Sunday, June 10, 2018

HARAPAN


HARAPAN

       Nampaknya adalah suatu kebutuhan biologis apabila seseorang memandang kemasa depannya. Walaupun tidak ada dasar-dasar rasional toh manusia tetap berharap. Lumrah bahwa harapan demikian, pun bila nampaknya dapat dibuktikan, bisa lenyap dan bersifat khayal. Dan adalah menarik perhatian, betapa seringnya harapan digambarkan oleh penyair dan penulis-penulis lainnya dengan kata-kata sifat seperti ‘pingsan’, ‘gemetar’, ‘lemah’, ‘putus asa’, ‘maya’. Sering Alkitab memakai harapan dalam pengertian biasa itu. Contohnya, pembajak harus membajak dalam pengharapan (1Kor 9:10). Harapan akan memperoleh upah itulah yg membuat pekerjaan terasa manis. Tapi untuk bagian besar harapan seperti yg menjadi perhatian Alkitab sangat berbeda; dan jika dibandingkan jenis harapan ini, maka harapan-harapan yg lain hampir tidak dapat dikatakan lagi harapan.

       Mayoritas pemikir sekuler di dunia kuno, tidak melihat harapan sebagai kebaikan, tapi hanyalah angan-angan sewaktu-waktu. Dan Paulus memberikan gambaran yg tepat mengenai orang-orang yg menyembah berhala, sewaktu ia berkata bahwa mereka tidak mempunyai harapan (Ef 2:12; bnd 1Tes 4:13). Alasannya yg paling hakiki ialah mereka hidup ‘tanpa Tuhan’.

       Di mana ada keyakinan akan Allah yg hidup, yg berprakarsa dan bertindak, dan yg campur tangan dalam hidup manusia, serta dipercaya bahwa Ia akan menepati janji-janji-Nya, di situ harapan dalam pengertian alkitabiah menjadi mungkin. Harapan demikian bukanlah tergantung pada tabiat seseorang, juga bukan disebabkan keadaan yg menguntungkan atau kemungkinan-kemungkinan manusiawi lainnya. Harapan tidak tergantung pada apa yg dimiliki seseorang, juga tidak pada apa yg dapat ia perbuat bagi dirinya, demikian juga tidak pada apa yg dapat dibuat oleh orang lain bagi dia. Contohnya, tidak ada dasar dalam situasi dan keadaan Abraham yg bisa membenarkan harapannya bahwa Sara akan melahirkan seorang anak. Tapi karena ia percaya kepada Tuhan, ia dapat ‘berharap juga’ (Rom 4:18).

       Harapan alkitabiah tidak dapat terlepas dari iman kepada Tuhan. Berdasarkan apa yg telah Allah perbuat pada waktu lampau, terutama dalam persiapan untuk kedatangan Kristus, dan berdasarkan apa yg telah Allah perbuat dan sedang perbuat melalui Kristus, maka orang Kristen walaupun belum melihatnya, berani mengharapkan berkat-berkat pada masa datang (2Kor 1:10). Bagi dia, kemurahan Tuhan tidak pernah akan kering. Yg terbaik masih belum tiba. Harapannya makin bertumbuh bila ia mempelajari perbuatan-perbuatan Tuhan seperti dilaporkan dalam Alkitab (Rom 12:12; 15:4). Kristus di dalam orang percaya adalah pengharapan akan kemuliaan masa depan (Kol 1:27). Keselamatannya yg terakhir tergantung pada harapan yg demikian ( Rom 8:24); dan harapan akan keselamatan ini adalah sebuah ‘topi baja’, suatu bagian yg paling penting dari pakaian besi untuk berperang melawan kejahatan (1Tes 5:8). Harapan tidak seperti layang-layang yg tergantung kepada angin yg berubah-ubah, melainkan seperti ‘sauh jiwa yg tetap mantap dan tidak berubah’, menembus jauh ke dalam dunia abadi yg tidak nampak (Ibr 6:19). Oleh iman orang Kristen yakin bahwa hal-hal yg ia harapkan akan menjadi kenyataan (Ibr 11:1); dan harapannya tidak akan mengecewakan dia (Rom 5:5).

       Tidak ada petunjuk yg jelas mengenai harapan dalam ajaran Yesus. Tapi Ia mengajar murid-murid-Nya untuk tidak mencemaskan hari esok, karena hari esok ada dalam tangan Bapak yg penuh kasih. Ia juga membimbing mereka untuk berharap dengan yakin, bahwa sesudah kebangkitan-Nya maka kuasa rohani yg bani akan tersedia bagi mereka, akan memampukan mereka membuat hal-hal yg besar bahkan melebihi apa yg telah Ia perbuat, untuk mengatasi dosa dan kematian, dan supaya mereka melihat ke masa depan, ke masa di mana mereka akan turut mengambil bagian dalam kemuliaan-Nya yg kekal. Kebangkitan Yesus menghidupkan kembali harapan mereka. Kebangkitan merupakan perbuatan Allah yg paling besar dalam sejarah. Berhadapan dengan kebangkitan ‘rasa panik dan putus asa sirna’.

       Iman Kristen pada hakikatnya adalah iman di dalam Allah yg membangkitkan Yesus dari antara orang mati (1Pet 1:21). Allah ini, yg kepada-Nya orang Kristen menaruh kepercayaannya, disebut ‘Allah sumber pengharapan’. Ia dapat mengisi hidup orang percaya dengan kesukaan dan sejahtera, dan memampukan dia untuk memiliki harapan yg berlimpah-limpah (Rom 15:13). Oleh kebangkitan, orang Kristen diselamatkan dari keadaan yg buruk, yaitu dari harapan dalam Kristus yg hanya terbatas di dunia ini saja (1Kor 15:19), ke harapan dalam Yesus Kristus pada masa kini, masa datang dan selama-lamanya (1Tim 1:1). Panggilan terhadapnya untuk menjadi murid Kristus juga mengandung harapan agar pada akhirnya ia dapat turut mengambil bagian dalam kemuliaan Kristus (Ef 1:18). Harapannya tersedia di sorga untuk dia (Kol 1:5), dan akan dinyatakan pada waktu Kristus datang (1Pet 1:13).

       Adanya harapan ini membuat orang Kristen tidak mungkin puas dengan kesukaan fana (Ibr 13:14); harapan itu juga memacunya menuju kesucian hidup (1Yoh 3:2,3), dan menyanggupkan dia untuk bersukacita dalam penderitaan. Dapat dilihat betapa seringnya harapan dalam PB dihubungkan dengan ‘kesabaran’ atau ‘keteguhan’. Kebajikan ini sangat berbeda dari ketahanan Stoa, tepatnya karena harapan ini terikat dengan pengharapan yg tidak dikenal oleh aliran Stoa (lih 1Tes 1:3;  Rom 5:3-5).

