YOHANES, KITAB INJIL
I. Isi ringkas
a. Penyataan diri Yesus kepada dunia (Yoh 1:1; 12:50)
(i) Kata Pendahuluan
(Yoh 1:1-18).
(ii) Penyataan diri
Yesus (Yoh 1:19; 2:11).
(iii) Kabar baru (Yoh
2:12; 4:54).
(iv) Yesus, Anak
Allah (Yoh 5:1-47).
(v) Yesus, Roti
Kehidupan (Yoh 6:1-71).
(vi) Sengketa dengan
orang Yahudi (Yoh 7:1; 8:59).
(vii) Yesus, Terang
Dunia (Yoh 9:1-41).
(viii) Yesus, Gembala
Yg Baik (Yoh 10:1-42).
(ix) Kebangkitan dan
Hidup Yg Kekal (Yoh 11:1-57).
(x) Bayangan Salib (Yoh 12:1-36a).
(xi) Kata Penutup (Yoh
12:36b-50).
b. Penyataan diri Yesus kepada murid-murid-Nya (Yoh 13:1; 17:26)
(i) Perjamuan Terakhir (Yoh 13:1-30).
(ii) Ucapan-ucapan
perpisahan (Yoh 13:31; 16:33).
(iii) Doa Yesus untuk murid-murid-Nya (Yoh
17:1-26).
c. Yesus dipermuliakan (Yoh 18:1; 21:25)
(i) Penderitaan
Tuhan Yesus (Yoh 18:1; 19:42).
(ii) Kebangkitan
Tuhan Yesus (Yoh 20:1-31).
(iii) Pemberian
Tugas kepada murid-murid (Yoh 21:1-25).
II. Tujuan
Tujuan utama Yohanes
jelas diberikan dalam Yoh 20:30 dab (bnd
W. C van Unnik, The Purpose of St John’s Gospel, dlm Studia Evangelica [TU 73],
1959, hlm 382-411). Yohanes memilih beberapa bahan dari sejumlah besar
bahan yg tersedia, dan tujuannya menceritakan itu ialah menghantar pembacanya
kepada kepercayaan bahwa Yesus ialah Mesias dan Anak Allah, dan dengan demikian
membawa mereka ke dalam pengalaman hidup yg kekal.
Dari pernyataan di atas
dapat diambil beberapa kesimpulan tertentu yg juga dibenarkan oleh sifat Injil
ini. Pertama, tulisan ini bersifat menginjili. Kedua, metode khasnya ialah
mengemukakan pekerjaan dan perkataan-perkataan Yesus — sedemikian rupa —
sehingga juga mengungkapkan kodrat diriNya. Ketiga, penggambaran jati diri
tokoh ini sebagai Mesias yg dijanjikan, merujuk kepada target pembaca adalah
orang Yahudi. Tapi mengingat bahwa Yohanes menulis untuk pembaca di luar
Palestina yg sebagian tidak ambil pusing adat istiadat Yahudi, maka sangat
menarik bahwa dia menulis terutama untuk orang Yahudi yg berdiaspora — yg
terpencar-pencar di berbagai negeri — dan untuk para proselit di sinagoge
Helenis (bnd J. A. T Robinson, ‘The
Destination and Purpose of St John’s Gospel’, Twelve NT Studies, 1962, hlm
107-125). Kendati demikian, tentu ia tidak mengucilkan pembaca non-Yahudi
dari lingkup pandangnya, sekalipun pendapat yg mengatakan bahwa Injil ini
terutama ditulis untuk membuat para pemikir non-Yahudi bertobat nampaknya
tidaklah benar (bnd C. H Dodd, The
Interpretation of the Fourth Gospel, 1953).
Tujuan utama ini tidak
mengucilkan tujuan-tujuan lain yg tidak sama pentingnya. Jadi, pertama, dengan
sadar Yohanes menekankan pokok-pokok untuk menyatakan kesalahan dari pandangan
palsu dan yg bermusuhan mengenai Yesus yg dianut oleh orang Yahudi waktu itu.
Mungkin juga terkandung maksud untuk memperbaiki penghormatan yg berlebihan
terhadap Yohanes Pembaptis. Kedua, khusus dalam ps 13-17 Yohanes menyapa orang
Kristen dan mengajarkan kehidupan dalam gereja. Tapi pandangan yg mengatakan
bahwa tujuan utama Yohanes ialah memperbaiki eskatologi gereja (demikian C. K Barrett) tak dapat lagi
dipegang, kendati tak dapat disangkal bahwa Injil ini mengandung ajaran
eskatologis. Ketiga, sering dikatakan bahwa Injil Yoh ditulis sebagai polemik
menentang gnostisisme. Pandangan ini agak didukung oleh tujuan 1 Yoh, tapi hal
itu belum tentu persis seperti kadang-kadang dianggap. Namun tak dapat
diragukan bahwa waktu menuliskan Injilnya Yohanes menyadari bahaya gnostisisme,
dan memang nyatanya Yoh adalah senjata yg jitu melawan gnostisisme.
III. Susunan dan isi teologi
a. Susunan sejarah
Sebagai sejarah,
Injil Yoh bersifat selektif. Mulai dengan berita penjelmaan Firman Allah dalam
wujud diri Yesus yg sudah ada ‘sebelum segala sesuatu ada’ (Yoh 1:1-18), dan
langsung memasuki hari-hari pertama pelayanan Yesus — pembaptisan-Nya oleh
Yohanes Pembaptis yg disusuli panggilan-Nya terhadap murid-murid pertama (Yoh
1:19-51), dan Ia meninggalkan Yordan kembali ke Galilea (Yoh 1:43). Tapi peta
pelayanan-Nya bukanlah dibatasi terutama di Galilea, seperti dalam
cerita-cerita Sinoptik. Hanya beberapa peristiwa yg terjadi di sana diceritakan
(Yoh 1:43; 2:12; 4:43-54; 6:1-7,9).
Peta pelayanan-Nya
satu kali ialah Samaria (Yoh 4:1-42), tapi yg paling sering ialah Yerusalem,
biasanya pada salah satu hari raya Yahudi (Yoh 2:13; 5:1; 6:4; 7:2; 10:22;
11:55; bnd A Guilding, The Fourth Gospel and Jewish Worship, 1960). Peristiwa
terakhir ialah pembangkitan Lazarus dari kematian, yg mendorong para pemimpin
Yahudi untuk melenyapkan Yesus (Yoh 11:45 dab), kendati seperti dalam Injil
Sinoptik, rasa permusuhan mereka terhadap Yesus telah mencekam mereka beberapa
waktu sebelumnya (ump Yoh 7:1). Mulai dari peristiwa ini cerita Yoh mengikuti
garis yg sama dengan Injil-injil Sinoptik — Yesus diurapi di Betania (Yoh
12:1-11), Yesus dielu-elukan memasuki Yerusalem (Yoh 12:12-19), Perjamuan
Terakhir (13) — yg dicatat tanpa singgungan mengenai ciri-ciri sakramennya, Yesus
ditangkap (Yoh 18:1-12), Yesus dihakimi dan penyangkalan Petrus (Yoh
18:13-19:16), penyaliban dan kebangkitan (20-21). Tapi dalam bagian ini
terdapat banyak bahan yg tidak dicatat dalam Injil Sinoptik, khususnya
percakapan-percakapan terakhir dan Doa Yesus (14-16; 17), rincian penghakiman
di hadapan Pilatus (Yoh 18:28; 19:16), dan penampakan sesudah kebangkitan.
