PELAYANAN
Berpusat
Pada Kristus
Untuk
mengungkapkan ide profesi pelayan atau pelayanan imam, biasanya PL menggunakan
kata kerja syarat dan turunannya (LXX
leitourgein), dan kata ‘avad (latreuein) lebih menunjuk kepada ibadah
keagamaan seluruh umat atau perseorangan. Dalam PB istilah khas ialah diakonia,
yg terdapat hanya dalam Est di PL, tapi di sana tidak dipakai dalam fungsi
keimaman apa pun; dan perubahan dalam bahasa mengandung perubahan juga dalam
ajaran, karena pelayanan dalam pengertian PB tidaklah hak khusus golongan imam.
Leitourgia dikhususkan untuk menerangkan pekerjaan keimaman ibadah Yahudi (Luk 1:23; Ibr 9:21), dan digunakan
juga untuk pelayanan Kristus yg jauh lebih agung (Ibr 8:6); lalu kata itu dapat juga dikenakan, dalam arti kiasan,
kepada pelayanan rohani oleh nabi dan pemberita Injil (Kis 13:2; Rom 15:16). Tapi pada umumnya tetap benar, bahwa PB
memakai istilah keimaman hanya sehubungan dengan kelompok orang percaya sebagai
satu tubuh terpadu seutuhnya (Fili 2:17;
1Pet 2:9).
I.
Kristus Sebagai Teladan
Teladan
pelayanan Kristen disajikan dalam hidup Kristus, yg datang bukan untuk dilayani
melainkan untuk melayani (Mat 20:28; Mr
10:45); kata kerja yg dipakai dalam ay-ay ini ialah diakonein, yg
melukiskan pelayanan di meja makan, dan mengingatkan kembali peristiwa tatkala
Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya (Yoh
13:4 dab). Sangat penting bahwa dalam peneguhan jabatan yg pertama sekali
dicatat dalam gereja Kristen, ialah tujuan jabatan itu yakni ‘melayani meja’ (Kis 6:2); dan kata yg sama digunakan
dalam ps yg sama (ay Kis 6:4) untuk menerangkan pelayanan Firman yg didahulukan
oleh ke-12 rasul daripada pelayanan di meja. Pelayan Kristus, mengikuti teladan
Guru-nya, memberikan pelayanan yg timbul dari kerendahan hati tapi penuh kasih
terhadap kebutuhan manusia pada umumnya, dalam roh yg sama seperti halnya
malaikat-malaikat (Mat 4:11; Mr 1:13) dan
kaum perempuan (Mat 27:55; Luk 8:3) melayani
Tuhan Yesus waktu di bumi. Pelayanan seperti itu dianggap dilakukan terhadap
Kristus dalam diri orang-orang yg berkekurangan (Mat 25:44); pelayanan demikian paling sering diberikan kepada
orang-orang kudus (Rom 15:25; 1Kor 16:15;
2Kor 8:4; 9:1; Ibr 6:10); tapi pekerjaan melayani adalah pelayanan
timbal-balik dalam persekutuan tubuh Kristus (1Pet 4:10); dan sebagai pelayanan Injil (1Pet 1:12), dan secara nyata merupakan pelayanan pendamaian (2Kor 5:18) bagi dunia.
Kesanggupan
melaksanakan pekerjaan seperti itu adalah pemberian Allah (Kis 20:24; Kol 4:17; 1Tim 1:12; 1Pet 4:11); dalam Rom 12:7 kesanggupan itu sudah
digolongkan dalam kelompok karunia-karunia rohani yg beraneka ragam; dan dalam 1Tim 3:8 dab pelayanan diaken sudah
menjadi jabatan yg diakui dalam jemaat. Tapi istilah itu masih dipakai dalam
pengertian yg luas; Timotius harus menggenapi pelayanannya dengan melakukan
penginjilan (2Tim 4:5); dan tujuan
utama pelayanan ini ialah membangun tubuh Kristus (Ef 4:12). Dengan kata-kata Hort, Kristus meninggikan ‘tiap tahapan
dan bentuk pelayanan menuju tingkat yg lebih tinggi… jadi pelayanan menjadi
salah satu tujuan utama dari semua kegiatan Kristen’; dan istilah ini dikenakan
kepada semua bentuk pelayanan di dalam gereja.
II.