       Dalam terang uraian di atas, tidaklah mengherankan betapa seringnya harapan disebutkan terkait dengan iman. Para pahlawan iman yg disebut dalam Ibr 11 adalah mercusuar dari harapan. Mungkin yg lebih menarik adalah hubungan yg sering terjadi antara harapan, kasih dan iman. Kombinasi ketiga unsur iman, pengharapan dan kasih terdapat dalam 1Tes 1:3; 5:8; Gal 5:5,6; 1Kor 13:13; Ibr 6:10-12;  1Pet 1:21,22. Karena hubungannya dengan kasih, maka harapan orang Kristen terlepas dari pementingan diri sendiri. Orang Kristen hanya mengharapkan berkat bagi dirinya sendiri, yg ia ingin membagikannya kepada orang lain. Bila ia mengasihi sesamanya ia berharap bahwa mereka juga dapat menjadi penerima hal-hal yg baik, yg ia tahu bahwa Allah mau memberikannya kepada mereka.

       Paulus bersaksi tentang harapannya sebesar kasih dan imannya sewaktu ia mengembalikan hamba yg melarikan diri, Onesimus, kepada tuannya Filemon. Dengan demikian iman, pengharapan dan kasih jelas tidak dapat dipisah-pisahkan. Harapan tidak bisa ada tanpa iman, dan kasih tidak dapat dipraktikkan tanpa harapan. Ketiga hal inilah yg tetap tinggal (1Kor 13:13), dan bersama-sama mencirikan pola hidup Kristen.

       KEPUSTAKAAN.
 E. J Bicknell, The First and Second Epistles to the Thessalonians, WC, 1932; RB 61, 1954, hlm 481-532; J. J von Allmen, Vocabulary of the Bible, 1958; R Bultmann, K. H Rengstorf, TDNT 2, hlm 517-535; E Hoffmann, NIDNTT 2, hlm 238-246.

KITAB 1 & 2 RAJA-RAJA


KITAB 1 & 2 RAJA-RAJA

       Bagian terakhir dari riwayat yg mulai dalam Kej dan menceritakan sejarah Israel keluar dari Mesir, sampai akhir kemerdekaan politis karena dikalahkan oleh Babel. Pemisahan Raj dari Sam tidak ada artinya, demikian juga pembagian 1 Raj dan 2 Raj, yg pertama kali terdapat dalam terjemahan LXX.

          I. Garis Besar Isi

          Raj menceritakan sejarah kerajaan Israel dari kerajaan bersatu sampai pembuangan. Segi pandangannya bersifat teologis.

             a. Kerajaan Salomo (#/TB 1Raj 1:1-11:43*)

             Ia naik takhta (1-2), mendapat sukses (3-10) dan kegagalan (11).

             b. Pecahnya kerajaan bersatu (#/TB 1Raj 12*-#/TB 2Raj 17*)

             Kerajaan pecah menjadi Yehuda di bawah Rehabeam, dan Israel, suku utara (terbanyak) di bawah Yerobeam. Dari saat pecahnya kerajaan Israel sangat dipengaruhi agama kafir, terjadi beberapa kali kudeta dan pembunuhan sebelum masyarakatnya dibuang ke Asyur. Yehuda kurang dipengaruhi agama kafir, dapat tahan hanya karena Allah setia pada perjanjian-Nya dengan Daud. Nabi Elia dan nabi Elisa terlibat dalam riwayat Raja-raja, khususnya di Israel.

             c. Kerajaan Yehuda (#/TB 2Raj 18; 19; 20; 21; 22; 23; 24; 25*)

             Walaupun ada pembaruan di bawah Hizkia, pengkafiran agama oleh Manasye menyebabkan kejatuhan Yehuda. Namun Raj berakhir dengan nada harapan (#/TB 2Raj 25:27-30*).

          II. Muasal

          Kemungkinan adanya Raj dalam bentuknya yg sekarang adalah sesudah peristiwa historis terakhir yg diceritakan dalam Raj, yaitu pembebasan raja Yoyakhin dari penjara di Babel (#/TB 2Raj 25:27-30*). Jelas, Raj dalam bentuknya yg terakhir harus berasal dari kurun waktu sesudah itu. Ada usul tentang keadaan yg lebih kemudian lagi, mis tarikh pembangunan Bait Allah menurut #/TB 1Raj 6:1* di antara periode yg mencakup Keluaran s/d pembangunan kembali Bait Allah sesudah pembuangan.

          Tapi sebagian besar Raj pasti ditulis lebih dahulu dari pembuangan. P. R Ackroyd menyarankan, redaksi pertama dibuat pada thn-thn pertama pembuangan (Exile and Restoration, OTL, 1968, Ps 5). R. K Harrison menyarankan thn 561 seusai pembebasan raja Yoyakhin (IOT, 1970, hlm 730 dst, mengikuti M Noth). J Gray menyarankan ada edisi pertama pada zaman raja Yosia (I and #/TB 2Raj 2*, OTL, 1970). Memang banyak bagian yg ditulis jauh sebelum pembuangan, dan ada bagian yg mencerminkan sudut pandang sebelum pembuangan, namun hampir tidak ada bukti mengenai edisi pertama pada zaman Yosia, atau mengenai versi yg lebih dini lagi.

          Jika ada suntingan redaksi atas Raj sebelum atau sesudah pembuangan, itu dibuat di Palestina. Selama zaman pembuangan pekerjaan itu dapat ditangani di Babel atau di Palestina (lih Ackroyd, hlm 65-68 dan E. W Nicholson, Preaching to the Exiles, 1970, hlm 117-122). Kita tidak mengetahui nama penulis Raj, walaupun golongan yg bertanggung jawab sering disebut ‘golongan Deuteronomis’, dengan mencerminkan pandangan bahwa Raj bukan hanya bagian terakhir dari riwayat yg dimulai dalam Kej, tapi juga bagian terakhir dari riwayat sejarah Deuteronomis yg dimulai dalam Ul. Menurut pandangan ini Kitab Nabi-nabi Terdahulu (Yos — Raj) ditulis untuk menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip diumumkan di Ul, terbukti dalam sejarah Israel pada penaklukan melalui zaman Hakim dan zaman Kerajaan sampai dengan pembuangan. Pemegang teori itu lazim menganggap Ul ditulis tidak lama sebelum pembuangan, walaupun teori dapat dipegang tanpa tambahan itu.

