Wednesday, March 29, 2023

Kudus dalam Segala Segi Kehidupan

Kudus dalam Segala Segi Kehidupan (Imamat 19:1-37)

Sekilas membaca bagian ini langsung Anda merasakan betapa luas hal-hal yang diatur Tuhan di sini. Bisa-bisa malah Anda merasa bingung apa saja yang harus diperhatikan dalam daftar peraturan ini. Perhatikanlah hal-hal berikut Anda akan menemukan suatu pola. Pertama, perhatikan ungkapan, “Akulah Tuhan (Allahmu)”. Seluruh pasal ini dapat kita kelompokan menurut ungkapan tersebut yang mengunci tiap bagian. Kedua, perhatikan gema isi hukum-hukum ini dengan sepuluh Hukum , dan dengan hukum kasihi sesama manusia. Anda akan menemukan bahwa pada intinya semua hukum ini adalah Allah ingin mengatur agar seluruh segi kehidupan umatNya kudus adanya. 

“Kuduslah kamu” inilah inti dari seluruh isi uraian berikutnya. Alasan untuk hidup kudus didalam segi kehidupan adalah karena Tuhan Allah kudus adanya (ayat 2). Kekudusan pertama tama harus dipraktikan di dalam hubungan-hubungan keluarga (ayat 3). Kedua, di dalam memelihara hukum Sabat (ayat 3b). Ketiga, dengan tidak menyembah berhala (ayat 4) dan mengikuti aturan tentang ibadah (ayat 5). Keempat, dengan memperhatikan kebutuhan sesama kita (ayat 9-11) dan menghormati hak dan hidup sesama kita (ayat 12-18). Hal ini kita penuhi dengan memberlakukan keadilan , dan kasih. Kelima, dengan menghormati ciri-ciri khas yang telah Tuhan ciptakan (ayat 19-24). Keenam, dengan memberi kesempatan bagi tumbuh-tumbuhan untuk berbuah dewasa baru di petik hasilnya (ayat 25-26). Ketujuh, dengan tidak meniru kebiasaan orang-orang kafir (ayat 27-31), khusunya tidak mempraktekkan pelacuran bakti (ayat 29-30) dan okultisme (ayat 31). Kedelapan, dengan menghormati orang tua usia (ayat 32), dan akhirnya dengan menunjukan kasih dan keadilan pada sesama manusia dan didepan pengadilan (ayat 33-36). Bagaimanakah kita menerapkan hukum-hukum ini untuk masa kini? Tentu tidak semua rinci hukum-hukum ini masih mengikat untuk kita yang hidup di zaman Perjanjian Baru. Namun prinsip dari hukum-hukum ini harus terus kita taati. 

Renungkan: Ibadah dan iman harus terjelma didalam moralitas hidup kita sehari-hari, baik di dalam hubungan kita dengan sesama maupun di dalam sikap kita terhadap pekerjaan atau benda.

Wednesday, March 22, 2023

Mahkota Orang Bijak (Amsal 14:21-30)

 

Mahkota Orang Bijak (Amsal 14:21-30) 

Siapakah musuh yang menjadi ancaman bagi kehidupan orang Kristen? Banyak jawaban yang bisa diberikan, tetapi pengamsal menunjuk pada sikap malas. Sikap malas merupakan sebuah perilaku yang tidak suka bekerja dan senang menunda segala sesuatu.

Amsal 14:23-24 mengatakan dengan jelas bahwa, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan, tetapi kata-kata belaka mendatangkan kekurangan saja. Mahkota orang bijak adalah kepintarannya; tajuk orang bebal adalah kebodohannya." Dalam nas ini, Salomo mengajak pembaca merenungkan kehidupan dari perspektif kekekalan. Sebab itu, prinsip takut akan Allah menjadi prinsip kebijaksanaan yang patut dikejar dan dilakukan dalam tindakan keseharian, "Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya. Takut akan TUHAN adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut." (Ams. 14:26-27).

Tuhan adalah pencipta dan penguasa waktu. Karena itu, manusia perlu memakai waktu yang ada dengan bijaksana dan sebaik mungkin. Artinya, waktu yang Tuhan berikan hendaknya dipakai untuk menghasilkan perbuatan yang sesuai kehendak Allah. Dalam Yohanes 4:34, Tuhan Yesus berkata kepada para murid-Nya, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." Kristus tidak berhenti berkarya sebelum Ia menyelesaikan rencana Bapa Surgawi.

