Friday, August 23, 2019

KEADILAN (KEBENARAN) & KASIH KARUNIA (ANUGERAH)

KEADILAN DAN (KEBENARAN); KASIH KARUNIA (ANUGERAH)
       Pengertian-pengertian keadilan dan kebenaran sangat dekat. Karena dalam TBI beberapa istilah Ibrani dan Yunani diterjemahkan dengan kedua istilah bh Indonesia ini, maka uraian di bawah ini disusun menurut kata-kata Ibrani dan Yunani.

       1. Misypat. Arti dasar kata ini ialah, bahwa ada cara yg benar bagi seseorang untuk membawakan diri, dan cara yg benar untuk memperlakukan orang lain. Perangai atau tingkah laku ini dapat dipaksakan secara hukum. Proses menyatakan hak perseorangan ialah keadilan, dan jika seseorang melakukan kejahatan maka benarlah bahwa dia patut dihukum. Hak-hak Allah terungkap dalam undang-undang yg diberikan-Nya kepada manusia. Misypat berarti juga keputusan yg tepat yg diberikan mengenai masalah-masalah yg sukar, khususnya oleh Urim dan Tumim.

  • Ay-ay terkait:
  • hak: Kel 23:6; Ul 10:18; Yes 49:4.
  • keadilan: Kej 18:19;  Ul 6:19; 2Sam 8:15; Ayub 8:3; Yes 1:17
  • penghukuman:  Mazm 105:5; Yer 51:9; Hos 5:1
  • peraturan: Kel 21:1; Ul 4:1; Yeh 5:6
  • hukum: Mazm 19:10; 103:6; 119:7 dll

       keputusan: Kel 28:15; Bil 27:21; Ul 17:8-9; 1Raj 3:28. Tsedaqa (dan kata-kata seakar). Kata ini mempunyai aneka pengertian. Arti pertama agaknya ialah kelurusan secara harfiah. Tapi sudah sejak zaman Bapak leluhur tsedaqa mempunyai arti rohani, yaitu sesuai dengan suatu ukuran yg diterima. Ump hidup Yakub yg memenuhi syarat-syarat perjanjiannya untuk menggembalakan domba Laban, disebut tsedaqa (’ kejujuranku’, Kej 30:33). Musa membicarakan neraca-neraca dan batu-batu timbangan yg betul (lm Kej 19:36) atau utuh dan tepat (Ul 25:15) — terjemahan tsedeq: ia menuntut supaya para hakim Israel menghakimi dengan pengadilan yg adil (juga tsedeq), Ul 16:18,20. Pembicara pertama dalam suatu pertikaian nampaknya benar (tsadiq) sehingga orang lain menunjukkan kepalsuannya (Ams 18:17). Bahkan benda-benda mati bisa menjadi tsedeq, ump Mazm 23:3, jalan yg benar, yg berarti jalan-jalan yg bisa dijalani oleh seseorang.



       Karena ukuran tertinggi dalam hidup manusia diturunkan dari Tuhan, maka sesudah zaman Musa (bnd Ul 32:4) tsedaqa berarti kehendak Allah dan tindakan-tindakan yg diakibatkannya. ‘Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa!’ (Wahy 15:3). Ayub bertanya, ‘Masakan manusia benar di hadapan Allah?’ (Ayub 9:2). Tuhan ‘walaupun kaya akan kebenaran Ia tidak menindasnya’ (Ayub 37:23), karena tindakan Allah yg senantiasa bertindak sesuai dengan ukuran-Nya sendiri, senantiasa sempurna dan adil (Zef 3:5; Mazm 89:13). Tsedeqa (keadilan-Mu) dapat menggambarkan pemeliharaan Allah akan hidup manusia dan binatang (Mazm 36:6), dan Allah ‘selalu berkata benar, selalu memberitakan apa yg lurus’ (Yes 45:19).

