Thursday, September 5, 2019

BERSUKACITA DALAM KEBENARAN YANG SEJATI


BERSUKACITA DALAM KEBENARAN YANG SEJATI
Paulus membuka surat ini dengan sebuah perkataan “Akhirnya…” yang biasanya menunjukkan kepada suatu kesimpulan. Namun dalam bagian ini kata akhirnya, yang dalam bahasa Yunani digunakan kata To. loipo,n menurut John MacArthur Jr., “It is a word of transition, not conclusion, since half of Phillipians follows it.”[1]
Selanjutnya, Paulus berkata “bersukacitalah.” Kata sukacita memiliki suatu pengertian yang penting dalam pemikiran Paulus, namun yang menjadi penekanan penting di sini adalah sukacita itu harus dilakukan di dalam Tuhan. Hal ini dimengerti karena hanya Tuhanlah sumber dari segala sukacita. Fee mengatakan, “The Lord who saves is both the basis and focus of rejoicing.”[2]
 Lebih lanjut dikatakan oleh William Hendriksen, bahwa hanya melalui kesatuan dengan Tuhan, dan hanya di dalam pribadi dan karya Kristus, bukan dalam hal lainnya di mana ada kontribusi usaha manusia, maka seseorang dapat bersukacita.[3]
Paulus melanjutkan isi suratnya dengan mengatakan bahwa “…menuliskan hal ini lagi kepadamu…” Mengenai hal ini, Swindoll mengatakan, “Perkataan ini merupakan suatu bentuk perhatian Paulus kepada jemaat di Filipi, supaya mereka dapat terus menerus menikmati kemerdekaan di dalam Kristus, maka Paulus pun tidak pernah bosan memperingati mereka.”
Dalam ayat ke-2, Paulus menegaskan hal-hal apa saja yang menjadi peringatannya kepada jemaat Filipi. Ada 3 hal yang diperingatkan oleh rasul Paulus kepada jemaat Filipi, yaitu anjing-anjing, pekerja-pekerja yang jahat, dan penyunat-penyunat palsu. Dan untuk ketiga hal ini, Paulus menggunakan kata Ble,pete dalm bentuk imperative, present, aktif, yang berarti suatu perintah untuk berhati-hati, waspada, yang harus dikerjakan/dilakukan secara terus-menerus. Ralph Martin mengatakan, “Tense dari kata blepete memberikan suatu penekanan khusus, bahwa peringatan yang disanpaikan Paulus adalah sesuatu yang penting atau memiliki nilai urgensi yang tinggi.”
Para ahli berpendapat bahwa yang menjadi lawan dari Paulus adalah orang-orang Yahudi yang mencoba mempengaruhi jemaat Filipi dengan segala kehebatan dan tradisi Taurat mereka. Untuk orang-orang ini, Paulus menyebut mereka, pertama-tama sebagai anjing-anjing. Perkataan Paulus ini memiliki suatu pemaknaan yang mendalam, karena biasanya orang-orang Yahudi menyebut orang-orang kafir sebagai anjing. Hal ini dapat juga dilihat dari pengakuan perempuan Kanaan yang memohon kesembuhan kepada Yesus dalam Matius 15:21-28. Jadi, ketika Paulus menggunakan kata anjing-anjing kepada orang Yahudi, Paulus secara tidak langsung mengatakan bahwa orang-orang Yahudi itulah yang sebenarnya orang kafir. Moises Silva mengatakan, “Paul, therefore, is making a startling point: the great reversal brought in by Christ means that it is the Judaizers who must be regarded as Gentiles.”
Kedua, Paulus menggunakan kata pekerja-pekerja jahat, dalam tujuan untuk menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi merasa mereka sedang melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, tetapi sebenarnya melakukan hal yang sebaliknya. Moises Silva mengatakan, “The phrase tou.j kakou.j evrga,taj does not merely indicate “people who do bad things or sinners”. The phrase is surely meant to refute the Judaizers’ claims that they were doing the works of the law.” Gordon Fee mengatakan, “In trying to make Gentiles submit to Torah observance, Judaizers do not work “righteousness” at all but evil, just as those in the Pslater work iniquity because they have rejected God’s righteousness.”
Ketiga, Paulus menggunakan kata-kata penyunat palsu.Bagi orang Yahudi, sunat merupakan suatu kebanggaan, karena sunat merupakan tanda perjanjian antara Abraham beserta keturunannya dengan Tuhan (Kej. 17:10). Sunat jugalah yang menjadikan mereka bagian dari umat Allah (Kel.12:48). Namun, Paulus mengatakan bahwa mereka adalah penyunat palsu. Menurut Silva, “the use of katatome wanna shows to us, that these Judaizers do not deserve to be called “the circumcision” but rather “the mutilation”.
John MacArthur berpendapat bahwa melalui perkataan ini, Paulus ini menekankan pentingnya sunat bukan hanya secara simbolis (fisik) tetapi juga harus merefleksikan hati yang sudah dibaharui, karena tanpa adanya transformasi dalam hati kita, maka sunat merupakan sesuatu yang sia-sia dan tidak memliki makna.