          Tapi harus diperhatikan, undang-undang yg ditekankan dalam Ul tidak sama penekanannya dalam Raj. Pertama, Raj tidak mencerminkan kepentingan kemanusiaan, sosial dan moral dari Ul. Kedua, Ul tidak begitu menekankan tempat ibadah pusat dan kerajaan seperti Raj, walaupun disebut dalam beberapa ay. Ul tidak menyebut Yerusalem sebagai tempat ibadah pusat, dan tidak memberi anti teologis pada kerajaan.

          ==> Image 00241


          ==> Image 00242


          III. Sifat sastra

          Secara formal Raj menceritakan riwayat pemerintahan tiap raja. Riwayat tentang raja di kerajaan Selatan dan kerajaan Utara berjalin untuk membuat struktur kronologis. Tiap raja dilukiskan dan dinilai menurut suatu pola, yg terlihat paling jelas dalam riwayat raja Yosafat (#/TB 1Raj 22:41-49*) dan Amon (#/TB 2Raj 21:19-26*). Tapi bahan lain dimasukkan ke dalam pelukisan dan penilaian pendek itu, sehingga kadang-kadang permulaan dan kesudahan pemerintahan seorang raja dipisahkan dengan beberapa ps (mis, riwayat Hizkia, #/TB 2Raj 18; 19; 20*). Ke dalam riwayat pemerintahan Salomo, Rehabeam, Ahab, Yoram, Yehu dan Yoas misalnya, dimasukkan banyak bahan mengenai hal rajawi dan politik. Cerita lain menceritakan kehidupan nabi, khususnya Elia, Elisa dan Yesaya, yg pernah terlibat dalam politik dan hal rajawi (dlm #/TB 2Raj 5; 6; 7* nama raja tidak disebut, ia tidak penting). Ada juga cerita tentang kehidupan dan pelayanan nabi (mis #/TB 2Raj 4*). Segi pandangan dari seluruh karya terlihat sistematis dalam komentar teologis yg mengakhiri sejarah kerajaan Utara (#/TB 2Raj 17*).

          Ada bermacam-macam pandangan tentang nilai Raj sebagai dokumen sejarah. Memang sejarahnya tidak obyektif tapi ‘sejarah beramanat’, isinya dipilih sesuai amanatnya. Jadi Raj bukan sejarah politik, tidak diceritakan beberapa zaman penting dalam politik (mis pemerintahan Omri) karena tidak penting bagi tesis penulis mengenai hubungan Israel dengan Yahweh.

          Namun Raj melibatkan bahan sejarah yg tinggi nilainya. Ringkasan pemerintahan raja berkata bahwa pembaca dapat melanjutkan pembacaan dalam ‘kitab perbuatan Salomo’ dan catatan sejarah dari raja-raja. Nampaknya sumber ini menyediakan fakta sejarah (mis nama ibu raja dan acuan singkat pada peristiwa khusus). Kronologi kerajaan sangat rumit (*KRONOLOGI PL; E Thiele, The Mysterious Numbers of the Hebrew Kings2, 1965). Selain kitab sejarah kerajaan itu, banyak ahli menerima bahwa ps 1-2 merupakan akhir dari cerita tentang Salomo naik takhta, permulaannya paling mungkin di 2 Sam ps 9. Mengenai riwayat lain dalam Raj, Gray mis mengakui nilai historis dari bahan cerita tentang peristiwa politik dan militer dan nabi-nabi. Tapi ia menganggap cerita-cerita pribadi tentang Elia dan Elisa (#/TB 1Raj 17* dan #/TB 2Raj 1; 2; 3; 4; 5; 6*) sebagai dongeng saja, karena menceritakan mujizat. Tidak jelas sumber yg dipakai penulis kecuali catatan sejarah kerajaan yg disebutnya. Banyak bahan arkeologis dari Zaman Besi di Israel dan Yehuda, menyoroti peristiwa dalam Raj.

          Metode penulis membuat Raj tidak menjadi kesatuan sastra lancar. Penulis Raj menyampaikan bahan dari sumber seperti bentuk aslinya tanpa penyuntingan, tapi mempersatukan karyanya dengan cara memakai bingkai khusus, yaitu rumusan singkat, untuk mengikat bahannya. Kadang-kadang bahan asli, atau bentuk bagian bahan terkumpul, dapat dipelajari sebagai kesatuan sastra dengan hasil baik. Cara ini mungkin lebih banyak dipakai pada masa kemudian (Semeia 3, 1975; 8, 1977).

          Tidak banyak masalah teks dalam MT, tapi penemuan di Qumran dan bukti dari Taw dan LXX, mempengaruhi pengetahuan kita tentang tradisi naskah Raj (dan kitab-kitab lain) sebelum MT dikerjakan (*NASKAH DAN TERJEMAHAN).

          IV. Tekanan

          a. Raj mulai pada saat sejarah Israel ‘Deuteronomis’ mencapai titik puncaknya, yaitu pada waktu kerajaan masih bersatu. Hal ini menerangkan pentingnya kerajaan Daud dan Bait Allah didirikan oleh Salomo. Perjanjian Yahweh dengan Daud (#/TB 2Sam 7:11-16*) sering disebut oleh Yahweh dan penulis Raj untuk menerangkan kesetiaan-Nya kepada Yehuda dan keturunan Daud (#/TB 1Raj 6:12; 11:12-13,36*; #/TB 2Raj 8:19; 19:34*). Kesetiaan Daud kepada Allah sering (walaupun agak mengherankan) dijadikan tolok ukur menilai raja-raja yg kemudian. Efek dari pemerintahan seorang raja dapat juga bersifat negatif: dosa Manasye dianggap alasan pembuangan seluruh bangsa (#/TB 2Raj 24:3-4*). Dengan demikian kesejahteraan bangsa terkait pada tindakan raja (#/TB 2Raj 21:11-15*).

