Saturday, April 29, 2023

Sikap Hidup Orang Percaya

Sikap Hidup Orang Percaya (1 Tesalonika 5:12-28) 

Sikap hidup orang percaya dalam bergereja maupun kehidupan sehari-hari begitu penting. Dalam mengakhiri suratnya, Paulus memberikan beberapa nasihat demikian.

Pertama, agar memiliki sikap yang benar terhadap pemimpin mereka dengan menghormati, menaati, mengasihi, dan mendoakan mereka (12), karena para pemimpin telah bekerja keras dalam memimpin dan melayani mereka. Sikap demikian akan membuat persekutuan mereka hidup dalam damai.

Kedua, dalam hubungan dengan saudara seiman, mereka harus saling peduli dan menguatkan. Mereka harus berani dan penuh cinta kasih menegur mereka yang berbuat onar dan salah; memghibur mereka yang sudah bertobat agar tidak tawar hati dan terpuruk dalam rasa bersalah mereka; membela dan menguatkan jemaat yang putus asa dan lemah iman (13-14). Sabar terhadap semua orang, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi dengan kebaikan (15).

Ketiga, dalam hubungan dengan diri sendiri, mereka harus hidup penuh sukacita, tetap berdoa, dan bersyukur apapun masalah dan kesulitan yang mereka alami (16-18). Sikap demikian jelas berkenan kepada Allah. Dalam kehidupan kerohanian, mereka tidak boleh memadamkan karya Roh Kudus yang bekerja di dalam dan melalui mereka (19); tidak menolak firman Tuhan, dan harus menguji segala ajaran yang muncul (20); memegang yang benar dan menjauhi segala kejahatan (21-22).

Untuk menguatkan dan meneguhkan mereka, Paulus memohon agar Allah menguduskan dan memelihara totalitas hidup mereka, sehingga sempurna dengan tidak bercacat cela sampai Kristus datang kembali (23).

Renungkan:

Dalam dunia yang semakin individualisme, kita sebagai umat pilihan Tuhan tetap belajar menghormati, menaati, mengasihi, dan mendoakan para pemimpin rohani kita. Peduli terhadap saudara seiman agar mereka terus bertumbuh serupa dengan Kristus. Kita secara pribadi senantiasa berdoa, bersyukur, serta belajar firman Tuhan setiap hari. [CJ]

Monday, April 24, 2023

Cinta Dunia atau Cinta Allah

Cinta Dunia atau Cinta Allah (1 Yohanes 2:12-17) 

Yohanes memberi peringatan kepada orang Kristen tentang adanya ancaman yang dapat merusak persekutuan dengan Allah, yaitu cinta kepada dunia. Yohanes memberi dua alasan. Pertama, bahwa kasih pada dunia tidak berasal dari Allah (ayat 16). Dunia yang dimaksud bukanlah bumi yang kita huni, juga bukan manusia yang tinggal di bumi. Dunia menurut Yohanes adalah semua hal yang melawan Allah. Kedua, bahwa dunia yang dikasihi manusia tidak bersifat kekal (ayat 17). Sungguh merupakan kebodohan jika kita mengasihi hal-hal yang tidak kekal. Akan tetapi manusia tidak menyadarinya. Manusia lebih mencintai hal yang kelihatan yang bersifat sementara. 

Bagaimana karakteristik cinta dunia? Yohanes menyebutkan tiga ciri khas cinta dunia: 

[1] keinginan daging. Perlu dipahami bahwa wajar dan manusiawi jika manusia memiliki keinginan. Masalah timbul jika keinginan bercampur dengan daging membentuk keinginan daging. Istilah daging dalam ayat 16 menunjuk pada semua hal yang menentang Allah. Misalnya, keinginan seksual. Keinginan tersebut tidaklah keliru, yang keliru adalah jika perwujudan keinginan tersebut bertentangan dengan kehendak Allah. Keinginan seksual hanya boleh dilakukan dalam koridor perkawinan; 

