Kasih ibarat lem perekat, pipa penyambung, tali pengikat, garam pengawet dan penghilang rasa tawar. Apabila tidak ada kasih, rupa-rupa karunia akan berdiri sendiri-sendiri. Padahal, Allah memberikan karunia untuk membangun kehidupan bersama di bumi ini, bukan di sorga. Karunia bernubuat, iman, pengetahuan, hanya diperlukan di bumi untuk membangun kehidupan. Sayangnya, ada saja orang Kristen yang menjadikan rupa-rupa karunia untuk diri sendiri atau kelompok komunitasnya saja. Seolah-olah mereka hidup di sorganya sendiri. Kasih harus menggarami dan merekatkan karunia yang satu dengan yang lain demi kebaikan hidup bersama di bumi.
Tanpa kasih, tidak ada gunanya karunia karena hanya akan jatuh pada kemegahan diri sendiri. Tanpa kasih, memberi akan tak bermakna. Pemberi dan penerima akan merasa hampa. Kasih menjadikan karunia yang ada pada kita berfungsi. Karunia ada untuk fungsi tertentu. Tanpa kasih, karunia tidak berguna (1-3).
Kasih itu tidak merugikan orang lain dalam bentuk apa pun. Ia tidak mengambil atau mengurangi hak-hak orang lain. Ia memberi ganti rugi apabila sudah merugikan sesamanya. Kasih itu tidak berlaku semena-mena atau menganggap rendah orang lain. Kasih itu memberi keuntungan bagi semua pihak. Ia memenuhi hak-hak setiap orang sebagai manusia seutuhnya yang dikasihi Allah.
Seharusnyalah rupa-rupa karunia yang kita miliki untuk memberi keuntungan bagi kehidupan. Sekali kita menggunakan karunia yang ada pada kita untuk kemegahan dan kesombongan kita, kita telah mengurangi sukacita orang lain, mereduksi iman dan pengharapan sesama kepada Allah. Apalah hak kita menyombongkan pemberian yang kita terima? Karunia itu pemberian Allah bukan milik ciptaan kita sendiri. Mari kita kembalikan karunia yang kita terima dari Allah sesuai dengan hakikat fungsinya yaitu untuk membangun kehidupan bersama. Hendaklah rupa-rupa karunia yang kita masing-masing miliki berdiri di atas satu pondasi yaitu kasih. Janganlah orang lain menjadi tersisih karena karunia yang kita megahkan. 𝘴𝘩
No comments:
Post a Comment