Renungkan Hidup seorang Kristen adalah kehidupan yang dimulai dari Allah. Kehidupan seperti ini hanya dapat dinikmati dan dijalani dalam kasih karunia Allah semata. Menunda sesuatu yang seharusnya kita kerjakan sama artinya menunda karya perubahan Allah dalam hidup kita. Sebagai ciptaan Allah yang baru, kita dipanggil dan diperlengkapi untuk mengerjakan pekerjaan Allah dengan cara menggunakan setiap kesempatan untuk kepentingan perkembangan Kerajaan Allah (Ef. 2:10, 2Tim. 3:17). [IBS]

Membela Keadilan (Mazmur 94:1-23)

Membela Keadilan (Mazmur 94:1-23) 

Kita hidup di dunia yang campur aduk. Ada orang baik, saleh dan beragama. Hidupnya menjalankan moralitas sesuai ajaran agama yang diterimanya. Akan tetapi, tidak sedikit orang jahat, zalim, dan tidak beragama. Di jejaring facebook misalnya, kita bertemu dengan orang-orang yang berani menampilkan status dirinya ateis, marxist, dst. Bagaimana orang Kristen harus menjalani hidup di dunia yang pluralis seperti ini? Apalagi kenyataannya, dunia pluralis yang mengaku toleransi, justru sangat tidak toleran dengan iman Kristen.

Pemazmur mulai dengan seruan kepada Tuhan agar keadilan-Nya ditegakkan (1-2), dan orang fasik menerima ganjaran setimpal dengan kejahatan mereka. Mereka adalah orang bebal karena menyangka Tuhan tidak ada atau tidak peduli dengan kejahatan mereka (7, 8-11). Sesungguhnya. mereka tidak dapat menutup mata dari fakta bahwa Tuhan adalah Allah yang adil dan tidak akan dapat menghindar dari penghakiman Tuhan, kelak (10).

Di sisi lain pemazmur melihat pergumulan anak Tuhan menghadapi kefasikan itu sebagai proses pendisiplinan yang memurnikan iman mereka sehingga mereka bisa tampil sekarakter dengan Allah yang adil (12-15). Salah satu yang harus dimunculkan dari diri anak-anak Tuhan adalah keberanian untuk tampil beda dari para pelaku kejahatan, dan berani untuk menyuarakan kebenaran apa pun risikonya.

Renungkan: Memang dengan tampil beda dan berani menegakkan kebenaran, kita akan menjadi orang-orang yang minoritas dan langka. Kita akan semakin dimusuhi para pelaku kejahatan. Namun, kekuatan kita bukan pada kemampuan sendiri, atau karena kita memiliki persatuan yang erat. Kekuatan kita adalah dari Allah, sumber keadilan. Dia yang akan melindungi anak-anak-Nya dari ancaman dunia. Dialah yang akan menghukum setiap kejahatan. (SH)

Jangan Menghakimi (Matius 7:1-6)

 

Jangan Menghakimi (Matius 7:1-6)

Apa itu munafik? Beda kata dan perbuatan, juga beda dalam dan luar! Seorang yang munafik bisa menampilkan diri terlihat sangat saleh, kata-katanya sangat rohani, tetapi sikapnya yang melecehkan orang lain membuktikan kebobrokan moralitasnya dan orientasi keduniawiannya. 

Salah satu bentuk kemunafikan adalah suka mencela orang lain dengan ukuran atau standar kebenaran buatan diri sendiri atau orang lain, yang bukan dari Tuhan. Oleh karena itu nasihat Tuhan Yesus harus disimak baik-baik. Pertama, Yesus mengajarkan agar jangan kita menghakimi orang lain. Hanya Allah yang memiliki hak untuk menghakimi manusia karena Dialah Sang Pencipta yang mengetahui luar dalam ciptaan-Nya sendiri. Kedua, kita semua manusia berdosa, memiliki kelemahan masing-masing. Waktu kita menghakimi orang lain, kita sebenarnya sedang membuka diri untuk dihakimi juga (ayat 2). Ketiga, orang yang suka menghakimi orang lain tanpa ia sadari telah menempatkan diri sebagai Tuhan yang Maha Tahu akan kesalahan orang lain. Ia lupa bahwa jangan-jangan dirinya memiliki kesalahan yang jauh lebih besar daripada kesalahan orang yang ia hakimi (ayat 3-5). 