Pelayanan penggembalaan
Kristus
tidak hanya teladan pelayanan diaken, tapi juga Gembala yg baik (Yoh 10:11), juga Pemelihara jiwa orang
(1Pet 2:25). Dalam pengertian
tertentu, kedua jabatan ini berasal dari teladan Kristus sendiri, dan jabatan
tua-tua (penatua) adalah pantulan dari jabatan yg ditetapkan Yesus dalam
kerasulan (bnd 1Pet 5:1). Jadi dapat
dikatakan bahwa tua-tua memerintah berdasarkan perintah yg diberikan oleh
Rajanya ( Luk 22:29-30), sedang
pekerjaan pendeta atau gembala dan pekerjaan samas (pelayan) dibentuk menurut
jabatan nabi dan jabatan imam dari Kristus. Tapi akan menjadi salah, jika
terlalu menekankan perbedaan-perbedaan itu karena istilah pendeta (pemelihara)
dan tua-tua (penatua) jelas adalah sinonim, dan diaken meliputi banyak bentuk
pelayanan. Tugas penggembalaan domba-domba adalah bagian terpenting dari tugas
pelayan (Yoh 21:15-17; Kis 20:28; 1Pet 5:2), dan sangat erat
hubungannya dengan pemberitaan Firman Tuhan ( 1Kor 3:1-2) sebagai roti kehidupan (Yoh 6:35), atau air susu murni yg memberi pertumbuhan (1Pet 2:2). Perumpamaan dalam Luk 12:41-48 mengandung pengertian,
bahwa pelayanan sejenis harus tetap ada dalam gereja sampai Kristus kembali.
III.
Tugas-Tugas Pelayanan Sakramen
PB tidak
bicara banyak tentang tugas-tugas pelayanan sakramen; rasul Paulus menganggap
pelayanan baptisan kudus adalah pekerjaan tambahan (1Kor 1:17), yg biasanya dia serahkan kepada pembantu-pembantunya;
dan walaupun itu lumrah bagi seorang rasul, jika ia hadir, untuk memimpin
pemotongan roti (Kis 20:7), maka
perayaan Perjamuan Kudus biasanya dianggap kegiatan meliputi seluruh jemaat.
Tapi bagaimanapun, dari mulanya dirasakan perlu ada seorang pemimpin; dan jika
rasul, nabi atau penginjil tak hadir, tugas ini dilimpahkan kepada salah
seorang tua-tua setempat.
SAKRAMEN
Kata ‘sakramen’
(Latin sacramentum) dalam arti teknis teologis, bila digunakan untuk melukiskan
upacara-upacara tertentu dari iman Kristen, termasuk ke dalam masa perkembangan
doktrin pada kurun waktu yg jauh kemudian sesudah zaman PB. Kitab Vulgata di
beberapa bagiannya menggunakan kata ini untuk menerjemahkan Yunani musterion (Ef
5:32; Kol 1:27; 1Tim 3:16; Wahy 1:20; 17:7), namun yg lebih biasa dipakai ialah
musterium. Penggunaannya secara gerejawi pada waktu yg lebih dini, yakni
sacramentum, dipakai dalam arti luas untuk sembarang upacara atau hal yg lebih
sakral.
Dalam kehidupan
sehari-hari kata itu digunakan dalam dua cara: (1) sebagai ikrar atau jaminan
yg diserahkan kepada ‘orang kepercayaan yg terjamin menjaga kerahasiaan’, oleh
pihak-pihak yg terlibat dalam masalah tuntutan hukum dan diperuntukkan bagi
tujuan suci; (2) sebagai sumpah tentara Romawi kepada kaisar, dan kemudian
untuk sumpah apa saja. Gagasan-gagasan ini kemudian digabungkan untuk
menghasilkan konsep upacara suci keagamaan yg merupakan janji atau tanda.
Penerimaan upacara suci itu mencakup pengikraran sumpah kesetiaan, dan ini
dalam perjalanan waktu mengarah ke pembatasan kata ‘sakramen’ kepada dua
upacara lembaga ilahi yg utama, yaitu Baptisan dan Perjamuan Kudus. Penggunaan
yg lebih luas berlangsung terus berabad-abad lamanya. Hugo St. Victor (abad 12)
dapat berbicara tentang 30 macam sakramen, tapi Petrus Lombardus pada zaman yg
sama memperkirakan 7 saja. Perkiraan yg terakhir secara resmi diterima oleh
gereja Roma.