Ringkasan sejarah
ini umumnya cocok dengan urutan peristiwa-peristiwa yg sebenarnya. Namun harus
diingat bahwa yg dicatat Yohanes hanyalah beberapa peristiwa yg dia atur sesuai
maksudnya untuk mengumumkan bahwa Yesus adalah Mesias yg dijanjikan.
b. Isi teologis
(i) Injil Yoh sebagai penyataan. Ringkasan sejarah ini merupakan
alat untuk mengumumkan Yesus secara teologis. Tujuan Yohanes ialah
mengungkapkan kemuliaan Yesus sebagai Anak Allah. Sebagai Anak yg sudah ada
sebelum segala sesuatu ada, Ia turut memiliki kemuliaan Bapak (Yoh 17:5,24),
dan waktu Dia hidup di dunia ini kemuliaan-Nya dinyatakan kepada dunia — atau
lebih baik kepada orang yg mempunyai mata untuk melihat (Yoh 1:14) — dalam sederet
tanda yg Dia kerjakan (Yoh 2:11). Tapi dalam tanda-tanda yg Yesus kerjakan itu,
yg Dia nyatakan bukanlah kemuliaan-Nya melainkan kemuliaan BapakNya (Yoh 5:41;
7:18). Penyataan Yesus kepada dunia ini merupakan tema ps 1-12, yg disimpulkan
pada bagian ringkasan dan pemikiran yg jelas (Yoh 12:36b-50).
Karena bagian
terbesar dunia ini tidak mempercayai Yesus (Yoh 12:37), maka Dia mengarahkan
perhatian kepada murid-murid-Nya, dan ps 13-17 melaporkan kemuliaanNya atas
murid-murid-Nya yg nampak dalam pelayanan dengan rendah hati, dan murid-murid
itu dihimbau supaya mereka hidup dengan mendampakkan kemuliaan Allah (15: 8; Yoh
21:19). Tapi di sini juga diungkapkan tema yg sudah pernah disinggung, yaitu
bahwa Yesus sungguh-sungguh dipermuliakan dalam penderitaan-Nya dan
kematian-Nya. Maka bagian ketiga Injil ini (ps 18-21) menunjukkan telah tiba
saatnya Yesus dipermuliakan sebagai Anak Allah dan memuliakan Allah.
Sementara itu Injil
ini juga dapat dipandang sebagai pengungkapan kebenaran (Yoh 1:14,17). Dalam
Injil ini dunia dilukiskan penuh dusta, cacat dan berdosa, karena sudah
kehilangan hubungan dengan Allah yg benar (Yoh 7:28). Kepada dunia yg
demikianlah Yesus bawa kebenaran Allah (Yoh 18:37). Dia sendirilah jelmaan
kebenaran (Yoh 14:6) dan kelak dilanjutkan oleh Roh kebenaran (Yoh 14:17). Ia
menuntun manusia ke penyembahan yg benar kepada Allah (Yoh 4:23 dab), dan
membebaskan mereka dari dusta Iblis (Yoh 8:44) melalui pengetahuan tentang
kebenaran (Yoh 8:32). Berlawanan dengan kesenangan-kesenangan duniawi, Ia
membawa roti atau santapan yg benar bagi jiwa manusia (Yoh 6:32,35).
(ii) Tanda-tanda dan saksi-saksi. Cara penyampaian penyataan ini
kepada manusia bermakna ganda. Pertama, tanda-tanda atau karya Kristus, tujuh
di antaranya (tidak termasuk kebangkitan) diceritakan panjang lebar. Karya
Kristus itu disebut tanda bukanlah karena merupakan bukti tentang kuasa ajaib —
supra alami (Yoh 4:48), tapi terutama adalah karena sifat karya Kristus itu
menunjukkan bahwa yg melakukannya khas diutus oleh Allah (Yoh 9:16) sebagai
Mesias yg dijanjikan dan Anak Allah (Yoh 3:2; 6:14; 7:31); maka tanda-tanda ini
mensahihkan jati diri Yesus kepada orang-orang yg mempunyai mata untuk melihat
(Yoh 2:23; 12:37).
Biasanya tanda-tanda
ini menjadi dasar untuk bertutur atau berdialog, dimana makna rohani
tanda-tanda itu diungkapkan. Namun, ada juga yg dapat dipandang sebagai
lanjutan serta tanda dalam ucapan-ucapan. Tujuh kali (Yoh 6:35; 8:12; 10:7,11;
11:25; 14:6; 15:1, dan barangkali dapat ditambahkan Yoh 8:24) Yesus berkata,
‘Aku-lah ….’ Beberapa pengertian — semuanya sudah lazim dalam bahasa keagamaan
— di sini diambil alih dan digunakan oleh Yesus untuk menerangkan siapa Dia dan
apa maksud kedatanganNya. Yg khas sangat penting ialah ucapan ‘Aku-lah’ karena
mengandung penyataan terselubung tentang ke-Allah-an-Nya.
Kedua, kemuliaan
Yesus dinyatakan oleh saksi-saksi. Yesus sendiri datang untuk memberi kesaksian
tentang kebenaran (Yoh 18:37; harfiah ‘tentang kebenaran sejati’ = martureso to
aletheia), dan kesaksian mengenai Dia telah diberikan oleh Yohanes Pembaptis,
perempuan Samaria, orang banyak yg telah melihat tanda-tanda yg dilakukanNya (Yoh
12:17), murid Yesus (Yoh 15:27), beberapa saksi dekat salib (Yoh 19:35), dan
oleh penulis Injil Yoh sendiri (Yoh 21:24). Kesaksian juga diberikan oleh Kitab
Suci (Yoh 5:39), Allah Bapak (Yoh 5:37), dan tanda-tanda yg dikerjakan Yesus
(Yoh 10:25). Kesaksian-kesaksian demikian dimaksudkan untuk membawa orang
kepada kepercayaan (Yoh 4:39; 5:34).
(iii) Diri Yesus. Tanda-tanda
dan saksi-saksi itu dimaksudkan untuk menyatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah,
yg memberikan hidup kepada manusia. Dan langsung pada awal Injil ini Dia juga
dinyatakan adalah Firman (LOGOS) Allah (Yoh 1:1,14). Kendati
istilah khusus ini selanjutnya alpa dalam Injil Yoh, terang bahwa ps-ps Yoh
berikutnya merupakan uraian dan pensahihan ajaran yg mengatakan bahwa Firman
itu telah menjadi manusia. Penggunaan kata ‘Firman’ luar biasa manfaatnya,
sebab dengan itu Yohanes dapat berbicara kepada orang Yahudi yg sudah mulai
tergerak memandang Firman Allah yg menciptakan (Mazm 33:6) dalam arti tertentu
sebagai Diri sendiri dari Allah (bnd kiasan ttg Hikmat dlm Ams 8:22 dab). Juga
dengan orang Kristen yg memberitakan Firman Allah dan yg menyamakannya dengan
Yesus (bnd Kol 4:3 dgn Ef 6:19), dan untuk mendidik orang-orang kafir
terpelajar yg memandang Firman sebagai asas ketertiban dan asas akal budi dalam
alam semesta (ajaran Stoikisme umum). Tapi apa yg dikemukakan oleh Yohanes jauh
melebihi apa pun yg sudah pernah dikatakan sebelumnya (FIRMAN).