Berangkat dari tiga hal ini, maka dalam ayat yang ke-3, Paulus mengeluarkan antitesis bagi para orang Yahudi. Pertama, Paulus mengatakan, “…kitalah orang-orang bersunat…” Sunat di sini digunakan kata peritomh, yang menunjukkan sunat yang benar. Dengan demikian, menurut John Hargreaves, dalam bagian ini, Paulus ingin mengatakan bahwa orang-orang Kristenlah, dan bukan orang Yahudi, yang melakukan praktek sunat dengan benar. Hal ini sejalan dengan pengajaran dalam Perjanjian Lama, bahwa sunat yang benar tidak berbicara fisik, tetapi sunat yang benar berbicara sunat hati (Ul. 30:6).
Kedua, Paulus juga mengatakan, “…yang beribadah oleh Roh Allah…” Melalui perkataan ini, Paulus mengidentifikasikan umat Allah sebagai orang-orang yang menyembah di dalam Roh Allah. Moises Silva mengatakan, “Whatever the differences between Pauline and Johannine theology, one can hardly deny that this phrase is conceptually equivalent to John 4:23-24 (true worshippers worship God “in the Spirit and in truth”). Lebih lanjut Silva mengatakan, “The point being made that true worship is inner rather than external.”
Oleh karena itu, umat Allah bermegah di dalam Kristus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Dalam bagian ini, Paulus mengkontraskan antara kata kaucw,menoi dan kata pepoiqo,tej. Melalui hal ini, Paulus mau memberikan konsep bermegah yang benar, dimana seseorang harus menempatkan kepercayaannya di dalam Kristus, karena hanya Kristus satu-satunya dasar bagi manusia untuk bermegah dan hal ini membawa implikasi bahwa Kristus satu-satunya sumber sukacita yang dimiliki oleh orang percaya. Moises Silva mengatakan, “If Jesus Christ is our grounds for confidence, He is therefore also our grounds for joyful pride and for exultant boasting.”
 Bahkan secara tegas, Charles Swindoll mengatakan, “Mereka yang percaya akan hal-hal lahiriah, telah kehilangan arti keselamatan yang sesungguhnya.”
Oleh karena itu, dalam ayat 4, Paulus mulai menjelaskan kepada Jemaat Filipi mengapa dia tidak menaruh percayanya pada hal-hal lahiriah. Paulus membuka argumentasinya mengenai hal ini dengan mengatakan bahwa dia jauh melebihi para guru palsu dalam hal-hal lahiriah, yang dijelaskannya mengenai kebanggaan lahiriah mulai dari ayat 5-6.
1. Disunat pada hari kedelapan. Hal ini merupakan tradisi yang penting dalam Yudaisme. Disunat pada hari yang kedelapan merupakan perintah Tuhan kepada Abraham, sebagai bagian dari “meterai” perjanjian Tuhan kepada Abraham. Jadi dapat dikatakan, secara tradisi keluarga Paulus sangat memegang teguh atau pelaksana yang baik dari hukum Taurat. Menurut Ralph Martin, hal ini menunjukkan bahwa dia adalah orang Yahudi yang sejati.
2. Dari bangsa Israel. Hal ini menegaskan jati dirinya sebagai bagian dari umat Allah bukan dari kaum kafir.
3. Dari suku Benyamin. Dapat menjadi suku Benyamin merupakan suatu kebanggaan bagi orang Yahudi. Hal ini dikarenakan raja pertama Israel berasal dari suku Benyamin. Suku Benyamin juga adalah suku yang diberkati oleh Musa sebagai “…Kekasih Tuhan…” Homer Kent mengatakan, “It is often averred that Paul mentions his connection with Benjamin because that tribe was especially honored among the tribes of Israel.”
4. Orang Ibrani Asli. John MacArthur Jr. mengatakan, “The apostle’s claim to be a Hebrew of Hebrews is best understood as a declaration that as he grew to manhood Paul strictly mantained his family’s traditional Jewish heritage.”Gordon Fee mengatakan, “Paul was in every way a “Hebrew, born of pure Hebrew stock.”
5. Orang Farisi. Orang-orang Farisi merupakan orang-orang yang sangat taat kepada hukum Taurat, termasuk di dalamnya Perjanjian Lama, dan semua tradisi yang dimasukkan ke dalamnya. MacArthur mengatakan, “To become a Pharisee was to reach the highest level in devout, legalistic Judaism.”
6. Penganiaya Jemaat. MacArthur Jr. mengatakan, “The Jewish viewed zeal as the supreme religious virtue…To be zealous is to love God and hate what offends Him.”
7. Dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat. Menurut Gordon Fee, kata tak bercacat di sini menunjukkan, “Paul has no “blemishes” on his record as far as lawkeeping and concerned, which means thathe scrupulously adhered to the Pharisaic interpretation of the law, waith its finely honed regulations for sabbath observance, food laws and ritual cleanliness.”Hal ini semakin menegaskan bahwa kemegahan lahiriah yang dimiliki oleh Paulus jauh melampaui yang dimiliki oleh guru-guru palsu.