          Pembangunan Bait Allah dilukiskan dalam ps-ps pertama Raj. Teologi kitab itu terlihat khusus dalam ps 8, Bait Allah dikatakan tempat kediaman nama Allah. W Eichrodt (Theology of the OT, 2, 1967, hlm 23-45) berpendapat, bahwa nama Yahweh adalah bentuk paling maju dari ‘hal merohanikan penyataan Allah’ — cara menyebut kehadiran Allah yg nyata dalam penyataan, tanpa merendahkan transendensi-Nya. Pentingnya Bait Allah membuatnya menjadi tolok ukur pemerintahan raja. Yerobeam I dihukum sebab menciptakan bagi kerajaan Utara bentuk ibadah baru dalam tempat baru (#/TB 1Raj 12; 13*), dan pengikutnya dihukum karena meneruskan ibadah itu. Yosia yg muncul pada akhir cerita tidak seperti Yerobeam muncul pada permulaannya, dipuji karena memperbaharui ibadah dalam Bait Allah seusai menghancurkan tempat tinggi dan bukit pengorbanan di Betel (#/TB 2Raj 22; 23*).

          b. Tapi penulis Raj tidak menilai kerajaan dan Bait Allah sebagai yg tertinggi. Keduanya harus takluk pada Taurat. ‘Bagi penulis hubungan antara Musa dengan Daud adalah masalah pokok dari sejarah Israel’ (G von Rad, Old Testament Theology, 1, 1968, hlm 339). Perjanjian dengan Daud berlaku hanya jika tuntutan dari perjanjian Musa diterima. Peranan penjahat dalam riwayat sejarah Yehuda diperankan oleh Manasye, perbuatannya hampir sama dengan daftar yg tidak boleh diperbuat Israel (bnd #/TB 2Raj 21:2-9* dgn #/TB Ul 17:2-4; 18:9-12*). Manasye dibandingkan dengan Yosia: penulis Raj menekankan arti penting dari penemuan ‘kitab perjanjian’ pada zamannya dengan cara menyebutnya lebih dulu dalam sejarah pemerintahannya (bnd #/TB 2Taw 34*), dan daftar perbuatannya hampir sama dengan daftar perbuatan yg diperintahkan pada Israel. Dengan demikian tuntutan dan larangan Taurat (khususnya Ul) menyediakan prinsip untuk mengerti sejarah Israel. Jika raja menaati Taurat (khususnya perintah beribadah) ia berkembang, jika sebaliknya, tidak.

          Ucapan nabi dianggap meneruskan dan mendukung firman tertulis Musa (bnd peranan Hulda setelah Kitab Undang-undang ditemukan, #/TB 2Raj 22:13-20*), dan harus diperhatikan oleh raja dan rakyat. ‘Perhatian penulis tertarik pada peranan Firman Allah dalam sejarah’ (G von Rad, ‘The Deuteronomistic theology of history in the books of Kings’, dlm Studies in Deuteronomy, SBT 9, 1961, hlm 91). Raj menggambarkan ‘cara jalan sejarah dibentuk dan diarahkan sampai penggenapan, oleh firman tentang hukuman dan keselamatan yg terus dimasukkan ke dalam sejarah itu’ (G von Rad, Old Testament Theology 1, hlm 344). Hal itu tercapai melalui panjang cerita tentang nabi dan khususnya keterlibatannya dalam politik bangsa. ‘Prakarsa dalam peristiwa politik yg menentukan perjalanan sejarah, adalah kebijakan nabi yg menukar persneling sejarah dengan firman dari Allah’ (von Rad, hlm 342). Hal itu dijelaskan juga dengan cara menceritakan bagaimana nubuat digenapi (#/TB 1Raj 11:29-39* dgn #/TB 1Raj 12:15*; #/TB 1Raj 13:1-10* dgn #/TB 2Raj 23:15-18*; #/TB 2Raj 20:16-17* dgn #/TB 2Raj 24:13*). Tekanan pada penggenapan dari nubuat yg benar, mungkin mencerminkan persoalan nubuat yg palsu pada zaman pembuangan. Sikap raja terhadap firman yg disampaikan nabi menunjukkan sikapnya terhadap Allah (Hizkia, Yosia).

          c. Perjanjian diuraikan dalam Ul berupa keterangan. Allah memberkati orang yg setia tapi menimbulkan malapetaka atas orang yg durhaka (#/TB Ul 28; 29; 30*). Sesuai dengan itu, penulis Raj mengatur bahan pemerintahan Salomo untuk menjelaskan bahwa kesulitan raja itu timbul karena hubungannya dengan perempuan asing (#/TB 1Raj 11*). Tapi penulis mengakui, keadilan Allah tidak senantiasa demikian langsung pelaksanaannya. Pemerintahan Manasye panjang dan makmur, buah kedurhakaannya kelihatan hanya beberapa tahun kemudian (#/TB 2Raj 21; 24:3-4*), Yosia menaati firman Yahweh tapi mati tragis pada usia muda (#/TB 2Raj 23:29*).

          V. Amanat dan tujuan

          Penulis Raj meninjau ulang sejarah bangsanya untuk menerangkan sebab musabab terjadinya pembuangan, dengan mengakui keadilan Allah dalam hukuman-Nya atas Israel. Pengakuan itu ‘menaikkan puji karena keadilan dan hukuman Allah’, dan ‘walaupun nampaknya tak ada harapan, namun meletakkan dasar satu-satunya yg mungkin untuk masa depan’ (Ackroyd, hlm 78, mengikuti von Rad), karena menggantungkan bangsa langsung pada kasih karunia ilahi.

          Bahwa masih ada harapan terlihat dalam keterbukaan tekanan teologis (lih di atas) pada masa depan. Mudah-mudahan kesetiaan Allah kepada Daud masih berlaku: cerita pembebasan Yoyakhin dalam bagian terakhir Raj membuat harapan itu nyata. Bait Allah dirampas dan dibakar, namun orang masih dapat berdoa di situ, dari jauh orang dapat berkiblat kepadanya, dan Allah berjanji akan mendengarkan doa itu (lih #/TB 1Raj 8; 9*). Hukuman sudah datang sesuai syarat perjanjian, tapi perjanjian itu menjamin juga kesempatan bertobat dan kemungkinan adanya pemulihan seusai hukuman (lih #/TB 1Raj 8:46-53*; bnd #/TB Ul 30*). Firman yg disampaikan nabi tapi yg tidak diperhatikan oleh Israel, adalah alasan lebih lanjut bagi hukumannya, tapi penggenapan firman itu juga mendorong harapan bahwa janji pemulihan akan digenapi.

          Dengan demikian dapat dilihat, penulis Raj bertujuan mengajar, ‘membentangkan pandangan ilahi tentang sejarah Israel’ (R. K Harrison, hlm 722). Lebih dari itu, ia memberitakan kabar baik (E. W Nicholson, hlm 75) dengan membuka kemungkinan Israel masih akan hidup. Atas dasar itu penulis Raj juga menantang generasi Pembuangan untuk kembali pada Yahweh dalam pertobatan, iman dan minat akan ketaatan (bnd #/TB 1Raj 8:46-50*). ‘Peristiwa hukuman thn 587 tidak berarti sejarah umat Allah telah berakhir: titik akhir itu akan datang hanya jika Israel menolak untuk bertobat’ (von Rad, Old Testament Theology, 1, hlm 346).

