Tuesday, July 19, 2022

Perendahan dan Penyangkalan Diri; Kelembutan dan Kemurahan Hati (Roma 15:1-4)

Perendahan dan Penyangkalan Diri; Kelembutan dan Kemurahan Hati (Roma 15:1-4)

Dalam pasal ini, Rasul Paulus melanjutkan pembicaraan pasal sebelumnya tentang kewajiban orang-orang percaya untuk saling menanggung dalam berbagai hal, dan dengan ini ia akan segera sampai pada penutup surat. Karena di antara orang-orang Kristen terdapat perbedaan-perbedaan pemahaman yang begitu rupa, dan oleh sebab itu kasih di antara mereka juga bertambah jauh, maka diperlukan perintah demi perintah dan ajaran demi ajaran, untuk mendinginkan panas hati, dan melahirkan perilaku yang lebih baik. Rasul Paulus, karena ingin mematok paku hingga tertancap kokoh pada tempatnya, terus mengikuti ketukan palunya, tidak mau meninggalkan topik pembicaraan ini sampai ada harapan baginya untuk menang. Untuk itulah ia menyusun perkara di hadapan mereka dan memenuhi mulutnya dengan alasan-alasan yang teramat meyakinkan. Kita dapat mengamati, dalam pasal ini,

I. Perintah-perintahnya kepada mereka.

II. Doa-doanya untuk mereka.

III. Pembelaannya dalam menulis kepada mereka.

IV. Penjelasannya tentang dirinya sendiri dan perkara-perkaranya.

V. Pernyataannya tentang tujuannya untuk datang menemui mereka.

VI. Keinginannya untuk didoakan oleh mereka.

Perendahan dan Penyangkalan Diri; Kelembutan dan Kemurahan Hati (Roma 15:1-4)

Dalam perikop ini Rasul Paulus memaparkan dua aturan, beserta alasan-alasan untuk menguatkannya, yang menunjukkan kewajiban orang Kristen yang kuat untuk peduli dan merendah bagi mereka yang paling lemah.

I. Kita harus menanggung kelemahan orang yang tidak kuat (ay. 1). Kita semua mempunyai kelemahan. Tetapi orang yang lemah lebih dikuasai oleh kelemahan itu daripada orang lain. Mereka itu orang yang lemah dalam hal pengetahuan atau karunia, buluh yang patah terkulai dan sumbu yang pudar nyalanya. Kita harus peduli dengan orang-orang ini. Jangan menginjak-injak mereka, tetapi doronglah mereka, dan bersabarlah menghadapi kelemahan mereka. Jika karena kelemahan, mereka menghakimi dan mencela kita, dan mengatakan yang jahat tentang kita, kita harus bersabar menghadapi mereka, mengasihani mereka, dan tidak menjauhkan kasih sayang kita terhadap mereka. Malang nian mereka! Itu kelemahan mereka, mereka tidak bisa menghindarinya. Demikian pula halnya Kristus menanggung murid-murid-Nya yang lemah, dan memaafkan mereka. Tetapi lebih dari itu, kita juga harus menanggung kelemahan mereka dengan berbela rasa dengan mereka, memberi perhatian terhadap mereka, dan membantu menguatkan mereka, sebagaimana ada kesempatan. Inilah yang dinamakan saling menanggung beban.

II. Kita tidak boleh mencari kesenangan kita sendiri, tetapi harus mencari kesenangan sesama kita (ay. 1-2). Kita tidak boleh memanjakan diri sendiri, dengan menimbang kelemahan dan kerapuhan saudara-saudara kita.

1. Orang-orang Kristen tidak boleh mencari kesenangan sendiri. Kepedulian kita tidak boleh hanya memuaskan segala keinginan yang sepele dari hati kita sendiri. Baiklah jika sekali-kali kita menahan diri, supaya kita bisa lebih baik menghadapi orang lain yang menghalangi jalan kita. Kita akan manja (seperti Adonia) jika keinginan kita selalu dituruti. Pelajaran pertama yang harus kita pelajari adalah menyangkal diri (Mat. 16:24).