Namun demikian, dalam ayat 7 dan 8, Paulus mengatakan bahwa kemegahan lahiriah yang dimilikinya tidak apa-apanya dibandingkan pengenalannya akan Kristus. Dalam menyatakan betapa mulianya Kristus dibandingkan hal-hal lahiriah, Paulus menggunakan kata rugi sebanyak dua kali yang diiringi peningkatan tekanan hal-hal lahiriah dari a[tina (whatever things) kepada pa,nta (all things) yang dianggapnya rugi, demi besarnya kemuliaan di dalam Kristus. Bahkan dalam ayat 8 juga bahwa semuanya itu adalah sampah. Menurut MacArthur, “The word skybala (rubbish) is a very strong word that could also be rendered “waste”, “dung”, “manure”, or even “excrement.” Bagi Paulus, menurut Ralph Martin, “All confidence in the flesh is contemptuously cast aside and abhorred as dirty muck!”
Dalam ayat 9, baru dapat dilihat tujuan Paulus, dengan menganggap segala sesuatu itu rugi adalah supaya dia berada dalam Kristus. Hal ini merupakan kesadaran yang dimilikinya, bahwa hanya di dalam Kristus ada kebenaran yang sejati. Kebenaran yang tidak berasal dari diri dan usaha manusia, tetapi kebenaran yang berasal Allah melalui iman kepada Kristus. Kebenaran yang membenarkan kita di hadapan Allah ketika Yesus datang kedua kalinya untuk menghakimi dunia ini. Hal ini menjelaskan ayat 3, bahwa orang Kristen harus bermegah dalam Kristus. Gordon Fee mangatakan bahwa bagian ini memberikan suatu kesimpulan bahwa kita harus percaya dalam Kristus untuk keselamatan kita. Swindoll mengatakan, “Sekali lagi kasih karunia Allah menyelamatkan kita.”
Ayat 10 dan 11 menjelaskan, bahwa sebagai orang-orang yang telah menerima kebenaran Allah, maka tidak ada sukacita yang paling besar selain mengenal Dia yang melalui-Nya kita menerima kebenaran Allah. Mengenal Allah, bagi Paulus, merupakan tujuan tertinggi dalam hubungannya dengan Allah. Gordon Fee mengatakan, “In keeping with his Old Testament roots, knowing Christ is the ultimate goal of being in right relationship with God.” Pengenalan terhadap Kristus meliputi tiga hal:
1. Kuasa kebangkitan Kristus. Kebangkitan-Nya merupakan penyataan kuasa Kristus. Kebangkitan-Nya juga menyatakan kuasa-Nya yang mutlak mengatasi dunia fisik dan dunia rohani (Kol.2:14-15; 1 Petrus 3:18-20). Menurut John MacArthur, Paulus mengalami kuasa kebangkitan Kristus dalam dua cara, (1)sebagai kuasa yang menyelamatkan, dan (2) sebagai kuasa yang menyucikannya. Dalam hal ini, Gordon Fee menyimpulkan :
“Christ’s resurrection guaranteed his own, that he could throw himself into the present with a holy abandon, full of rejoicing and thanksgiving; and that not because he enjoyed suffering, but because of Christ’s Resurrestion had given him a unique perspective on present suffering, as well as an empowering presence wherebythe suffering transformed into intimate fellowship with Christ himself.”
2. Persekutuan dalam penderitaan-Nya. Menurut John MacArthur, “The deepest moments of spiritual fellowship with the living Christ are at times of intense suffering; Suffering drives believers to Him.”Gordon Fee melanjutkan, “Hence knowing Christ involves sharing in his sufferings-and is a cause for constant joy, not because suffering is enjoyable but because it is certain evidence of Paul’s intimate relationship with his Lord.” Lebih lanjut Fee mengatakan, “The grounds for joy in the Lord lie with knowing him, as we participate n his sufferings while awaiting our glorious future.”
3. Menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya. Gordon Fee mengatakan, “Christian life is cruciform in character; God’s people, even as they live presently through the power of Christ ‘s resurrection , are as their Lord forever marked by the cross.”
Pengenalan Kristus dalam tiga hal dalam ayat 10 memiliki tujuan agar dia akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati (ayat 11). Hal ini tidak dapat dilepaskan dari pemikiran Paulus mengenai eskatologis. Di mana setiap orang percaya akan mengalami kebangkitan dan akan diberikan suatu tubuh yang baru (1 Kor. 15). Pengharapan ini bukan hanya milik Paulus, tetapi setiap orang percaya memiliki pengharapan seperti ini yang akan digenapi, ketika Kristus datang ke dunia untuk menghakimi dunia ini. Gordon Fee mengatakan, “Nonetheless, such a futureprize is the one certain reality of present existence and is thus worth bending every effort to realize, which is what the end of the story is all about.”