[2] keinginan mata. Misalnya, mata melihat milik orang lain dan menginginkannya. Mata membangkitkan nafsu rakus. Jika nafsu berahi dan nafsu rakus bersatu akan mengarah pada dosa perselingkuhan; 

[3] keangkuhan hidup. Hidup adalah karunia Tuhan, tetapi ketika hidup disandingkan dengan keangkuhan ia menjadi dosa. Keangkuhan hidup merupakan pernyataan penolakan kehadiran Allah. Manusia angkuh melihat benda, properti, uang, karir cemerlang yang dimilikinya adalah prestasi bukan berkat Allah. Manusia angkuh merasa tidak perlu bergantung pada Allah dalam hidupnya. 

Renungkan: Jika kasih pada Allah sudah mulai dingin, maka ini menjadi tanda bahwa kita sudah mengasihi dunia ini. (sh)

Sunday, April 23, 2023

Hal-hal Berharga dalam Hidup

Hal-hal Berharga dalam Hidup (Pengkhotbah 9:1-12) 

Di balik kesimpulan sementara bahwa nasib semua orang sama, pengkhotbah mengingatkan tentang dua hal berharga dalam hidup: pernikahan dan pekerjaan. Betapa pun sia-sia kesan kita tentang hidup yang seperti siklus mengulang-ulang ini, kehidupan keluarga dan pekerjaan yang bermutu membuat hidup setidaknya terasa lebih berarti. 

Pernikahan adalah karunia indah Tuhan. Namun, kita tidak dapat "menutup mata" bahwa ada orang yang membuat pasangannya "hidup dalam neraka". Justru karena adanya fakta pernikahan yang seperti neraka inilah, maka orang beriman harus berpegang teguh kepada ajaran firman. Kebahagiaan dalam pernikahan bukan hal yang mustahil, tetapi hal yang mungkin terjadi. Belajar puas dengan pasangan hidup masing-masing, aktif mengobarkan kasih dari waktu ke waktu, memeliharanya sebagai harta karun mulia pemberian Tuhan, dan berjuang keras bagi kebahagiaan tersebut, adalah syarat-syarat untuk mengalami pernikahan yang berhasil (ayat 9). Perjuangan keras mengaktifkan cinta, perhatian, kesetiaan, itulah penentu keberhasilan suatu pernikahan. 

Renungkan: Karunia Tuhan lainnya dalam hidup adalah pekerjaan. Apabila dalam sudut pandang pengkhotbah, kematian adalah penyebab kesia-siaan, pekerjaan adalah faktor yang memberi hidup arti dan harap. Bekerja adalah bagian dari hidup, kepasifan adalah bagian dari mati, maka bekerja memberi kita harapan karena kita mengalami hidup ketika bekerja. Sebab itu persoalan kita tentang pekerjaan dan tugas apa pun, jangan ditinjau dari segi ekonomi saja. Apabila bekerja adalah ciri dari hidup, maka tugas apa pun sanggup memberi kita kegembiraan. Bekerja berarti menjadi rekan Tuhan yang terus giat bekerja sampai sekarang ini. Inilah insentif utama yang mendorong orang beriman bekerja lebih rajin, lebih giat, lebih berkualitas. Tidakkah akan semakin bergairah kita, apabila menyadari bahwa perbuatan tangan, kaki, otak kita adalah bagian dari ingatan Tuhan dalam dunia ini? 

Doa: Tuhan, tolonglah gereja-Mu dan bangsa kami menghargai keluarga dan pekerjaan dengan benar. (sh)

Wednesday, April 19, 2023

Rindu Dekat dengan Tuhan

Rindu Dekat dengan Tuhan (Mazmur 84:1-13) 

Bulan Juli yang lalu, saya melayani di Manado. Di gereja tempat saya memimpin ibadah, terlihat beberapa burung gereja beterbangan di balkon. Memang tepat, burung-burung itu disebut burung gereja. Mereka merasa nyaman bersarang pada lubang-lubang angin dinding gereja.