2. Orang Kristen harus mencari kesenangan sesamanya. Kekristenan dimaksudkan untuk menghaluskan dan melembutkan roh, untuk mengajarkan kepada kita hati yang mau berbuat baik dan menyenangkan orang lain. Tidak untuk menjadi hamba hawa nafsu apa saja, tetapi menjadi hamba bagi kebutuhan dan kelemahan sesama kita. Untuk bersedia melakukan sebaik mungkin dengan kesadaran hati nurani apa saya yang kita patut lakukan. Orang Kristen harus berusaha untuk menyenangkan hati. Sebagaimana kita tidak boleh mencari kesenangan kita sendiri dalam menggunakan kebebasan kita sebagai orang Kristen, demikian pula kita harus mencari kesenangan sesama kita. Kebebasan Kristen kita itu diperbolehkan bagi kita bukan demi kesenangan kita sendiri, melainkan demi kemuliaan Allah dan demi kebaikan bagi orang lain serta untuk membangunnya. Betapa jemaat Kristus akan menjadi kumpulan yang menyenangkan dan menghibur jika orang-orang Kristen berusaha mencari kesenangan satu sama lain, bukan seperti yang biasa kita lihat sekarang, giat berselisih, saling menghalang-halangi, dan saling menentang! Mencari kesenangan sesama, bukan dalam segala hal, sebab ini bukan aturan tanpa batas, melankan demi kebaikannya, terutama demi kebaikan jiwanya. Bukan untuk menyenangkan hatinya dengan melayani kehendak-kehendaknya yang fasik, dan menghibur dia dengan cara yang berdosa, atau memenuhi godaan-godaannya, atau berbuat dosa karena dia. Ini cara yang rendah untuk mencari kesenangan sesama kita yang membawanya kepada kebinasaan jiwanya. Jika mencari kesenangan orang dengan cara seperti itu, kita bukanlah hamba-hamba Kristus. Tetapi carilah kesenangannya demi kebaikan dia. Bukan demi kebaikan duniawi kita sendiri, atau untuk menjadikan dia mangsa, melainkan demi kebaikan rohaninya. Untuk membangunnya, maksudnya, bukan hanya demi kebaikannya, melainkan juga demi kebaikan orang lain, untuk membangun tubuh Kristus, dengan berusaha saling berbuat baik. Semakin rapat batu-batu dipasang, dan semakin pas satu sama lain, semakin kokohlah bangunannya. Sekarang perhatikanlah alasan mengapa orang-orang Kristen harus mencari kesenangan satu sama lain: Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri. Penyangkalan diri Yesus Tuhan kita adalah alasan terbaik melawan sikap orang-orang Kristen yang mementingkan diri. Perhatikanlah,

(1) Bahwa Kristus tidak mencari kesenangan-Nya sendiri. Ia tidak mencari pujian, kenyamanan, keamanan, ataupun kesenangan duniawi-Nya sendiri. Ia tidak mempunyai tempat untuk membaringkan kepala-Nya. Ia hidup dari amal, tidak mau dijadikan raja. Tidak ada saran lain yang paling dibenci-Nya selain, Guru, sayangilah diri-Mu. Ia tidak menuruti kehendak-Nya sendiri (Yoh. 5:30). Ia membasuh kaki murid-murid-Nya, tekun menanggung bantahan terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa. Ia menyusahkan diri (Yoh. 11:33, KJV), tidak mencari kehormatan-Nya sendiri, dan singkatnya, mengosongkan diri-Nya, menjadikan diri-Nya tidak berharga. Dan semua ini demi kita, untuk membawakan kebenaran bagi kita, dan untuk memberi kita suatu teladan. Seluruh hidup-Nya hanyalah untuk menyangkal diri, dan tidak mencari kesenangan diri. Ia menanggung kelemahan-kelemahan orang yang tidak kuat (Ibr. 4:15).

(2) Bahwa dalam hal ini Kitab Suci digenapi: Seperti ada tertulis: Kata-kata cercaan mereka, yang mencerca Engkau, telah mengenai aku. Ini dikutip dari Mazmur 69:10, yang bagian awalnya diterapkan kepada Kristus (Yoh. 2:17), cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku, dan bagian akhirnya diterapkan di sini. Sebab Daud adalah perlambang Kristus, dan penderitaan-penderitaannya adalah perlambang dari penderitaan-penderitaan Kristus. Mazmur ini dikutip untuk menunjukkan bahwa Kristus sama sekali tidak mencari kesenangan-Nya sendiri, malah Ia justru dalam tingkat tertinggi betul-betul mencari ketidaksenangan-Nya sendiri. Bukan berarti seolah-olah pekerjaan-Nya, secara keseluruhan, terasa sebagai beban dan kesedihan bagi-Nya, sebab Ia menjalankannya dengan sangat rela dan gembira. Tetapi dalam perendahan-Nya, Ia menyingkirkan dan menolak segala hal yang membawa kepuasan pada kecenderungan sifat alamiah. Ia lebih mengutamakan kebaikan kita daripada kenyamanan dan kesenangan-Nya sendiri.Rasul Paulus memilih mengungkapkan masalah ini dalam bahasa Kitab Suci. Sebab dengan cara apa lagi perkara-perkara yang menyangkut Roh Allah dibicarakan dengan lebih baik selain dengan kata-kata dari Roh itu sendiri? Dan nas Kitab Suci ini ditegaskannya, kata-kata cercaan mereka, yang mencerca Engkau, telah mengenai aku.