Kesimpulan
Setelah pembahasan di atas, maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan.
Pertama, sukacita orang-orang percaya tidak terletak kepada hal-hal yang lahiriah, tetapi sukacita itu terletak di dalam Kristus, yang melalui-Nya kita menerima kebenaran Allah yang membenarkan kita di hadapan Allah.
Kedua adalah, sebagai orang-orang yang telah menerima anugerah keselamatan, maka tidak ada sukacita yang lebih besar selain mengenal Yesus yang adalah Juruselamat bagi umat manusia yang berdosa yang membutuhkan keselamatan.
Ketiga, sukacita itu akan menjadi sempurna, ketika kita menerima penggenapannya saat Kristus datang yang kedua kalinya di dalam dunia, di mana kita akan mengalami kebangkitan di dalam Kristus dan menerima tubuh yang baru.
Bagi kita orang percaya, ketiga kesimpulan di atas menegaskan kepada kita, bahwa hanya Allah satu-satunya sumber sukacita dalam kehidupan manusia. Hanya di dalam Allah, manusia menerima dan memiliki sukacita sejati yang melampaui segala penderitaan dan tantangan yang harus dihadapi oleh setiap orang percaya. Dan hanya di dalam Allah, bukan di dalam hal-hal lahiriah, sukacita yang kita miliki akan disempurnakan.

DAFTAR PUSTAKA
Fee, Gordon D. Philippians. Downers Grooves, IL: IVP. 1999.
Gaeblin, Frank E. ed. Expolsitors Bible Commentary. Grand Rapids, MI: Zondervan. 1978.
Guthrie, Donald. Exploring God’s Word: A Guide To Ephesians, Philippians, And Colossians. Grand Rapids, MI: Eerdmans. 1984.
Hendriksen, William. Philippians. Edinburgh: The Banner of Truth Trust. 1962.
Hargreaves, John. A Guide To Philippians. London: SPCK. 1983.
MacArthur Jr., John. Philippians. Chicago: Moody Press. 2001.
Martin, Ralph P. The Epistle of Paul to The Philippians. London: Tyndale Press. 1969.
Silva, Moises. Philippians. Chicago: Moody Press. 1988.
Swindoll, Charles R. Tertawa Lagi. Batam: Gospel Press. 2001.


[1]John MacArthur Jr., Phillipians (Chicago: Moody Press, 2001), 215.

[2]Fee, Gordon D. Philippians. Downers Grooves, IL: IVP. 1999, 131.
[3]William Hendriksen, Phillipians (Edinburgh: The Banner of Truth Trust, 1962), 147.

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22)

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22) Sebagai anak-anak terang, umat Allah hidup dengan meneladani Allah (ayat 1). Sama seperti Yesus ya...