Pada bagian pertama (2-5), pemazmur menggambarkan kerinduannya untuk berada di rumah Tuhan dengan memakai ilustrasi burung pipit dan burung layang-layang yang bersarang bahkan pada mezbah-mezbahnya (4). Begitu rindunya pemazmur sehingga di satu sisi ia merasa jiwa hancur, di sisi lain hati dan daging bersorak-sorai. Perasaan yang paradoks ini ditutup dengan pernyataan berbahagia bagi orang yang hidup di rumah Tuhan (5).

Bagian kedua (6-8), pemazmur beralih dari kerinduan berada di rumah Tuhan pada perjalanan ziarah ke rumah Tuhan. Orang yang bertekad untuk ke rumah Tuhan, akan mampu menghadapi segala hadangan untuk sampai ke sana. Kemampuan mereka adalah anugerah Tuhan.

Maka, di tengah mazmur ini muncul permohonan agar Tuhan mendengar dan menjawab kerinduan hatinya (9-10). Mazmur ini ditutup dengan mengulangi lagi kerinduan yang sudah dikobarkan di bagian pembuka (11-13), yaitu terus menerus dalam persekutuan intim dengan Tuhan Perbandingan satu hari dengan seribu hari mau mengatakan bahwa kedekatan dengan Tuhan melebihi segala-galanya yang bisa didapatkan dari dunia ini.

Renungkan: Apakah mazmur ini menyatakan kerinduan kita kepada Tuhan, yang selama ini kita tidak temukan? Sudah pasti bukan karena Tuhan jauh atau menjauh dari kita. Lebih tepat, kita sendiri yang menjauh dan membiarkan diri kita didekati, dirayu, bahkan didekap oleh dunia ini. Yang lebih celaka adalah kalau kita tidak merasa rindu kepada Tuhan karena kita sedang menikmati cumbu rayu dunia ini. Jangan-jangan kita memang bukan anak Tuhan! (SH)

Jangan Sia-siakan Kasih Setia Allah

Jangan Sia-siakan Kasih Setia Allah (Ulangan 30:1-20) 

Berulang kali anak itu mengecewakan ibunya, berulang kali pula ibunya mengampuni. Suatu saat, anak itu bertanya, "Ibu, masih adakah pengampunan bagiku? Apakah aku boleh mencoba lagi taat kepadamu?" Ibunya menjawab dengan berlinang air mata, "Anakku, selama matahari masih terbit, selama itu juga pengampunanku." Puji Tuhan! Kasih setia-Nya jauh melebihi kasih seorang ibu. 

Bangsa Israel patut bersyukur memiliki Tuhan yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Walaupun hukuman adalah konsekuensi dosa, namun Tuhan menginginkan bangsa Israel bertobat. Bahkan setelah penghukuman diturunkan, pemulihan disediakan. Allah bukan hanya berjanji memulihkan mereka yang bertobat dan memberkati dengan limpah (ayat 3-5,9), Allah bahkan akan mengubah hati mereka supaya mampu mengasihi-Nya (ayat 6) dan menaati firman-Nya (ayat 8). Puji Tuhan, kesanggupan untuk mengasihi dan taat kepada firman-Nya berasal dari Allah sendiri. 

Namun bangsa Israel harus memilih untuk taat. Bangsa Israel tidak bisa berdalih, bahwa perintah Allah terlalu tinggi untuk diraih dan terlalu jauh untuk dijangkau. Sebab firman-Nya dekat kepada bangsa Israel. Yang penting adalah sikap hati yang mau taat kepada-Nya (ayat 11-14). Sekali lagi Allah memperhadapkan Israel dengan pilihan (ayat 15,19-20) janji berkat untuk ketaatan mereka (ayat 15-16), atau ancaman kutuk untuk kekerasan hati mereka (ayat 17-18). 