       Sesudah ini, melalui peralihan yg wajar, tsedaqa menjabarkan ukuran susila yg dipakai Allah untuk mengukur tindak tanduk manusia. Ia menetapkannya di hadapan mereka (Yes 26:7), mereka patut tsadiq, kalau mereka hidup di hadapan Allah (Kej 6:9), dan dalam PB pelaku-pelaku dari Tauratlah yg dibenarkan di hadapan Allah (Rom 2:13). Keinginan Allah supaya hidup manusia sungguh-sungguh sesuai dengan susila yg dikehendaki-Nya, secara khusus dibebankan kepada raja-raja (2Sam 8:15; Yer 22:15b), tapi setiap orang percaya yg benar diharapkan untuk melakukan tsedaqa ( Mazm 119:121; Ams 1:3). Tsedaqa ialah ciri khusus dari Mesias (Yes 9:7; Za 9:9). Dalam syair-syair PL ada beberapa pernyataan akan kebenaran diri sendiri (ump Mazm 18:19-23; Ayub 12:4), tapi pernyataan-pernyataan ini lebih mengartikan bahwa si pembicara bebas dari tuduhan-tuduhan tertentu (Mazm 7:4-5), atau bahwa maksud hatinya sungguh-sungguh mumi dan penyerahan dirinya tulus ikhlas, daripada merupakan tuntutan bahwa hidupnya tanpa cacat. Yeh 18:9 melukiskan tsedaqa yg bisa dicapai oleh manusia dalam semangat hukum Taurat.

       Berhubungan dengan pemerintahan ilahi, keadilan dan kebenaran menunjuk khususnya pada hukuman. Firaun mengaku, ‘Tuhan itu yg benar, aku dan rakyatkulah yg bersalah’ (Kel 9:27), dan penjahat yg disalibkan berseru, ‘Kita memang selayaknya dihukum’ (Luk 23:41). Tuhan tidak dapat menutup mata terhadap kejahatan (Hab 1:13), dan tak akan membengkokkan kebenaran (Ayub 8:3). Orang-orang kafir di Malta juga percaya kepada hukuman ilahi, apa yg mereka sebut Dewi Keadilan (Kis 28:4). Keadilan Allah yg menghukum diibaratkan sebagai api yang menghanguskan (Ul 32:22; Ibr 12:29), dan orang jahat selayaknya mendapat hukuman (Rom 3:8).

       Sejak zaman para hakim dan seterusnya, tsedaqa dipakai juga tentang tindakan-tindakan pembelaan Allah bagi orang-orang yg dianggap layak menerimanya, dan dalam pengertian ini diterjemahkan dengan ‘adil’; Hak 5:11 ‘perbuatan Allah yg adil’. Tindakan-tindakan ini disebut dalam 2Sam 15:4; Ams 3:33; Yes 58:2-3. Walaupun campur tangan Allah mungkin ditunda, namun Ia akan menjadi cemburu karena tanah-Nya, dan belas kasihan kepada umat-Nya (Yoel 2:18). Tapi gagasan ini membawa kita pada suatu segi tsedaqa yg lain lagi. Dalam Mazm 51:14 Daud berjanji bahwa lidahnya akan bersorak-sorai memberitakan keadilan Tuhan; maksudnya bukan pembenaran (ia mengaku sudah berbuat dosa) tapi pengampunan. Tsedaqa telah dihubungkan dengan penebusan; Tuhan memenuhi janji-Nya sendiri akan penyelamatan, walaupun manusia tidak layak menerimanya (Mazm 31:1; 103:17; 143:1). Yes 45:21 menyebut ‘Allah yg adil dan Juruselamat’, artinya, Ia Juruselamat sebab adil. 1Yoh 1:9 menyebut Allah adil sebab Ia mengampuni dosa-dosa kita. Namun dalam Rom 3:26, kita masih harus mengerti ‘benar’ dalam artinya yg lama, yaitu adil dalam hal menghukum.