Kedua, Yesus
adalah Mesias dari keturunan Daud yg dinanti-nantikan oleh orang Yahudi (Yoh
7:42). Justru soal yg paling mendasar dan pelik bagi orang Yahudi ialah apakah
Yesus benar Mesias yg dijanjikan (Yoh 7:26; 10:24), dan pengakuan murid Yesus
ialah Dia benar-benar adalah Mesias (Yoh 1:41; 4:29; 11:27; 20:31).
Ketiga, Dia adalah Anak
Manusia. Istilah inilah kunci pengertian mengenai diri Yesus dalam Injil-injil
Sinoptik. Di situ istilah ini dihubungkan dengan tiga gagasan —‘ kodrat
ke-Mesias-an-Nya masih tersembunyi’, Dia harus menderita sengsara, dan pada
parousia Dia akan bertindak sebagai Hakim. Ketiga pengertian ini membentang dalam
Injil Yoh (bnd Yoh 12:34; 3:14; 5:27), tapi dua gagasan yg paling ditekankan
ialah bahwa Anak Manusia diutus dari sorga untuk menyatakan Allah sekaligus
sebagai Juruselamat manusia (Yoh 3:13; 9:35); dan bahwa Dia (akan)
dipermuliakan dan akan ‘ditinggikan dalam kematian-Nya’ (Yoh 12:23-24).
Keempat, Yesus adalah
Anak Allah (ho huios). Nampaknya
inilah gelar Yesus yg paling utama dalam Injil Yoh. Karena inti amanat Injil
Yoh ialah Allah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat (Yoh 3:16), maka tujuan
Yohanes ialah menuntun pembaca memahami dan mengiakan klaim Yesus (Yoh 19:7)
dan bersama murid-murid mengucapkan pengakuan iman (Yoh 1:34,49; 11:27) bahwa
Dia-lah Anak Allah. Sebagai Anak, Ia menyatakan BapakNya (Yoh 1:18), dan dalam
kegiatan-kegiatan BapakNya memberi hidup dan menghakimi Dia turut berperan (Yoh
5:19-29). Melalui iman kepada-Nya orang beroleh keselamatan (Yoh 3:36) dan
kemerdekaan (Yoh 8:36).
Kelima,
mengakui Yesus adalah Anak Allah juga berarti mengakui Dia mempunyai sifat
ke-Allah-an yg utuh. Jadi, Dia yg adalah Firman Allah dan Firman itu sendiri
adalah Allah, maka Dia diakui juga oleh manusia di bumi sebagai Tuhan dan Allah
(Yoh 20:28, merupakan puncak Injil ini; bnd Yoh 1:18 juga).
(iv) Pekerjaan Yesus. Selanjutnya ada beberapa gelar yg
mengungkapkan apa yg hendak Yesus lakukan bagi manusia dan apa yg Dia tawarkan
bagi mereka. Hal ini diringkaskan dalam Yoh 14:6. Dalam ay itu Yesus menyatakan
bahwa Dia-lah jalan, kebenaran dan hidup. Unsur terakhir, kehidupan, adalah
kata favorit Injil Yoh untuk mengungkapkan keselamatan. Umat manusia sudah dalam
keadaan mati (Yoh 5:24 dab) yg sudah pasti menuju penghukuman (Yoh 3:18,36).
Dan yg Yesus tawarkan kepada manusia ialah kehidupan, yg diterangkan oleh
Yohanes sebagai mengenal Allah dan Yesus Kristus (Yer 17:3). Jadi Yesus sendiri
dapat disebut kehidupan (Yoh 1:4; 11:25; 14:6), pemberi air yg hidup (yg terus
memberi hidup; simak Kej 26:19; Yer 2:13; 17:13 untuk memahami Yoh 4:14), dan
pemberi roti kehidupan (Yoh 6:33 dab). Menerima Yesus melalui percaya kepada-Nya
(Yoh 3:36; 6:29) berarti menerima roti kehidupan, dan memakan daging dan
meminum darah Yesus’ (ungkapan ini dipandang oleh banyak ahli menunjuk kepada
Perjamuan Kudus) berarti turut dalam hidup yg kekal (Yoh 6:54).
Kebenaran yg sama
juga dikemukakan dalam citra Yesus sebagai terang dunia (Yoh 8:12), yg
khususnya diperjelas dalam ps 9. Sekarang manusia dinyatakan dalam keadaan buta
(Yoh 9:39-41) atau gulita (Yoh 3:19; 12:46), dan Yesus adalah satu-satunya yg
dapat menyembuhkan kebutaan dan memberikan terang kepada orang yg berjalan
dalam kegelapan. Dia dilukiskan juga sebagai jalan kepada Allah ( Yoh 14:1-7).
Citra ini teracu dalam Yoh 10:9, di mana Dia adalah pintu masuk ke kandang
domba. Tapi di sini citra lain lebih menonjol — yakni Yesus adalah gembala yg
baik, yg menyerahkan nyawa-Nya demi kawanan gembalaan-Nya dan mengumpulkan
mereka kembali ke kandang domba-Nya. Tiga gagasan asasi terkandung dalam
lukisan ini. Pertama, Yesus benar-benar menggenapi seutuhnya janji PL, perihal
seorang gembala bagi umat Allah. (Baiklah diingat bahwa hidup dan terang adalah
istilah Yahudi untuk hukum Taurat yg digenapi dlm diri Yesus.) Kedua, kematian
Yesus tidaklah melulu akibat perbuatan musuh-musuh-Nya, tapi terlebih merupakan
kematian demi menyelamatkan manusia (Yoh 10:11), dan yg dengan itu mereka
ditarik kepada Allah (Yoh 12:32). Hanya melalui kematian yg sifatnya adalah
pengorbanan dosa dapat diampuni (Yoh 1:29; Ibr 9:22) dan hidup dapat diberikan kepada
dunia ini (Yoh 6:51b). Ketiga, gambaran kawanan domba merujuk ke gagasan
tentang gereja.
(v) Hidup baru. Jadi Yesus dilukiskan adalah Juruselamat dunia (Yoh
4:42). Di hadirat Yesus, orang berhadapan dengan saat yg menentukan, yakni
menerima Dia dan pindah dari maut ke dalam hidup (Yoh 5:24), atau menolak Dia
dan tetap dalam kegelapan sampai hari penghakiman (Yoh 12:46-48).
Menerima Yesus
seperti itu terjadi jika Bapak menarik seseorang kepada AnakNya (Yoh 6:44).
Melalui pekerjaan Roh Allah, yg gerakan-Nya sama sekali di luar pengertian
manusia, terjadi perubahan radikal yg disebut kelahiran baru (Yoh 3:1-21), dan
dengan itu seseorang menjadi anak Allah (Yoh 1:12).
Dari pihak manusia
perubahan ini adalah buah iman, yg berpusat pada Anak Allah yg ditinggikan di
kayu salib untuk menyelamatkan dunia ini (Yoh 3:14-18). Ada dua jenis iman yg
berbeda — pertama, penerimaan dan pengakuan intelektual atas klaim Yesus (Yoh
7:40-42; 8:24), yg pada dirinya belumlah cukup, dan kedua, penyerahan diri
seutuhnya dan tanpa syarat kepada-Nya (Yoh 3:16; 4:42; 9:35-38; 14:1).
