Wednesday, November 4, 2020

CHRISTIAN MISSIONARY ALLIANCE Gereja Kemah Injil Indonesia di Bali (11 November 1931 - 11 November 2020) Ditulis dari berbagai sumber dan diedit oleh (Pdt. Margo Adi)

 


89 TAHUN

CHRISTIAN MISSIONARY ALLIANCE
Gereja Kemah Injil Indonesia di Bali
(11 November 1931 - 11 November 2020)
Motto: Hanya Yesus
Doktrin: Injil Empat Berganda
(SALIB: Hanya Yesus Juruselamat Kita, BEJANA PEMBASUHAN: Hanya Yesus Pengudus Kita, BULI-BULI MINYAK: Hanya Yesus Penyembuh Kita, MAHKOTA: Hanya Yesus Raja Yang Akan Datang)
Pendiri: Albert Benjamin Simpson
Indonesia: Robert Alexander Jaffray
Bali: Tsang To Hang
Misi: Injil harus diberitakan sampai ke ujung bumi baru tiba kesudahannya (Matius 24:14)
Sejarah:
Tulisan ini mencoba menyajikan sebuah catatan sejarah Gereja Kemah Injil Indonesia di Bali.
Meletakan Dasar
Dr. R. A. Jeffray
Tahun1929 Dr. R. A. Jaffray sekembalinya dari Bali, Tuhan menyatakan visi membawa Bali menjadi bagian dari Kerajaan Sorga. Tetapi penginjilan di Bali tidak semudah yang diharapkan karena pemerintah Hindia Belada tidak mengijinkan. Berbagai usaha telah dilakukan namun izin untuk penginjilan tetap tidak diperoleh.
Tuhan memberi hikmat Dr. Jaffray untuk menyampaikan berita Injil kepada warga Tionghoa. Sementara izin belum diperolehnya, ia menantang mahasiswa teologia Alliance Bible Seminary di Tiongkok untuk mengambil bagian dalam penginjilan di Bali. Tantangan itu diresponi oleh Tsang To Hang.
Masa Persiapan
Tsang To Hang
Tsang To Hang yang terlahir dengan nama Tsang Kam Foek, dari sebuah keluarga miskin dari daratan China. Ia merupakan salah seorang perintis CFMU (The Chinese Foreign Missionarry Union / Misi Penginjilan Tionghoa Untuk Seberang Lautan) yaitu sebuah badan misi penginjilan yang pertama di Tiongkok. Badan ini terbentuk dari gagasan beberapa hamba Tuhan yang berkebangsaan Tionghoa pada tahun 1928 yang diketuai oleh Dr. Leland Wang. Dalam pelaksanaannya, CFMU berada di bawah pimpinan Dr. R. A. Jaffray, yang juga pada waktu itu sebagai ketua dari CMA (Christian and Missionary Alliance) yaitu badan misi yang menaungi Gereja Kemah Injil.
Pada tahun 1929 Tsang To Hang dan keluarga meninggalkan negaranya dengan berlayar menuju Indonesia. Pada bulan Februari 1930 mereka tiba di Makassar. Konfrensi CFMU dan CMA memutuskan untuk mengirim Tsang To Hang ke Lombok sambil menunggu izin dari pemerintah Hindia Belanda. Dari apa yang diputuskan tersebut Tsang To Hang dan keluarga berlayar ke pulau Lombok. Di pulau ini ia tinggal sambil belajar bahasa Melayu (red. Indonesia).
Januari 1931 merupakan titik awal dari pekerjaan Tuhan di Bali melalui pelayanan CFMU dan CMA karena telah diperoleh izin penginjilan di Bali dari Pemerintah Hindia Belanda. Kesempatan ini langsung disambut dengan semangat yang tinggi oleh Tsang To Hang. Satu bulan semenjak izin di terima Dr. R. A. Jaffray, Tsang To Hang dan keluarganya pindah dari Lombok ke Bali dan menetap di Wangaya, Denpasar.
Masa Menabur
Sekitar tiga bulan setelah Tsang To Hang tiba di Bali, ia memulai pekerjaan penginjilannya. Bulan Mei 1931 pekerjaannya membuahkan hasil, empat orang Tionghoa dibaptis. Baptisan pertama ini dilakukan oleh Dr. R. A. Jaffray. Tiga dari empat orang yang dibaptis ini adalah orang Tionghoa-Bali. Salah satu dari ketiga orang ini bernama Ang Wei Chik.
Pintu berita keselamatan bagi Bali mulai menyala. Ang Wei Chik berhasil membawa I Gusti Made Rinda percaya dan menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Dari I Gusti Made Rinda berita Injil mulai bergema kepada sahabat-sahabatnya yang ada di Untal Untal seperti I Made Risin, dan juga kepada desa-desa yang ada di sekitarnya.
Tukad Yeh Poh merupakan saksi alam yang menyaksikan terbukanya pintu keselamatan bagi orang Bali karena di sungai ini pada tanggal 11 November 1931 Dr. R. A. Jaffray membaptis Pan Loting, I Gusti Putu Sanur, Pekak Timotius, Pan Bungkalan, Pan Lipeng, Made Gelendung dan Pan Made Paul. Kesaksian Pan Loting yang disampaikan kepada murid-muridnya menunjukkan adanya semangat hidup baru, “Sekarang kita telah menjadi orang baru, yaitu orang-orang masehi”. Kata-kata yang sederhana tersebut membangun semangat dan kerinduan bagi murid-muridnya sehingga mereka menyambut dengan gembira berita yang disampaikan oleh Pan Loting.
Kesaksian yang penuh dengan keberanian tidak hanya dilakukan kepada sesama orang Bali. Setelah Pemerintah Belanda mengetahui bahwa kekristenan sudah berkembang di antara orang Bali, mereka melakukan penyelidikan ke desa-desa di mana kekristenan mulai bertumbuh. Ketika penyelidikan dilakukan di desa Abianbase, mereka memerintahkan kepada kepala desa untuk mengumpulkan penduduk yang sudah beragama Kristen. Setelah mereka berkumpul, pemerintah Belanda mulai bertanya kepada mereka, “Apakah kalian sudah tahu dan memeluk agama Kristen?” Seorang dari antara penduduk berdiri dan menjawab, “Apa yang Tuan maksudkan kami tidak mengerti, tetapi yang kami ketahui bahwa bila kami percaya kepada Yesus, dosa kami diampuni dan kami memperoleh keselamatan dan ada harapan untuk memperoleh hidup yang kekal.“ Pemerintah Belanda kembali bertanya, ”Yesus yang kalian percaya itu siapa?” Dengan serentak mereka menjawab, ”Yesus adalah Kristus, Anak Allah yang kekal.” Jawaban tersebut membuat pemerintah Belanda kagum dan tidak menduga jauh dari apa yang telah menjadi kenyataan. Peristiwa di desa Abianbase akhirnya meluluhkan hati pemerintah Belanda, dengan turut ambil bagian pelayanan penginjilan di Bali meskipun harus menerima kecaman yang keras dari tokoh-tokoh agama Hindu.
Masa Kesesakan
1. Tantangan dari masyarakat pribumi.
Keyakinan akan kuasa Kristus yang menang atas kuasa-kuasa lain, mendorong suatu demonstrasi untuk meruntuhkan tampat sembahyang keluarga orang-orang yang sudah menerima Kristus. Keputusan tersebut berdampak kepada kemarahan masyarakat di sekitar mereka. Akibatnya orang Kristen mengalami tekanan-tekanan dari para tokoh masyarakat Hindu.
Bentuk-bentuk tekanan yang mereka hadapi bermacam-macam. Mereka yang mengaku percaya kepada Kristus tidak diberi air untuk mengairi sawah-sawah mereka, dengan alasan air tersebut merupakan pemberian Dewa mereka. Orang Kristen tidak pernah mengadakan upacara sebagai tanda bersyukur kepada Dewa mereka, hal itu dilihat sebagai bentuk kedurhakaan orang-orang Kristen.
Tekanan lain, adalah apabila ada di antara orang Kristen yang meninggal dunia tidak diizinkan dikuburkan di pemakaman (setra), dengan alasan adalah tempat tinggal Betara Durga. Mereka juga tidak diizinkan untuk menguburkan jenasah di tempat lain, seperti tanah pribadi dengan alasan mencemarkan desa. Satu-satunya jalan adalah dengan membawa jenasah ke luar dari desa menuju Denpasar untuk dikuburkan di pemakaman milik orang asing. Dalam perjalanan ke pemakaman tersebut hinaan dan cercaan terus menerpa. Rombongan kematian dihina dengan perkataan-perkataan yang kotor. Mereka dikatakan kelompok orang yang hendak memakamkan bangkai anjing yang sudah membusuk. Kadang-kadang rombongan jenazah tersebut dilepari batu.
Hal yang tak kalah beratnya dihadapi oleh orang yang baru percaya adalah mereka kehilangan hak atas kekayaan keluarga karena mereka tidak lagi mau ambil bagian dalam upacara-upacara di Pura desa. Mereka diusir dan harus meninggalkan kampung tanpa membawa apa yang menjadi milik mereka.
2. Hambatan dari Pemerintah Belanda.
Dalam kurun waktu sekitar dua tahun, tercatat ada 266 orang telah percaya Kristus melalui pelayanan Tsang To Hang. Perkembangan yang demikian pesat ini memunculkan kesulitan-kesulitan dalam pelayanan penginjilan. Tantangan dan hambatan mulai menekan orang-orang yang telah menerima Tuhan Yesus. Kecaman yang disampaikan oleh tokoh-tokoh masyarakat Hindu kepada pemerintah Hindia Belanda yang disertai dengan aksi-aksi yang tidak manusiawi membuat pemerintah Belanda mengambil sikap. Mereka menyadari bahwa apa yang telah terjadi adalah akibat ulah dari Tsang To Hang. Tahun 1934 pemerintah Hindia Belanda mencabut izin penginjilan di Bali dan mengusir Tsang To Hang dari Bali.
Dengan hati sedih, Tsang To Hang meninggalkan Bali. Kata perpisahan yang diucapkannya, “Sekarang saya akan pergi meninggalkan saudara dan meninggalkan pulau Bali, tetapi ingatlah bahwa Ia masih bersama-sama dengan saudara-saudara. Ia begitu mencintai saudara-saudara. Dia berkata Aku tidak akan meninggalkan kamu yatim piatu, Aku akan datang kembali kepadamu ( Yoh 14:18 )“.
Dengan dicabutnya izin pelayanan Tsang To Hang oleh Pemerintah Hindia Belanda, Dr. R. A. Jaffray dan CMA memanggil pulang beberapa siswanya ke Makassar. Pelayanan di Bali oleh Pemerintah Hindia Belanda diserahkan kepada Gereja Presbytarian Belanda dan Misi Katolik, yang kemudian mempercayakan pelayanan mereka kepada Zending dari Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Sekalipun demikian beberapa orang percaya di Bali masih menjalin hubungan dengan CMA di Makassar. Pada tahun 1934 jumlah orang yang percaya di Bali sekitar 600 orang. Puncak kesulitan yang dihadapi oleh CMA adalah pada tahun 1936, di mana Gereja Presbytarian Belanda bekerjasama dengan GKJW memanggil beberapa siswa dari Bali yang sedang belajar Alkitab di Makassar.
3. Jalan maut yang mengubahkan.
Melihat masalah-masalah yang terjadi setelah Injil diberitakan di Bali maka pihak pemerintahan waktu itu berinisiatif untuk melenyapkan orang Kristen secara tidak langsung. Alternatif yang terbaik adalah memindahkan orang Kristen tersebut ke sebuah daerah di bagian barat pulau Bali. Sebuah daerah hutan yang diyakini sebagai pusat kekuatan roh kegelapan. Daerah tersebut juga merupakan sarang dari nyamuk malaria yang mematikan.
Inisiatif dari pemerintah untuk menyingkirkan orang Kristen dari Bali baru terwujud pada tahun 1939. Mereka diberi lahan di sebuah hutan di sekitar desa Melaya. Daerah tersebut akhirnya dikenal dengan nama desa Blimbingsari. Perjalanan dari Denpasar ke daerah tersebut membutuhkan waktu hampir sehari semalam dengan berjalan kaki. Perjalanan pertama diawali hanya oleh para suami, sedangkan istri dan anak ditinggalkan di Denpasar. Setelah daerah tujuan siap untuk dihuni dan dikerjakan barulah para istri dan anak-anak dijemput untuk berjuang dan tumbuh bersama-sama.
Tempat baru di mana mereka tinggal adalah daerah yang menakutkan dan terisolir dari desa sekitar membuat mereka kesulitan menjual hasil pertanian. Kadang-kadang mereka melihat seekor ‘anjing’ hampir sebesar sapi dewasa. Tetapi dengan semangat iman yang masih membara mereka mengusir segala bentuk intimidasi Iblis dan meyakini bahwa mereka sekarang sedang merebut tanah Kanaan yang dijanjikan Allah.
Kebaktian rumah tangga diadakan secara rutin setiap petang yang ditandai dengan bunyi kentongan yang dipukul oleh pengurus gereja. Sesuai dengan iman mereka, akhirnya daerah tersebut menjadi sebuah desa yang subur dan termasyur bagi daerah-daerah yang ada disekitarnya. Apa yang diyakini dan diharapkan oleh pemerintah tidak terjadi sama sekali. Kuasa Allah telah mematahkan segala macam penyakit dan intimidasi Iblis.
4. Dipecah untuk semakin berbuah.
Penyerahan pelayanan dan pembinaan orang Kristen di Bali kepada Gereja Presbyterian Belanda yang bekerja sama dengan GKJW dirasakan kurang memuaskan. Penginjilan bukan lagi sebagai prioritas pelayanan, yang menjadi prioritas adalah pelayanan menuju kedewasaan. Hal lain yang juga menjadi pertanyaan adalah mengapa baptisan selam sesuai dengan yang diajarkan Alkitab digantikan dengan baptisan percik dan dilakukan ketika masih kanak-kanak?
Pertentangan ini akhirnya mencapai puncaknya pada tahun 1949 yang ditandai dengan pengunduran diri Pdt. I Wayan Pendak sebagai sekretaris Pesamuan Kristen. Pada tanggal 17 Juli 1949 Pdt. I Wayan Pendak, meletakkan jabatan sebagai Guru Injil dan menyatakan kembali meneruskan pelayanan Gereja Sinar Injil (red. GKII). Langkah yang sama juga diambil oleh Pdt. I Ketut Geredeg. Mereka memiliki keputusan untuk kembali kepada pengajaran yang telah disampaikan oleh misi CMA.
Sikap yang diambil oleh kedua tokoh tersebut diikuti oleh beberapa keluarga Kristen di Ambyarsari, Pakuseba, dan Untal Untal. Pengunduran diri tidak hanya dilakukan secara lisan, melainkan juga melalui surat penyataan yang ditulis oleh Pdt. I Wayan Pendak. Surat tersebut berbunyi sebagai berikut, ”Kami kepala rumah tangga yang bertanda tangan di bawah ini (bertarti turut seisi rumah tangga), anggota GKPB dari kampung Untal Untal dan dari Ambyarsari menyatakan diri 1 Juli 1949 untuk Untal Untal dan 10 Maret 1952 untuk Ambyarsari, membebaskan diri dari Peraturan GKPB terhitung mulai 17 Februari 1952 kami menggabungkan diri dengan Kemah Injil.” Keputusan beberapa keluarga Kristen untuk kembali kepada pengajaran yang diajarkan CMA menyatakan bahwa mereka tidak akan ambil bagian dalam segala bentuk kegiatan di GKPB.
Apa yang menjadi komitmen dan pernyataan tersebut membawa dampak yang sangat besar yaitu kemarahan dari antara orang-orang GKPB di Ambyarsari. Mereka tetap menuntut agar yang memisahkan diri tetap ambil bagian dalam kegiatan di GKPB. Pertentangan terus memuncak sampai akhirnya terjadi aksi perampasan alat-alat dapur yang diprakarsai oleh Pan Cebur, sebagai reaksi atas mereka yang keluar dari GKPB.
Masa Penuaian
Tanggal 10 maret 1952 merupakan hari bersejarah dimulainya kembali pelayanan Gereja Sinar Injil di Bali. Keluarga Pan Yunias, keluarga Pan Rastiti, keluarga Pan Seriah, keluarga Pan Majus, keluarga Pan Radeg, memutuskan untuk mengadakan kebaktian pertama dengan pola dari satu rumah ke rumah yang lain. Sampai akhirnya mereka mampu membangun sebuah gedung gereja. Lokasi yang dipergunakan adalah di atas tanah milik Pan Yunias sedangkan pastori dibangun di atas tanah milik Pan Radeg
Pelayanan kerohanian juga dilakukan secara swadaya, artinya apabila Pdt. I Wayan Pendak tidak hadir, maka dari antara mereka dipilih sebagai pengkhotbah. Kesadaran akan kuasa doa membuat jemaat dengan penuh semangat datang berdoa pagi dan belajar Firman Tuhan pada malam harinya. Demonstrasi kuasa darah Kristus terjadi dari tengah-tengah jemaat, di mana banyak saudara yang mengalami kelemahan menerima kekuatan dan tidak sedikit yang mengalami kesembuhan. Namun, perkembangan jemaat dan berbagai perbuatan ajaib yang Tuhan lakukan di tengah-tengah jemaat tidak jarang mendapat hinaan dari saudara di GKPB. Ada yang menyampaikan hinaan tersebut ketika mengusir burung di sawah dengan mengatakan, “Dalam Nama Yesus hai kamu setan emprit, saya usir kamu keluar dari tempat ini”.
Kekuatan jemaat di Ambyarsari telah nyata dengan diutusnya hamba-hamba Tuhan ke berbagai pelosok Indonesia. Di samping itu beberapa gereja Kemah Injil yang ada di Kabupaten Jembrana adalah hasil pelayanan jemaat ini seperti, Jemaat Mendoyo dan Warnasari. Pos-pos Peginjilan juga dibuka seperti Tukad Daya, Banyu Biru. Wujud nyata dari pelayanan sebagai gereja yang missioner adalah dengan diputuskannya untuk memilih lokasi gereja keluar dari desa Blimbingsari ke desa Melaya.
Demikianlah juga telah lahir dan berdiri jemaat-jemaat dewasa di luar Ambyarsari, seperti: Untal Untal (1949), Pakuseba (1950), Singaraja (1954), Klungkung (1957), Tuban (1960), Denpasar (1962), Mendoyo (1963), Gianyar (1968), Ubud (1983), Nusa Dua (1988).
Beberapa misionaris CMA yang telah berjasa dan ikut terjun dalam melayani di lingkup GKII di Bali, seperti: John Wesley Brill, sejak tahun 1933 melayani secara partikelir; Mauriche dan Biola Bliss (1952); Rev. Rodger Lewis (1953-1992).
Sampai kini pelayanan GKII sudah tersebar diberbagai lokasi di Bali, di antaranya:
Kabupaten JEMBRANA:
GKII Ambyarsari, GKII Mendoyo, GKII Warnasari, Pos PI GKII Yeh Embang, GKII Negara, GKII Gilimanuk, Pos PI GKII Melaya
Kabupaten TABANAN:
GKII Tabanan, GKII Bajera, GKII Kota Tabanan, Pos PI GKII Pupuan
Kabupaten BULELENG:
GKII Singaraja, GKII Munduk, GKII Banyuseri, Pos PI GKII Sorga, Pos PI GKII Gerokgak, Pos PI GKII Pedawa, Pos PI GKII Gobleg, Pos PI GKII Pancasari, Pos PI GKII Mayungan, Pos PI GKII Banyuwedang, Pos PI GKII Busung Biu, GKII Bungkulan, Pos PI GKII Sembiran
Kabupaten KARANGASEM:
Pos PI GKII Amlapura, GKII Munti Gunung
Kabupaten KLUNGKUNG:
GKII Semarapura, Pos PI GKII Besan, Pos PI GKII Nusa Penida, Pos PI GKII Uma Lemek
Kabupaten BANGLI:
Pos PI GKII Bangli
Kabupaten GIANYAR:
GKII Pakuseba, GKII Gianyar, GKII Ubud, GKII Ketewel, Pos PI GKII Lebih
Kabupaten BADUNG:
GKII Dalung, GKII Tuban, GKII Nusa Dua, GKII Kerobokan, Pos PI GKII Bukit Jimbaran, Pos PI GKII Munggu, Pos PI GKII Ungasan
Kodya DENPASAR:
GKII Melati, GKII Buana Raya, GKII Bulu Indah, GKII Kepaon, GKII Persadasari, Pos PI GKII Ubung,
Kepemimpinan GKII di Bali masuk dalam lingkup pelayanan Badan Pengurus Wilayah Indonesia Timur II. Dari tahun 1960-1991 pelayanan di Bali di gabung dalam Badan Pengurus Daerah Bali dan NTB, dengan Ketua BPD, Pdt. J. P. Kantohe (1960-1963), Pdt. I Made Gelebug (1963-1966), Pdt. I Wayan Radeg (1966-1978), Pdt. DR. Luther Tubulau (1978-1982), Pdt. Dewa Gede Rena (3 periode, 1982-1991), Pdt. I Nyoman Enos, M.A. (1991-1996).
Pada tahun 1996 GKII di Bali dipisah dari NTB menjadi daerah tersendiri, dengan Ketua BPD pertama Pdt. I Gusti Nyoman David Aryana, M.Th. (1996-2006), kemudian dilanjutkan oleh Pdt. Alfretz Tololiu, S.Th. (2006 sd 2016), Pdt. Margo Adi, S.Th. (2016 - 2021).
~ Ditulis dari berbagai sumber dan diedit oleh Pdt. Margo Adi)