[1] Aib dari celaan-celaan yang ditanggung Kristus. Penghinaan apa saja yang diperbuat terhadap Allah membuat sedih Tuhan Yesus. Ia berduka oleh kerasnya hati orang banyak, dan memandang tempat yang penuh dosa dengan kesedihan dan air mata. Ketika orang-orang kudus dianiaya, Kristus sama sekali tidak mencari kesenangan-Nya sendiri, sampai-sampai Ia turut merasakan apa yang diperbuat terhadap mereka sebagai dilakukan terhadap diri-Nya sendiri: Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku? Kristus sendiri telah menanggung segala penghinaan hebat. Ada banyak cela dalam penderitaan-penderitaan-Nya.

[2] Dosa dari celaan-celaan itu, yang ditanggung Kristus untuk memuaskan tuntutan hukum. Begitulah banyak orang memahaminya. Setiap dosa adalah semacam celaan bagi Allah, terutama dosa-dosa yang diperbuat dengan berani. Nah, kesalahan dari semuanya ini ditimpakan kepada Kristus, ketika Ia dijadikan dosa, yaitu, dijadikan persembahan, korban penghapus dosa bagi kita. Ketika Tuhan menimpakan kepada-Nya kesalahan kita semua, dan Ia menanggung dosa-dosa kita dalam tubuh-Nya sendiri di atas kayu salib, kesalahan-kesalahan kita ditimpakan kepada-Nya sebagai ganti jaminan bagi kebebasan kita. Akulah yang menanggung kutuk itu. Ini contoh terbesar bagaimana orang mau menggantikan orang lain dengan dirinya sendiri untuk menanggung kesalahan orang lain. Kalau kita merenungkan kemurnian dan kekudusan-Nya yang tak terhingga dan tak bercacat cela, kasih Bapa kepada-Nya yang tak terbatas, dan kepedulian-Nya yang kekal akan kemuliaan Bapa-Nya, maka tidak ada hal lain yang lebih bertentangan dengan Dia, atau lebih melawan Dia, daripada bahwa Dia dijadikan dosa dan kutuk bagi kita, dan ditimpa murka Allah. Terutama lagi kalau kita melihat untuk siapa saja Ia mencari ketidaksenangan diri seperti itu, yaitu untuk orang-orang asing, musuh-musuh, dan para pengkhianat. Yang benar untuk orang-orang yang tidak benar (1Ptr. 3:18). Ini tampak patut dijadikan alasan mengapa kita harus menanggung kelemahan orang yang tidak kuat. Kita tidak boleh mencari kesenangan kita sendiri, sebab Kristus tidak mencari kesenangan-Nya sendiri. Kita harus menanggung kelemahan orang yang tidak kuat, sebab Kristus menanggung celaan orang-orang yang mencela Allah. Ia menanggung kesalahan dosa dan kutuk dosa. Kita hanya dipanggil untuk sedikit menanggung masalah dosa. Ia menanggung dosa-dosa yang diperbuat dengan berani oleh orang fasik. Kita hanya dipanggil untuk menanggung kelemahan orang yang tidak kuat. Karena Kristus juga, kai gar ho Christos – bahkan Kristus sekalipun. Bahkan Dia sekalipun yang secara tak terhingga bahagia dalam menikmati diri-Nya, yang tidak memerlukan pelayanan kita. Bahkan Dia sekalipun yang tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, yang mempunyai alasan yang baik untuk mencari kesenangan-Nya sendiri, dan tidak mempunyai alasan untuk peduli terhadap kita, apalagi disalibkan untuk kita. Bahkan Dia sekalipun tidak mencari kesenangan-Nya sendiri, bahkan Dia sekalipun menanggung dosa-dosa kita. Jadi, bukankah seharusnya kita bersikap rendah hati, menyangkal diri, dan bersedia peduli satu sama lain, sebagai sesama anggota jemaat?