Sama seperti Israel harus memilih, kita pun diminta untuk memilih. Tuhan menginginkan agar kita memilih taat pada firman-Nya. Kita bisa menikmati segala berkat-Nya dalam Yesus Kristus. Namun kita harus memilih untuk mengasihi Dia, taat kepada firman-Nya, dan melakukan perintah-Nya untuk dapat menikmati berkat itu. 

Renungkan: Berkat Tuhan dan kasih setia-Nya tersedia bagi setiap anak-Nya yang memilih untuk taat kepada firman-Nya dan melakukan perintah-Nya. Jangan sia-siakan kasih setia Allah.  (SH)

Iman yang Menarik Perhatian TUHAN

Iman yang Menarik Perhatian TUHAN (Matius 20:29-34) 

Jika Anda sedang menderita penyakit yang sulit untuk disembuhkan dan Anda berpapasan dengan seorang hamba Tuhan yang dikenal memiliki karunia penyembuhan, apa yang akan Anda lakukan? 

Ketenaran Yesus pada waktu itu, sungguh mengagumkan. Buktinya, kehadiran-Nya selalu diiringi banyak orang (ayat 29). Rombongan sebanyak itu, tentu saja menimbulkan suara yang gaduh dan ramai. Sampai-sampai kedua orang buta pun bisa mendengar suara itu dan mengetahui kehadiran Yesus di situ (ayat 30a). Dua orang buta yang duduk di pinggir jalan itu telah meyakini bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Daud, yang sanggup menyembuhkan berbagai penyakit, seperti ayan (ayat 17:15), lumpuh, timpang, dan bisu (ayat 15:29-31), mati sebelah tangan (ayat 12:10). Mungkin mereka mendengar mukjizat yang dilakukan Yesus itu dari pembicaraan orang. Timbullah keyakinan pada diri mereka bahwa kebutaan mereka pun bisa Yesus sembuhkan (ayat 30b). 

Akan tetapi, bagaimana cara membuat Yesus melihat mereka? Menembus kerumunan orang banyak dengan berlari adalah hal yang mustahil karena keterbatasan fisik mereka. Namun, iman mereka kepada kuasa Yesus melebihi kekuatan fisik orang yang sehat. Maka mulailah kedua orang buta itu berseru-seru memanggil nama Yesus dengan tak menghiraukan teguran orang banyak yang merasa terganggu (ayat 31). Seruan berdasarkan iman kepada Yesus itu tidak sia-sia karena Ia berkenan menyembuhkan kebutaan mereka (ayat 32-33). 

Seperti kedua orang buta itu, kita pun bisa memeroleh pertolongan Yesus. Pertolongan-Nya hanyalah sejauh doa. Tuhan melihat iman kedua orang buta itu. Itulah yang Yesus cari pula dari diri kita. Doa dengan iman membuka diri di hadapan-Nya, supaya Ia bebas berkarya dalam hidup kita. 

Ingatlah: Mukjizat Tuhan bagi persoalan hidup kita, bisa kita alami asalkan kita tidak putus asa untuk berseru memohon pertolongan Tuhan dan tetap percaya meskipun keadaan kita tidak memungkinkan. (SH)

Jangan Menjadi Batu Sandungan

Jangan Menjadi Batu Sandungan (Roma 14:13-23) 

Menjadi batu sandungan jelas merupakan hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh orang percaya. Mengapa? Karena akan menghalangi orang untuk datang kepada Kristus.

Dalam perikop sebelumnya Paulus mengingatkan pihak yang "kuat" dan yang "lemah" dalam jemaat untuk saling menerima dan tidak saling menghakimi. Kini Paulus memberikan satu prinsip, khususnya bagi pihak yang "kuat" agar tidak menjadi batu sandungan bagi pihak yang "lemah" (13, 21). Dalam hal makanan, Paulus menegaskan bahwa tidak ada yang najis (14, 20), maka pihak yang "kuat" tidak perlu lagi merasa terikat oleh hukum tentang makanan haram. Namun bisa saja kebebasan memakan segala sesuatu menjadi batu sandungan bagi jemaat yang masih mengharamkan makanan tertentu. Maka Paulus mengingatkan bahwa kebebasan untuk melakukan segala sesuatu kiranya tidak menyebabnya lemahnya iman saudara yang lain (15). Jika ini yang terjadi maka berarti pekerjaan Allah telah dirusak (20).