Wednesday, June 17, 2020

KISAH PARA RASUL

 

KISAH PARA RASUL

       ‘Kisah Para Rasul’ (Yunani praxeis apostolon) adalah judul yg diberikan, sejak tahun-tahun terakhir abad 2, pada bagian kedua sejarah permulaan Kekristenan, yg bagian pertamanya kita kenal sebagai ‘Injil menurut Lukas’.

          I. Garis besar isi

          Kitab ini mulai dimana Injil Lukas (’cerita yg terdahulu’ mengenai  Kis 1:1) berakhir, dengan penampilan Yesus sesudah kebangkitan-Nya, dan dilanjutkan dengan mencatat kenaikan-Nya, datangnya Roh Kudus, dan bangkitnya dan berkembangnya dengan cepat gereja Yerusalem (1-5). Kemudian kitab itu menguraikan tentang berseraknya orang Yahudi yg berbahasa Yunani anggota gereja itu sesudah hukuman mati yg dilaksanakan atas pemimpin mereka Stefanus, pengabaran Injil mereka ke daerah-daerah sejauh Antiokhia di utara, dan permulaan penginjilan terhadap orang-orang non-Yahudi di kota itu. Dalam hubungan cerita ini, kita juga diberitahukan tentang pertobatan Paulus dan pengabaran Injil yg dilakukan Petrus di lapangan Saron, yg titik puncaknya tercapai dengan pertobatan keluarga non-Yahudi yg pertama di Kaisarea. Bagian Kitab Kis ini berakhir dengan kedatangan Paulus di Antiokhia untuk turut mengambil bagian dalam pengabaran Injil kepada orang-orang kafir di sana, dan dengan keberangkatan Petrus dari Yerusalem setelah lolosnya dari kematian di tangan Herodus Agripa 1 (6-12). Sejak saat itu pelayanan Paulus sebagai rasul merupakan pokok utama Kis.

          Bersama Barnabas ia mengabarkan Injil di Siprus dan Galatia Selatan (13-14), turut mengambil bagian dalam Sidang di Yerusalem (15) bersama Silas menyeberang ke Eropa dan mengabarkan Injil di Filipi, Tesalonika dan Korintus (16-18), bersama rekan-rekan lain mengabarkan Injil di daerah Asia dari markas besarnya di Efesus (19), mengadakan kunjungan ke Palestina, dimana ia diselamatkan dari huru hara rakyat dan ditahan selama 2 thn (20-26), dikirim ke Roma agar perkaranya didengar oleh Kaisar atas permintaannya sendiri, dan berada di sana sebagai tahanan rumah selama 2 thn, dan mendapat kebebasan penuh untuk memberitakan Injil kepada siapa saja yg mengunjunginya (2728). Sementara Injil pasti diberitakan sepanjang seluruh perjalanan yg bercabang dari tanah airnya Palestina, Kis memusatkan diri pada perjalanan dari Yerusalem ke Antiokhia dan dari sana ke Roma.

          II. Asal dan tujuan

          Kata pendahuluan untuk ‘cerita yg terdahulu’ (Luk 1:1-4) sama-sama berlaku untuk kedua bagian daripada karya itu; seluruh karya dikerjakan agar seorang Teofilus dapat memperoleh laporan yg teratur dan dapat dipercaya mengenai timbulnya dan berkembangnya agama Kristen — walaupun ia sudah memiliki beberapa informasi mengenai hal itu.