 2. PL juga mengenal suatu tsedaqa yg merupakan pemberian Allah kepada mereka yg percaya. #/TB Kej 15:6; Hab 2:4, menyebut kebenaran ini, yg diterima karena ketergantungan manusia kepada rahmat Tuhan.  Yes 54:17 berbicara tentang kebenaran yg hamba-hamba Tuhan terima dari Dia. Dalam Tuhan ada suatu tsedaqa yg oleh kasih karunia-Nya menjadi milik seorang percaya (Yes 45:24). Kebenaran diri kita sama sekali tidak lengkap (Yes 64:6), tapi di dalam Tuhan ‘seluruh keturunan Israel akan nyata benar’ (Yes 45:25). Satu abad kemudian, Yeremia menyebut Yehuda dan Tuhan sebagai ‘tempat kediaman kebenaran’ ( Yer 31:23), yaitu sumber kebenaran bagi orang yg percaya (lih Laetsch, Biblical Commentary, Jeremiah, 1952, hlm 254, 191-192). Tapi sebagaimana Tuhan mengaruniakan kasih karuniaNya atas orang yg tidak layak, demikian pula umat-Nya harus ‘usahakanlah keadilan’ (Yes 1:17) dan mengadili perkara orang sengsara dan orang miskin dengan adil (Yer 22:16). Tsedaqa telah menjadi berarti ‘kebaikan’.

       Sesudah Zaman Pembuangan, Aram tsedqa menjadi suatu istilah yg berarti sedekah, memberi uang kepada orang miskin (Dan 4:27; Mazm 112:9; bnd Mat 6:1).

       Teladan tsedqa dalam segala artinya ialah Yesus Kristus. Ibr 4:5 menyebut hidup-Nya yg benar, tanpa cela, yg lebih baik daripada kehidupan ahli Taurat dan orang Farisi (Mat 5:20). Ia menyerahkan hidup-Nya bagi orang lain (Yoh 15:13). Ia datang supaya Allah dapat mantap tetap benar walaupun Ia membenarkan orang yang berbuat dosa bila mereka percaya kepada Yesus (Rom 3:26), supaya orang Kristen bisa berada dalam Dia, yg membenarkan dan menguduskan mereka (1Kor 1:30).

       3. Dikaiosune, yg terdapat 94 kali dalam PB, adalah kata Yunani yg sepadan dengan kata Ibrani tsedaqa. Biasanya kata itu diterjemahkan’kebenaran’, tapi dalam 2Kor 6:7; 1Tim 6:11; 2Tim 2:22; Ibr 1:9 2Pet 1:1 sebagai ‘keadilan’. Di tempat-tempat lain terdapat terjemahan-terjemahan lain; ‘kehendak Allah’ dalam Mat 3:15, ‘hidup keagamaan’ dalam Mat 5:20, ‘pembenaran’ dalam 2Kor 3:9, ‘perbuatan yg baik’ dalam Tit 3:5.

       Pemakaian dikaiosune sudah dipengaruhi oleh bh Ibrani tsedaqa, tapi khususnya bagi Paulus pikiran utama ialah pengakuan, bahwa keadilbenaran manusia mustahil cukup untuk memenuhi ukuran Allah. Paulus membedakan keadilan yg dicapai oleh usaha moral (apa, yg disebutnya ‘kebenaran karena menaati hukum Taurat’) (Fili 3:9) dan kebenaran yang merupakan pemberian dari Tuhan.

       Kebenaran ini bersumber pada Tuhan (Fili 3:9) dan diterima sebagai anugerah berdasarkan karya Kristus (Rom 5:17). Kebenaran ini ialah kebenaran yg dicapai Kristus sendiri dalam ketaatan-Nya yg sempurna pada kehendak Bapak dalam hidup dan mati, dalam mana Ia memikul kutuk Allah akibat pelanggaran-pelanggaran hukum ilahi. Keselamatan tercapai melalui suatu pertukaran secara absah antara orang berdosa dan Juruselamat; orang berdosa itu menerima kebenaran Kristus, Kristus dibuat menjadi dosa (2Kor 5:21; bnd 1Kor 1:30; 2Pet 1:1). Pemberian ini diberikan Tuhan kepada semua orang yg percaya (Rom 3:22) dan merupakan dasar pembenaran (Rom 5:18). Mereka yg di bedung dalam kebenaran ini dibenarkan dan diterima sebagai benar di hadapan Pengadilan Allah (Rom 3:26). Bahwa Allah telah menyediakan pembenaran ini bagi orang-orang berdosa, merupakan kenyataan pusat dari Injil (Rom 1:17). Kebenaran ini tidak tergantung pada tingkat kita menaati hukum Allah (Rom 3:21), karena itu adalah berdasarkan ketaatan Kristus yg sempurna kepada hukum dan kehendak Allah. Ajaran ini menurut Paulus bukan baru, tapi terdapat dalam PB (Rom 3:21). Ia mengutip Hab dalam Rom 1:17, dan berbicara panjang tentang Abraham, yg dibenarkan oleh iman (Rom 4:3).

