KESEHATAN & PENYEMBUHAN
I. Pengantar
a. Pemakaian kata
Penyakit
dan penderitaan, dan usaha-usaha untuk meringankannya, sudah menjadi unsur yg
tidak terelakkan dari kehidupan manusia sejak permulaan sejarah. Alkitab
menyajikan gambar manusia dalam segala pengalamannya justru penyakit
perseorangan maupun wabah yg menimpa masyarakat sering disebut beserta
usaha-usaha pencegahan dan pengobatannya, sama seperti catatan-catatan tentang
semua peristiwa penting lainnya yg dialami manusia.
Kata-kata
yg dipakai untuk penyakit dan penyembuhannya, baik dalam bh Ibrani maupun
Yunani, ialah kata-kata khas sehari-hari mis khala mengacu kepada ‘dalam
keadaan sakit’ (kata bendanya kholi dan makhala), begitu juga madweh (Ul 7:15;
28:61) dan davar (Mazm 41:7), artinya ‘masalah’ (yaitu masalah buruk). Dalam PB
penyakit disebut asthenia (lemah secara badani), malakia (nasib buruk), nosema
dan nosos (artinya secara medis, ‘penyakit’); kata kerja yg dipakai ialah
asthened atau kakos ekhein, dan dalam satu ay (Yak 5:15) kamno kata sifat arrhostos
(’ tidak tegap’) dipakai dalam satu ay juga (Mr 6:13).
Dalam PL
rafa’ (menyembuhkan) paling biasa dipakai untuk penyembuhan, dan itu juga yg
dipakai untuk ‘tabib’ dalam Kej 50:1-2 (dua kali); 2Taw 16:12; Ayub 13:4; Yer
8:22. Istilah-istilah PL lainnya ialah khaya (hidup kembali) dan syuv (pulih
kembali). Dalam PB dipakai kata kerja iskhud (dim keadaan tegar) dan hugiainp
(lebih khusus ‘dim keadaan sehat’), dan untuk menyembuhkan seseorang s6zd dan
diasozo (’ menyelamatkan’) dipakai tanpa arti teologis (walaupun ada yg
memakainya dlm pengertian itu, termasuk Hipokrates). Kata stereoo (’
membangunkan, menjadikan kuat’) dipakai dalam Kis 3:16. Istilah-istilah
pengobatan khas untuk menyembuhkan ialah therapeuo, iaomai dan apokathistemi.
Kata
benda holokleria (’ kesembuhan’) dipakai dalam Kis 3:16, dan kata ini
bisa berarti baik rehabilitasi maupun kepulihan secara badani. Dalam beberapa
tempat ump Yes 53:5 (1Pet 2:24), kata-kata dengan pengertian khas
‘menyembuhkan’ dipakai dalam arti melulu rohani. ‘Yg serupa dengan itu ialah Yes
6:10 (bnd Kis 28:27) dan Mat 13:15.
b. Keterangan Alkitab mengenai penyakit
Keterangan ini bersifat ‘menggejala’. Artinya, diungkapkan dalam
kata-kata pengamat. Dalam hal ini terkecuali gejala ‘kerasukan setan’, yg
diberi keterangan adalah yg bertalian dengan hal rohani. Beberapa penyakit
dalam Alkitab dikenal oleh ilmu penyakit modern; tapi ada beberapa penyakit yg
kabur — ump ‘timpang’ (Im 21:18; 2Sam 5:6), ‘lumpuh’ (Luk 5:18), ‘demam’
(Mat 8:15), ‘pendarahan’ (Mr 5:25) — dan beberapa istilah seperti ‘berkurap’
(Im 21:20; 22:22), ‘benjol-benjol’ (1Sam 5;
6), ‘barah’ (Im 13:18) ‘kedal’ dan ‘barah’ (Ul 28:27), ‘gelembung’
(Kel 9:9-10).