          Tanggalnya tidak dinyatakan dengan tepat; Kis memang tidak mungkin ditulis lebih dahulu daripada peristiwa terakhir yg dicatatnya, yakni penahanan Paulus selama 2 thn di Roma (Kis 28:30), yg mungkin meliputi thn 60 dan 61, tapi berapa thn kemudian itu Kis ditulis tidaklah pasti. Seandainya ditetapkan bahwa tanggal itu tergantung pada Antiquities karangan Yosefus, maka tanggalnya tak mungkin lebih dulu daripada thn 93 M, tapi ketergantungan seperti itu adalah sangat mustahil. Kita dapat mencari suatu waktu dimana terjadi sesuatu yg menarik perhatian pada agama Kristen dari karangan anggota masyarakat Roma yg bertanggung jawab, seperti Teofilus. Suatu kemungkinan ialah bagian terakhir masa kekuasaan Domitian (81-96 M) ketika agama Kristen telah memasuki keluarga Kaisar itu. Malah orang menduga bahwa Teofilus mungkin merupakan nama samaran untuk saudara sepupu Domitian, yakni Flavius Clemens. Kemungkinan yg lain terjadi sebelumnya pada akhir thn 60-an, ketika saatnya rupanya tepat untuk membeda-bedakan agama Kristen dari pemberontakan orang Yahudi di Palestina, atau dekat permulaan thn 60-an, ketika penyebar agama Kristen yg terkemuka (Paulus) datang ke Roma sebagai seorang warga negara Roma agar perkaranya didengar di mahkamah Kaisar. Nada optimistis yg mengakhiri Kis, dengan Paulus memberitakan Kerajaan Allah di Roma tanpa rintangan, adalah sesuai dengan suatu tanggal sebelum timbulnya pengejaran pada 64 M. Tanggal dikarangnya Injil Luk perlu dipertimbangkan di sini. Sementara orang menganggap bahwa Luk, yg kita punya sekarang, harus diberi tanggal pengarangan sesudah 70 M, tapi mungkin ‘bukuku yg pertama’ (Kis 1:1) itu merupakan Proto-Lukas (demikian C. S. C Williams), karena itu ditulis sebelum thn 70 M.

          Dengan dikirimnya perkara Paulus ke Roma, para pejabat kerajaan tertentu tentu menaruh perhatian yg lebih serius terhadap Kekristenan dibanding dengan waktu sebelumnya; penulis Kis mungkin menganggap bahwa adalah bijaksana untuk menyediakan bagi orang-orang seperti itu suatu keterangan yg lengkap.

          Penulis itu, sejak abad 2, telah dikenal sebagai Lukas, yg adalah tabib Paulus dan teman seperjalanan (Kol 4:14; Filem 1:24; 2Tim 4:11). Lukas adalah orang Yunani dari Antiokhia, menurut yg disebut ‘Pendahuluan Anti-Marsion’ untuk Injilnya pada akhir abad 2 (bahwa ia berasal dari Antiokhia tercantum juga dlm Kis 11:28 menurut naskah ‘Barat’). Kehadirannya pada beberapa peristiwa yg dicatatnya, secara diam-diam lelah dinyatakan oleh kalimat yg beralih dari bentuk orang ketiga ke bentuk orang pertama jamak dalam ceritanya; ketiga bagian dalam Kis yg memakai ‘bentuk kami’ adalah Kis 16:10-17; 18; 20:5-21:18; 27:1-28:16. Lain daripada masa yg diliputi bagian-bagian ini, ia mempunyai banyak kesempatan untuk mengusut kembali rangkaian kejadian dari mula pertama, karena ia dapat memperoleh informasi langsung dari orang-orang yg dijumpainya kadang-kadang, bukan saja di Antiokhia tapi juga di Asia Kecil dan Makedonia, di Yerusalem dan Kaisarea, dan akhirnya di Roma. Di antara para informan ini, penghargaan yg khusus harus diberikan kepada tuan rumahnya di berbagai kota, seperti Filipus dan putri-putrinya di Kaisarea (Kis 21:8 dab) dan Manason, seorang anggota pertama gereja di Yerusalem (Kis 21:16). Nampaknya ia tidak memakai Surat-surat Paulus sebagai suatu sumber.

          III. Corak yang historis

          Bahwasanya laporan Lukas secara historis dapat dipercaya, telah dikuatkan secara luas oleh penemuan-penemuan arkeologis (yg bersifat purbakala). Sementara ia mempunyai maksud di bidang apologi dan teologi, hal ini tidak mengurangi ketelitiannya yg sangat cermat, walaupun menerangkan pilihan fakta-fakta yg dikemukakannya. Ia menyusun ceritanya dalam rangka sejarah masa itu; halaman-halaman penuh dengan penunjukan-penunjukan pada pejabat-pejabat pemerintahan kota, gubernur-gubernur propinsi, pegawai raja-raja, dan sebagainya, dan penunjukan-penunjukan ini telah dibuktikan benar mengenai tempat dan waktu yg bersangkutan. Dengan kata singkat padat ia memberitahukan corak setempat dengan tepat mengenai kota-kota yg sangat berbeda yg disebut dalam ceritanya. Dan uraiannya mengenai perjalanan Paulus ke Roma (ps 27), hingga masa kini tetap merupakan salah satu dokumen kita yg terpenting mengenai ilmu pelayaran dahulu kala.

          IV. Tekanan Apologetis

          Dalam kedua bagian karyanya, Lukas jelas prihatin untuk memperlihatkan bahwa Kekristenan bukanlah ancaman terhadap hukum dan ketertiban yg berlaku dalam kerajaan Romawi. Ia melakukan hal ini khususnya dengan mengutip keputusan-keputusan para gubernur, pejabat-pejabat pemerintahan dan penguasa lainnya di berbagai tempat dalam kerajaan itu. Dalam Injil, Pilatus telah 3 kali mengumumkan bahwa Yesus tidak bersalah atas tuduhan penghasutan (Luk 23:4,14,22) dan ketika tuduhan-tuduhan yg sama dilakukan terhadap pengikut-pengikut-Nya dalam Kis tuduhan itu tak dapat dipertahankan.

          Para pembesar di Filipi memasukkan Paulus dan Silas ke dalam penjara karena dituduh mencampuri hak-hak milik pribadi, tapi harus melepaskan mereka dengan meminta maaf, karena tindakan mereka yg tidak sah (Luk 16:19 dab, 35 dab). Para pembesar kota Tesalonika, di depan mana Paulus dan kawan-kawan dituduh melakukan penghasutan terhadap Kaisar, merasa puas mendapatkan para warga kota itu yg mau menjamin bahwa para penginjil itu berkelakuan baik (Luk 17:6-9). Galio, kepala daerah Akhaya telah mengambil keputusan yg lebih berarti. Ia menghapuskan gugatan yg dilakukan para pemimpin Yahudi di Korintus terhadap Paulus dengan alasan penyebaran agama yg tidak sah. Secara praktis pengutusannya mengandung makna bahwa agama Kristen turut mendapat lindungan yg dijamin oleh hukum Romawi terhadap ajaran Yahudi (Luk 18:12 dab).

          Di Efesus, Paulus senang bersahabat dengan pembesar-pembesar dari Asia dan oleh panitera kota ia dibebaskan dari tuduhan menghina pemujaan orang Efesus terhadap dewi Artemis (Luk 19:31,35). Di Yudea, gubernur Festus dan Raja Agripa II setuju bahwa Paulus tidak melakukan sesuatu yg setimpal dengan hukuman mati atau hukuman penjara, dan bahwa ia sebenarnya sudah dapat dibebaskan seketika itu juga sekiranya ia tidak naik banding kepada Kaisar (Kis 26:32).

          Namun, orang mungkin bertanya-tanya, mengapa perkembangan agama Kristen begitu sering didampingi oleh huru-hara umum jika orang Kristen begitu patuh pada hukum seperti yg dikatakan oleh Lukas. Jawabannya ialah bahwa, lain daripada kejadian di Filipi dan demonstrasi yg dihasut oleh para tukang perak di Efesus, keributan yg membarengi pemberitahuan tentang Injil selalu dihasut oleh lawan-lawannya yakni orang Yahudi. Sama seperti Injil menggambarkan Kepala Imam orang Saduki di Yerusalem sebagai yg memaksakan Pilatus untuk menjatuhkan hukuman mati pada Yesus bertentangan dengan pendapatnya sendiri, demikianlah dalam Kis orang Yahudi adalah musuh Paulus yg paling ganas di tempat yg satu hingga tempat yg lain. Sementara Kis mencatat perkembangan Injil yg terus menerus di pusat-pusat peradaban orang non-Yahudi, sekaligus ia mencatat penolakan yg progresif terhadap perkembangan tersebut oleh masyarakat Yahudi di seluruh kerajaan Romawi itu.

 

          V. Minat teologis

          Dari segi teologis, tema yg berpengaruh dari Kis adalah kegiatan Roh Kudus. Janji yg dibuat oleh Yesus yg telah bangkit mengenai Roh Kudus yg akan turun seperti tercantum dalam Kis 1:4 dab telah dipenuhi untuk murid-murid orang Yahudi dalam ps 2 dan untuk orang percaya non-Yahudi di dalam ps 10. Dengan kuasa Roh, yg dinyatakan dengan tanda-tanda adikodrati, para murid melepaskan tugasnya; penerimaan Injil oleh penganut-penganutnya yg telah bertobat itu pun dihadiri oleh tanda-tanda kuasa Roh. Kitab ini memang dapat disebut ‘Kisah Roh Kudus’, karena Roh-lah yg menguasai perkembangan Injil seluruhnya; Ia memimpin gerak para pengkhotbah, mis dari Filipus (Kis 8:29,39), Petrus (Kis 10:19 dab), Paulus dan kawan-kawannya (Kis 16:6 dab); Ia memberi petunjuk pada jemaah di Antiokhia untuk mengkhususkan Barnabas dan Saulus untuk tugas yg lebih luas yg telah ditentukan-Nya bagi mereka (Kis 13:2); Ia mendapat tempat pertama dalam surat yg memberitahukan tentang keputusan sidang di Yerusalem kepada gereja-gereja non-Yahudi (Kis 15:28); Ia bicara melalui nabi-nabi (Kis 11:28; 20:23; 21:4,11) seperti yg dilakukan-Nya pada zaman PL; Dia-lah pertama-tama yg melantik para penatua sebuah jemaat untuk memimpin bagian kerohaniannya (Kis 20:28); Ia adalah saksi utama bagi kebenaran Injil (Kis 5:32).

          Pernyataan-pernyataan yg adikodrati yg menyertai penyebaran Injil bukan saja menandakan kegiatan Roh tapi menandakan juga pembukaan zaman baru dimana Yesus memerintah sebagai Tuhan dan Kristus. Unsur-unsur ajaib, seperti akan kita duga, adalah lebih utama dalam bagian permulaan daripada dalam bagian akhir kitab itu: ‘ada pengurangan yg terus dalam tekanan yg diberikan pada aspek yg bersifat ajaib dalam Roh menjalankan pekerjaan, yg adalah sesuai dengan perkembangan jalan pemikiran Surat-surat Paulus’ (W. L Knox, The Acts of the Apostles, 1948, hlm 91).

          VI. Kis dalam gereja purba

          Tidak seperti kebanyakan Kitab-kitab PB, maka kedua bagian dari sejarah Lukas tidak terutama dihubungkan dengan gereja-gereja Kristen, apakah sebagian yg dialamatkan kepada mereka atau sebagai beredar dalam kalangan mereka. Martin Dibelius mungkin benar dengan mengira bahwa karya itu beredar melalui perdagangan kitab pada masa itu untuk kepentingan bacaan umum non-Yahudi untuk siapa kitab-kitab tersebut dimaksud. Jadi mungkin ada selang beberapa waktu antara penerbitan pertama karya yg lipat dua itu dengan peredarannya khusus dalam gereja-gereja sebagai suatu dokumen Kristen yg berwibawa.

          Pada permulaan abad 2, ketika keempat penulisan Injil dikumpulkan dan diedarkan sebagai suatu rangkaian yg empat ganda, maka kedua bagian dari sejarah Lukas dipisah satu dari yg lain, untuk melanjutkan jalannya masing-masing. Sementara hari depan Luk terjamin karena penggabungannya dalam ketiga Injil yg lain, Kis makin terbukti merupakan dokumen yg begitu penting, hingga dengan tepat dapat disebut, menurut kata-kata Harnack, pusat kitab PB.

