia yg terus-menerus diberikan dan yg terletak di bawah kuasa si pembicara dalam bahasa roh itu (1Kor 14:27-28). Waktu Pentakosta ‘kata-kata Roh’ itu segera dimengerti oleh para pendengar, tapi di Korintus karunia tambahan untuk menafsirkan harus ada untuk membuatnya dapat dimengerti( ay 1Kor 14:5,13,27). Hanya pada peristiwa Pentakosta berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain disebut secara khusus. Tapi di mana-mana glossolalia dilukiskan sebagai terdiri dari ucapan-ucapan yg jelas dan bermakna, yg diilhamkan oleh Roh Kudus dan digunakan terutama dalam ibadah (Kis 2:11; 10:46; 1Kor 14:2,14-17,28).
Bahasa-bahasa roh bermacam-macam sifatnya (1Kor 12:10). Di Korintus agaknya bahasa roh itu bukan bahasa asing, yg dinamai Paulus dengan kata lain (phone, 1Kor 14:10-11), sebab yg harus ada untuk memahaminya bukanlah kepandaian ilmu bahasa, tapi suatu karunia khusus. Begitu juga bahasa roh itu bukan hanya suara-suara yg tak berarti yg bersifat kesurupan, walaupun nalar budi si pembicara tidak berperan (ay 1Kor 14:13-14) dan ucapan-ucapannya tetap tidak dapat dimengerti bahkan olehnya sendiri pun, jika tiada yg menafsirkan, sebab kata-kata (ay 1Kor 14:19) dan maknanya (ay 1Kor 14:14-17) tetap diakui, dan bahasa roh yg sudah ditafsirkan sama nilainya dengan nubuat (ay 1Kor 14:5). Suatu bentuk bahasa tertentu diisyaratkan oleh kata Yunani untuk ‘menafsirkan’, yg di mana pun dalam PB terkecuali Luk 24:27, selalu berarti ‘menerjemahkan’ (bnd J. G Davies, ‘Pentecost and Glossolalia’, JTS NS 3, 1952, him 228 dsb).
Agaknya baik jika bahasa-bahasa roh dipandang sebagai bahasa-bahasa istimewa, yg tidak mempunyai sifat-sifat bahasa biasa, tapi yg diilhamkan oleh Roh Kudus untuk ibadah,
- · Sebagai tanda bagi orang-orang yg belum percaya (Luk 14:22), dan
- · Jika sudah ditafsirkan, untuk membangun orang-orang percaya.
- · Orang-orang Korintus menambahkan nilai lebih dan menyalahgunakan glossolalia demikian rupa, sehingga Paulus dengan tegas membatasi pemakaiannya di muka umum (ay Luk 14:27-28), dan
- · Menekankan keunggulan nilai nubuat bagi seluruh gereja (ay Luk 14:1,5).
- · Tak dapat dipastikan apakah penjelmaan glossolalia zaman ini benar-benar menyerupai bentuk-bentuknya dalam PB.
- · Jadi Bahasa Roh adalah karunia Allah, diperuntukan untuk membangun umat (orang percaya), memberikan damai bagi diri sendiri dan orang lain disekitarnya.
KEPUSTAKAAN
- · J Behm, TNDT 1, hlm 722-727; G. B Cutten, Speaking with Tongues, 1927;
- · J. D. G Dunn, Jesus and The Spirit, 1975;
- · A Hoekema, What about Tongue-Speaking? 1966;
- · M. T Kelsey, Tongue Speaking, 1973;
- · J. P Kildahl, The Psychology of Speaking in Tongues, 1972;
- · W. J Samarin, Tongues of Men and Angels, 1972; A. C Thiselton, JTS 30, 1979.
No comments:
Post a Comment