Iman demikian erat
kaitannya dengan pengetahuan. Jadi kendati orang biasa tidak mempunyai pengetahuan
riil tentang Allah (Yoh 1:10; 16:3), tapi melalui Yesus orang itu bisa mengenal
Bapak (Yoh 8:19; 14:7). Isi pengetahuan ini tidak diungkapkan dalam Yoh. Kita
tidak akan membahas wahyu-wahyu yg hanya kepada sedikit orang dan yg merupakan
ciri dari agama-agama rahasia. Satu-satunya petunjuk bagi kita ialah, bahwa
cara manusia mengenal Allah dan cara Allah mengenal manusia sejajar dengan cara
Yesus mengenal Allah dan cara Allah mengenal Yesus (Yoh 10:14 dab).
Tapi satu hal dapat
dikatakan. Hubungan baru ini bercirikan kasih. Murid-murid turut mengecap
hubungan kasih timbal balik dengan Allah seperti kasih antara Bapak dan Anak
(Yoh 3:35; 14:31), dengan catatan bahwa kasih mereka lebih diarahkan kepada Anak
daripada kepada Bapak (Yoh 14:23; 15:9; 17:26; 21:15-17; bnd Yoh 5:42; 1Yoh
4:20 dab).
Ungkapan-ungkapan
lain juga digunakan untuk menyatakan persekutuan murid-murid dengan Yesus.
Dikatakan bahwa mereka tinggal di dalam Dia (Yoh 6:56; 15:4-10), dan Dia
tinggal di dalam mereka (Yoh 6:56; bnd Yoh 14:17). Kata depan di dalam penting
guna — di satu pihak — menjelaskan hubungan erat perihal Allah tinggal di dalam
Yesus dan demikian sebaliknya, dan — pada pihak lain — Yesus tinggal di dalam
murid-murid-Nya dan juga demikian sebaliknya (Yoh 14:20,23; 17:21,23,26).
(vi) Umat Allah. Kendati kata
‘gereja’ tidak terdapat dalam Injil Yoh, tapi ide tentang gereja jelas ada.
Menjadi murid Yesus berarti otomatis menjadi anggota dari kawanan domba yg
gembalanya ialah Yesus. Dan Yesus menggunakan perumpamaan pokok anggur yg benar
(Yoh 15:1-8). Yesus sendirilah batang pohon itu, dan dari Dia-lah daya hidup
mengalir ke cabang-cabang dan memungkinkan cabang-cabang itu berbuah.
Hidup murid-murid
dicirikan oleh kasih mengikuti teladan Yesus, yg dengan rendah hati membasuh
kaki murid-murid-Nya (Yoh 13:1-20,34 dab). Kasih seperti itu berlawanan dengan
sikap dunia yg membenci dan menganiaya murid-murid (Yoh 15:18-16:4,32). Kendati
demikian gereja tetap satu kesatuan seperti yg Yesus doakan dalam Yoh 17.
Tapi gereja bukanlah
persekutuan tertutup. Akan bertambah orang-orang yg mempercayai Kristus melalui
pemberitaan murid-murid (Yoh 17:20). Pertambahan ini diteguhkan dalam ps 21,
dimana gagasan diutus (Yoh 20:21) untuk memberitakan Injil dikembangkan. Ikan
yg 153 ekor itu melambangkan tersebarnya Injil ke seluruh umat manusia, dan
tugas gembala yg baik dipercayakan oleh Guru kepada murid.
(vii) Eskatologi. Dengan
demikian Yesus memandang ke depan ke hidup gereja kelak sesudah Ia
dipermuliakan (Yoh 14:12). Mengantisipasi kedatangan-Nya yg kedua kali Ia
menjanjikan ‘akan datang kembali kepadamu’ (Yoh 14:18) dalam diri Roh Kudus.
Roh Kudus datang kepada individu murid-murid (Yoh 7:37-39) dan kepada gereja
(Yoh 14:16 dab, 26; Yoh 15:26; 16:7-11,13-15), dan tugas-Nya ialah menggantikan
kedudukan Yesus (sebagai ‘Penghibur yg lain’) dan memuliakan Dia.
Jadi dapat dikatakan
bahwa dalam Injil Yoh masa yg akan datang ‘direalisasikan’ pada masa kini;
Yesus datang lagi kepada murid-murid-Nya melalui Roh Kudus, mereka sudah
beroleh hidup yg kekal, dan perihal penghakiman sudah mulai. Tapi adalah salah
menyimpulkan bahwa dalam Injil Yoh aktivitas Allah pada masa yg akan datang
digantikan oleh aktivitas-Nya masa kini. Yoh sama dengan Kitab-kitab PB
lainnya, mengajarkan kedatangan Yesus yg akan datang (Yoh 14:3; 21:23) dan
penghakiman atas seluruh umat manusia kelak (Yoh 5:25-29).
IV. Masalah naskah dan sumber
kritikan
Ada dua bagian dalam
Injil Yoh yg alpa dalam naskah asli. Kedua bagian itu juga terdapat dalam TBI,
yakni pertama, cerita tentang perempuan yg berzina (Pericope de Adulteria — Yoh
7:53-8:11). Peristiwa itu benar-benar terjadi demikian dan dicatat di luar
Kitab-kitab Injil Kanon, yg kemudian masuk dalam beberapa naskah Injil Yoh. Kedua,
goncangan air (Yoh 5:3b-4), yg alpa dalam naskah-naskah terbaik.
E. C Hoskyns berpendapat bahwa bagian itu tak terpisahkan dari
Injil Yoh asli. Tapi golongan terbesar ahli berpendapat bahwa bagian itu, kalau
bukan tambahan di kemudian hari oleh penulis sendiri, adalah (yg lebih tidak
mungkin) ditambahkan oleh penulis lain. Masalah utama ialah Yoh 20:31 yg
nampaknya seperti kesimpulan kitab; juga beberapa ahli menjumpai perbedaan gaya
bahasa ps 21 dan ps 1-20, tapi menurut C. K Barrett hal itu
tidaklah menentukan.
Ahli-ahli lain (di
antaranya R Bultmann) yakin bahwa susunan Injil Yoh seperti yg sekarang
bukanlah asli dari penulisnya, tapi sudah banyak berubah, mungkin karena
lembaran-lembaran papirus yg terlepas satu sama lain disusun ulang dengan
urutan yg salah. Namun, tidak ada bukti naskah yg obyektif untuk itu, kendati
kasus itu pernah terjadi atas sastra kuno. Perubahan-perubahan tempat yg
terdapat dalam ps 18 pada naskah tertentu adalah masalah kecil, dan Tatian (lk
170), yg membuat beberapa perubahan urutan sewaktu menggabungkan bahan-bahan
Injil itu menjadi hanya satu cerita, tidak menopang susunan ulang modern.
Kebanyakan penafsir menganggap tidak perlu mengubah urutan ps-ps Injil Yoh.
Ada usaha — yg paling
luas cakupannya oleh R Bultmann — untuk menjajaki penggunaan sumber data
tertulis dan penyuntingan ulang Injil Yoh. Tapi ketepatan dan kualitas basil
usaha itu sangat diragukan, dan kesimpulan Bultmann ditolak oleh ahli-ahli
lain.