          Peredaran Kitab Kis yg lebih meluas di gereja-gereja menjelang akhir abad pertama, mungkin mendorong gerakan untuk mengumpulkan Surat-surat Paulus untuk dijadikan suatu kumpulan. Jika Paulus cenderung dilupakan oleh generasi sesudah kematiannya, maka Kis pasti akan membuat ia kembali dalam ingatan Kristen dan juga akan menitikberatkan betapa ia merupakan orang yg penting, luar biasa dan menarik perhatian. Tapi, sementara menitikberatkan pentingnya peranan Paulus, Kis juga menyaksikan tentang rasul-rasul lain, khususnya Petrus.

          Karena hal yg terakhir ini Marsion (lk 140 M) tidak memasukkan Kis ke dalam Daftar Kitab-kitab (Kanon) walaupun ia memasukkan edisi Lukas-nya sebagai suatu kata pendahuluan ke dalam kumpulan Surat Paulus. Kis sementara menyaksikan tentang kerasulan Paulus, pada waktu yg sama melawan pandangan Marsion yg mengatakan bahwa para rasul Yesus yg asli tidak setia pada ajaran Guru-nya.

          Marsion dan pengikut-pengikutnya mungkin merupakan sasaran utama dari tuduhan Tertullianus bahwa tidak konsekuen mereka, yg dengan gagah mengklaim kekuasaan rasuli yg khas dari Paulus untuk pandangan mereka seraya menolak satu-satunya kitab itu yg memberi kesaksian yg independen tentang kerasulannya (lih Prescription, 22 dst).

          Bagi pemimpin Kristen yg ortodoks pada waktu itu, nilai daripada Kis nampaknya lebih besar daripada dulu. Karena ia bukan saja memberikan bukti yg tak dapat disangkal mengenai kedudukan Paulus dan apa yg telah dicapainya selaku rasul, tapi ia juga menjamin kedudukan para rasul lain dan membenarkan dimasukkannya tulisan-tulisan rasuli yg bukan ditulis Paulus disamping kumpulan tulisan Paulus ke dalam Kitab Suci. Mulai saat inilah kitab itu dikenal sebagai ‘Kisah Para Rasul’, atau bahkan, seperti Daftar Muratori menyebutnya dengan sikap anti-Marsion yg berlebih-lebihan, ‘Kisah Semua Rasul-rasul’.

          VII. Nilainya yg tahan lama

          Klaim Kis untuk menduduki tempat yg tradisional antara Injil-injil dan Surat-surat sudah jelas. Pada satu pihak, itu merupakan lanjutan umum ke Injil yg empat ganda (selain lanjutan yg sebenarnya ke salah satu dari empat itu); pada pihak lain, ia memberikan latar belakang yg historis bagi Surat-surat yg terdahulu, dan membenarkan status rasuli dari kebanyakan penulisnya.

          Lagipula, kitab itu merupakan dokumen yg tak terhitung nilainya bagi sejarah permulaan agama Kristen. Bila kita pikirkan betapa sangat sedikit pengetahuan kita mengenai perkembangan Injil yg menuju ke arah lain dalam dasawarsa-dasawarsa menjelang thn 30 M, maka kita sungguh menghargai Kis untuk laporan yg relatif terperinci yg diberikannya mengenai perkembangan Injil sepanjang jalan dari Yerusalem ke Roma. Permulaan dan perkembangan agama Kristen merupakan studi yg penuh dengan persoalan, tapi beberapa dari persoalan ini malah lebih ruwet lagi, jika kita tidak mempunyai informasi dari Kis. Misalnya, bagaimana dapat terjadi, suatu gerakan yg mulai di tengah-tengah ajaran Yahudi, beberapa dasawarsa kemudian diakui sebagai agama lain yg non-Yahudi? Dan bagaimana dapat terjadi suatu agama yg berasal dari Asia, untuk berabad-abad lamanya dalam suka dan duka, telah lebih banyak dihubungkan dengan peradaban Eropa? Jawabannya sebagian besar, walaupun tidak seluruhnya, sangat erat hubungannya dengan karir penginjilan Paulus, rasul bagi orang-orang non-Yahudi dan warga negara Romawi. Lukaslah dalam Kis yg mencatatkan karir itu. Sebenarnya, ceritanya adalah sebuah sumber buku yg tertinggi nilainya bagi suatu tahap yg penting dalam sejarah dunia, peradaban.

 

       KEPUSTAKAAN.

  • Foakes-Jackson dan Kirsopp Lake, BC, 5 jilid, 1920-1933;
  • F. F Bruce, The Acts of the Apostles, 1951, dan The Book of the Acts, 1954;
  • E. M Blaiklock, The Acts of the Apostles, 1959;
  • C. S. C Williams, The Acts of the Apostles, 1957;
  • H. J Cadbury, The Book of Acts in History, 1955;
  • M Dibehius, Studies in the Acts of the Apostles, 1956;
  • J. C O’Neill, The Theology of Acts, 1961;
  • J Dupont, The Sources of Acts, 1964;
  • A Ehrhart, The Acts of the Apostles, 1969;
  • E Haenchen, The Acts of the Apostles, 1971;
  • W. W Gasque, A History of the Criticism of the Acts of the Apostles, 1975.

 


Monday, June 15, 2020

KITAB INJIL YOHANES

YOHANES, KITAB INJIL

          I. Isi ringkas

             a. Penyataan diri Yesus kepada dunia (Yoh 1:1; 12:50)

             (i) Kata Pendahuluan (Yoh 1:1-18).

             (ii) Penyataan diri Yesus (Yoh 1:19; 2:11).

             (iii) Kabar baru (Yoh 2:12; 4:54).

             (iv) Yesus, Anak Allah (Yoh 5:1-47).

             (v) Yesus, Roti Kehidupan (Yoh 6:1-71).

             (vi) Sengketa dengan orang Yahudi (Yoh 7:1; 8:59).

             (vii) Yesus, Terang Dunia (Yoh 9:1-41).

             (viii) Yesus, Gembala Yg Baik (Yoh 10:1-42).

             (ix) Kebangkitan dan Hidup Yg Kekal (Yoh 11:1-57).

             (x) Bayangan Salib (Yoh 12:1-36a).

             (xi) Kata Penutup (Yoh 12:36b-50).

             b. Penyataan diri Yesus kepada murid-murid-Nya (Yoh 13:1; 17:26)

             (i) Perjamuan Terakhir (Yoh 13:1-30).

             (ii) Ucapan-ucapan perpisahan (Yoh 13:31; 16:33).

             (iii) Doa Yesus untuk murid-murid-Nya (Yoh 17:1-26).

             c. Yesus dipermuliakan (Yoh 18:1; 21:25)

             (i) Penderitaan Tuhan Yesus (Yoh 18:1; 19:42).

             (ii) Kebangkitan Tuhan Yesus (Yoh 20:1-31).

             (iii) Pemberian Tugas kepada murid-murid (Yoh 21:1-25).

          II. Tujuan

          Tujuan utama Yohanes jelas diberikan dalam Yoh 20:30 dab (bnd W. C van Unnik, The Purpose of St John’s Gospel, dlm Studia Evangelica [TU 73], 1959, hlm 382-411). Yohanes memilih beberapa bahan dari sejumlah besar bahan yg tersedia, dan tujuannya menceritakan itu ialah menghantar pembacanya kepada kepercayaan bahwa Yesus ialah Mesias dan Anak Allah, dan dengan demikian membawa mereka ke dalam pengalaman hidup yg kekal.

          Dari pernyataan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan tertentu yg juga dibenarkan oleh sifat Injil ini. Pertama, tulisan ini bersifat menginjili. Kedua, metode khasnya ialah mengemukakan pekerjaan dan perkataan-perkataan Yesus — sedemikian rupa — sehingga juga mengungkapkan kodrat diriNya. Ketiga, penggambaran jati diri tokoh ini sebagai Mesias yg dijanjikan, merujuk kepada target pembaca adalah orang Yahudi. Tapi mengingat bahwa Yohanes menulis untuk pembaca di luar Palestina yg sebagian tidak ambil pusing adat istiadat Yahudi, maka sangat menarik bahwa dia menulis terutama untuk orang Yahudi yg berdiaspora — yg terpencar-pencar di berbagai negeri — dan untuk para proselit di sinagoge Helenis (bnd J. A. T Robinson, ‘The Destination and Purpose of St John’s Gospel’, Twelve NT Studies, 1962, hlm 107-125). Kendati demikian, tentu ia tidak mengucilkan pembaca non-Yahudi dari lingkup pandangnya, sekalipun pendapat yg mengatakan bahwa Injil ini terutama ditulis untuk membuat para pemikir non-Yahudi bertobat nampaknya tidaklah benar (bnd C. H Dodd, The Interpretation of the Fourth Gospel, 1953).

          Tujuan utama ini tidak mengucilkan tujuan-tujuan lain yg tidak sama pentingnya. Jadi, pertama, dengan sadar Yohanes menekankan pokok-pokok untuk menyatakan kesalahan dari pandangan palsu dan yg bermusuhan mengenai Yesus yg dianut oleh orang Yahudi waktu itu. Mungkin juga terkandung maksud untuk memperbaiki penghormatan yg berlebihan terhadap Yohanes Pembaptis. Kedua, khusus dalam ps 13-17 Yohanes menyapa orang Kristen dan mengajarkan kehidupan dalam gereja. Tapi pandangan yg mengatakan bahwa tujuan utama Yohanes ialah memperbaiki eskatologi gereja (demikian C. K Barrett) tak dapat lagi dipegang, kendati tak dapat disangkal bahwa Injil ini mengandung ajaran eskatologis. Ketiga, sering dikatakan bahwa Injil Yoh ditulis sebagai polemik menentang gnostisisme. Pandangan ini agak didukung oleh tujuan 1 Yoh, tapi hal itu belum tentu persis seperti kadang-kadang dianggap. Namun tak dapat diragukan bahwa waktu menuliskan Injilnya Yohanes menyadari bahaya gnostisisme, dan memang nyatanya Yoh adalah senjata yg jitu melawan gnostisisme.

          III. Susunan dan isi teologi

             a. Susunan sejarah

             Sebagai sejarah, Injil Yoh bersifat selektif. Mulai dengan berita penjelmaan Firman Allah dalam wujud diri Yesus yg sudah ada ‘sebelum segala sesuatu ada’ (Yoh 1:1-18), dan langsung memasuki hari-hari pertama pelayanan Yesus — pembaptisan-Nya oleh Yohanes Pembaptis yg disusuli panggilan-Nya terhadap murid-murid pertama (Yoh 1:19-51), dan Ia meninggalkan Yordan kembali ke Galilea (Yoh 1:43). Tapi peta pelayanan-Nya bukanlah dibatasi terutama di Galilea, seperti dalam cerita-cerita Sinoptik. Hanya beberapa peristiwa yg terjadi di sana diceritakan (Yoh 1:43; 2:12; 4:43-54; 6:1-7,9).

             Peta pelayanan-Nya satu kali ialah Samaria (Yoh 4:1-42), tapi yg paling sering ialah Yerusalem, biasanya pada salah satu hari raya Yahudi (Yoh 2:13; 5:1; 6:4; 7:2; 10:22; 11:55; bnd A Guilding, The Fourth Gospel and Jewish Worship, 1960). Peristiwa terakhir ialah pembangkitan Lazarus dari kematian, yg mendorong para pemimpin Yahudi untuk melenyapkan Yesus (Yoh 11:45 dab), kendati seperti dalam Injil Sinoptik, rasa permusuhan mereka terhadap Yesus telah mencekam mereka beberapa waktu sebelumnya (ump Yoh 7:1). Mulai dari peristiwa ini cerita Yoh mengikuti garis yg sama dengan Injil-injil Sinoptik — Yesus diurapi di Betania (Yoh 12:1-11), Yesus dielu-elukan memasuki Yerusalem (Yoh 12:12-19), Perjamuan Terakhir (13) — yg dicatat tanpa singgungan mengenai ciri-ciri sakramennya, Yesus ditangkap (Yoh 18:1-12), Yesus dihakimi dan penyangkalan Petrus (Yoh 18:13-19:16), penyaliban dan kebangkitan (20-21). Tapi dalam bagian ini terdapat banyak bahan yg tidak dicatat dalam Injil Sinoptik, khususnya percakapan-percakapan terakhir dan Doa Yesus (14-16; 17), rincian penghakiman di hadapan Pilatus (Yoh 18:28; 19:16), dan penampakan sesudah kebangkitan.