          VI. Konteks dan implikasi

          Sebagai situ dari sekian tanggapan terhadap kejatuhan kerajaan Yehuda dan pembuangan, Raj dapat dibandingkan dengan *RATAPAN (berisi lima mazmur yg menyatakan perasaan dan harapan percobaan Yehuda sesudah jatuhnya Yerusalem) dan Yer, yg dekat dalam gaya sastra dan teologi dengan Raj. Lih buku E. W Nicholson. Raj dapat dinalar dari catatan sejarah yg sejajar di Taw, Yes dan Yer (lih B. S Childs, ‘Isaiah and the Assyrian Crisis’, SBT, 2.3, 1967).

          Menurut J. Ellul ada dua sumbangan Raj pada Kanon Alkitab (The Politics of God and the Politics of Man, 1972, hlm 13-21 — isinya tafsiran bag-bag dari 2 Raj). Pertama, Raj memperlihatkan keikutsertaan ilahi dalam kehidupan politik dan hukuman, dengan demikian memperingatkan jangan terlalu mementingkan atau terlalu meremehkan dunia politik itu.

          Kedua, ditunjukkannya bagaimana kehendak manusia yg mengambil keputusan politik dan melaksanakan kebijakannya, saling mempengaruhi dengan keputusan bebas Allah yg melaksanakan kehendak-Nya melalui keputusan bebas manusia.

          Allah bertindak dalam sejarah. Kebenaran itu pernah terlalu ditekankan oleh golongan ahli Alkitab, kemudian dikurangi pentingnya, namun masih benar. Raj menekankan kebenaran tersebut (J. E Goldingay dlm TynB 23, 1972, hlm 58-93; D. N Freedman, Int 21, 1967, hlm 32-49). Allah sungguh-sungguh mencapai tujuan-Nya dalam sejarah, dan umat-Nya sekarang dapat menguji tindakan-Nya masa kini dengan memakai tindakan-Nya masa lampau sebagai tolok ukur.

       KEPUSTAKAAN.
  • Bahan pelajaran: C. F Keil, The Books of the Kings, 1872;
  • C. F Burney, Notes on the Hebrew Text of the Books of Kings, 1903;
  •  J. A Montgomery (red. H. S Gehman), The Books of Kings, ICC, 1951.
  • Buku disebut dalam artikel di atas: P. R Ackroyd, Exile and Restoration, 1968;
  •  RK Harrison, IOT, 1970, hlm 730 dst; J Gray, I II Kings, 1970; E Thiele, The Mysterious Numbers of the Hebrew Kings 2, 1965;
  • G von Rad, Old Testament Theology, 1968: ‘The Deuteronomistic Theology of History in the Books of Kings’, dalam, SBT 9, 1961, hlm 91; J Ellul;
  • The Politics of God and the Politics of Man, 1972.

KERAJAAN ALLAH & KERAJAAN SORGA


KERAJAAN ALLAH & KERAJAAN SORGA

       Menurut Injil-injil Sinoptik, Kerajaan Sorga atau Kerajaan Allah adalah tema pokok dari pemberitaan Yesus. Matius yg menulis kepada orang Yahudi memakai istilah Kerajaan Sorga, tapi Markus dan Lukas memakai istilah Kerajaan Allah, artinya sama dengan Kerajaan Sorga, tapi lebih gampang dimengerti oleh non-Yahudi. Pemakaian istilah ‘kerajaan Sorga’ oleh Matius pasti disebabkan kecenderungan Yahudi tidak man menyebut langsung nama Allah. Tidak ada perbedaan anti antara dua istilah ini (bnd mis Mat 5:3 dgn Luk 6:20).

          I. Yohanes Pembaptis

          Yohanes Pembaptis muncul dengan pemberitaan Kerajaan Allah sudah dekat (Mat 3:2), dan Yesus mengambil alih pemberitaan ini (Mat 4:17). Ungkapan Kerajaan Sorga (Ibrani malekhut syamayim) dalam pengharapan Yahudi Sesudah Pembuangan, mengandung unsur campur tangan Allah yg sungguh diharapkan Israel, untuk memulihkan kebahagiaan umat-Nya dan membebaskannya dari kuasa musuh. Kedatangan Kerajaan adalah perspektif masa depan yg dipersiapkan oleh kedatangan Mesias dalam meratakan jalan bagi Kerajaan Allah.

          Pada masa Yesus, harapan eskatologis agama Yahudi ini telah berkembang dalam banyak bentuk: sekali unsur nasionalisme menonjol, sekali unsur kosmik dan apokaliptik. Pengharapan itu mulai dalam pemberitaan mengenai pemulihan takhta Daud dan kedatangan Allah untuk membaharui dunia, sesuai nubuat PL. Walaupun PL tidak berbicara langsung tentang Kerajaan Sorga eskatologis, namun dalam Mzm dan Kitab-kitab Nabi penyataan kedaulatan Allah sebagai Raja, adalah satu dari gagasan paling utama dalam iman dan pengharapan PL. Beberapa unsur menonjol, sebagai jelas kelihatan bila membandingkan nubuat nabi-nabi terdahulu dengan nubuat tentang kedaulatan universal dan munculnya Anak Manusia dalam Dan.

          Tatkala Yohanes Pembaptis dan kemudian Yesus sendiri memberitakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, maka pemberitaan ini membangunkan perhatian dan mengandung arti universal. Diberitakan bahwa poros sejarah yg lama dinanti-nantikan, yaitu campur tangan Allah untuk memulihkan segala sesuatu, sudah dekat, bagaimanapun pengertiannya waktu itu. Jadi sangat penting meneliti isi pemberitaan PB mengenai kedatangan Kerajaan itu.

          Dalam pemberitaannya Yohanes Pembaptis menonjolkan penghakiman Allah sebagai realitas dekat: kapak sudah diletakkan pada akan pohon. Allah datang selaku Raja adalah untuk memurnikan, menyaring dan menghakimi. Semua orang akan terlibat, tidak ada kekecualian atas dasar hak istimewa, termasuk kesanggupan menyebut Abraham sebagai bapaknya. Pada saat itu juga Yohanes Pembaptis berkata, ia sendiri perintis jalan bagi Dia yg akan datang dengan membawa penampi. Karena kedatangan-Nya sudah dekat, umat harus bertobat dan memberikan dini dibaptis untuk pembersihan dosa, supaya luput dari hukuman yg akan datang dan menerima bagian dalam keselamatan dari Kerajaan dan pembaptisan dengan Roh Kudus yg akan dicurahkan (Mat 3:1-12).