Ayat enam sebenarnya berdiri sendiri. Di sini Yesus mengingatkan agar dengan hikmat yang dari Tuhan kita tidak menyia-nyiakan waktu berharga untuk orang-orang yang memang tidak mau diajar atau mendengarkan pengajaran hikmat Ilahi. Hanya harus diingat, jangan kita mengukurnya semata-mata dari ketidakikhasan kita melayani orang yang perlu dilayani. Ini juga sebenarnya sejenis penghakiman yang berukuran duniawi, mengukur untung rugi pribadi dalam melayani orang tertentu. 

Renungkan: Bagaimana sikap hati yang benar tatkala ada saudara kita yang bersalah? Bukan dengan menghakimi dia, tetapi dengan menyatakan kasih Allah yang bisa berupa nasihat, dorongan, bahkan teguran, sambil menjaga diri tidak jatuh ke dosa yang sama (Gal. 6:1). 

Tuesday, March 21, 2023

Jangan salah Komitmen

 Jangan salah Komitmen (Matius 7:12-14) 


Apa bukti seseorang sudah menjadi milik Tuhan? Sikap hidup yang berbeda daripada si milik dunia. Prinsip positif di ay. 12 adalah tipikal untuk anak Tuhan, sedangkan semua ajaran bernada negatif adalah tipikal dunia. Pusat hidup orang dunia adalah diri sendiri, apa yang kamu mau orang lain tidak lakukan padamu, jangan lakukan padanya! Hanya anak Tuhan, yang hidupnya sudah diisi firman Tuhan bisa berinisiatif melakukan hal yang baik kepada orang lain karena dia sudah menerima kebaikan dari Tuhan! 

Menjadi anak Tuhan bukan hal yang mudah! Memang, pengampunan dan keselamatan adalah anugerah yang tidak bisa kita beli atau gapai dengan kekuatan sendiri. Tetapi menjalani hidup sebagai orang yang sudah menerima anu-gerah, adalah komitmen, perjuangan, dan ketekunan sampai akhir. Hal inilah yang diilustrasikan Tuhan Yesus lewat pintu dan jalan yang luas yang membawa kepada kebinasaan, dan pintu serta jalan sempit yang menuju kehidupan. Pintu yang sempit, tidak membawa kita pada alternatif apa pun kecuali komitmen kepada Tuhan. Di jalan yang sempit kita berjuang melawan godaan memilih jalan yang lebar yang menawarkan alternatif menggiurkan. Perjuangan itu membutuhkan ketekunan seumur hidup, tak boleh lengah apalagi menyerah dari komitmen tunggal kita kepada Tuhan. 

Kenyataan dunia ini selalu mengajak kita untuk memilih jalan yang banyak alternatifnya, sehingga kita tidak perlu memberi komitmen tertentu, yang mungkin kita akan sesali kemudian. Apalagi dalam era posmo seperti ini, orang dunia berpendapat bahwa ketekunan pada satu komitmen adalah kebodohan. Kita diajak bersikap pragmatis, yang kelihatan enak, cocok, sekarang ini, itulah yang harus kita kejar. 

Renungkan: Menjalani hidup sebagai anak Tuhan, harus mantapkan sikap hidup lebih dahulu: orientasi kita bukan pada diri sendiri tetapi pada Tuhan dan sesama. Lalu, dengan meneladani Tuhan Yesus, kita berani komit kepada-Nya, berjuang dan bertekun sampai akhir! (SH

Kasih Mengubah Status

 Kasih Mengubah Status (1 Yohanes :2:28-3:10) 

Seorang pemuda berkenalan dengan seorang wanita tunasusila, selanjutnya meminangnya sebagai istri. Pemuda ini sangat mengasihi wanita ini, namun wanita ini tidak. Ia bersedia menjadi istri sang pemuda karena ia menikmati segala perhatian dan pemberian sang pemuda. Ia tidak menyadari bahwa kemurnian hati dan ketulusan kasih sang pemuda yang telah mengangkat statusnya dari wanita tunasusila menjadi wanita baik-baik sebagai kasih yang amat bernilai dalam hidupnya, jauh melebihi segala benda pemberian sang pemuda. Wanita ini memang sudah berubah status, namun hidupnya tidak berubah. Ketika pemberian sang pemuda tidak lagi seperti yang diharapkan, ia kembali menjadi wanita tunasusila. Perubahan status yang dialami bukan karena kasih sang pemuda, tetapi pemberian sang pemuda. 