Kebebasan harus dipraktikkan dalam kasih kepada sesama orang percaya (15). Kebebasan harus ditundukkan pada prinsip damai sejahtera dan tujuan untuk saling membangun (19).

Pemakaian kebebasan yang menjadi batu sandungan mengingkari esensi Kerajaan Allah, yaitu kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus (17). Kristus sudah membayar harga yang begitu mahal, yaitu dengan mati bagi mereka yang "lemah" iman (15). Bagaimana mungkin pihak yang "kuat" tidak rela mengalah kepada yang "lemah" dalam hal-hal yang remeh supaya tidak menjadi batu sandungan?

Renungkan: Banyak hal yang orang Kristen boleh lakukan, tetapi bukan berarti semuanya perlu dilakukan, khususnya yang dapat menjadi batu sandungan bagi yang lemah iman. Prinsip kasih dan saling membangun harus mengendalikan kebebasan kita dalam melakukan segala sesuatu. Apa artinya kita menang perdebatan tentang boleh makan semua makanan, tetapi kehilangan orang yang tidak setuju dengan hal itu? Kiranya hal ini menjadi pertimbangan kita.(SH)

Menyikapi Ketidakadilan

Menyikapi Ketidakadilan (Mazmur 37:1-40) 

Daud memulai mazmur ini dengan satu kalimat yang menusuk persoalan tentang bagaimana respons kita kepada ketidakadilan dalam hidup ini: "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang" (1). Ya, memang banyak orang yang jujur dan hidup tulus merasakan kecemburuan yang besar, ketika melihat betapa nyaman dan makmurnya hidup orang-orang yang melakukan kejahatan. Sedangkan ia sendiri harus berjuang dan mengalami kesusahan, meski hidup tulus dan jujur.

Bukan tanpa alasan Daud memulai mazmurnya dengan kalimat seperti di atas. Firman Tuhan dalam mazmur ini menegaskan betapa rentan dan terbatasnya hidup orang yang berbuat jahat (2, 9, 10, 13, 20, 22, 35-36, 38). Ini berarti, meski kelihatan hidup orang jahat dipenuhi dengan kelimpahan, namun sesungguhnya hidup mereka seperti telur di ujung tanduk. Begitu rentan dan begitu mudah jatuh. Beda halnya dengan orang-orang yang hidupnya takut akan Allah. Pemazmur menggambarkan hidup mereka itu kokoh karena ditopang Allah (17, 19, 23-24, 30-31, 33, 39-40), penuh kelimpahan dari Allah (9, 11, 22, 25-26, 29, 34 ), dan dipelihara selamanya oleh Allah (18, 28, 37).

Renungkan: Melalui firman Tuhan ini, pemazmur mengingatkan kita bahwa di tengah kesusahan dan ketidakadilan yang kita hadapi dalam hidup ini, Allah tidak pernah tinggal diam dan mengabaikan kesusahan umat-Nya. Ia peduli dan memperhatikan, meski tidak selalu kita melihat jalan dan karya-Nya atas hidup kita. Tetapi itu tidak mengubah fakta bahwa Allah sedang bekerja di dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Oleh karena itu, jangan cemburu terhadap orang yang berbuat jahat (1, 7, 8), percayalah kepada Tuhan (3, 5, 7, 34), dan tetap lakukan apa yang baik dan benar (3-5, 27, 34). [MF]

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22)

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22) Sebagai anak-anak terang, umat Allah hidup dengan meneladani Allah (ayat 1). Sama seperti Yesus ya...