Dalam
perjalanan zaman, penyakit-penyakit timbul dan menghilang, atau jika penyakit
itu tetap ada keadaan alamiahnya berubah. Hal ini secara khas benar terjadi
atas penyakit yg asalnya bersumber pada mikrobiologi. ‘Tulah’ (Kel 9:14) atau
‘pukulan’ (Yer 19:8) atau ‘sampar’ (Hos 13:14) mengacu kepada setiap wabah
penyakit, dan itu bukanlah istilah padanan bagi penyakit infeksi modern
Pasteurella pestis. Penyakit lainnya tidak berubah selama berabad-abad, ump
kebutaan akibat virus trakhoma masih umum sekali di Asia Barat, dan mungkin
lebih umum pada zaman Alkitab.
Kadang-kadang suatu penyakit khusus disebut, ump busung air (Luk 14:2),
Yunani, hudropikos; penyakit busung mungkin adalah akibat sesuatu dari sekian
macam keadaan. Ada satu hal yg sangat terkenal yaitu ‘duri di dalam daging’
(2Kor 12:7-10) yg sukar menentukan diagnosanya. Tidak satu pun dari beberapa
keterangan yg diberikan mengenai duri di dalam daging, seperti malaria,
penyakit mata, penyakit ayan, dst yg memuaskan. Penyakit-penyakit yg
disembuhkan secara mujizat, terutama yg disebut dalam Kitab Injil, hampir pasti
semuanya adalah penyakit organik; ump ‘yg buta sejak lahirnya’ (Yoh 9:1),
kebutaan di sini tak mungkin akibat ketegangan jiwa, sebab penyakit itu berupa
bawaan dari kandungan.
c. Penyakit jiwa
Penyakit
ini dibicarakan juga dari segi awam, dan dalam dua peristiwa utama keadaannya
dapat diterangkan menurut pengertian psikiatri modem. Saul (lih 1 Sam, passim)
mendapat banyak karunia, tapi dalam beberapa hal ia tidak seimbang, ump ia
sering dipengaruhi oleh pikiran orang lain; ia berulang-ulang diserang oleh
keadaan hati yg gusar dan murung, dan pada akhir hidupnya ia menderita penyakit
saraf — suka marah — seperti pasien yg tua, walaupun niat membunuh seperti
terdapat pada dirinya tidak umum. Peristiwa dia bunuh diri lebih banyak
ditimbulkan oleh keadaan seperti seorang tentara yg kalah perang ketimbang oleh
sakit jiwa (SAUL). Raja Nebukadnezar, seorang yg giat dan lekas naik darah,
mempunyai sifat yg diwarisinya, gampang membangkitkan penyakit jiwa
kegila-gilaan. Penyakitnya (Dan 4:28-37) tahan lama dan dia derita barangkali
pada usia lima puluhan. Ia memang sadar, tapi sama sekali tak dapat memerintah.
Tidak ada bukti bahwa itu penyakit organik. Ada penyimpangan dalam nafsu makan.
Pada akhirnya ia pulih dari penyakit ini (ay Dan 4:36). Pada zaman sekarang
jenis penyakit ini dapat disamakan dengan sakit murung (NEBUKADNEZAR). Dalam
beberapa Mzm terdapat nada hati yg tertekan, ump Mazm 102, tapi kerap kali
disertai nada kemenangan pada akhirnya.
d Kerasukan setan
Kerasukan setan jelas merupakan sesuatu yg
tunggal dalam jenisnya. Pada zaman Kristus kerasukan itu lebih sering terjadi
daripada zaman lain mana pun. (Berita mengenai raja Saul, ‘ia diganggu oleh roh
jahat yg daripada Tuhan’, barangkali harus dianggap lebih merupakan pernyataan
mengenai sakit jiwanya ketimbang keterangan teologis ttg asal mulanya.)