V. Latar belakang pemikiran
Injil Yoh pernah
dianggap sama dengan buku Helenistik, yaitu buku yg dalam hal pemikiran paling
sejajar dan dekat dengan aliran Yudaisme yg sudah di-Helenis-kan, dengan
agama-agama rahasia dan bahkan dengan filsafat Yunani. Sekarang ditemukan lagi
bahwa pemikiran Yahudi benar-benar melatarbelakangi Injil ini.
Banyak ditemukan bukti
yg menyatakan bahwa pemikiran Aram melatarbelakangi Injil Sinoptik dan Injil
Yoh (M Black, An Aramaic Approach to the
Gospels and Kis 3). Ungkapan-ungkapan Aram muncul dalam Yoh — memang, bh
Aram adalah bahasa ibu bagi Yesus. Pemikiran dalam Injil Yoh sering diungkapkan
dengan parataksis dan pararelisme yg luas dikenal sebagai ciri khas dari karya
tulis bh Sem. Parataksis ialah suatu kalimat yg mempunyai beberapa anak kalimat
yg tidak jelas hubungan anak kalimat itu satu sama lain. Dan pararelisme ialah
suatu bentuk ungkapan dalam bh Sem, terdiri dari dua kalimat dan isi kedua
kalimat itu (hampir) sama, hanya kata-katanya berbeda sedikit. Semua tanda itu
menunjukkan bahwa bahasa yg melatarbelakangi Injil Yoh ialah bh Aram, namun
teori yg mengatakan bahwa bahasa asli Injil Yoh asli adalah bh Aram tidaklah
meyakinkan.
Hal ini tentu berarti
bahwa pemikiran Injil Yoh bersifat Yahudi, dan memang demikianlah faktanya.
Kendati hanya sedikit kutipan dari PL, tapi kebanyakan pengertian pokok dalam
Injil Yoh diambil dari PL (ump firman, hidup/kehidupan, terang, gembala, Roh,
roti/makanan, pohon anggur, kasih, saksi/kesaksian) dan Yesus dilukiskan
menggenapi nubuat PL.
Kesejajaran dengan
ungkapan-ungkapan pemikiran kontemporer Yahudi, terutama dengan Yudaisme
ortodoks dari para rabi juga dapat ditemukan. Dan adalah wajar apabila Yesus
dan pengikut-Nya kadang-kadang setuju dengan para ahli PL dan dipengaruhi oleh
mereka, baik dalam arti positif maupun negatif (bnd Kis 5:39; 7:42). Karena
Yudaisme di Palestina sudah dipengaruhi oleh Helenisme selama kr dua abad, maka
tak ada gunanya meneliti lebih jauh lagi pengaruh Helenisme atas Yoh. Mengenai
kadar kesamaan pemikiran yg terdapat dalam Yoh dan Filo orang Aleksandria,
penilaian para ahli berbeda-beda.
Naskah-naskah sekte
Yahudi yg ditemukan di Qumran juga punya andil dalam menuntaskan Injil Yoh,
kendati pentingnya peranan naskah-naskah itu untuk mengerti PB
dilebih-lebihkan. Biasanya perhatian diarahkan kepada dualisme terang dan gelap
dan kepada pengharapan akan datangnya Mesias yg terdapat dalam naskah-naskah
itu, tapi akar dari pemikiran ini adalah PL. Jadi masih diragukan apakah ada
pengaruh langsung naskah-naskah Qumran atas Yoh. (Lih F. M Braun, ‘L’Arriere-Fond Judaique du Quatrieme Evangile et Ia
Communaute de l’Alliance’, RB 62, 1955, hlm 5-44; J. H Charlesworth (red.),
John and Qumran, 1972.)
Kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh lain atas pemikiran Yoh telah
dibicarakan secara rinci oleh C. H Dodd. Dengan tepat ia menolak Mandaisme,
yaitu ajaran campuran kafir Kristen, yg media tulisnya paling perdana bertarikh
jauh kemudian sesudah Injil Yoh. Tapi Dodd mencurahkan perhatian kepada agama
rahasia Helenisme, terutama seperti digambarkan dalam Corpus Hermeticum
(*HERMES, SASTRA), yaitu satu seri traktat, barangkali menyebar dari Mesir pada
abad 3 dalam bentuknya seperti yg dimiliki sekarang. Walaupun ada kesejajaran
pemikiran yg menunjukkan bahwa Injil Yoh akan dimengerti oleh non-Yahudi dan
bukan hanya oleh orang Yahudi, tapi bahwa ada keterkaitan pemikiran yg sangat
erat tidaklah meyakinkan (bnd G. D
Kilpatrick dlm Studies in the Fourth Gospels disusun oleh F. L Cross, 1957).
Pada abad 2
perkembangan gnostisisme Kristen sudah mantap, maka tidaklah salah menduga
sudah ada semacam ‘pra-gnostisisme’ pada abad 1, seperti nampak pada polemik
dalam Surat Kol dan I Yoh. Teori yg mengatakan bahwa Yohanes terpengaruh oleh
ajaran bidat gnostik, yg justru ditentangnya (bnd II, di atas), dikemukakan
oleh E.
F Scott (The Fourth Gospel2, 1908, hlm 86-103); dan kemudian daripada
itu R Bultmann dan E Kasemann mempermasalahkan bahwa Injil Yoh memperkenalkan
Yesus dalam istilah-istilah dongeng gnostik. Pandangan C. H Dodd bahwa ajaran
kristiani Injil Yoh sama sekali berbeda dari gnostisisme kendati latar
belakangnya sama (lih bukunya hlm 114), adalah sangat tepat dengan kenyataan.
Dalam dunia Kristen
kuno tulisan-tulisan Yohanes menduduki tempat yg khas sekali sebagai untaian pemikiran
yg mandiri berkembang. Kendati demikian ajarannya sama dengan ajaran umum
Kristen, dan perbedaannya, dari Paulus umpamanya, hanyalah merupakan perbedaan
bentuk, bukan perbedaan isi (bnd A. M
Hunter, The Unity of the New Testament, 1943).
VI. Kesaksian di luar Alkitab
Keberadaan Injil Yoh di
Mesir sebelum thn 150 M dicatat oleh Papirus Rylands 457, yaitu serpihan naskah
PB paling dini yg kita kenal.
Pemakaian Injil Yoh
sebagai Injil yg berdaulat bersama ketiga Injil lainnya disahihkan oleh Papirus
Egerton 2, yg juga bertarikh sebelum thn 150 (C. H Dodd, New Testament Studies, 1953, hlm 12-52). Injil Yoh juga
dipakai oleh Tatian dalam karyanya Diatessaron, dan Ireneus (kr 180) sudah
membicarakan Kanon keempat Injil. Injil Yoh pasti dikenal dan dipakai juga di
kalangan gnostik bidat, ump oleh Ptolemeus, murid Valentinus, oleh The Gospel
of Peter (kr 150), dan (nampaknya adalah pasti) oleh penulis Gospel of Truth,
Valentinus. Apakah Injil Yoh telah dikenal oleh para penulis lain pada zaman
ini, sukar dinalar. Ada nampak gaya bahasa Yoh dalam tulisan Ignatius (kr 125)
dan Yustinus (kr 150-160), tapi masih dipersoalkan apakah tanda-tanda itu
mengacu pada ketergantungan susastra atau tidak.
