ORANG SADUKI.
Semua sumber data yg ada tidak sepakat dan
tidak lengkap untuk memberikan gambaran yg tepat. Di antaranya ialah: (1)
Josephus, BJ2. 119, 164-166; Ant. 13. 171-173, 293-298; 18. 11, 16-17; 20. 199;
Vit. 10-11; (2) Mishnah, ‘Erubin 6. 2, Hagigah 2. 4, Makkoth 1. 6, Parah 3. 3,
7, Niddah 4.2, Yadaim 4. 6-8; (3) PB, #/TB Mat 3:7; 16:1,6,11,12; 22:23-34*;
#/TB Mr 12:18-27*; #/TB Luk 20:27-38*; #/TB Kis 4:1,2; 5:17; 23:6-8*.
Nama dan asal
usul golongan Saduki juga diperdebatkan. Nama itu pernah dikatakan berasal dari
Zadok, atau yg sezaman dengan Salomo yg keturunannya dipandang sebagai garis
keimaman murni (bnd #/TB Yeh 44:15* dab; #/TB Yeh 48:11*) atau seorang yg
diduga pendiri atau pemimpin mula-mula golongan itu (pernyataan dlm Aboth of
Rabbi Nathan 5 bahwa Antigonos dari Soko mempunyai dua murid, Zadok dan
Boethus, yg terjerumus ke dlm penyesatan, mungkin sekali tidak mempunyai dasar
historis). Tapi keluarga imam besar Hasmonean yg sedang memerintah bukanlah
kaum Zadok (1 Makabe 2:1; 14:29), dan ‘d’ ganda baik dalam bentuk Ibrani maupun
Yunani pada nama itu sulit diberi keterangan jika nama itu dijabarkan dari
Zadok. T. W Manson menyarankan suatu jabaran dari Yunani syndikoi, ‘pengawas
fiskal’ (’ d’ ganda itu dijelaskan sebagai akibat dari asimilasi ‘n’).
Hubungannya dengan kata tsaddiq, ‘benar’, mungkin merupakan persamaan huruf
hidup berdasarkan bunyi.
Empat macam
teori mengenai asal usul golongan Saduki dengan ringkas digambarkan sebagai
berikut. M. H Segal, mengikuti Wellhausen, berpikir bahwa mereka terutama suatu
partai politik, berasal dari kaum Helenis Yahudi. G. H Box, mengikuti Geiger,
berpendapat bahwa mereka adalah partai agama, dan bahwa beberapa dari ahli
Taurat di dalam Kitab-kitab Injil adalah ahli kitab Saduki. L Finkelstein
berpendapat, bahwa mereka dulunya adalah suatu badan ningrat pedesaan, sebagai
lawan bagi Farisi yg urban. T. W Manson beranggapan, bahwa mereka pada mulanya
pejabat-pejabat’negara (lih di atas).
Dalam ihwal
tingkah laku kaum Saduki agak tidak berbudi. Kasar terhadap bangsawan seperti
terhadap orang asing. Dan mereka menganggap kebajikan bila berdebat dengan
guru-guru mereka. Mereka tidak mempunyai pengikut di kalangan rakyat, melainkan
terbatas pada kaum kaya. Mereka lebih keras dalam penghakiman ketimbang Yahudi
lainnya. Banyak, tapi tidak semua, dari para imam berasal Saduki; namun hampir
semua orang Saduki ternyata menjadi imam, terutama keluarga-keluarga imam yg
amat berkuasa. Di kalangan kaum Hasmonean yg mula-mula, beberapa orang Saduki memegang
jabatan di gerousia (’ senat’ atau Sanhedrin).
Yohanes
Hirkanus, yg merasa dihina oleh desakan Eliazar, anggota perutusan Farisi,
supaya mengundurkan diri dari jabatan imam agung yg dipegangnya, beralih pihak
dari Farisi kepada Saduki. Kaum Saduki menikmati dukungan para penguasa
Hasmonean sampai masa pemerintahan Salome Aleksandra (76-67 sM), yg lebih
menyukai kaum Farisi. Di bawah Herodes dan orang Romawi kaum Saduki menguasai
Sanhedrin. Partai itu surut bersamaan dengan penghancuran Bait Allah pada thn
70. Bahkan Yosefus mengatakan, bahwa ketika masih berkuasa, kaum Saduki karena
takut terhadap rakyat, terpaksa bekerja sama dengan kaum Farisi.
Dalam agama
kaum Saduki ditandai oleh konservatisme mereka. Mereka menyangkal keberlakuan
yg mantap dari apa pun kecuali hukum-hukum tertulis dari Pentateukh. Mereka
menolak ajaran-ajaran yg kemudian tentang jiwa dan kehidupan sesudah kematian,
kebangkitan, pahala dan imbalan, malaikat dan setan-setan. Mereka percaya bahwa
nasib tidak ada, karena manusia memiliki pilihan bebas tentang baik dan jahat;
kemakmuran dan nasib malang merupakan hasil dari perbuatan sendiri.
KEPUSTAKAAN.
HJP2 2, hlm 404-414;
M. H Segal, Expositor serf 8, 13, 1917, hlm 81 dst; G. H Box, Expositor 15,
1918, hlm 19 dst, 401 dst, dan 16, 1918, hlm 55 dst; L Finkelstein, HTR 22,
1929, hlm 185 dst; T. W Manson, BJRL 22, 1938, hlm 144 dst; J. Z Lauterbach,
dalam Studies in Jewish Literature in honour of Prof K Kohler, 1913, hlm
180-190; J. W Lightley, Jewish Sects and Parties in the Time of Jesus, 1923,
hlm 5-173; lih juga L Finkelstein, The Pharisees, 1938; J Le Moyne, Les
Sadduceens, 1972; J Lightstone, ‘Sadducees versus Pharisees: the Tannaitic
Sources’ dalam J Neusner (red.) Christianity, Judaism and other Greco-Roman
Cults, 3, 1975, hlm 206-217,
No comments:
Post a Comment