Definisi umum
tentang sakramen yg diterima oleh gereja Reformasi dan Roma Katolik, ialah
bahwa sakramen merupakan tanda lahiriah yg nampak, ditetapkan oleh Kristus,
menyatakan dan menjanjikan suatu berkat rohani. Definisi tersebut banyak
dipengaruhi oleh ajaran dan bahasa Agustinus, yg menulis tentang bentuk yg
nampak yg mengandung keserupaan dengan hal yg tak nampak. Jika kepada ‘unsur’
ini, atau bentuk yg nampak itu, perkataan lembaga Kristus ditambahkan, suatu
sakramen telah dibuat, sehingga sakramen dapat disebut sebagai ‘firman yg
nampak’ (lih Augustine, Tracts on the Gospel of John. 80, Epis. 98, Con.
Faustum 19. 16, Serm. 272)
Apakah PB
mengajarkan kewajiban upacara-upacara sakramental bagi semua orang Kristen? Keuntungan
spiritual apakah yg terdapat dalam penerimaan mereka, dan bagaimana itu
disampaikan?
Kewajiban untuk
terus melaksanakan upacara-upacara sakramental tergantung pada:
(1) pelembagaannya
oleh Kristus;
(2) perintah yg dinyatakan-Nya untuk terus melaksanakannya;
(3) penggunaannya yg hakiki sebagai lambang tindakan Allah
yg integral dengan pernyataan Injil. Hanya ada dua upacara wajib bagi semua
orang Kristen dalam cara ini. Tidak ada petunjuk alkitabiah untuk melayankan
apa yg disebut upacara-upacara sakramental lainnya (yaitu Konfirmasi,
Penahbisan, Pernikahan, Penitentia, Pemberian Minyak Suci Terakhir) kedudukan
yg sama dengan Baptisan dan Perjamuan Kudus, yg sejak semula dikaitkan bersama
pemberitaan Injil dan kehidupan gereja (Kis 2:41,42; bnd 1Kor 10:1-4). Kedua
sakramen itu dikaitkan dengan sunat dan paskah, upacara-upacara wajib dalam PL
(Kol 2:11;1Kor 5:7; 11:26).
Kehidupan
Kristen sejak semula dan seterusnya juga dikaitkan dengan peringatan-peringatan
sakramental (Kis 2:38; 1Kor 11:26). Beberapa dari pelajaran yg terdalam tentang
kesucian dan kesempurnaan adalah implisit dalam apa yg dikatakan Alkitab
tentang kewajiban-kewajiban sakramental Kristen (Rom 6:1-3; / 1 Kor 12:13; /Ef
4:5). Acuan-acuan tentang sakramen mungkin mendasari banyak bagian Alkitab,
walaupun tidak secara eksplisit disebut (mis Yoh 3:6; Ibr 10:22; Yoh 19:34).
Amanat Agung Tuhan yg bangkit kepada para murid, untuk pergi ke segenap bangsa
memberitakan Injil, secara khusus memerintahkan pelayanan baptisan dan jelas
mengimplikasikan penyelenggaraan perjamuan kudus (Mat 28:19,20). Kristus
berjanji akan menyertai pengikut-Nya hingga kesudahan zaman. Pekerjaan untuk
apa para murid dipanggil-Nya, termasuk pelayanan sakramen, tidak akan digenapi
sebelum waktu itu. Paulus juga tidak ragu-ragu bahwa perjamuan kudus harus
diteruskan, sebagai pemberitaan akan kematian Kristus hingga Dia datang kembali
(1Kor 11:26). Benar bahwa Matius dan Markus tidak mencatat perintah ‘lakukan
ini untuk mengingat Aku’, tapi bukti dari apa yg dilakukan oleh gereja purba (Kis
2:42; 20:7; 1Kor 10:16; 11:26) cukup kuat.
Dampak sakramen
tergantung kepada pelembagaan dan amanat Kristus. Unsur-unsur yg digunakan itu
pada dirinya tidaklah mempunyai kekuatan; penggunaannya yg disertai kesetiaan
itulah yg menentukan. Karena melalui sakramen manusia dibawa pada persekutuan
dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya (Rom 6:3; 1Kor 10:16).