       Dikaiosune berarti penyesuaian dengan hukum, khususnya Hukum ilahi; Kristus memenuhi kebenaran, baik dalam hal Ia menaati Hukum Allah dalam kehidupan-Nya, maupun dalam hal Ia menerima hukuman Allah yg adil atas dosa dalam kematian-Nya. Kebangkitan dan peninggian-Nya merupakan pengukuhan dan pensahihan bagi kebenaran-Nya (Ibr 2:9; bnd Rom 2:7).

       4. Emet di PL dipakai dalam dua pengertian. Pertama, membicarakan kejadian-kejadian, apakah ‘benar’ atau ‘bohong’; ump Ul 17:4; 1Raj 10:6; ‘benar’. Tapi jauh lebih lazim kata itu dikenakan kepada sifat terpercayanya seseorang, dan dalam hal ini emet diterjemahkan ‘setia’. Sifat terpercaya ini adalah salah satu sifat Allah (Mazm 31:5; Yer 10:10; Mazm 108:3; Mazm 146:6) yg tetap setia untuk selama-lamanya. ‘Ia menghakimi bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya’ dan mengirim kasih setia-Nya dan kebenaran (Mazm 57:3b). Firman-Nya tetap untuk selama-lamanya (Mazm 119:89) dan perintah-perintah-Nya benar (Mazm 119:151). Emet adalah jawaban manusia kepada Allah dalam menaati hukum dan peraturan-Nya, dan merupakan dasar bagi persekutuan manusia; dari situlah timbul larangan dalam Kel 20:16 dan Ul 5:20. Aletheia beserta kata-kata yg berkaitan dalam bh Yunani menunjuk kepada kebenaran secara budi. ‘Seperti dalam bahasa hukum aletheia adalah duduk perkara yg nyata, yg masih harus dibuktikan terhadap berbagai pernyataan-pernyataan yg dikemukakan oleh para pihak dalam pengadilan; begitu juga dalam bidang sejarah, aletheia adalah duduk kejadian yg nyata secara ilmu sejarah dikontraskan dengan dongeng, dan dalam ilmu filsafat hal yg sungguh-sungguh nyata, dalam arti yg mutlak’ (Bultmann, TWNT). Tapi dalam PB aletheia bersama kata-kata serumpunnya sudah dipengaruhi oleh kata Ibrani emet dan kadang-kadang sukar untuk mengetahui, apakah arti setepatnya dari kata-kata yg dimaksud.

       Pengertian Ibrani dari sifat terpercaya mendominasi ay-ay seperti Rom 3:7; 15:8 (ttg Allah) dan 2Kor 7:14; Ef 5:9 (ttg manusia). Kesetiaan Allah adalah suatu gagasan yg terkandung di seluruh PB.


       Ada juga pengertian Yunani akan sesuatu yg sungguh nyata dan lengkap, sebagai lawan dari sesuatu yg palsu dan yg tidak sempurna (mis Ef 4:25); iman Kristen adalah khas kebenaran (Gal 2:5; Ef 1:13). Pemakaian ini secara khusus terdapat dalam Yohanes. Yesus menyatakan bahwa Dia ialah kebenaran yg dipersonifikasikan (Yoh 14:6); di dalam Dia kebenaran itu datang, Roh Kudus memimpin orang ke dalam kebenaran itu (Yoh 16:13; bnd Yoh 14:17; 1Yoh 4:6), sehingga para murid Yesus mengetahuinya (Yoh 8:32; 2Yoh 1), melakukannya (Yoh 3:21), dan hidup di dalamnya (Yoh 8:44). Firman kebenaran itu melahirkan kita kembali (Yak 1:18) dan kebenaran itu harus ditaati (Rom 2:8; Gal 5:7).