Tradisi perihal siapa
penulis Injil Yoh dikemukakan oleh Ireneus. Dia menyatakan bahwa Yohanes, yaitu
Yohanes murid Tuhan Yesus adalah yg menerbitkan Injil itu di Efesus. Tradisi
ini diperdengarkan lagi oleh Klemen orang Aleksandria (kr 200) dan dalam
prakata anti-Marsion untuk Injil Yoh. Tapi pendapat yg mengatakan bahwa tarikh
anti-Marsion adalah abad 2, diragukan. Kanon Muratori (kr 180-200) memuat suatu
cerita yg menceritakan bahwa rasul Yohanes-lah penulis Injil Yoh, dan hal itu
diterima oleh Ptolemeus. Tapi Papias, yg sangat mendalami tradisi tentang para
rasul, bungkam mengenai soal ini. Dan Polikarpus, yg merupakan pembantu Yohanes
menurut Ireneus, mengutip Surat-surat Yoh, tapi Injil Yoh tidak. Begitu juga
Acts of John yg apokratif itu tidak mengatakan apa-apa tentang Injil Yoh. Pada
permulaan abad 3 ada suatu penolakan terhadap kepenulisan rasul Yoh, mungkin
penolakan itu timbul karena pengikut gnostik menggunakannya.
VII. Penulis Injil Yohones
Pada akhir abad 19
pendapat yg mengatakan bahwa rasul Yohanes-lah penulis Injil keempat, diterima
oleh kebanyakan ahli berdasarkan bukti-bukti di luar Injil itu seperti
dipaparkan di atas, dan bukti-bukti di dalam Injil itu sendiri. Bukti-bukti
internal itu mendapat rumusannya dari 131 Westcott dan J. B Lightfoot (Biblical Essays, 1893, hlm 1-198), yg
menyatakan bahwa Injil Yoh ditulis oleh seorang Yahudi, yakni Yahudi Palestina,
yg adalah saksi mata yg menyaksikan sendiri peristiwa-peristiwa yg dicatatnya,
seorang rasul, seorang pribadi yakni pribadi rasul Yohanes, yg disebut ‘murid
yg dikasihi’.
Beberapa dalil
sanggahan dikemukakan untuk membantah urutan pemikiran di atas. Pertama, teori
yg mengatakan bahwa Yohanes mati martir pada usia muda, tapi teori ini dengan
tepat ditolak oleh kebanyakan ahli.
Kedua, dikemukakan bahwa Injil
Yoh berdasarkan nalar geografis dan sejarah adalah kurang teliti, dan kelemahan
ini dianggap tidak mungkin terjadi atas tulisan dari seorang penulis saksi
mata. Tapi hasil penelitian arkeologi yg terakhir justru membenarkan ketepatan
dan ketelitian Injil Yoh dalam hal geografis (bnd R. D Potter, ‘Topography and
Archaeology in the Fourth Gospel’, TU 73, 1959, hlm 329-337). Mengenai nalar
sejarah, lih di bawah.
Ketiga, dikemukakan bahwa rasul Yohanes tidak mungkin sanggup
menulis Injil seperti itu. ‘Ia tidak terpelajar’ — pandangan yg didasarkan
melulu pada tafsiran yg masih dipertanyakan mengenai Kis 4:13, dan terlalu meremehkan analogi
seperti tokoh Bunyan, tukang patri Inggris yg menulis karya masyhur ‘Perjalanan
Seorang Musafir’. ‘Sebagai rasul tak mungkin Yohanes menulis Injil yg begitu
berbeda dari ketiga Injil lainnya’ — pandangan yg mengabaikan tujuan khusus
Yohanes, dan yg tidak mengindahkan kenyataan bahwa tak ada Injil lain yg
langsung ditulis oleh seorang rasul untuk diperbandingkan. ‘Sebagai Yahudi tak
mungkin Yohanes menguasai pemikiran Helenisme yg terlihat dalam Injil itu’;
tapi perhatikanlah V di atas. Tidak seorang pun dengan congkak akan menyebut
dirinya ‘murid yg dikasihi’; ini tidak lebih dari pemikiran subyektif (orang yg
merasakannya keterlaluan dapat mempertanggungkan pemakaian gelar ini kepada
penulis naskah Yoh).
Keempat, sanggahan yg paling kuat
ialah lambatnya gereja mengakui Injil Yoh. Apakah Ireneus dapat dipercaya masih
dipertanyakan (sekalipun tidak ada dasarnya), dan ternyata orang-orang yg dapat
dianggap telah mengenal Injil Yoh dan yg sepatutnya mengutip daripadanya,
ternyata tidak melakukannya.
Untuk menangkis
sanggahan ini perlu dikemukakan kelemahan umum dari pandangan ‘yg tidak
dipaparkan’ (argumentum silentio) (bnd
W. F Howard, The Fourth Gospel in Recent Criticism and Interpretation, 1955,
hlm 273). Dan adalah fakta bahwa ketiga Injil lainnya juga sama-sama jarang
dikutip atau digunakan, sebelum keempat Injil itu diakui dan diterima secara
bersama-sama. Lagipula kita sama sekali tidak tahu keadaan ‘penerbitan’ tulisan
Yohanes, kecuali catatan ringkas dalam Kis 21:24.
Setiap teori yg
menyangkal adanya hubungan rasul Yohanes dengan Injil Yoh patut diabaikan. Dan
timbullah tiga kemungkinan. Pertama, mungkin Yohanes sendirilah yg melisankan
Injil itu dan dituliskan oleh seorang penulis pribadi. Kedua, salah seorang
murid Yohanes mungkin menggunakan catatan-catatan Yohanes atau bahan-bahan
Yohanes sebagai dasar bagi penulisan Injil itu. Ketiga, mirip dengan kedua,
ialah adanya ‘aliran’ Yohanes, yg barangkali harus dihubungkan dengan Palestina
Selatan, di mana teologi khas Yohanes dikembangkan dan anggota-anggotanyalah yg
menghasilkan sastra Yohanes. Tapi memang sukar mengemukakan bukti yg menentukan
untuk menyetujui atau melawan teori itu. (Bisa dibandingkan dgn hipotesa K
Stendahl mengenai aliran Matius, yg buktinya masih tetap di awang-awang.)
Sukar untuk memutuskan
yg mana dari kedua kemungkinan pertama menjadi pilihan. Tapi tradisi yg
mengatakan bahwa Yohanes mendiktekan Injil itu diterima kalangan luas (bnd R. V. G Tasker, TNTC, 1960, hlm 17-20)
dan mengandung tanda-tanda kesungguhan. Masih ada alasan-alasan kuat lainnya
untuk tetap meyakini peranan langsung rasul Yohanes dalam penulisan Injil Yoh,
sehingga ia tepat dipandang benar adalah penulisnya yg sesungguhnya.
VIII. Asal dan tarikh
Tradisi kuno
menghubungkan rasul Yohanes dengan Asia Kecil, khususnya Efesus. Hubungan
dengan Asia Kecil sangat cocok dengan 1-3 Yoh dan demikian pula dengan Why;
apakah penulis Why adalah Yohanes atau pembantunya, lebih merujuk pada hubungan
dengan Asia Kecil.