Pengampunan (Kis 2:38), penyucian (Kis 22:16; bnd Ef 5:26), dan gairah
spiritual (Kol 2:12) dihubungkan dengan baptisan. Partisipasi dalam tubuh dan
darah Kristus terjadi melalui perjamuan kudus (1Kor 10:16; 11:27). Baptisan dan
cawan dihubungkan dalam ajaran Tuhan Yesus ketika Ia berbicara tentang
kematian-Nya, dan dalam pikiran gereja ketika menaati secara khidmat kewajiban-kewajiban
itu (Mr 10:38,39; 1Kor 10:1-5).
Sakramen
merupakan upacara perjanjian: ‘Cawan ini adalah perjanjian yg baru’ (Luk 22:20;
1Kor 11:25). Kita dibaptiskan ‘ke dalam Nama’ (Mat 28:19). Perjanjian yg baru
itu dimulai dengan korban kematian Kristus (bnd Kel 24:8; Yer 31:31,32).
Berkatnya disampaikan Allah melalui firman dan janji-Nya di dalam Injil dan
sakramen-Nya. Ada bukti yg jelas bahwa pada zaman para rasul banyak orang
menerima berkat lewat penyelenggaraan sakramen yg disertai pemberitaan firman
(Kis 2:38 dab). Adalah firman dan janji Injil yg menyertai pelayanan itu yg
memberikan makna dan dampak kepada upacara. Mereka yg hanya menerima baptisan
Yohanes, dibaptis lagi ‘dalam Nama Tuhan Yesus’ (Kis 19:1-7). Mungkin juga
bahwa beberapa orang menerima sakramen tanpa memperoleh keuntungan spiritual (
Kis 8:12,21*; 1 Kor 11:27; 10:5-12). Dalam kasus Kornelius dan seisi rumahnya
(Kis 10:44-48), kita mendapat contoh tentang orang-orang yg memperoleh karunia
yg dimeteraikan dengan baptisan sebelum mereka menerima sakramen. Namun
demikian mereka masih tetap menerima sakramen sebagai memberi keuntungan dan
sebagai kewajiban.
Dalam PB tidak
terdapat kesan adanya pertentangan antara penerapan sakramen dan spiritualitas.
Jika diterima dengan benar, maka sakramen itu memberikan berkat kepada orang
percaya. Tapi berkat ini tidak terbatas kepada penerapan sakramen. Dan bila
berkat disampaikan melalui sakramen, itu juga tidak berarti bahwa pemberian
berkat itu bertentangan dengan penekanan Alkitab yg kuat akan iman dan kesalehan.
Jika dilakukan sesuai prinsip-prinsip yg ditetapkan dalam Alkitab, sakramen itu
secara terus-menerus mengingatkan kita kepada dasar agung dari penyelamatan
kita, yaitu kematian dan kebangkitan Kristus. Dan mengingatkan kita akan
kewajiban-kewajiban kita untuk berjalan sebaik-baiknya pada panggilan kita. *BAPTISAN;
*PERJAMUAN KUDUS.
KEPUSTAKAAN.
- O. C Quick, The Christian Sacraments, 1932; G Bornkamm, TDNT 4, hlm 826 dst;
- J Jeremias, The Eucharistic Words of Jesus, 1955;
- W. F Flemington, The New Testament Doctrine of Baptism, 1957;
- AN Stibbs, Sacrament, Sacrifice and Eucharist, 1961;
- G. R Beasley Murray, Baptism in the New Testament, 1962;
- J. I Packer (red.), Eucharistic Sacrifice, 1962; D Cairns, In Remembrance of Me, 1967.
IV.
Karunia-Karunia Rohani
Dalam
bentuknya yg paling dini pelayanan Kristen itu bersifat karunia rohani.
Artinya, merupakan pemberian Roh Kudus atau bersifat supra alami, dan pelayanan
itu menyaksikan hadirnya Roh Kudus dalam jemaat. Maka terjadilah nubuat dan
bahasa roh (glossolalia), tatkala
rasul Paulus meletakkan tangannya kepada beberapa orang percaya yg baru
dibaptis (Kis 19:6); dan kata-kata
yg digunakan di sana menandakan bahwa kejadian itu, sampai batas tertentu,
merupakan ulangan dari apa yg terjadi pada hari Pentakosta (Kis 2).