          II. Dalam pengajaran Yesus

             a. Segi sekarang

             Pemberitaan Yesus tentang Kerajaan memakai kata Yohanes, tapi sifatnya lebih luas. Yohanes memperhatikan penampilan Yesus beberapa lama, kemudian mulai ragu-ragu apakah Yesus betul-betul Yg akan datang yg diberitakannya (Mat 11:2,3). Pemberitaan Kerajaan oleh Yesus berbeda dengan pemberitaan Yohanes dalam dua hal. Pertama, meskipun pemberitaan tentang penghakiman dan panggilan untuk bertobat tetap ada dan tidak dikurangi maknanya, namun unsur penyelamatan dalam Kerajaan lebih ditekankan. Kedua (inilah inti dari perbedaannya), Yesus memberitakan bahwa Kerajaan bukan hanya dekat tapi sudah ada dalam Pribadi dan pelayanan Yesus sendiri. Yesus tidak banyak berkata langsung bahwa Kerajaan sudah ada (lih khususnya Mat 12:28 dan ay-ay sejajar), namun seluruh pemberitaan dan pelayanan-Nya diwarnai kenyataan itu. Dalam Dia, masa depan yg mulia telah menjadi ‘masa kini’.

             Segi masa kini dari Kerajaan nampak dalam bermacam-macam cara pada Pribadi dan perbuatan Kristus. Dapat kelihatan dalam pengusiran setan (bnd Luk 11:20) dan umumnya dalam kuasa Yesus untuk membuat mujizat. Dalam penyembuhan orang yg kerasukan setan, jelas bahwa Yesus telah memasuki rumah ‘orang kuat’ untuk mengikatnya erat, dan karena itu siap menyita harta bendanya (Mat 12:29). Kerajaan Sorga menyerbu ke dalam wilayah si jahat. Kuasa Iblis dipatahkan. Yesus melihatnya jatuh dari sorga seperti kilat. Ia memiliki dan menganugerahkan kuasa untuk menginjak-injak kekuasaan lawan. Tidak ada yg mustahil bagi mereka yg dianugerahi kuasa Yesus untuk pergi ke dalam dunia sebagai saksi Kerajaan (Luk 10:18 dst). Segenap kegiatan Yesus melakukan mujizat adalah bukti dari kedatangan Kerajaan. Murid-Nya melihat dan mendengar kedatangan zaman keselamatan, yg banyak nabi dan orang saleh rindu untuk melihatnya tapi tidak bisa (Mat 13:16; Luk 10:23). pada saat Yohanes mengutus muridnya untuk bertanya: ‘Engkau-kah yg akan datang itu, atau haruskah kami menantikan orang lain?’ mereka ditunjukkan perbuatan ajaib Yesus yg sesuai dengan janji nubuat yg membuktikan Kerajaan; orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang tuli mendengar, orang kusta ditahirkan, orang mati dibangkitkan, dan kabar kesukaan diberitakan kepada orang miskin (Mat 11:2 dst; Luk 7:18 dst). Dalam hal terakhir ini juga, yaitu pemberitaan kabar kesukaan, kelihatan terobosan Kerajaan. Karena keselamatan diumumkan dan ditawarkan sebagai anugerah yg siap diberikan kepada orang miskin di hadapan Allah, orang lapar dan orang berdukacita, maka Kerajaan adalah milik mereka. Demikian juga keampunan dosa diberitakan, bukan kelak terjadi di sorga, bukan kemungkinan masa kini, tapi terjadi hari ini di bumi ini melalui Yesus sendiri: ‘Anak-Ku, dosa-dosamu telah diampuni; karena Anak Manusia memiliki kuasa di dunia untuk mengampuni dosa-dosa’ (lih Mr 2:1-12 dan ay lain).

             Seperti jelas dalam Firman yg penuh kuasa dan yg baru dikutip, semuanya ini didasarkan pada kenyataan bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah. Kerajaan telah datang dalam Dia dan dengan Dia: Dia-lah auto-basileia (Ia sendiri Kerajaan). Penyataan dini Yesus sebagai Mesias, Anak Manusia dan Hamba Tuhan, adalah rahasia dan sekaligus penjelasan seluruh Injil.

             Mustahil untuk menerangkan perkataan Yesus tentang diriNya seperti beberapa orang ingin membuatnya, seolah Yesus menganggap dini hanyalah Mesias pada masa datang, Anak Manusia yg akan datang di atas awan kelak. Memang segi keakanan dari Kerajaan adalah unsur hakiki Injil, tapi dalam Injil Yesus adalah Mesias yg hadir sekarang dan di sini. Itu tidak hanya diproklamasikan pada pembaptisanNya dan pada saat Dia dipermuliakan di alas gunung. Dia bukan hanya disebut Dia yg dikasihi dan dipilih Allah (judul terang ttg ke-Mesias-an), tapi juga Roh Kudus turun ke atas-Nya (Mat 3:16) dan melengkapi-Nya dengan kekuasaan ilahi sepenuhnya (Mat 21:27). Kitab Injil penuh dengan pernyataan bahwa Ia memiliki kuasa mutlak, Ia diperkenalkan sebagai Dia yg diutus oleh Bapak, Dia datang untuk menggenapi nubuat para nabi. Dalam kedatangan dan ajaran-Nya Alkitab digenapi bagi pendengar-Nya (Luk 4:21). Ia datang bukan untuk meniadakan tapi untuk menggenapi Taurat (Mat 5:17 dab), untuk memberitakan Kerajaan (Mr 1:38), untuk mencari dan menyelamatkan yg hilang (Luk 19:10), untuk melayani orang lain, dan memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang (Mr 10:45). Rahasia Kerajaan terletak dalam hal menjadi milik Dia (Mat 7:23; 25:41). Ringkasnya, Yesus Mesias adalah pusat dari segala berita dalam Kitab Injil tentang Kerajaan, baik segi masa kininya, maupun segi akan datangnya.