Perubahan status menjadi anak-anak Allah sama sekali bukan karena kebaikan, kesetiaan, kemampuan, kesalehan, dan kelebihan kita; semata adalah kasih karunia-Nya. Kita yang berdosa sebenarnya tak layak menerima kasih-Nya yang sedemikian besar, namun dalam ketidaklayakkan itulah Ia mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya. Apakah perubahan status ini pun mengubah kasih kita kepada Tuhan, dulu mengasihi dunia dan diri sendiri kini mengasihi Dia? Bisa ya bisa juga tidak! Ada yang sungguh-sungguh berubah mengasihi Dia, namun ada juga yang tidak menunjukkan perubahan: dulu berfokus pada diri sendiri, sering berdusta, suka memfitnah, berfoya-foya, tidak suka firman Tuhan, tidak bersikap adil, tidak tegas pada dosa, dll; sekarang pun masih tetap sama. Mengapa demikian? Seperti ilustrasi di atas, perubahan status yang hanya melekat kepada pemberian dan berkat tidak akan mengubah hidup kita. Sebaliknya perubahan status yang dialami karena Allah sendiri yang telah menganugerahkan kasih-Nya akan mengubah hidup. Status menjadi anak Allah jauh melebihi berkat-berkat lain, maka dalam hidup kita sekali-kali tak akan kembali melakukan perbuatan yang tidak berkenan kepada-Nya, karena tujuan hidup kita adalah untuk menyenangkan hati Yesus Kristus yang telah mati bagi kita. 


Renungkan: Pengakuan sebagai anak-anak Allah membutuhkan bukti dari hidup seorang Kristen, sungguhkah ia hidup untuk mengasihi Allah yang terwujud konkrit dalam kasihnya kepada sesama. Di dalam dirinya terpancar kebenaran dan kasih Allah karena ia berasal dari Allah. (SH)

Mempertahankan Hidup Kudus

Mempertahankan Hidup Kudus ( 1 Petrus 1:22-2:3) 

Sejak Sutinah dibaptis, ia dengan setia bersaat teduh, berdoa dan membaca Alkitab setiap hari. Menurutnya firman Tuhan memberinya petunjuk tentang apa yang harus dilakukannya setiap hari. Sutinah diubahkan Tuhan dalam kebiasaan jelek mengumpat dan merajuk. Ia tidak lagi berbohong dan memfitnah. Hidupnya berubah menjadi kudus! 

Hidup kudus adalah anugerah Tuhan. Hidup kudus merupakan akibat perubahan status dari orang belum percaya menjadi anak Tuhan dan menjadi dasar hidup orang percaya. Orang percaya ialah orang yang sudah dilahirkan baru dengan benih kekal, yaitu firman Tuhan yang menguduskannya (ayat 1:23). Namun, kekudusan ini bisa dinodai dengan perbuatan dosa yang sewaktu-waktu dilakukan! Setelah seseorang menjadi anak Tuhan, ia masih bisa jatuh ke dalam dosa karena tidak taat atau tidak waspada. Itu sebabnya, Petrus menasihati umat Tuhan agar mereka lebih bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan sepenuh hati. Kasih Tuhan akan mencegah kita untuk memanfaatkan orang lain demi kepentingan, kepuasan, dan egosentrisme. Kasih Tuhan seharusnya mendorong kita untuk dengan tegas membuang segala dosa yang menyakiti hati Tuhan maupun sesama (ayat 2:1). Sumber kekuatan untuk dapat tetap hidup kudus adalah firman Tuhan. Firman Tuhan itu kekal sampai selama-lamanya, tidak berubah dan sekaligus menjadi sumber yang tidak habis-habisnya mengisi kehidupan orang-orang percaya (ayat 24-25). 

Renungkan: Menjadikan firman Tuhan sebagai "minuman rohani" seperti bayi yang membutuhkan susu adalah cara untuk tetap memelihara kemurnian iman dan menumbuhkan kekuatan rohani kita (ayat 2:2). Dengan cara demikian, kita mampu menghadapi segala kejahatan, tipu muslihat, kedengkian dan fitnah (ayat 1). Anak Tuhan yang telah mengecap kebaikan Tuhan pasti memiliki dorongan kuat untuk terus menikmati dan melakukan firman Tuhan sepanjang hidupnya (ayat 3). 

Ingat: Jika kasih Yesus dan firman kebenaran Tuhan sungguh mendiami hati kita, kita akan bertumbuh menyerupai Yesus.

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22)

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22) Sebagai anak-anak terang, umat Allah hidup dengan meneladani Allah (ayat 1). Sama seperti Yesus ya...