       Kata sifat alethinos kadang-kadang mengandung pengertian ‘sejati’. Artinya, sesuatu yg sungguh benar sebagai lawan dari hanya rupa saja atau tiruan.

  • Dengan demikian Yesus ialah pelayan dari Kemah Sejati, sebagai lawan bayang-bayang dari upacara keimaman (Ibr 8:2 dab).
  • Yesus ialah kenyataan yg abadi (’ yg benar’), yg dilambangkan oleh roti dan anggur (Yoh 6:32; 15:1). Begitu juga para penyembah yg benar (Yoh 4:23), maksudnya bukan terutama sungguh-sungguh tapi sejati; ibadah mereka adalah benar-benar mendekati Allah, yg Roh itu, secara sungguh-sungguh, sebagai lawan dari ibadah formal-formalan, yg mengikat Allah, hanya di Yerusalem atau Gerizim (Yoh 4:21); upacara-upacara demikian paling banter hanya dapat melambangkan Allah dan senantiasa ada kemungkinan menggambarkan Allah secara salah.



 KASIH KARUNIA (ANUGERAH)

          I. Dalam PL

          Kasih karunia dipakai sebagai terjemahan bh Ibrani khen. Kata ini berarti perbuatan atasan (dapat juga Allah) yg menunjukkan kepada bawahannya kasih karunia, padahal sebenarnya bawahan itu tidak layak menerimanya: mis Kej 6:7; Kel 33:17; Bil 6:25. Memang, tiada manusia yg dapat menunjukkan khen kepada Allah. PL menjelaskan, Allah memilih Bapak-bapak leluhur Israel dan Israel juga, hanya atas dasar kasih karunia-Nya. Sama sekali tidak ada jasa atau kebenaran dalam mereka, yg dapat dianggap alasan bagi pemilihan itu, Ul 7:7-8, bnd Ul 8:18. Dalam membuat perjanjian Sinai, seperti dulu dalam membuat perjanjian Abraham, prakarsa dari Allah datangnya. Nabi-nabi juga, yg menekankan perlunya pertobatan, mengakui bahwa hati yg baru harus diperoleh sebagai karunia dari Tuhan (Yeh 36:26; Yer 31:31-34), artinya, berdasarkan kasih karunia-Nya.

          II. Dalam PB

          Kata Yunani kharis adalah kata yg biasa dipakai untuk menerjemahkan kata Ibrani khen. Kata kerja kharizesthai dipakai untuk menunjukkan arti pengampunan, dari manusia dan juga dari Allah (Kol 2:13; 3:13; Ef 4:32).

             a. Injil-injil Sinoptis

             Terlepas dari perkataan kharis, yg tidak pernah dikenakan pada ucapan Yesus, gagasan tentang kasih karunia sangat jelas. Yesus berkata bahwa Ia datang untuk mencari dan menyelamatkan yg hilang. Banyak dari perumpamaan-Nya mengajarkan kasih karunia. Perumpamaan para pekerja kebun anggur (Mat 20:1-16) mengajarkan bahwa Allah tidak dapat didakwa oleh siapa pun atas pemberian anugerahNya. Perumpamaan tentang perjamuan besar (B Luk 14:16-24) menunjukkan bahwa hak istimewa rohaniah tidak menjamin kebahagiaan akhir, dan bahwa undangan Injil ditujukan kepada semua orang. Anak yg hilang diterima kembali oleh bapaknya dengan cara yg sebenarnya sang anak tidak layak menerimanya (Luk 15:20-24). Pertobatan ditekankan sebagai syarat untuk menerima keselamatan (Mr 1:15; 6:12; Luk 24:47). Iman juga mempunyai tempatnya (mis Mr 1:15; Luk 7:50), kendati tidak ada pernyataan teologis pada tema-tema Paulus.