             Ringkasan sejarah ini umumnya cocok dengan urutan peristiwa-peristiwa yg sebenarnya. Namun harus diingat bahwa yg dicatat Yohanes hanyalah beberapa peristiwa yg dia atur sesuai maksudnya untuk mengumumkan bahwa Yesus adalah Mesias yg dijanjikan.

             b. Isi teologis

             (i) Injil Yoh sebagai penyataan. Ringkasan sejarah ini merupakan alat untuk mengumumkan Yesus secara teologis. Tujuan Yohanes ialah mengungkapkan kemuliaan Yesus sebagai Anak Allah. Sebagai Anak yg sudah ada sebelum segala sesuatu ada, Ia turut memiliki kemuliaan Bapak (Yoh 17:5,24), dan waktu Dia hidup di dunia ini kemuliaan-Nya dinyatakan kepada dunia — atau lebih baik kepada orang yg mempunyai mata untuk melihat (Yoh 1:14) — dalam sederet tanda yg Dia kerjakan (Yoh 2:11). Tapi dalam tanda-tanda yg Yesus kerjakan itu, yg Dia nyatakan bukanlah kemuliaan-Nya melainkan kemuliaan BapakNya (Yoh 5:41; 7:18). Penyataan Yesus kepada dunia ini merupakan tema ps 1-12, yg disimpulkan pada bagian ringkasan dan pemikiran yg jelas (Yoh 12:36b-50).

             Karena bagian terbesar dunia ini tidak mempercayai Yesus (Yoh 12:37), maka Dia mengarahkan perhatian kepada murid-murid-Nya, dan ps 13-17 melaporkan kemuliaanNya atas murid-murid-Nya yg nampak dalam pelayanan dengan rendah hati, dan murid-murid itu dihimbau supaya mereka hidup dengan mendampakkan kemuliaan Allah (15: 8; Yoh 21:19). Tapi di sini juga diungkapkan tema yg sudah pernah disinggung, yaitu bahwa Yesus sungguh-sungguh dipermuliakan dalam penderitaan-Nya dan kematian-Nya. Maka bagian ketiga Injil ini (ps 18-21) menunjukkan telah tiba saatnya Yesus dipermuliakan sebagai Anak Allah dan memuliakan Allah.

             Sementara itu Injil ini juga dapat dipandang sebagai pengungkapan kebenaran (Yoh 1:14,17). Dalam Injil ini dunia dilukiskan penuh dusta, cacat dan berdosa, karena sudah kehilangan hubungan dengan Allah yg benar (Yoh 7:28). Kepada dunia yg demikianlah Yesus bawa kebenaran Allah (Yoh 18:37). Dia sendirilah jelmaan kebenaran (Yoh 14:6) dan kelak dilanjutkan oleh Roh kebenaran (Yoh 14:17). Ia menuntun manusia ke penyembahan yg benar kepada Allah (Yoh 4:23 dab), dan membebaskan mereka dari dusta Iblis (Yoh 8:44) melalui pengetahuan tentang kebenaran (Yoh 8:32). Berlawanan dengan kesenangan-kesenangan duniawi, Ia membawa roti atau santapan yg benar bagi jiwa manusia (Yoh 6:32,35).

             (ii) Tanda-tanda dan saksi-saksi. Cara penyampaian penyataan ini kepada manusia bermakna ganda. Pertama, tanda-tanda atau karya Kristus, tujuh di antaranya (tidak termasuk kebangkitan) diceritakan panjang lebar. Karya Kristus itu disebut tanda bukanlah karena merupakan bukti tentang kuasa ajaib — supra alami (Yoh 4:48), tapi terutama adalah karena sifat karya Kristus itu menunjukkan bahwa yg melakukannya khas diutus oleh Allah (Yoh 9:16) sebagai Mesias yg dijanjikan dan Anak Allah (Yoh 3:2; 6:14; 7:31); maka tanda-tanda ini mensahihkan jati diri Yesus kepada orang-orang yg mempunyai mata untuk melihat (Yoh 2:23; 12:37).

             Biasanya tanda-tanda ini menjadi dasar untuk bertutur atau berdialog, dimana makna rohani tanda-tanda itu diungkapkan. Namun, ada juga yg dapat dipandang sebagai lanjutan serta tanda dalam ucapan-ucapan. Tujuh kali (Yoh 6:35; 8:12; 10:7,11; 11:25; 14:6; 15:1, dan barangkali dapat ditambahkan Yoh 8:24) Yesus berkata, ‘Aku-lah ….’ Beberapa pengertian — semuanya sudah lazim dalam bahasa keagamaan — di sini diambil alih dan digunakan oleh Yesus untuk menerangkan siapa Dia dan apa maksud kedatanganNya. Yg khas sangat penting ialah ucapan ‘Aku-lah’ karena mengandung penyataan terselubung tentang ke-Allah-an-Nya.

             Kedua, kemuliaan Yesus dinyatakan oleh saksi-saksi. Yesus sendiri datang untuk memberi kesaksian tentang kebenaran (Yoh 18:37; harfiah ‘tentang kebenaran sejati’ = martureso to aletheia), dan kesaksian mengenai Dia telah diberikan oleh Yohanes Pembaptis, perempuan Samaria, orang banyak yg telah melihat tanda-tanda yg dilakukanNya (Yoh 12:17), murid Yesus (Yoh 15:27), beberapa saksi dekat salib (Yoh 19:35), dan oleh penulis Injil Yoh sendiri (Yoh 21:24). Kesaksian juga diberikan oleh Kitab Suci (Yoh 5:39), Allah Bapak (Yoh 5:37), dan tanda-tanda yg dikerjakan Yesus (Yoh 10:25). Kesaksian-kesaksian demikian dimaksudkan untuk membawa orang kepada kepercayaan (Yoh 4:39; 5:34).

             (iii) Diri Yesus. Tanda-tanda dan saksi-saksi itu dimaksudkan untuk menyatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah, yg memberikan hidup kepada manusia. Dan langsung pada awal Injil ini Dia juga dinyatakan adalah Firman (LOGOS) Allah (Yoh 1:1,14). Kendati istilah khusus ini selanjutnya alpa dalam Injil Yoh, terang bahwa ps-ps Yoh berikutnya merupakan uraian dan pensahihan ajaran yg mengatakan bahwa Firman itu telah menjadi manusia. Penggunaan kata ‘Firman’ luar biasa manfaatnya, sebab dengan itu Yohanes dapat berbicara kepada orang Yahudi yg sudah mulai tergerak memandang Firman Allah yg menciptakan (Mazm 33:6) dalam arti tertentu sebagai Diri sendiri dari Allah (bnd kiasan ttg Hikmat dlm Ams 8:22 dab). Juga dengan orang Kristen yg memberitakan Firman Allah dan yg menyamakannya dengan Yesus (bnd Kol 4:3 dgn Ef 6:19), dan untuk mendidik orang-orang kafir terpelajar yg memandang Firman sebagai asas ketertiban dan asas akal budi dalam alam semesta (ajaran Stoikisme umum). Tapi apa yg dikemukakan oleh Yohanes jauh melebihi apa pun yg sudah pernah dikatakan sebelumnya (FIRMAN).

             Kedua, Yesus adalah Mesias dari keturunan Daud yg dinanti-nantikan oleh orang Yahudi (Yoh 7:42). Justru soal yg paling mendasar dan pelik bagi orang Yahudi ialah apakah Yesus benar Mesias yg dijanjikan (Yoh 7:26; 10:24), dan pengakuan murid Yesus ialah Dia benar-benar adalah Mesias (Yoh 1:41; 4:29; 11:27; 20:31).

             Ketiga, Dia adalah Anak Manusia. Istilah inilah kunci pengertian mengenai diri Yesus dalam Injil-injil Sinoptik. Di situ istilah ini dihubungkan dengan tiga gagasan —‘ kodrat ke-Mesias-an-Nya masih tersembunyi’, Dia harus menderita sengsara, dan pada parousia Dia akan bertindak sebagai Hakim. Ketiga pengertian ini membentang dalam Injil Yoh (bnd Yoh 12:34; 3:14; 5:27), tapi dua gagasan yg paling ditekankan ialah bahwa Anak Manusia diutus dari sorga untuk menyatakan Allah sekaligus sebagai Juruselamat manusia (Yoh 3:13; 9:35); dan bahwa Dia (akan) dipermuliakan dan akan ‘ditinggikan dalam kematian-Nya’ (Yoh 12:23-24).

             Keempat, Yesus adalah Anak Allah (ho huios). Nampaknya inilah gelar Yesus yg paling utama dalam Injil Yoh. Karena inti amanat Injil Yoh ialah Allah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat (Yoh 3:16), maka tujuan Yohanes ialah menuntun pembaca memahami dan mengiakan klaim Yesus (Yoh 19:7) dan bersama murid-murid mengucapkan pengakuan iman (Yoh 1:34,49; 11:27) bahwa Dia-lah Anak Allah. Sebagai Anak, Ia menyatakan BapakNya (Yoh 1:18), dan dalam kegiatan-kegiatan BapakNya memberi hidup dan menghakimi Dia turut berperan (Yoh 5:19-29). Melalui iman kepada-Nya orang beroleh keselamatan (Yoh 3:36) dan kemerdekaan (Yoh 8:36).

             Kelima, mengakui Yesus adalah Anak Allah juga berarti mengakui Dia mempunyai sifat ke-Allah-an yg utuh. Jadi, Dia yg adalah Firman Allah dan Firman itu sendiri adalah Allah, maka Dia diakui juga oleh manusia di bumi sebagai Tuhan dan Allah (Yoh 20:28, merupakan puncak Injil ini; bnd Yoh 1:18  juga).

             (iv) Pekerjaan Yesus. Selanjutnya ada beberapa gelar yg mengungkapkan apa yg hendak Yesus lakukan bagi manusia dan apa yg Dia tawarkan bagi mereka. Hal ini diringkaskan dalam Yoh 14:6. Dalam ay itu Yesus menyatakan bahwa Dia-lah jalan, kebenaran dan hidup. Unsur terakhir, kehidupan, adalah kata favorit Injil Yoh untuk mengungkapkan keselamatan. Umat manusia sudah dalam keadaan mati (Yoh 5:24 dab) yg sudah pasti menuju penghukuman (Yoh 3:18,36). Dan yg Yesus tawarkan kepada manusia ialah kehidupan, yg diterangkan oleh Yohanes sebagai mengenal Allah dan Yesus Kristus (Yer 17:3). Jadi Yesus sendiri dapat disebut kehidupan (Yoh 1:4; 11:25; 14:6), pemberi air yg hidup (yg terus memberi hidup; simak Kej 26:19; Yer 2:13; 17:13 untuk memahami Yoh 4:14), dan pemberi roti kehidupan (Yoh 6:33 dab). Menerima Yesus melalui percaya kepada-Nya (Yoh 3:36; 6:29) berarti menerima roti kehidupan, dan memakan daging dan meminum darah Yesus’ (ungkapan ini dipandang oleh banyak ahli menunjuk kepada Perjamuan Kudus) berarti turut dalam hidup yg kekal (Yoh 6:54).

             Kebenaran yg sama juga dikemukakan dalam citra Yesus sebagai terang dunia (Yoh 8:12), yg khususnya diperjelas dalam ps 9. Sekarang manusia dinyatakan dalam keadaan buta (Yoh 9:39-41) atau gulita (Yoh 3:19; 12:46), dan Yesus adalah satu-satunya yg dapat menyembuhkan kebutaan dan memberikan terang kepada orang yg berjalan dalam kegelapan. Dia dilukiskan juga sebagai jalan kepada Allah ( Yoh 14:1-7). Citra ini teracu dalam Yoh 10:9, di mana Dia adalah pintu masuk ke kandang domba. Tapi di sini citra lain lebih menonjol — yakni Yesus adalah gembala yg baik, yg menyerahkan nyawa-Nya demi kawanan gembalaan-Nya dan mengumpulkan mereka kembali ke kandang domba-Nya. Tiga gagasan asasi terkandung dalam lukisan ini. Pertama, Yesus benar-benar menggenapi seutuhnya janji PL, perihal seorang gembala bagi umat Allah. (Baiklah diingat bahwa hidup dan terang adalah istilah Yahudi untuk hukum Taurat yg digenapi dlm diri Yesus.) Kedua, kematian Yesus tidaklah melulu akibat perbuatan musuh-musuh-Nya, tapi terlebih merupakan kematian demi menyelamatkan manusia (Yoh 10:11), dan yg dengan itu mereka ditarik kepada Allah (Yoh 12:32). Hanya melalui kematian yg sifatnya adalah pengorbanan dosa dapat diampuni (Yoh 1:29; Ibr 9:22) dan hidup dapat diberikan kepada dunia ini (Yoh 6:51b). Ketiga, gambaran kawanan domba merujuk ke gagasan tentang gereja.