Dalam
Surat-surat rasul Paulus terdapat tiga daftar dari berbagai bentuk pelayanan yg
bersifat karunia, dan perlu kita perhatikan bahwa dalam tiap daftar,
tugas-tugas administratif selalu menyertai tugas-tugas yg lebih bersifat rohani
(GEREJA,
PERATURAN). Dalam Rom 12:6-8
terdapat bernubuat, melayani (diakonia), mengajar, menasihati, membagi-bagikan
pemberian atau sedekah, kepemimpinan, dan ‘menunjukkan kemurahan’ (mengunjungi
orang sakit dan orang miskin?). 1Kor 12:28 menyebut rasul, nabi, guru atau
pengajar, bersama dengan orang-orang yg mendapat karunia untuk mengadakan
mujizat, menyembuhkan penyakit, melayani, memimpin dan berkata-kata dalam
bahasa roh.
TB Ef 4:11 mempunyai bentuk yg lebih
resmi; rasul-rasul, nabi-nabi, penginjil-penginjil, gembala-gembala dan
pengajar-pengajar, semuanya berusaha memperlengkapi orang-orang kudus dalam
pelayanan Kristen, sehingga seluruh gereja makin dewasa dalam hubungan yg
organis dengan Kepalanya, yaitu Yesus Kristus. Di sini yg ditekankan ialah
pelayanan Firman, tapi buah pelayanan seperti itu ialah saling melayani dalam
kasih. Karunia yg bermacam-macam yg disebut dalam ps-ps ini lebih merupakan
cara melayani ketimbang jabatan-jabatan yg teratur dan yg sudah tetap;
seseorang mungkin melakukan bermacam-macam pekerjaan, tapi kesanggupannya untuk
melaksanakan sesuatu tergantung pada dorongan Roh Kudus. Sebenarnya semua orang
Kristen dipanggil untuk melayani dengan bermacam-macam cara (Rom 15:27; Fili 2:17; Filem 1:13 ; 1Pet
2:16), dan untuk pekerjaan pelayanan itu mereka diperlengkapi oleh pelayan-pelayan
Firman (Ef 4:11-12).
Tidak hanya
kelompok 12 yg termasuk rasul, tapi juga Paulus dan Barnabas (1Kor 9:5-6), Yakobus adik Tuhan Yesus (Gal 1:19), Andronikus dan Yunias (Rom 16:7). Kualifikasi utama seorang
‘rasul’ ialah bahwa dia menyaksikan sendiri Yesus Kristus dan pelayanan-Nya
waktu hidup di bumi, khususnya melihat kebangkitan-Nya (Kis 1:21-22), dan kekuasaan sang rasul tergantung dari kenyataan,
bahwa dia dengan cara tertentu ditetapkan oleh Kristus, baik waktu Dia masih di
bumi ini (Mat 10:5; 28:19) termasuk
sesudah Dia bangkit dari antara orang mati (Kis
1:24; 9:15). Rasul-rasul dan tua-tua mungkin berkumpul dalam sidang dewan
untuk menetapkan kebijaksanaan umum bagi gereja (Kis 15:6 dab), dan seorang rasul dapat diutus sebagai utusan dari
jemaat asli untuk mengawasi perkembangan baru di tempat lain (Kis 8:24 dab). Tapi tentang wujud (eksistensi) dewan rasul yg permanen
dan berkedudukan di Yerusalem sama sekali tidak pernah melembaga justru tidak
dicatat dalam sejarah, dan tugas besar seorang rasul ialah bertindak sebagai
misionaris untuk memberitakan Injil, dan dalam mengemban misi itu pekerjaannya
akan diteguhkan oleh Allah dengan tanda-tanda yg menunjukkan persetujuan-Nya (2Kor 12:12). Jadi jabatan rasul tidak
terikat dalam batas-batas setempat, walau pembagian kerja mungkin terjadi, ump
pembagian tugas Petrus dan Paulus (Gal
2:7-8).
Kegiatan ‘penginjil’ juga seperti itu, ruang
geraknya tidak terbatas, dan pekerjaannya agaknya sama dengan pekerjaan rasul,
kecuali bila dia tidak mempunyai kualifikasi khusus untuk tugas rasuli yg lebih
tinggi; Filipus, seorang dari kelompok tujuh (Kis 6), menjadi penginjil (Kis
21:8), dan Timotius juga disebut penginjil (2 Tim 4:5), walaupun dia tidak dimasukkan (2 Kor 1:1) ke dalam kelompok rasul.