             b. Tulisan-tulisan Lukas

             Baik Injil maupun Kis perlu diperhatikan secara khusus. Lukas memperlihatkan keluwesan dalam hubungan dengan pokok ini. Bahkan pengertian yg tidak religius dari kata kharis, yaitu usaha baik yg dibuat oleh seseorang kepada orang lain, muncul dalam Kis 24:27; 25:3,9. Pengertian PL tentang ‘kemurahan hati’ terlihat dalam Luk 1:30; 2:52; Kis 2:47; 7:10,46. Pengertian dinamis tentang kasih karunia yg menimbulkan keberanian yg sungguh dan kesaksian yg efektif muncul dalam Kis 4:33; 11:23; 13:43 dan digunakan bila membicarakan seruan universal dari Injil. Lukas juga mempertemukan istilah ‘injil’ (’ perkataan’) dan ‘kasih karunia’ (Luk 4:22; Kis 14:3; 20:24) dengan cara yg bahkan Paulus pun tidak melakukannya.

             c. Surat-surat Paulus

             Perkataan ‘kharis’ mempunyai tempat utama dalam salam pembukaan dan ucapan syukur penutup dalam Surat-surat Paulus, dan ditambahkan pada ucapan salam ‘damai’ yg biasa. Dasar dari ajaran Paulus terdapat dalam Rom 1:16-3:20. Manusia dinyatakan berdosa, tapi oleh kasih karunia dibenarkan (Rom 3:21-4:25), yaitu Allah dalam kasih karunia-Nya memperlakukan dia, walaupun bersalah, seakan-akan ia tidak pernah berbuat dosa.



             Iman adalah tanggapan manusia atas kasih karunia Allah (Rom 5:2; 10:9; Ef 2:8). Iman ini adalah pemberian Allah ( Ef 2:8); kata-kata ‘bukan hasil usahamu’ mungkin dikaitkan dengan sesosmenoi (’ diselamatkan’), tapi Paulus mencoba untuk menunjukkan bahwa perkataan ‘iman’ tidak dimaksudkan untuk menyatakan suatu tindakan bebas pada pihak orang percaya, lih juga 2Kor 4:13; Fili 1:29. Iman ini, meskipun menyatakan bahwa tidak ada keselamatan melalui hukum, bukanlah tidak etis. Iman secara moral dengan sendirinya adalah vital. Iman ‘bekerja oleh kasih’ (Gal 5:6). C. A Scott (Christianity according to St. Paul, 1927, hlm 111) mengatakan bahwa mulai dari saat iman bekerja, suatu transformasi pandangan etis secara ideal sudah ada di sana.

             Kedudukan orang percaya dalam anugerah dijelaskan, bukan oleh sesuatu dalam dirinya, tapi oleh kehendak Allah. Ajaran tentang pemilihan mempunyai 2 fungsi: ia mengawasi kebebasan manusia dan pembenaran dirinya, dan menunjukkan bahwa dalam melimpahkan karunia-Nya, Allah adalah bebas sama sekali (Ef 1:1-6; 2Tim 1:9; Tit 3:5). Setiap langkah dalam proses kehidupan Kristen tergantung pada kasih karunia —Gal 1:15 (panggilan); 2Tim 2:25 (pertobatan); Ef 2:8,9 (iman). Dalam Rom 8:28-30 Paulus memandang pekerjaan Allah sejak dari panggilan sampai kepada kemuliaan orang yg dibenarkan-Nya. Tapi ia tidak mengabaikan tanggung jawab manusia. Ketaatan (Rom 1:5; 6:17) adalah sikap moral, dan tidak dapat dijadikan sesuatu yg lain. Seorang manusia dari dirinya sendiri mustahil berbalik kepada Tuhan (2Kor 3:16).