(3) Bahwa oleh karena itu kita harus bangkit dan berbuat hal serupa: Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita.

[1] Bahwa apa yang ditulis tentang Kristus, mengenai penyangkalan diri dan penderitaan-penderitaan-Nya, ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita. Ia telah meninggalkan bagi kita suatu teladan. Jika Kristus menyangkal diri, kita juga pasti harus menyangkal diri, atas dasar ketulusan dan rasa syukur, dan terutama seturut de ngan gambar-Nya. Teladan Kristus, dalam apa yang dilakukan dan dikatakan-Nya, dicatat untuk kita tiru.

[2] Apa yang dicatat dalam Kitab Suci Perjanjian Lama secara umum ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita. Apa yang sudah dikatakan Daud untuk dirinya, diterapkan Paulus tadi pada Kristus. Nah, supaya ini tidak terlihat seperti memaksakan pengertian Kitab Suci, Paulus memberi kita pedoman umum yang baik ini, bahwa semua nas kitab Perjanjian Lama (terlebih jauh lagi nas Perjanjian Baru) ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, dan tidak bisa dipandang sebagai tafsiran pribadinya sendiri. Apa yang terjadi pada orang-orang kudus dalam Perjanjian Lama terjadi pada mereka untuk dijadikan contoh. Dan banyak nas Perjanjian Lama sudah digenapi. 

KESIMPULAN: 

Kitab Suci ditinggalkan sebagai pedoman yang abadi bagi kita. Kitab Suci ditulis, supaya tetap kita gunakan dan demi kebaikan kita. Pertama, untuk menjadi pelajaran bagi kita. Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari Kitab Suci, dan pelajaran itu pelajaran terbaik yang bisa ditimba dari sumber air ini. Orang yang paling berpengetahuan adalah orang yang paling mengenal Kitab Suci. Oleh sebab itu, kita tidak saja harus berusaha memahami arti sebenarnya dari Kitab Suci, tetapi juga mempelajari darinya apa yang bermanfaat bagi kita. Oleh sebab itu, kita memerlukan bantuan tidak saja untuk menggulingkan batu, tetapi juga untuk menimba air, sebab sumurnya dalam di banyak tempat. Mengamalkan Kitab Suci dalam kehidupan sehari-hari itu lebih penting daripada mengupasnya secara mendalam. 

Kedua, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci. Pengharapan yang menjadikan hidup kekal sebagai tujuan itu disodorkan di sini sebagai tujuan belajar Kitab Suci. Kitab Suci ditulis supaya kita tahu apa yang bisa diharapkan dari Allah, atas dasar apa, dan dengan cara apa. Ini haruslah membuat Kitab Suci tampak baik di mata kita, sebab Kitab Suci adalah teman istimewa bagi pengharapan orang Kristen. Nah, cara untuk mencapai harapan ini adalah oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci.

Ketekunan dan penghiburan mengandaikan adanya kesulitan dan kesedihan. Seperti itulah nasib orang-orang kudus di dunia ini. Lagi pula, seandainya tidak demikian, kita tidak akan mendapat kesempatan untuk bersabar dan terhibur. Tetapi ketekunan dan penghiburan adalah teman bagi pengharapan, yang merupakan hidup dari jiwa kita. Ketekunan menimbulkan tahan uji, tahan uji menimbulkan pengharapan, dan pengharapan tidak mengecewakan (5:3-5). Semakin besar ketekunan yang kita tunjukkan di bawah kesulitan, semakin besar harapan kita untuk mengatasi kesulitan kita. Tidak ada yang lebih merusak pengharapan selain ketidaksabaran. 

Dan penghiburan dari Kitab Suci,penghiburan yang timbul dari firman Allah (itulah penghiburan yang paling pasti dan paling manis) juga merupakan penopang yang teguh bagi pengharapan, sebab penghiburan adalah jaminan yang ada di tangan akan kebaikan yang diharapkan. Roh, sebagai Penghibur, adalah jaminan dari warisan kita.

SUMBER: MHC ROMA 15:1-4

No comments:

Post a Comment

Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...