Orang-orang yg dirasuk setan (Yunani daimonizomenos), dapat dipakai oleh
roh yg merasukinya sebagai terompetnya; mereka sering menunjukkan gejala-gejala
badani seperti penyakit ayan, dan di atas segalanya sangat peka terhadap Nama
Kristus. Tapi kerasukan setan jelas tidaklah sama, baik dengan penyakit ayan
maupun dengan penyakit jiwa pada umumnya, dan jelas dibedakan oleh Injil
Sinoptik dan Kis (Kis 5:16) dari gejala penyakit pada umumnya. Tidak ada dasar
untuk meragukan pandangan Alkitab mengenai hal ini, yaitu kepribadian dan tubuh
dari orang yg kerasukan ‘dirasuk = dimasuki dan dikuasai’ oleh roh jahat. RASUK,
KERASUKAN.
e. Penyakit kusta
Penyakit
tsara’at yg diterjemahkan ‘penyakit kusta’ diterangkan secara rinci dalam Im 13,
tapi keterangan itu bisa meliputi penyakit kulit lainnya. Mungkin beberapa
jenis penyakit, khususnya infeksi dikatakan sebagai tsara’at. Istilah ini
dikenakan juga kepada pakaian dan rumah (Im 14:55), dan agaknya secara umum
dipakai untuk menerangkan sesuatu yg dianggap najis menurut tata cara agama.
Bila seorang penderita kusta sudah ‘ditahirkan’ dan dinyatakan demikian oleh
imam, mungkin yg dimaksud penyakitnya ialah keadaan yg membatasi dirinya dan
bukan apa yg dimaksud sekarang sebagai penyakit kusta, yaitu suatu penyakit yg
ditimbulkan oleh kuman khusus. Ini sama sekali tidak mengurangi makna atau
kesungguhan cerita Alkitab, sebab kata tsara’at melulu mengartikan suatu
gejala, dan mencerminkan pikiran dan pendapat pada waktu itu, yg tentu tidak
mempunyai dasar ilmu bakteriologi. Dalam LXX tsara’at diterjemahkan lepra, dan
begitu juga dalam PB dipakai lepra. Memang pasti ada penyakit kusta asli di
Asia Barat pada zaman PB.
II. Pandangan Alkitab tentang penyakit
- Sebab musabab penderitaan manusia
Ihwal
penderitaan dan penyakit dalam Alkitab sangat erat terkait dengan masalah watak
dan asal mula segala kejahatan. Penderitaan adalah pengalaman manusia, yg oleh
berbagai sebab merupakan salah satu akibat dari dosa manusia. Dalam hal
penderitaan sebagai akibat penyakit, hubungannya dengan kejahatan biasanya
tidak langsung kentara, kendati kadang-kadang penyakit itu adalah disebabkan
perbuatan jahat. Dari cerita Kej tentang kejatuhan manusia ke dalam dosa, jelas
bahwa segera sesudah kejatuhan itu manusia menyadari keadaannya yg tidak aman,
ketakutan dan rasa sakit (Kej 3:16-17). Di sini ‘itstsavon diterjemahkan
‘kesakitan’, dan kemudian ‘hukumanku’ (Kej 4:13).
Hubungan
langsung antara dosa dan penderitaan dengan cepat menjadi rumit, tapi bangsa yg
menuruti Allah, dalam arti umum, dijanjikan keluputan dari penyakit (Kel
15:25-26; Im 26:14-16; Ul 7:12-16; 28, khusus 22, 27, 58-61). Di pihak lain,
penyakit ialah satu dari tiga hukuman berat atas umat Allah (Yer 24:10; 32:24; Yoh
14:21) dan terhadap bangsa lain, ump orang Filistin (1Sam 5:6) dan orang Asyur
(2Raj 19:35). Ada ay-ay seperti Mazm 119:67 mencatat penderitaan pelaku
perbuatan dosa dan keterlibatannya, dan peristiwa orang lumpuh yg disembuhkan
Yesus (Yoh 5:1-16), yg dalam kasus ini mungkin dosanya adalah unsur penyebab
(Yoh 5:14). Dosa Daud mendatangkan siksaan terhadap orang lain (2Sam 24:15-17).