Tapi tuntutan tempat-tempat
lain pun perlu disimak. Kelihatannya Yohanes kurang dikenal di Asia, dan hal
ini memberi peluang pada kemungkinan Aleksandria: di sini Yohanes pasti sudah
sejak lama dikenal oleh penganut aliran gnostik (bnd juga naskah-naskah
papirus), suasana pemikiran (Yudaisme Helenis) dapat dipandang cocok, dan
jauhnya Aleksandria bisa menerangkan lambannya Injil itu tersebar. Tapi tak ada
tradisi yg menghubungkan Yohanes dengan Aleksandria. Kemungkinan Antiokhia juga
sudah dikemukakan, sayang kurang meyakinkan. Kemudian ada kecenderungan
menghubungkan Yohanes dengan Palestina Selatan mengingat latar belakang
pemikirannya, tapi hal ini hanyalah menguatkan pendapat bahwa penulis pernah
tinggal di Palestina.
Tarikh Injil Yoh
biasanya ditentukan pada kr thn 90. Pandangan ini berdasarkan anggapan bahwa
Injil Yoh bergantung pada Injil Sinoptik (tapi lih IX, di bawah) dan pada
teologinya yg dikatakan bersifat sesudah zaman Paulus. Walaupun tidak perlu
dianggap Yohanes bergantung pada Paulus, tapi sukar disingkirkan kesan bahwa
tulisan ini termasuk tulisan yg lahir kemudian. Jika tulisan ini dikaitkan
dengan Efesus, maka tarikh Yoh harus sesudah kegiatan Paulus di sana; hat ini
diteguhkan oleh tarikh 1-3 Yoh, yg hampir tak mungkin lebih dini dari thn 60.
Jika Injil Yoh dikaitkan dengan suatu lokasi lain sebagai tempat penulisan, ump
Palestina, tarikh yg lebih dulu masih mungkin, tapi juga tidak benar. Inti
pemikiran yg berdasarkan ‘latar belakang Palestina’, ialah bahwa tarikh Yoh
tidak perlu ditempatkan terlalu kemudian supaya dapat menerangkan perkembangan
pikiran yg dikandungnya (bnd J. A. T Robinson, ‘The New Look on the Fourth
Gospel’, dlm Studio Evangelica, hlm 338-350).
IX. Hubungannya dengan Injil-injil Sinoptik
a. Apakah Yohanes mengetahui
tradisi Sinoptik?
Pendapat yg pernah
diterima ialah bahwa Yohanes mengetahui Injil-injil Sinoptik, paling sedikit
Injil Mrk dan Luk, dan bahwa ia menulis untuk memperbaiki, melengkapi atau
mengganti Injil-injil itu. Kecaman tajam terhadap pandangan ini datang dari P Gardner-Smith (St John and the Synoptic
Gospels, 1938), B Noack (Zur Johanneischen Tradition, 1954) dan C. H Dodd
(Historical Tradition in the Fourth Gospel, 1963). Mereka mempertahankan
bahwa Yohanes mengandalkan tradisi lisan yg menjadi latar belakang Sinoptik,
dan dia menulis tanpa bergantung pada para penulis Injil Sinoptik itu. Hubungan
yg paling erat adalah antara Yohanes dengan Lukas, terutama mengenai sengsara
Yesus. Tapi masih diragukan kalau-kalau ini membuktikan ketergantungan sastra.
Lukas mungkin sudah mengetahui tradisi yg dicatat dalam Yohanes, atau bahkan
berkenalan secara pribadi dengan penulisnya (bnd G. W Broomfield, John, Peter
and the Fourth Gospel, 1934).
Bukti-bukti di luar
Yoh juga harus diperhitungkan. Keterangan Papias mengenai Mrk dan tulisan Logia
datang dari (Yohanes) ‘sang penatua’, yg mungkin ada hubungannya dalam
penulisan Injil Yoh. Klemen orang Aleksandria menulis: ‘Sebagai penulis yg
terakhir, Yohanes, yg melihat bahwa realitas hidup Yesus sudah dijelaskan dalam
Injil Sinoptik, menulis suatu Injil yg rohani, karena didesak oleh
teman-temannya, dan diilhami oleh Roh Kudus’. Tentu dapat kita terima
keterangan Yoh sebagai Injil yg rohani, tanpa kita mempercayai bahwa Yohanes
menulis berdasarkan pengetahuannya akan Injil-injil yg lain itu. Tapi sukar
kita percayai bahwa dia tidak mengetahui suatu apa pun tentang isi Injil-injil
itu, kendati Injil-injil itu tidak ada di hadapannya waktu ia menulis. Maka,
persoalannya sebaiknya dianggap tetap terbuka.
b. Membandingkan cerita-cerita
Di sini timbul dua
masalah. Pertama, apakah cerita Sinoptik dan cerita Yoh dapat berdampingan satu
sama lain, dan apakah dapat dipadukan menjadi satu cerita saja. Memang benar,
kedua kelompok itu dapat dicocokkan dengan suatu cara yg agak meyakinkan, dan
dengan demikian memancarkan sinar baru atas keduanya. (Mengenai usaha terkait
lih E Stauffer, Jesus and His Story, 1960.) Hal ini bisa saja, karena keduanya
menceritakan kegiatan Yesus pada waktu dan tempat yg berbeda-beda; pemikiran
kuno yg menganggap bahwa Injil-injil Sinoptik tidak memberi tempat bagi
pelayanan Tuhan Yesus di Yerusalem (kecuali cerita sengsara Yesus) tidak
dipercayai lagi. Perlu diingat bahwa satu pun dari Injil itu tidak bersikap
menuturkan cerita menurut penanggalan yg sebenarnya, sehingga tak mungkin
disusun kembali urutan peristiwa secara rinci.
Kedua, berkaitan
dengan peristiwa yg kelihatannya mempertentangkan Kitab-kitab Injil, mencakup
hal-hal dimana Yoh gamblang memperbaiki tuturan Injil-injil Sinoptik. Sekedar
contoh ialah alasan untuk menangkap Yesus (khususnya, pertanyaan mengapa
pembangkitan Lazarus alpa dlm cerita Sinoptik; mengenai jawabnya lih J. N Sanders, ‘Those whom Jesus Loved’,
NTS 1, 1954-1955, hlm 34); tanggal penyucian Bait Suci; tanggal Perjamuan
Paskah Terakhir dan tanggal penyaliban (lih N Geldenhuys, Commentary on the
Gospel of Luke, 1950, hlm 649-670). Jangkauan kesukaran-kesukaran seperti
itu dapat dilebih-lebihkan, tapi harus diakui beberapa memang merupakan soal
riil yg jawabnya masih harus dicari. Namun demikian inti cerita-cerita Injil
tidak dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan ini.
c. Percakapan percakapan dalam
Injil Yohanes
Ajaran Yesus yg
disajikan dalam Yoh menonjol perbedaannya dalam hal isi dan gaya bahasa dari yg
disajikan dalam Injil-injil Sinoptik. Beberapa topik terkenal seperti Kerajaan
Allah, setan-setan, pertobatan dan doa alpa dalam Yoh, tapi dalamnya muncul
topik-topik baru seperti kebenaran, hidup, dunia ini, ‘tinggal dalam Aku’ dan
saksi atau kesaksian. Kendati demikian terdapat hubungan yg erat antara kedua
bentuk penyajian itu dan tema-tema umum muncul, ump Allah Bapak, Anak Manusia,
iman, kasih dan pengutusan. Gaya bahasa dan kosakata juga berbeda. Tak ada
perumpamaan dalam Yoh, dan Yesus sering berbicara dalam penuturan atau dialog
yg panjang lebar yg bandingannya tidak ada dalam Injil-injil Sinoptik.