Sifat khas
nubuat ialah karunia yg bisa terjadi, bisa tidak, tapi beberapa orang menerima
karunia bernubuat begitu teratur, sehingga terbentuk khusus kelompok
‘nabi-nabi’. Kelompok seperti itu ada di Yerusalem (Kis 11:27), Antiokhia (Kis
13:1) dan Korintus (1 Kor 14:29). Mereka yg disebut namanya termasuk Yudas dan
Silas (Kis 15:32) dan Agabus (Kis 21:19), bersama Hana (Luk 2:35) dan Izebel,
perempuan yg berlakon sebagai nabiah (Wahy 2:20).
Nubuat
berfaedah bagi pembangunan, nasihat dan hiburan (1Kor 14:3), justru bisa disebut pemberita berdasarkan ilham.
Seorang nabi bisa menentukan arah tertentu (Kis
13:1-2), atau memberitakan lebih dulu apa yg akan terjadi (Kis 11:28). Dan karena diucapkan dalam
bahasa yg dikenal umum, beritanya lebih berfaedah daripada hanya bahasa roh,
glossolalia (1Kor 14:23-25). Tapi
karunia ini diancam oleh bahaya tertipu, dan walaupun nubuat itu harus
dikendalikan hanya oleh orang yg menerimanya (1 Kor 14:22), isinya harus cocok dengan ajaran dasar Injil (1Yoh 4:1-3). Jika tidak, nabi
bersangkutan adalah nabi palsu dan harus ditolak. Tentang munculnya nabi palsu
demikian, wanti-wanti sudah diberi tahu lebih dulu oleh Kristus (Mat 7:15).
‘Gembala-gembala dan pengajar-pengajar’ (Ef 4:11) harus dianggap sama dengan tua-tua setempat, yg ditetapkan
oleh rasul-rasul (Kis 14:23) atau
pembantunya (Tit 1:5) untuk memenuhi
kebutuhan jemaat setempat, dan tanpa pembedaan menyebutnya sebagai tua-tua atau
penilik. ‘Wali-wali’ (1 Pet 2:14)
agaknya adalah orang-orang yg mengurus soal-soal jemaat setempat, dan ‘teman
sekerja’ (Rom 16:3,9) terlibat dalam
pekerjaan pengasihan, terutama dalam mengunjungi orang sakit dan orang miskin.
Mujizat-mujizat penyembuhan dan berbahasa roh merupakan ciri-ciri khas zaman
para rasul, tapi kelihatannya terhenti kemudian, walau pada berbagai masa hidup
kembali sejak masa kebangunan rohani Montanus dan seterusnya.
V. Permulaan Jabatan di Gereja
Telah sering
terjadi perdebatan mengenai hubungan setepatnya antara misi asli dan yg tak
terbatas dari para rasul dan penginjil, di satu pihak, dengan pelayanan
permanen dan setempat dari gembala, pengajar, wali dan teman sekerja, di pihak
lain. Golongan terakhir agaknya selalu ditetapkan oleh yg pertama; tapi
jika Kis 6 diterima sebagai keterangan umum dari peneguhan, maka
pemilihan umum memainkan peranan dalam menentukan calon. Rom 12 dan 1 Kor 12 bisa mengandung arti, bahwa gereja sebagai
persekutuan yg dipenuhi oleh Roh Kudus, mencetak petugas-petugas pelayanannya
sendiri; tapi Ef 4:11 berkata bahwa pelayanan itu diberikan oleh Kristus kepada
gereja. Hal itu bisa diartikan bahwa karena Kristus adalah sumber dari semua
kekuasaan dan teladan dari segala jenis pelayanan, maka gereja seutuhnya ialah
penerima tugas ilahi dari Kristus.
KEPUSTAKAAN.
- J. B Lightfoot, ‘Dissertation on the Christian Ministry’ dalam Philippians, 1868;
- A von Harnack, The Constitution and Law of the Church in the First Two Centuries, ET, 1910;
- H. B Swete, Early History of the Church and Ministry, 1918;
- B. H Streeter, The Primitive Church, 1929;
- K. E Kirk (ed), The Apostolic Ministry, 1946;
- D. T Jenkins, The Gift of Ministry, 1947;
- T. W Manson, The Church’s Ministry, 1948;
- K. M Carey (ed), The Historic Episcopate, 1954;
- J. K. S Reid, The Biblical Doctrine of the Ministry, 1955;
- T. F Torrance, Royal Priesthood, 1955,
- E Schweizer, Church Order in the NT, ET, 1961;
- L Morris, Ministers of God, 1964;
- M Green, Called to Serve, 1964;
- J. R. W Stott, One People, 1969.
No comments:
Post a Comment