             b. Segi akan datang

             Walaupun dalam Kitab Injil jelas bahwa Kerajaan nampak kini dan di sini, ditunjukkan juga bahwa penampakan dalam dunia ini bersifat sementara. Itulah sebabnya pemberitaan kegiatan waktu itu yg terdapat dalam rumusan ‘Orang buta melihat, orang mati dibangkitkan, kepada orang miskin diberitakan kabar baik’ diikuti dengan peringatan, ‘Berbahagialah orang yg tidak menjadi kecewa dan menolak Aku’ (Mat 11:6; Luk 7:23). ‘Kekecewaan’ itu terletak dalam sifat tersembunyi dari Kerajaan pada masa ini. Mujizat hanyalah tanda dari tatanan lain yg berbeda dari tatanan sekarang. Belum tiba saatnya setan diserahkan pada kegelapan abadi (Mat 8:29). Injil Kerajaan masih benih yg sedang ditaburkan. Dalam perumpamaan tentang penabur, benih yg tumbuh diam, lalang antara gandum, biji sesawi dan ragi, Yesus mengajar murid-Nya mengenai segi tersembunyi Kerajaan itu. Anak Manusia sendiri, dengan segenap kekuasaan Allah, yg akan datang di atas awan, Dia-lah Penabur. benih Firman Allah. Ia digambarkan sebagai Manusia tergantung pada orang lain: burung, semak duri, manusia lain, dapat mengganggu pekerjaan-Nya. Ia harus menunggu untuk melihat hasil dari taburan-Nya. Bahkan rahasia Kerajaan lebih dalam lagi: Raja-nya datang dalam wujud hamba. Burung mempunyai sarangnya, tapi Anak Manusia (Dan 7:13) tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya. Supaya dapat menerima segala sesuatu, terlebih dahulu Ia harus menyerahkan segala sesuatu. Menurut gambar Hamba Tuhan yg menderita pada Yes 53, Ia harus dihisabkan pada kelompok orang berdosa. Kerajaan telah datang, Kerajaan akan datang. Tapi kedatangannya adalah melalui salib. Sebelum Anak Manusia melaksanakan kekuasaan alas semua kerajaan dunia (Mat 4:8; 28:18), Ia harus menempuh jalan ketaatan kepada Bapak supaya menggenapi segala kebenaran (Mat 3:15). Sebab itu perwujudan Kerajaan mempunyai sejarah dalam dunia ini. Kerajaan harus diberitakan pada semua makhluk. Sebagai benih ajaib, Kerajaan tumbuh, tidak ada orang yg mengetahui caranya (Mr 4:27). Dengan kekuatan di dalamnya Kerajaan menembusi rintangan dan berkembang mengatasi segalanya, karena ladang tempat benih itu ditaburkan adalah dunia (Mat 13:38). Injil Kerajaan keluar sampai kepada semua bangsa (Mat 28:19) karena Raja dari Kerajaan adalah juga Tuhan dari Roh. Kebangkitan-Nya mendatangkan zaman baru, pemberitaan Kerajaan dan Raja-nya mencapai ujung bumi. Keputusan sudah diambil, tapi penggenapannya masih bersifat akan datang. Apa yg mulanya nampak sebagai kedatangan Kerajaan satu dan sama, diumumkan sebagai satu kenyataan yg tak terpisahkan, hampir tiba dan dekat, itu mengembangkan dini meliputi zaman baru dan wilayah jauh. Batas Kerajaan tidak sama dengan perbatasan atau sejarah Israel. Kerajaan mencakup semua bangsa dan memenuhi segala zaman sampai kedatangan akhir dunia.

          III. Kerajaan dan jemaat

          Kerajaan berhubungan dengan sejarah jemaat maupun sejarah dunia. Kerajaan dan jemaat tidak sama, bahkan pada zaman sekarang pun tidak. Kerajaan Allah mencakup seluruh pekerjaan Allah melalui Kristus yg menebus dalam dunia ini. Jemaat adalah himpunan orang milik Yesus Kristus. Hubungan jemaat dan Kerajaan Allah dapat dibandingkan dengan dua lingkaran yg pusatnya satu, jemaat lingkaran kecil, Kerajaan lingkaran besar, keduanya berpusat pada Kristus. Hubungan jemaat dan Kerajaan dapat dirumuskan dengan berbagai cara. Jemaat terdiri dari orang yg menerima Injil Kerajaan Allah melalui iman, yg mengambil bagian dalam keselamatan Kerajaan dan menerima berkat pengampunan dosa, pengangkatan sebagai anak Allah, kediaman Roh Kudus, dan hidup yg kekal. Dalam hidupnya sebagai garam dan terang dunia, Kerajaan terwujud. Ia memikul kuk Kerajaan, hidup taat kepada perintah Raja-nya dan belajar pada Dia (Mat 11:28-30). Jemaat sebagai agen Kerajaan dipanggil untuk mengakui Yesus sebagai Kristus dan mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Jemaat adalah persekutuan hamba yg menerima talenta dari tuannya dan menantikan kedatangan Kerajaan dalam kemuliaan, pada saat Raja kembali. Jemaat mendapat strukturnya dari Kerajaan, dikelilingi dan diarahkan oleh penyataan, perkembangan dan kedatangan Kerajaan kelak, tapi tidak pernah sama atau identik dengan Kerajaan itu.

          Karena itu Kerajaan Allah tidak dibatasi dalam batas jemaat. Kristus adalah Raja di atas segala-galanya. Di mana saja Kristus diterima dan diakui sebagai Raja, bukan hanya orang dibebaskan tapi seluruh pola hidup diubah; kutuk setan dan ketakutan kuasa bermusuhan terhadap manusia dilenyapkan. Perubahan sebagai dampak agama Kristen dalam masyarakat animis, membuktikan makna Kerajaan yg mencakup segala sesuatu. Dengan cara membawa pengaruh ke luar seperti biji sesawi, dan juga ke dalam seperti ragi, Kerajaan berkembang dalam dunia dengan kuasa penebusannya. Why menggambarkan pemerintahan Kristus Raja dalam sejarah dunia yg maju makin pesat sampai pada akhir zaman, dan terutama membuat nyata perbedaan Kristus Raja kemenangan (lih Wahy 5:1 dab) atas Iblis dan anti-Kristus yg kekuasaannya masih bertahan di bumi untuk melawan Kristus dan jemaat-Nya. Kerajaan memasuki sejarah dunia dengan berkat dan pembebasan, kuasa penyelamatan dari tirani berhala dan kuasa jahat bermusuhan dengan manusia: tapi Sorga dan dunia baru, pemerintahan kemenangan, damai sejahtera dan keselamatan riil, akan tercapai hanya melalui krisis terakhir dan universal.