Kedua sisi tersebut dipertemukan dalam Rom 9; 10. Ps 9 berisi pernyataan yg paling kuat terhadap predestinasi ganda, sedangkan ps 10 menyatakan bahwa penolakan oleh Allah disebabkan oleh ketidakpercayaan dan ketidaktaatan. Tapi harus diingat bahwa pokok utama dari ps-ps ini bukanlah keselamatan perseorangan, tapi adalah fungsi-fungsi kolektif dari orang-orang yg dipilih Allah untuk melaksanakan maksud-Nya.

           Rom 6 memakai gambaran baptisan untuk mengajarkan penaklukan dosa oleh kasih karunia. Lih juga 1Kor 6:11; 12:13;  Ef 5:26; Kol 2:12; Tit 3:5. H Wheeler Robinson (The Christian Doctrine of Man, 1926, hlm 124-125) berpendapat bahwa baptisan orang percaya bukanlah semata-mata merupakan lambang yg ilustratif, tapi adalah aspek obyektif dari apa yg secara subyektif adalah iman. Orang mungkin memperdebatkan bahwa baptisan anak-anak adalah suatu cara anugerah, karena anak adalah lambang ketidaksanggupan dan ketidakberdayaan manusia. Pandangan-pandangan ini rupanya bertentangan dengan penekanan Paulus yg tidak berubah tentang iman.

             d. Tulisan-tulisan PB yg lain

             (i) 1 Ptr. Rasul Petrus menekankan kasih karunia dalam ps 1 dan 2 pada hubungan yg lazim dengan pemilihan dan warisan dalam perjanjian: pada Tit 3:7 terdapat ungkapan yg luar biasa ‘kasih karunia kehidupan’. Kasih karunia juga dipakai dalam 1Pet 5:10 berkaitan dengan kemuliaan yg akan datang bagi orang percaya.

             (ii) Surat Ibr. Penulis menggunakan banyak perkataan yg artinya adalah kasih karunia. Dalam 1Pet 2:9 kasih karunia Allah dihubungkan dengan penderitaan Kristus. Perkataan kharis digunakan di Ibr 12:28 dalam hubungan dengan ucapan syukur manusia kepada Allah. Kasih karunia dipandang panggilan pengabdian diri dalam Ibr 12:14,15. Ungkapan yg mencolok ‘takhta kasih karunia’ dalam Ibr 4:16 mempersatukan keagungan Allah dan kasih karunia-Nya. Ungkapan segar yg lain dalam Ibr 10:29, adalah ‘Roh kasih karunia’.

             (iii) Surat-surat Yohanes. Hanya sedikit menyinggung secara langsung tentang kasih karunia, tapi kasih Allah ditekankan di seluruh bagiannya. Gagasan kasih karunia harus dihubungkan dengan ‘kehidupan kekal’. Iman adalah utama, dan Yohanes menggunakan suatu ungkapan Yunani pisteuein eis (percaya kepada) mengenai iman yg sungguh kepada pribadi Kristus (IMAM). ‘Kasih karunia dan kebenaran’ yg mencirikan kemuliaan Firman yg telah menjadi manusia dalam Yoh 1:14 (bnd ay Yoh 1:17) menggemakan ‘kasih dan setia’ dari Kel 34:6.

             Kita menarik kesimpulan bersama Moffatt bahwa kepercayaan dalam Alkitab adalah ‘kepercayaan tentang kasih karunia atau tidak ada apa-apa … kalau tidak ada kasih karunia, tidak ada injil’ (Grace in the New Testament, hlm 15).



       KEPUSTAKAAN.

  • H Wheeler Robinson, The Christian Doctrine of Man, 1926;
  • N. H Snaith, The Distinctive Ideas of the Old Testament, 1944;
  • J Moffatt, Grace in the New Testament, 1931;
  • N. P Williams, The Grace of God, 1930;
  • C Ryder Smith, The Bible Doctrine of Grace, 1956;
  • H. H Esser, NIDNTT 2, hlm 115-124;
  • H Conzelmann, W Zimmerli, TDNT 9, hlm 372-402;
  • H. D MacDonald. ZPEB 2, hlm 799-804.




No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...