Karena itu beberapa
ahli menganggap bahwa yg disajikan oleh Yohanes dalam Injilnya adalah lebih
merupakan pemikiran atau renungan Yohanes sendiri tentang ucapan-ucapan Yesus,
ketimbang kata-kata Yesus sendiri sebagaimana yg setepatnya (ipsissima verba).
Kesimpulan ini kuat ditopang oleh kenyataan gaya bahasa dan isi yg sangat mirip
dengan itu dalam 1 Yoh. Kendati demikian pendapat itu perlu diuji. Pertama,
dalam Injil Yoh terdapat banyak ungkapan yg bentuk dan isinya sama dengan
ungkapan Injil Sinoptik (bnd B Noack,
hlm 89-109; C. H Dodd, hlm 335349) dan sama-sama berhak untuk diakui
otentik. Kedua, pada pihak lain — setidak-tidaknya — ungkapan ‘benang merah yg
membentang’ dalam Injil Yoh juga membentang dalam Injil-injil Sinoptik (Mat
11:25-27), merupakan tampikan telak terhadap anggapan bahwa bahasa yg digunakan
Yesus dalam Injil Sinoptik tidak sama dengan bahasa yg digunakan Yesus dalam
Injil Yoh. Ketiga, pola-pola ucapan Aram yg sama dan kesesuaiannya dengan
cara-cara percakapan Yahudi yg terdapat dalam Yoh juga ada dalam Injil-injil
Sinoptik.
Jadi dapat dikatakan dengan penuh
keyakinan, bahwa ucapan-ucapan yg disajikan dalam Yoh adalah berdasarkan
ucapan-ucapan Yesus sesuai dengan yg sebenarnya. Ucapan-ucapan itu, memang,
tertuang dalam tuturan Yohanes yg jelas teramat sukar untuk dapat dipisahkan.
(Bnd perihal #/TB Gal 2:14 dab; dimanakah akhir ucapan Paulus kepada Petrus dan
renungannya mengenai itu?) Semua sependapat bahwa Yoh 3:16-21 lebih terasa
sebagai tuturan Yohanes daripada tuturan Yesus, namun dalam hal itu Yohanes
hanyalah penutur.
X. Sejarah dan tafsiran
dalam Yohanes
Tujuan Yohanes (lih II,
di atas) menuntut, supaya paling sedikit dalam ringkasan umum, isi Injil Yoh
dipandang sebagai sejarah. Injil itu akan gagal total mencapai tujuannya jika
yg disajikan oleh Yohanes kepada kita adalah dongeng, yg maksudnya didongengkan
adalah untuk membuktikan kebenaran pemberitaan gereja, bahwa Yesus adalah
Mesias yg dijanjikan, bukan bahwa Yesus yg adalah Mesias benar-benar adalah
realitas sejarah yg melatarbelakangi dan mensahihkannya (lih C. F. D Moule, The
Phenomenon of the New Testament, 1967, hlm 100-114).
Telah disinggung bahwa
banyak dari kesukaran yg umumnya diajukan untuk menentang sahihnya kesejarahan
Injil Yoh, sama sekali tidak berbobot. Dan memang adalah fakta makin kuatnya
dan luasnya kecenderungan untuk mengakui, bahwa dalam Injil Yoh ada banyak data
otentik sejarah yg penting tentang Yesus, juga tentang hidup Yesus di bumi ini
yg tak mungkin memadai bila digali hanya dari Injil Sinoptik saja (bnd T. W
Manson, ‘The Life of Jesus: A Survey of the Available Material (5)’, BJRL 30,
1947, hlm 312-329; AN Hunter, According to John, 1968).
Pada pihak lain, kesan
menyeluruh sesudah membaca Yoh dan Injil-injil Sinoptik, ialah dalam Injil Yoh
kepada kita disajikan ulasan tentang Yesus ketimbang cerita harfiah yg ketat
mengenai hidup-Nya. Ajaran yg diberikan-Nya lain, juga lukisan mengenai
diriNya, khususnya yg berkaitan dengan kesadaran diriNya sebagai Mesias dan
Anak Allah. Tapi tidaklah etis dan tidaklah bijaksana menekankan
perbedaan-perbedaan itu secara berlebihan. Kemanusiaan Yesus adalah sama dalam
Yoh dan dalam semua Injil lainnya, bahkan ‘kerahasiaan Mesias’ yg terdapat
dalam Injil-injil Sinoptik tidaklah seutuhnya alpa dalam Yoh. F. F
Bruce berkata, tidak ada perbedaan mendasar pada tokoh Yesus dalam Injil
Sinoptik dengan tokoh Yesus dalam Injil Yoh (The New Testament Documents’,
1960, hlm 60 dab).
Maksud uraian di atas
ialah, bahwa Injil Yoh sama sekali tidak bertentangan dengan Injil Sinoptik,
tapi menafsirkan diri Tokoh Yesus yg dilukiskan di dalam Injil Sinoptik itu.
Apabila Injil-injil Sinoptik menyajikan foto atau gambar sosok pribadi Yesus,
maka Yoh menyajikan lukisan citra kepribadian Yesus (W Temple, Readings in St
John’s Gospel, hlm 16). Karena itu, dalam terang uraian di atas, Injil Yoh
dapat digunakan sebagai sumber data tentang hidup Yesus dan penafsiran Yohanes
perihal hidup Yesus, kendati adalah mustahil memisahkan kedua unsur itu. Hidup
Yesus di bumi ini tak dapat seutuhnya dipahami, jika terlepas dari
penyataan-Nya sendiri kepada gereja-Nya sebagai Tuhan yg sudah bangkit dari
antara orang mati. Dengan ilham Roh Kudus (bnd Yoh 14:26; 16:14) Yohanes
mengungkapkan makna dari hidup Yesus di bumi ini. Ia menafsirkan cerita tentang
Yesus, dan dengan melakukan itu ia memberikan kepada kita — seperti ucapan A. M
Hunter —‘ makna yg sebenarnya dari yg terjadi di bumi ini’ (Introducing New Testament Theology, 1957, hlm 129).
KEPUSTAKAAN.
- ·
Tafsiran BY Westcott, 1882 (mengenai naskah
Yunani juga, 1908);
- ·
E. C Hoskyns dan F. N Davey2, 1947; R. H
Lightfoot, 1956; R. V. G Tasker (TNTC), 1960; W Temple, 1945; G. A Turner dan
G. R Mantey, 1964; J Marsh (Seri Pelican), 1968;
- ·
J. N Sanders dan BA Mastin, BNTC, 1968; R. E
Brown, AB, 1971; L Morris, NIC/NLC, 1971;
- ·
B Lindars, NCB, 1972. Tafsiran naskah Yunani: J.
H Bernard, ICC, 1928; C. K Barrett, 1955; R Schnackenburg, 1965, dst; R
Bultmann, 1971;
- ·
W. F Howard, The Fourth Gospel in Recent
Criticism and Interpretation4, 1955; C. H Dodd, The Interpretation of the
Fourth Gospel, 1963;
- ·
E Malatesta, St John’s Gospel 1920-1965,1967;
- ·
M Hunter, According to John, 1968;
- ·
E Kasemann, The Testament of Jesus, 1968;
- ·
R. T Fortna, The Gospel of Signs, 1970;
- ·
K Barrett, The Gospel of John and Judaism, 1975;
J Painter, John: Witness and Theologian, 1975; S. S Smalley, John: Evangelist
and Interpreter, 1978.