             (v) Hidup baru. Jadi Yesus dilukiskan adalah Juruselamat dunia (Yoh 4:42). Di hadirat Yesus, orang berhadapan dengan saat yg menentukan, yakni menerima Dia dan pindah dari maut ke dalam hidup (Yoh 5:24), atau menolak Dia dan tetap dalam kegelapan sampai hari penghakiman (Yoh 12:46-48).

             Menerima Yesus seperti itu terjadi jika Bapak menarik seseorang kepada AnakNya (Yoh 6:44). Melalui pekerjaan Roh Allah, yg gerakan-Nya sama sekali di luar pengertian manusia, terjadi perubahan radikal yg disebut kelahiran baru (Yoh 3:1-21), dan dengan itu seseorang menjadi anak Allah (Yoh 1:12).

             Dari pihak manusia perubahan ini adalah buah iman, yg berpusat pada Anak Allah yg ditinggikan di kayu salib untuk menyelamatkan dunia ini (Yoh 3:14-18). Ada dua jenis iman yg berbeda — pertama, penerimaan dan pengakuan intelektual atas klaim Yesus (Yoh 7:40-42; 8:24), yg pada dirinya belumlah cukup, dan kedua, penyerahan diri seutuhnya dan tanpa syarat kepada-Nya (Yoh 3:16; 4:42; 9:35-38; 14:1).

             Iman demikian erat kaitannya dengan pengetahuan. Jadi kendati orang biasa tidak mempunyai pengetahuan riil tentang Allah (Yoh 1:10; 16:3), tapi melalui Yesus orang itu bisa mengenal Bapak (Yoh 8:19; 14:7). Isi pengetahuan ini tidak diungkapkan dalam Yoh. Kita tidak akan membahas wahyu-wahyu yg hanya kepada sedikit orang dan yg merupakan ciri dari agama-agama rahasia. Satu-satunya petunjuk bagi kita ialah, bahwa cara manusia mengenal Allah dan cara Allah mengenal manusia sejajar dengan cara Yesus mengenal Allah dan cara Allah mengenal Yesus (Yoh 10:14 dab).

             Tapi satu hal dapat dikatakan. Hubungan baru ini bercirikan kasih. Murid-murid turut mengecap hubungan kasih timbal balik dengan Allah seperti kasih antara Bapak dan Anak (Yoh 3:35; 14:31), dengan catatan bahwa kasih mereka lebih diarahkan kepada Anak daripada kepada Bapak (Yoh 14:23; 15:9; 17:26; 21:15-17; bnd Yoh 5:42; 1Yoh 4:20 dab).

             Ungkapan-ungkapan lain juga digunakan untuk menyatakan persekutuan murid-murid dengan Yesus. Dikatakan bahwa mereka tinggal di dalam Dia (Yoh 6:56; 15:4-10), dan Dia tinggal di dalam mereka (Yoh 6:56; bnd Yoh 14:17). Kata depan di dalam penting guna — di satu pihak — menjelaskan hubungan erat perihal Allah tinggal di dalam Yesus dan demikian sebaliknya, dan — pada pihak lain — Yesus tinggal di dalam murid-murid-Nya dan juga demikian sebaliknya (Yoh 14:20,23; 17:21,23,26).

             (vi) Umat Allah. Kendati kata ‘gereja’ tidak terdapat dalam Injil Yoh, tapi ide tentang gereja jelas ada. Menjadi murid Yesus berarti otomatis menjadi anggota dari kawanan domba yg gembalanya ialah Yesus. Dan Yesus menggunakan perumpamaan pokok anggur yg benar (Yoh 15:1-8). Yesus sendirilah batang pohon itu, dan dari Dia-lah daya hidup mengalir ke cabang-cabang dan memungkinkan cabang-cabang itu berbuah.

             Hidup murid-murid dicirikan oleh kasih mengikuti teladan Yesus, yg dengan rendah hati membasuh kaki murid-murid-Nya (Yoh 13:1-20,34 dab). Kasih seperti itu berlawanan dengan sikap dunia yg membenci dan menganiaya murid-murid (Yoh 15:18-16:4,32). Kendati demikian gereja tetap satu kesatuan seperti yg Yesus doakan dalam Yoh 17.

             Tapi gereja bukanlah persekutuan tertutup. Akan bertambah orang-orang yg mempercayai Kristus melalui pemberitaan murid-murid (Yoh 17:20). Pertambahan ini diteguhkan dalam ps 21, dimana gagasan diutus (Yoh 20:21) untuk memberitakan Injil dikembangkan. Ikan yg 153 ekor itu melambangkan tersebarnya Injil ke seluruh umat manusia, dan tugas gembala yg baik dipercayakan oleh Guru kepada murid.

             (vii) Eskatologi. Dengan demikian Yesus memandang ke depan ke hidup gereja kelak sesudah Ia dipermuliakan (Yoh 14:12). Mengantisipasi kedatangan-Nya yg kedua kali Ia menjanjikan ‘akan datang kembali kepadamu’ (Yoh 14:18) dalam diri Roh Kudus. Roh Kudus datang kepada individu murid-murid (Yoh 7:37-39) dan kepada gereja (Yoh 14:16 dab, 26; Yoh 15:26; 16:7-11,13-15), dan tugas-Nya ialah menggantikan kedudukan Yesus (sebagai ‘Penghibur yg lain’) dan memuliakan Dia.

             Jadi dapat dikatakan bahwa dalam Injil Yoh masa yg akan datang ‘direalisasikan’ pada masa kini; Yesus datang lagi kepada murid-murid-Nya melalui Roh Kudus, mereka sudah beroleh hidup yg kekal, dan perihal penghakiman sudah mulai. Tapi adalah salah menyimpulkan bahwa dalam Injil Yoh aktivitas Allah pada masa yg akan datang digantikan oleh aktivitas-Nya masa kini. Yoh sama dengan Kitab-kitab PB lainnya, mengajarkan kedatangan Yesus yg akan datang (Yoh 14:3; 21:23) dan penghakiman atas seluruh umat manusia kelak (Yoh 5:25-29).

          IV. Masalah naskah dan sumber kritikan

          Ada dua bagian dalam Injil Yoh yg alpa dalam naskah asli. Kedua bagian itu juga terdapat dalam TBI, yakni pertama, cerita tentang perempuan yg berzina (Pericope de Adulteria — Yoh 7:53-8:11). Peristiwa itu benar-benar terjadi demikian dan dicatat di luar Kitab-kitab Injil Kanon, yg kemudian masuk dalam beberapa naskah Injil Yoh. Kedua, goncangan air (Yoh 5:3b-4), yg alpa dalam naskah-naskah terbaik.

          E. C Hoskyns berpendapat bahwa bagian itu tak terpisahkan dari Injil Yoh asli. Tapi golongan terbesar ahli berpendapat bahwa bagian itu, kalau bukan tambahan di kemudian hari oleh penulis sendiri, adalah (yg lebih tidak mungkin) ditambahkan oleh penulis lain. Masalah utama ialah Yoh 20:31 yg nampaknya seperti kesimpulan kitab; juga beberapa ahli menjumpai perbedaan gaya bahasa ps 21 dan ps 1-20, tapi menurut C. K Barrett hal itu tidaklah menentukan.

          Ahli-ahli lain (di antaranya R Bultmann) yakin bahwa susunan Injil Yoh seperti yg sekarang bukanlah asli dari penulisnya, tapi sudah banyak berubah, mungkin karena lembaran-lembaran papirus yg terlepas satu sama lain disusun ulang dengan urutan yg salah. Namun, tidak ada bukti naskah yg obyektif untuk itu, kendati kasus itu pernah terjadi atas sastra kuno. Perubahan-perubahan tempat yg terdapat dalam ps 18 pada naskah tertentu adalah masalah kecil, dan Tatian (lk 170), yg membuat beberapa perubahan urutan sewaktu menggabungkan bahan-bahan Injil itu menjadi hanya satu cerita, tidak menopang susunan ulang modern. Kebanyakan penafsir menganggap tidak perlu mengubah urutan ps-ps Injil Yoh.

          Ada usaha — yg paling luas cakupannya oleh R Bultmann — untuk menjajaki penggunaan sumber data tertulis dan penyuntingan ulang Injil Yoh. Tapi ketepatan dan kualitas basil usaha itu sangat diragukan, dan kesimpulan Bultmann ditolak oleh ahli-ahli lain.

          V. Latar belakang pemikiran

          Injil Yoh pernah dianggap sama dengan buku Helenistik, yaitu buku yg dalam hal pemikiran paling sejajar dan dekat dengan aliran Yudaisme yg sudah di-Helenis-kan, dengan agama-agama rahasia dan bahkan dengan filsafat Yunani. Sekarang ditemukan lagi bahwa pemikiran Yahudi benar-benar melatarbelakangi Injil ini.

          Banyak ditemukan bukti yg menyatakan bahwa pemikiran Aram melatarbelakangi Injil Sinoptik dan Injil Yoh (M Black, An Aramaic Approach to the Gospels and Kis 3). Ungkapan-ungkapan Aram muncul dalam Yoh — memang, bh Aram adalah bahasa ibu bagi Yesus. Pemikiran dalam Injil Yoh sering diungkapkan dengan parataksis dan pararelisme yg luas dikenal sebagai ciri khas dari karya tulis bh Sem. Parataksis ialah suatu kalimat yg mempunyai beberapa anak kalimat yg tidak jelas hubungan anak kalimat itu satu sama lain. Dan pararelisme ialah suatu bentuk ungkapan dalam bh Sem, terdiri dari dua kalimat dan isi kedua kalimat itu (hampir) sama, hanya kata-katanya berbeda sedikit. Semua tanda itu menunjukkan bahwa bahasa yg melatarbelakangi Injil Yoh ialah bh Aram, namun teori yg mengatakan bahwa bahasa asli Injil Yoh asli adalah bh Aram tidaklah meyakinkan.

          Hal ini tentu berarti bahwa pemikiran Injil Yoh bersifat Yahudi, dan memang demikianlah faktanya. Kendati hanya sedikit kutipan dari PL, tapi kebanyakan pengertian pokok dalam Injil Yoh diambil dari PL (ump firman, hidup/kehidupan, terang, gembala, Roh, roti/makanan, pohon anggur, kasih, saksi/kesaksian) dan Yesus dilukiskan menggenapi nubuat PL.

          Kesejajaran dengan ungkapan-ungkapan pemikiran kontemporer Yahudi, terutama dengan Yudaisme ortodoks dari para rabi juga dapat ditemukan. Dan adalah wajar apabila Yesus dan pengikut-Nya kadang-kadang setuju dengan para ahli PL dan dipengaruhi oleh mereka, baik dalam arti positif maupun negatif (bnd Kis 5:39; 7:42). Karena Yudaisme di Palestina sudah dipengaruhi oleh Helenisme selama kr dua abad, maka tak ada gunanya meneliti lebih jauh lagi pengaruh Helenisme atas Yoh. Mengenai kadar kesamaan pemikiran yg terdapat dalam Yoh dan Filo orang Aleksandria, penilaian para ahli berbeda-beda.

          Naskah-naskah sekte Yahudi yg ditemukan di Qumran juga punya andil dalam menuntaskan Injil Yoh, kendati pentingnya peranan naskah-naskah itu untuk mengerti PB dilebih-lebihkan. Biasanya perhatian diarahkan kepada dualisme terang dan gelap dan kepada pengharapan akan datangnya Mesias yg terdapat dalam naskah-naskah itu, tapi akar dari pemikiran ini adalah PL. Jadi masih diragukan apakah ada pengaruh langsung naskah-naskah Qumran atas Yoh. (Lih F. M Braun, ‘L’Arriere-Fond Judaique du Quatrieme Evangile et Ia Communaute de l’Alliance’, RB 62, 1955, hlm 5-44; J. H Charlesworth (red.), John and Qumran, 1972.)

          Kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh lain atas pemikiran Yoh telah dibicarakan secara rinci oleh C. H Dodd. Dengan tepat ia menolak Mandaisme, yaitu ajaran campuran kafir Kristen, yg media tulisnya paling perdana bertarikh jauh kemudian sesudah Injil Yoh. Tapi Dodd mencurahkan perhatian kepada agama rahasia Helenisme, terutama seperti digambarkan dalam Corpus Hermeticum (*HERMES, SASTRA), yaitu satu seri traktat, barangkali menyebar dari Mesir pada abad 3 dalam bentuknya seperti yg dimiliki sekarang. Walaupun ada kesejajaran pemikiran yg menunjukkan bahwa Injil Yoh akan dimengerti oleh non-Yahudi dan bukan hanya oleh orang Yahudi, tapi bahwa ada keterkaitan pemikiran yg sangat erat tidaklah meyakinkan (bnd G. D Kilpatrick dlm Studies in the Fourth Gospels disusun oleh F. L Cross, 1957).

          Pada abad 2 perkembangan gnostisisme Kristen sudah mantap, maka tidaklah salah menduga sudah ada semacam ‘pra-gnostisisme’ pada abad 1, seperti nampak pada polemik dalam Surat Kol dan I Yoh. Teori yg mengatakan bahwa Yohanes terpengaruh oleh ajaran bidat gnostik, yg justru ditentangnya (bnd II, di atas), dikemukakan oleh E. F Scott (The Fourth Gospel2, 1908, hlm 86-103); dan kemudian daripada itu R Bultmann dan E Kasemann mempermasalahkan bahwa Injil Yoh memperkenalkan Yesus dalam istilah-istilah dongeng gnostik. Pandangan C. H Dodd bahwa ajaran kristiani Injil Yoh sama sekali berbeda dari gnostisisme kendati latar belakangnya sama (lih bukunya hlm 114), adalah sangat tepat dengan kenyataan.

          Dalam dunia Kristen kuno tulisan-tulisan Yohanes menduduki tempat yg khas sekali sebagai untaian pemikiran yg mandiri berkembang. Kendati demikian ajarannya sama dengan ajaran umum Kristen, dan perbedaannya, dari Paulus umpamanya, hanyalah merupakan perbedaan bentuk, bukan perbedaan isi (bnd A. M Hunter, The Unity of the New Testament, 1943).

          VI. Kesaksian di luar Alkitab

          Keberadaan Injil Yoh di Mesir sebelum thn 150 M dicatat oleh Papirus Rylands 457, yaitu serpihan naskah PB paling dini yg kita kenal.

          Pemakaian Injil Yoh sebagai Injil yg berdaulat bersama ketiga Injil lainnya disahihkan oleh Papirus Egerton 2, yg juga bertarikh sebelum thn 150 (C. H Dodd, New Testament Studies, 1953, hlm 12-52). Injil Yoh juga dipakai oleh Tatian dalam karyanya Diatessaron, dan Ireneus (kr 180) sudah membicarakan Kanon keempat Injil. Injil Yoh pasti dikenal dan dipakai juga di kalangan gnostik bidat, ump oleh Ptolemeus, murid Valentinus, oleh The Gospel of Peter (kr 150), dan (nampaknya adalah pasti) oleh penulis Gospel of Truth, Valentinus. Apakah Injil Yoh telah dikenal oleh para penulis lain pada zaman ini, sukar dinalar. Ada nampak gaya bahasa Yoh dalam tulisan Ignatius (kr 125) dan Yustinus (kr 150-160), tapi masih dipersoalkan apakah tanda-tanda itu mengacu pada ketergantungan susastra atau tidak.

          Tradisi perihal siapa penulis Injil Yoh dikemukakan oleh Ireneus. Dia menyatakan bahwa Yohanes, yaitu Yohanes murid Tuhan Yesus adalah yg menerbitkan Injil itu di Efesus. Tradisi ini diperdengarkan lagi oleh Klemen orang Aleksandria (kr 200) dan dalam prakata anti-Marsion untuk Injil Yoh. Tapi pendapat yg mengatakan bahwa tarikh anti-Marsion adalah abad 2, diragukan. Kanon Muratori (kr 180-200) memuat suatu cerita yg menceritakan bahwa rasul Yohanes-lah penulis Injil Yoh, dan hal itu diterima oleh Ptolemeus. Tapi Papias, yg sangat mendalami tradisi tentang para rasul, bungkam mengenai soal ini. Dan Polikarpus, yg merupakan pembantu Yohanes menurut Ireneus, mengutip Surat-surat Yoh, tapi Injil Yoh tidak. Begitu juga Acts of John yg apokratif itu tidak mengatakan apa-apa tentang Injil Yoh. Pada permulaan abad 3 ada suatu penolakan terhadap kepenulisan rasul Yoh, mungkin penolakan itu timbul karena pengikut gnostik menggunakannya.

          VII. Penulis Injil Yohones

          Pada akhir abad 19 pendapat yg mengatakan bahwa rasul Yohanes-lah penulis Injil keempat, diterima oleh kebanyakan ahli berdasarkan bukti-bukti di luar Injil itu seperti dipaparkan di atas, dan bukti-bukti di dalam Injil itu sendiri. Bukti-bukti internal itu mendapat rumusannya dari 131 Westcott dan J. B Lightfoot (Biblical Essays, 1893, hlm 1-198), yg menyatakan bahwa Injil Yoh ditulis oleh seorang Yahudi, yakni Yahudi Palestina, yg adalah saksi mata yg menyaksikan sendiri peristiwa-peristiwa yg dicatatnya, seorang rasul, seorang pribadi yakni pribadi rasul Yohanes, yg disebut ‘murid yg dikasihi’.

          Beberapa dalil sanggahan dikemukakan untuk membantah urutan pemikiran di atas. Pertama, teori yg mengatakan bahwa Yohanes mati martir pada usia muda, tapi teori ini dengan tepat ditolak oleh kebanyakan ahli.

          Kedua, dikemukakan bahwa Injil Yoh berdasarkan nalar geografis dan sejarah adalah kurang teliti, dan kelemahan ini dianggap tidak mungkin terjadi atas tulisan dari seorang penulis saksi mata. Tapi hasil penelitian arkeologi yg terakhir justru membenarkan ketepatan dan ketelitian Injil Yoh dalam hal geografis (bnd R. D Potter, ‘Topography and Archaeology in the Fourth Gospel’, TU 73, 1959, hlm 329-337). Mengenai nalar sejarah, lih di bawah.

          Ketiga, dikemukakan bahwa rasul Yohanes tidak mungkin sanggup menulis Injil seperti itu. ‘Ia tidak terpelajar’ — pandangan yg didasarkan melulu pada tafsiran yg masih dipertanyakan mengenai  Kis 4:13, dan terlalu meremehkan analogi seperti tokoh Bunyan, tukang patri Inggris yg menulis karya masyhur ‘Perjalanan Seorang Musafir’. ‘Sebagai rasul tak mungkin Yohanes menulis Injil yg begitu berbeda dari ketiga Injil lainnya’ — pandangan yg mengabaikan tujuan khusus Yohanes, dan yg tidak mengindahkan kenyataan bahwa tak ada Injil lain yg langsung ditulis oleh seorang rasul untuk diperbandingkan. ‘Sebagai Yahudi tak mungkin Yohanes menguasai pemikiran Helenisme yg terlihat dalam Injil itu’; tapi perhatikanlah V di atas. Tidak seorang pun dengan congkak akan menyebut dirinya ‘murid yg dikasihi’; ini tidak lebih dari pemikiran subyektif (orang yg merasakannya keterlaluan dapat mempertanggungkan pemakaian gelar ini kepada penulis naskah Yoh).

          Keempat, sanggahan yg paling kuat ialah lambatnya gereja mengakui Injil Yoh. Apakah Ireneus dapat dipercaya masih dipertanyakan (sekalipun tidak ada dasarnya), dan ternyata orang-orang yg dapat dianggap telah mengenal Injil Yoh dan yg sepatutnya mengutip daripadanya, ternyata tidak melakukannya.

          Untuk menangkis sanggahan ini perlu dikemukakan kelemahan umum dari pandangan ‘yg tidak dipaparkan’ (argumentum silentio) (bnd W. F Howard, The Fourth Gospel in Recent Criticism and Interpretation, 1955, hlm 273). Dan adalah fakta bahwa ketiga Injil lainnya juga sama-sama jarang dikutip atau digunakan, sebelum keempat Injil itu diakui dan diterima secara bersama-sama. Lagipula kita sama sekali tidak tahu keadaan ‘penerbitan’ tulisan Yohanes, kecuali catatan ringkas dalam Kis 21:24.

          Setiap teori yg menyangkal adanya hubungan rasul Yohanes dengan Injil Yoh patut diabaikan. Dan timbullah tiga kemungkinan. Pertama, mungkin Yohanes sendirilah yg melisankan Injil itu dan dituliskan oleh seorang penulis pribadi. Kedua, salah seorang murid Yohanes mungkin menggunakan catatan-catatan Yohanes atau bahan-bahan Yohanes sebagai dasar bagi penulisan Injil itu. Ketiga, mirip dengan kedua, ialah adanya ‘aliran’ Yohanes, yg barangkali harus dihubungkan dengan Palestina Selatan, di mana teologi khas Yohanes dikembangkan dan anggota-anggotanyalah yg menghasilkan sastra Yohanes. Tapi memang sukar mengemukakan bukti yg menentukan untuk menyetujui atau melawan teori itu. (Bisa dibandingkan dgn hipotesa K Stendahl mengenai aliran Matius, yg buktinya masih tetap di awang-awang.)

          Sukar untuk memutuskan yg mana dari kedua kemungkinan pertama menjadi pilihan. Tapi tradisi yg mengatakan bahwa Yohanes mendiktekan Injil itu diterima kalangan luas (bnd R. V. G Tasker, TNTC, 1960, hlm 17-20) dan mengandung tanda-tanda kesungguhan. Masih ada alasan-alasan kuat lainnya untuk tetap meyakini peranan langsung rasul Yohanes dalam penulisan Injil Yoh, sehingga ia tepat dipandang benar adalah penulisnya yg sesungguhnya.

          VIII. Asal dan tarikh

          Tradisi kuno menghubungkan rasul Yohanes dengan Asia Kecil, khususnya Efesus. Hubungan dengan Asia Kecil sangat cocok dengan 1-3 Yoh dan demikian pula dengan Why; apakah penulis Why adalah Yohanes atau pembantunya, lebih merujuk pada hubungan dengan Asia Kecil.

          Tapi tuntutan tempat-tempat lain pun perlu disimak. Kelihatannya Yohanes kurang dikenal di Asia, dan hal ini memberi peluang pada kemungkinan Aleksandria: di sini Yohanes pasti sudah sejak lama dikenal oleh penganut aliran gnostik (bnd juga naskah-naskah papirus), suasana pemikiran (Yudaisme Helenis) dapat dipandang cocok, dan jauhnya Aleksandria bisa menerangkan lambannya Injil itu tersebar. Tapi tak ada tradisi yg menghubungkan Yohanes dengan Aleksandria. Kemungkinan Antiokhia juga sudah dikemukakan, sayang kurang meyakinkan. Kemudian ada kecenderungan menghubungkan Yohanes dengan Palestina Selatan mengingat latar belakang pemikirannya, tapi hal ini hanyalah menguatkan pendapat bahwa penulis pernah tinggal di Palestina.

          Tarikh Injil Yoh biasanya ditentukan pada kr thn 90. Pandangan ini berdasarkan anggapan bahwa Injil Yoh bergantung pada Injil Sinoptik (tapi lih IX, di bawah) dan pada teologinya yg dikatakan bersifat sesudah zaman Paulus. Walaupun tidak perlu dianggap Yohanes bergantung pada Paulus, tapi sukar disingkirkan kesan bahwa tulisan ini termasuk tulisan yg lahir kemudian. Jika tulisan ini dikaitkan dengan Efesus, maka tarikh Yoh harus sesudah kegiatan Paulus di sana; hat ini diteguhkan oleh tarikh 1-3 Yoh, yg hampir tak mungkin lebih dini dari thn 60. Jika Injil Yoh dikaitkan dengan suatu lokasi lain sebagai tempat penulisan, ump Palestina, tarikh yg lebih dulu masih mungkin, tapi juga tidak benar. Inti pemikiran yg berdasarkan ‘latar belakang Palestina’, ialah bahwa tarikh Yoh tidak perlu ditempatkan terlalu kemudian supaya dapat menerangkan perkembangan pikiran yg dikandungnya (bnd J. A. T Robinson, ‘The New Look on the Fourth Gospel’, dlm Studio Evangelica, hlm 338-350).

          IX. Hubungannya dengan Injil-injil Sinoptik

             a. Apakah Yohanes mengetahui tradisi Sinoptik?

