Hamba Kebenaran atau Hamba Dosa? (Roma 6:15-23)
Saat Hitler memerintah Jerman pada masa PD II, gereja harus memilih apakah mengikuti kehendak Hitler yang otoriter, kejam, anti semitik, dan ambisius atau melawan Hitler dengan segala konsekuensinya siap dibunuh oleh tentara Hitler. Gereja terbagi dua. Yang mendukung Hitler disebut Deutsche Christen (Kristen Jerman). Yang menentang menyebut dirinya Bekennende Kirche (Gereja yang Mengakui). Gereja yang mendukung terpaksa mengikuti kehendak Hitler meskipun bertentangan dengan iman dan hati nurani mereka. Yang menentang tetap berpegang teguh kepada Yesus meski mereka ditangkap dan dibunuh. Salah seorang dari mereka adalah Dietrich Bonhoeffer. Sampai matinya Bonhoeffer tetap percaya Yesus untuk selama-lamanya.
Jemaat Roma yang sudah percaya Yesus, seharusnya bukan lagi hamba dosa melainkan hamba kebenaran. Paulus tidak memberikan pilihan apakah tetap menjadi hamba dosa atau hamba kebenaran. (15-16). Paulus memberi penegasan bahwa orang yang sudah dimerdekakan dari dosa hanya ada satu pilihan, menghambakan diri pada Kristus sebagai hamba Kebenaran. Paulus mengingatkan mereka kehidupan lama ketika menjadi hamba dosa, penuh dengan kecemaran dan kedurhakaan (19a), tidak ada kebenaran (20), dan upahnya adalah kematian atau maut (21, 23a). Tidak ada keuntungan ketika hidup dalam dosa. Sebaliknya ketika mereka menjadi hamba kebenaran? Tuhan dapat memakai mereka untuk menghasilkan buah kekudusan dan buah hidup yang kekal (22-23b).
Tetap tinggal dalam dosa, berarti menjadi hamba dosa. Berarti menyerahkan hidup kita diatur oleh keinginan daging (Gal. 5:19-21; 1Yoh. 2:16). Kenikmatan, kesenangan dan kemewahan duniawi memang kita dapatkan. Namun itu hanya berlaku di dunia ini. Berarti pula menyangkali kasih karunia yang Allah sudah nyatakan dalam hidup kita. Menjadi hamba kebenaran, jalan terjal siap kita hadapi namun ada kebenaran dan kedamaian yang kita peroleh di dunia serta hidup yang kekal bersama Yesus. Mana yang kita pilih? (sh)
No comments:
Post a Comment