          IV. Dalam sisa PB

          Ungkapan ‘Kerajaan Sorga’ atau ‘Kerajaan Allah’ tidak banyak muncul dalam PB di luar kitab Injil Sinoptik. Tapi hal ini sebetulnya hanya persoalan istilah. Petunjuk revolusi besar dalam sejarah penyelamatan dimulai oleh kedatangan Kristus, sebagai harapan penggenapan segala tindakan Allah, maka Kerajaan adalah tema utama dari seluruh penyataan Allah dalam PB.

          V. Dalam pemikiran teologia

          Pemikiran teologis tentang Kerajaan Sorga sangat dipengaruhi oleh pandangan dan bermacam-macam kecenderungan dalam sejarah pemikiran teologis. Ahli teologi Roma Katolik sering mengikuti Agustinus dan menyamakan Kerajaan Allah dengan gereja di dunia. Melalui hierarki gereja, Kristus diwujudkan sebagai Raja Kerajaan Allah, ruang lingkup Kerajaan adalah sama dengan batas kekuatan dan kekuasaan gereja di dunia, Kerajaan diperluas melalui misi dan perkembangan gereja di dunia. Dalam perlawanannya terhadap hierarki Roma Katolik, para reformator menekankan makna rohani dan tidak ‘terlihatnya’ Kerajaan itu, dan cenderung (secara salah) mengutip Luk 17:20 dab untuk mendukung pendapat itu. Mereka bilang, Kerajaan Sorga ialah kedaulatan rohani yg diberlakukan Kristus melalui pemberitaan firman-Nya dan karya Roh Kudus. Gerakan reformasi tidak melupakan segi Kerajaan sebagai rencana penyelamatan sejarah, tapi di bawah pengaruh gerakan Pencerahan dan Pietisme Kerajaan diartikan secara individu sebagai kedaulatan kasih karunia dan damai dalam hati manusia. Dalam teologi liberal terutama di bawah pengaruh Kant, pandangan ini dikembangkan secara moralistis, sehingga Kerajaan disamakan dengan tersebarnya damai, kasih dan kebenaran.

          Dalam lingkungan pietis dan beberapa sekte, pengharapan akan kedatangan Kerajaan kelak tetap dipegang tapi tanpa melihat arti positif dari Kerajaan itu bagi hidup di dunia ini. Berlawanan dengan pengertian dualistis tentang Kerajaan itu, timbul tafsiran sosial tentang Kerajaan yg menekankan hanya makna riil dan komunalnya. Pengertian ini menimbulkan pandangan radikalisme sosial (kekristenan Tolstoi yg menekankan ‘Khotbah di Bukit’ dan tafsiran sosial agamawi dari misalnya Kutter dan Ragaz di Swiss), dan menimbulkan juga pengertian evolusioner tentang perkembangan (Social Gospel di AS). Kedatangan Kerajaan berarti gerak maju dalam keadilan sosial dan perkembangan masyarakat.

          Bertentangan dengan tafsiran Kerajaan yg bersifat merohanikan, moralistis dan evolusioner, maka masa kini ahli-ahli PB kembali lagi menekankan makna asli Kerajaan dalam pemberitaan Yesus, makna yg berhubungan erat dengan sejarah keselamatan dan eskatologi. Beberapa ahli menafsirkan segi eskatologis Kerajaan secara ekstrim, sehingga peluang menembusi dunia sekarang terlupakan (J Weiss, A Schweitzer, tafsiran ‘eskatologi murni’ [thoroughgoing]). Tapi akhir-akhir ini makna Kerajaan Allah untuk masa kini lebih diperhatikan. Makna tersebut dibawa dalam perspektif sejarah keselamatan, yaitu gerak maju pekerjaan dinamis dari Allah dalam sejarah, dengan penggenapan akhir sebagai tujuannya.

       KEPUSTAKAAN.
·         Kepustakaan mengenai Kerajaan Allah sangat banyak. Tentang pemakaian istilah ini dalam Kitab Injil, lih G Dalman, The Words of Jesus, 1902; SB, hlm 172-184;
·         untuk tafsiran Kerajaan dalam sejarah teologi dulu kala lih A Robertson, Regnum Dei, 1901;
·         untuk pendekatan liberal, lih E van Dobschutz, ‘The Eschatology of the Gospels’, The Expositor series 7, 9, 1910;
·         untuk tafsiran social, lih N. J van Merwe, Die sosiale prediking van Jezus Christus, 1921; L Ragaz, Die Botschaft vom Reiche Gottes, 1941;
·         untuk tafsiran eskatologis baru (sesudah J Weiss, Die Predigt Jesu vom Reiche Gottes, 1892;
·         A Schweitzer, The Quest of the Historical Jesus, 1910) lih M. H Matter, Nieuwere opvattingen omtrent het koninkrijk Gods in Jezus prediking naar de synoptici, 1942.
·         Karya umum: F Holmstrom, Das Eschatologische Denken der Gegenwart, 1936; H. D Wendland, Die Eschatologie des Reiches Gottes bei Jesus, 1931; G Gloege, Reich Gottes and Kirche im Neuen Testament, 1929;
·         J Jeremias, Jesus der Weltvollender im Neuen Testament, 1929; New Testament Theology 1, 1970;
·         C. H Dodd, The Parables of the Kingdom, 1935;
·         W. G Kummel, Die Eschatologie der Evangelien, 1936; Promise and Fulfillment, 1957;
·         R Otto, The Kingdom of God and the Son of Man, 1943;
·         W. A Visser ‘t Hooft, The Kingship of Christ, 1947; S. H Hooke, The Kingdom of God in the Experience of Jesus, 1949;
·         Cullmann, Christ and Time, 1951; G Vos, The Teaching of Jesus concerning the Kingdom and the Church, 1951;
·         J Hering, Le royaume de Dieu et sa venue, 1959;
·         H Ridderbos, The Coming of the Kingdom, 1962;
·         G Lundstrom, The Kingdom of God in the Teaching of Jesus, 1963;
·         R Schnackenburg, God’s Rule and Kingdom, 1963;
·         G. E Ladd, Jesus and the Kingdom, 1964;
·         A Theology of the New Testament, 1974;
·         H Flender, Die Botschaft Jesu von der Herrschaft Gottes, 1968;
·         R fliers, The Kingdom of God in the Synoptic Tradition, 1970;
·         W Pannenberg, Theologie and Reich Gottes, 1971; K. L Schmidt dll, TDNT 1, hlm 564-593; B Klappert, NIDNTT 2, hlm 372-390.

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...