             Pendapat yg pernah diterima ialah bahwa Yohanes mengetahui Injil-injil Sinoptik, paling sedikit Injil Mrk dan Luk, dan bahwa ia menulis untuk memperbaiki, melengkapi atau mengganti Injil-injil itu. Kecaman tajam terhadap pandangan ini datang dari P Gardner-Smith (St John and the Synoptic Gospels, 1938), B Noack (Zur Johanneischen Tradition, 1954) dan C. H Dodd (Historical Tradition in the Fourth Gospel, 1963). Mereka mempertahankan bahwa Yohanes mengandalkan tradisi lisan yg menjadi latar belakang Sinoptik, dan dia menulis tanpa bergantung pada para penulis Injil Sinoptik itu. Hubungan yg paling erat adalah antara Yohanes dengan Lukas, terutama mengenai sengsara Yesus. Tapi masih diragukan kalau-kalau ini membuktikan ketergantungan sastra. Lukas mungkin sudah mengetahui tradisi yg dicatat dalam Yohanes, atau bahkan berkenalan secara pribadi dengan penulisnya (bnd G. W Broomfield, John, Peter and the Fourth Gospel, 1934).

             Bukti-bukti di luar Yoh juga harus diperhitungkan. Keterangan Papias mengenai Mrk dan tulisan Logia datang dari (Yohanes) ‘sang penatua’, yg mungkin ada hubungannya dalam penulisan Injil Yoh. Klemen orang Aleksandria menulis: ‘Sebagai penulis yg terakhir, Yohanes, yg melihat bahwa realitas hidup Yesus sudah dijelaskan dalam Injil Sinoptik, menulis suatu Injil yg rohani, karena didesak oleh teman-temannya, dan diilhami oleh Roh Kudus’. Tentu dapat kita terima keterangan Yoh sebagai Injil yg rohani, tanpa kita mempercayai bahwa Yohanes menulis berdasarkan pengetahuannya akan Injil-injil yg lain itu. Tapi sukar kita percayai bahwa dia tidak mengetahui suatu apa pun tentang isi Injil-injil itu, kendati Injil-injil itu tidak ada di hadapannya waktu ia menulis. Maka, persoalannya sebaiknya dianggap tetap terbuka.

             b. Membandingkan cerita-cerita

             Di sini timbul dua masalah. Pertama, apakah cerita Sinoptik dan cerita Yoh dapat berdampingan satu sama lain, dan apakah dapat dipadukan menjadi satu cerita saja. Memang benar, kedua kelompok itu dapat dicocokkan dengan suatu cara yg agak meyakinkan, dan dengan demikian memancarkan sinar baru atas keduanya. (Mengenai usaha terkait lih E Stauffer, Jesus and His Story, 1960.) Hal ini bisa saja, karena keduanya menceritakan kegiatan Yesus pada waktu dan tempat yg berbeda-beda; pemikiran kuno yg menganggap bahwa Injil-injil Sinoptik tidak memberi tempat bagi pelayanan Tuhan Yesus di Yerusalem (kecuali cerita sengsara Yesus) tidak dipercayai lagi. Perlu diingat bahwa satu pun dari Injil itu tidak bersikap menuturkan cerita menurut penanggalan yg sebenarnya, sehingga tak mungkin disusun kembali urutan peristiwa secara rinci.

             Kedua, berkaitan dengan peristiwa yg kelihatannya mempertentangkan Kitab-kitab Injil, mencakup hal-hal dimana Yoh gamblang memperbaiki tuturan Injil-injil Sinoptik. Sekedar contoh ialah alasan untuk menangkap Yesus (khususnya, pertanyaan mengapa pembangkitan Lazarus alpa dlm cerita Sinoptik; mengenai jawabnya lih J. N Sanders, ‘Those whom Jesus Loved’, NTS 1, 1954-1955, hlm 34); tanggal penyucian Bait Suci; tanggal Perjamuan Paskah Terakhir dan tanggal penyaliban (lih N Geldenhuys, Commentary on the Gospel of Luke, 1950, hlm 649-670). Jangkauan kesukaran-kesukaran seperti itu dapat dilebih-lebihkan, tapi harus diakui beberapa memang merupakan soal riil yg jawabnya masih harus dicari. Namun demikian inti cerita-cerita Injil tidak dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan ini.

             c. Percakapan percakapan dalam Injil Yohanes

             Ajaran Yesus yg disajikan dalam Yoh menonjol perbedaannya dalam hal isi dan gaya bahasa dari yg disajikan dalam Injil-injil Sinoptik. Beberapa topik terkenal seperti Kerajaan Allah, setan-setan, pertobatan dan doa alpa dalam Yoh, tapi dalamnya muncul topik-topik baru seperti kebenaran, hidup, dunia ini, ‘tinggal dalam Aku’ dan saksi atau kesaksian. Kendati demikian terdapat hubungan yg erat antara kedua bentuk penyajian itu dan tema-tema umum muncul, ump Allah Bapak, Anak Manusia, iman, kasih dan pengutusan. Gaya bahasa dan kosakata juga berbeda. Tak ada perumpamaan dalam Yoh, dan Yesus sering berbicara dalam penuturan atau dialog yg panjang lebar yg bandingannya tidak ada dalam Injil-injil Sinoptik.

             Karena itu beberapa ahli menganggap bahwa yg disajikan oleh Yohanes dalam Injilnya adalah lebih merupakan pemikiran atau renungan Yohanes sendiri tentang ucapan-ucapan Yesus, ketimbang kata-kata Yesus sendiri sebagaimana yg setepatnya (ipsissima verba). Kesimpulan ini kuat ditopang oleh kenyataan gaya bahasa dan isi yg sangat mirip dengan itu dalam 1 Yoh. Kendati demikian pendapat itu perlu diuji. Pertama, dalam Injil Yoh terdapat banyak ungkapan yg bentuk dan isinya sama dengan ungkapan Injil Sinoptik (bnd B Noack, hlm 89-109; C. H Dodd, hlm 335349) dan sama-sama berhak untuk diakui otentik. Kedua, pada pihak lain — setidak-tidaknya — ungkapan ‘benang merah yg membentang’ dalam Injil Yoh juga membentang dalam Injil-injil Sinoptik (Mat 11:25-27), merupakan tampikan telak terhadap anggapan bahwa bahasa yg digunakan Yesus dalam Injil Sinoptik tidak sama dengan bahasa yg digunakan Yesus dalam Injil Yoh. Ketiga, pola-pola ucapan Aram yg sama dan kesesuaiannya dengan cara-cara percakapan Yahudi yg terdapat dalam Yoh juga ada dalam Injil-injil Sinoptik.

             Jadi dapat dikatakan dengan penuh keyakinan, bahwa ucapan-ucapan yg disajikan dalam Yoh adalah berdasarkan ucapan-ucapan Yesus sesuai dengan yg sebenarnya. Ucapan-ucapan itu, memang, tertuang dalam tuturan Yohanes yg jelas teramat sukar untuk dapat dipisahkan. (Bnd perihal #/TB Gal 2:14 dab; dimanakah akhir ucapan Paulus kepada Petrus dan renungannya mengenai itu?) Semua sependapat bahwa Yoh 3:16-21 lebih terasa sebagai tuturan Yohanes daripada tuturan Yesus, namun dalam hal itu Yohanes hanyalah penutur.

          X. Sejarah dan tafsiran dalam Yohanes

          Tujuan Yohanes (lih II, di atas) menuntut, supaya paling sedikit dalam ringkasan umum, isi Injil Yoh dipandang sebagai sejarah. Injil itu akan gagal total mencapai tujuannya jika yg disajikan oleh Yohanes kepada kita adalah dongeng, yg maksudnya didongengkan adalah untuk membuktikan kebenaran pemberitaan gereja, bahwa Yesus adalah Mesias yg dijanjikan, bukan bahwa Yesus yg adalah Mesias benar-benar adalah realitas sejarah yg melatarbelakangi dan mensahihkannya (lih C. F. D Moule, The Phenomenon of the New Testament, 1967, hlm 100-114).

          Telah disinggung bahwa banyak dari kesukaran yg umumnya diajukan untuk menentang sahihnya kesejarahan Injil Yoh, sama sekali tidak berbobot. Dan memang adalah fakta makin kuatnya dan luasnya kecenderungan untuk mengakui, bahwa dalam Injil Yoh ada banyak data otentik sejarah yg penting tentang Yesus, juga tentang hidup Yesus di bumi ini yg tak mungkin memadai bila digali hanya dari Injil Sinoptik saja (bnd T. W Manson, ‘The Life of Jesus: A Survey of the Available Material (5)’, BJRL 30, 1947, hlm 312-329; AN Hunter, According to John, 1968).

          Pada pihak lain, kesan menyeluruh sesudah membaca Yoh dan Injil-injil Sinoptik, ialah dalam Injil Yoh kepada kita disajikan ulasan tentang Yesus ketimbang cerita harfiah yg ketat mengenai hidup-Nya. Ajaran yg diberikan-Nya lain, juga lukisan mengenai diriNya, khususnya yg berkaitan dengan kesadaran diriNya sebagai Mesias dan Anak Allah. Tapi tidaklah etis dan tidaklah bijaksana menekankan perbedaan-perbedaan itu secara berlebihan. Kemanusiaan Yesus adalah sama dalam Yoh dan dalam semua Injil lainnya, bahkan ‘kerahasiaan Mesias’ yg terdapat dalam Injil-injil Sinoptik tidaklah seutuhnya alpa dalam Yoh. F. F Bruce berkata, tidak ada perbedaan mendasar pada tokoh Yesus dalam Injil Sinoptik dengan tokoh Yesus dalam Injil Yoh (The New Testament Documents’, 1960, hlm 60 dab).

          Maksud uraian di atas ialah, bahwa Injil Yoh sama sekali tidak bertentangan dengan Injil Sinoptik, tapi menafsirkan diri Tokoh Yesus yg dilukiskan di dalam Injil Sinoptik itu. Apabila Injil-injil Sinoptik menyajikan foto atau gambar sosok pribadi Yesus, maka Yoh menyajikan lukisan citra kepribadian Yesus (W Temple, Readings in St John’s Gospel, hlm 16). Karena itu, dalam terang uraian di atas, Injil Yoh dapat digunakan sebagai sumber data tentang hidup Yesus dan penafsiran Yohanes perihal hidup Yesus, kendati adalah mustahil memisahkan kedua unsur itu. Hidup Yesus di bumi ini tak dapat seutuhnya dipahami, jika terlepas dari penyataan-Nya sendiri kepada gereja-Nya sebagai Tuhan yg sudah bangkit dari antara orang mati. Dengan ilham Roh Kudus (bnd Yoh 14:26; 16:14) Yohanes mengungkapkan makna dari hidup Yesus di bumi ini. Ia menafsirkan cerita tentang Yesus, dan dengan melakukan itu ia memberikan kepada kita — seperti ucapan A. M Hunter —‘ makna yg sebenarnya dari yg terjadi di bumi ini’ (Introducing New Testament Theology, 1957, hlm 129).

       KEPUSTAKAAN.

  • ·         Tafsiran BY Westcott, 1882 (mengenai naskah Yunani juga, 1908);
  • ·         E. C Hoskyns dan F. N Davey2, 1947; R. H Lightfoot, 1956; R. V. G Tasker (TNTC), 1960; W Temple, 1945; G. A Turner dan G. R Mantey, 1964; J Marsh (Seri Pelican), 1968;
  • ·         J. N Sanders dan BA Mastin, BNTC, 1968; R. E Brown, AB, 1971; L Morris, NIC/NLC, 1971;
  • ·         B Lindars, NCB, 1972. Tafsiran naskah Yunani: J. H Bernard, ICC, 1928; C. K Barrett, 1955; R Schnackenburg, 1965, dst; R Bultmann, 1971;
  • ·         W. F Howard, The Fourth Gospel in Recent Criticism and Interpretation4, 1955; C. H Dodd, The Interpretation of the Fourth Gospel, 1963;
  • ·         E Malatesta, St John’s Gospel 1920-1965,1967;
  • ·         M Hunter, According to John, 1968;
  • ·         E Kasemann, The Testament of Jesus, 1968;
  • ·         R. T Fortna, The Gospel of Signs, 1970;
  • ·         K Barrett, The Gospel of John and Judaism, 1975; J Painter, John: Witness and Theologian, 1975; S. S Smalley, John: Evangelist and Interpreter, 1978.


Allah memperhatikan penderitaan umat

  Allah memperhatikan penderitaan umat (Keluaran 2:23-3:10) Ketika menderita, kadang kita menganggap bahwa Allah tidak peduli pada penderita...