Pada
umumnya, penderitaan manusia, apakah itu ditimbulkan oleh penyakit atau sesuatu
penyebab lain, adalah akibat hukuman yg dialami secara perseorangan karena
kemerosotan rohani masyarakat, terhadap mana dia adalah anggotanya. Dalam Kitab
Ayb (terutama ps 1) nampak kegiatan Iblis. Hal ini nampak juga dalam #/TB Kis
10:38; di situ dikatakan bahwa orang sakit ibarat ‘orang yg dikuasai Iblis’;
dan dalam perumpamaan gandum dan ilalang ‘Seorang musuh yg melakukannya’ (Mat
13:28). Tambahan lagi, Kristus sendiri mengatakan, ‘perempuan ini … diikat oleh
Iblis’ (Luk 13:16).
Tapi
Allah tidaklah berdiri dekat hanya berpangku tangan. Penderitaan kadang-kadang
dipakai-Nya sebagai hukuman atau sarana mengajar. Sekali-sekali seperti
dikatakan di atas, hal ini bisa terjadi pada skala nasional. Dan bisa juga
dalam skala perseorangan seperti halnya dengan
- Musa ( Kel 4:24),
- Miryam (Bil 12:10),
- Uzia (2Taw 26:16-21),
- Yerobeam (2Taw 13:20),
- Gehazi (2Raj 5:25-27),
- Ananias dan Safira (Kis 5:5,10),
- Herodes (Kis 12:21-23), dan
- Elimas (Kis 13:11).
Rincian data bertambah jika penderitaan itu dimaksudkan untuk membangun (Ibr
12:6-11), seperti dalam hal Yakub; sesudah dia secara mujizat ditempa dengan
penderitaan badani, ia belajar menggantungkan dirinya kepada Allah dan menjadi
dewasa secara rohani untuk menggenapi namanya yg baru, Israel (Kej 32:24-32).
Karena penyakit, raja Hizkia membukakan imannya kepada Allah (2Raj 20:1-7).
Kitab Ayb
menunjukkan bahwa yg menjadi masalah sebenarnya ialah hubungan manusia dengan
Allah, bukanlah sikap manusia menghadapi penderitaannya. Kitab Ayb adalah
penolakan utama dalam PL terhadap pandangan (yg dikemukakan dgn keahlian yg
jitu oleh teman-teman Ayub) bahwa ada hubungan yg tak terelakkan antara dosa
pribadi dengan penderitaan pribadi. Sesudah menolak pandangan yg hanya bersifat
setengah benar, bahwa segala penderitaan merupakan disiplin, maka Kitab Ayb
menggambarkan tokoh Ayub sebagai sekaligus dihibur, dibela dan diberkati. Perlu
kita sadari bahwa gambaran yg diberikan Alkitab bukanlah dualisme melulu (DUALISME).
Tapi terlebih istimewa, penderitaan itu disoroti sinar kekekalan dan dalam
kaitan dengan Allah yg berdaulat, namun tetap panjang sabar dalam perlakuan-Nya
terhadap dunia, karena kasihNya terhadap manusia (2Pet 3:9). Dengan menyadari
dukacita dan rasa sakit`yg mengelilingi dan melanda manusia, para penulis kitab
PB memandang ke depan kepada penggenapan yg terakhir, tatkala segenap
penderitaan akan dihapuskan (Rom 8:18; Wahy 21:4).
Konsepsi
di atas lain dari konsepsi Yunani, yg menganggap tubuh manusia bersifat jahat
pada dirinya, dan menganggap roh bersifat baik pada dirinya. Konsepsi Alkitab
tentang tubuh yg fana tapi luhur, paling jelas dalam 2 Kor terutama Wahy 5:1-10
(bnd juga 1Kor 6:15). Tubuh ialah bagian yg tak terpisahkan dari kerumitan insani
perseorangan, melalui mana kepribadian diungkapkan.
·
Penyembuhan
penyakit
Ilmu
pengobatan dalam Alkitab memang cocok dengan sifat zamannya dan diterangkan
dengan istilah-istilah umum, ump Ams 17:22; Yer 46:11. Bengkak, luka dsb diobati
dengan minyak balsam, dll (Yes 1:6; Yer 8:22; 51:8), dan ‘sebuah kue ara’
dianjurkan Yesaya untuk mengobati barah Hizkia (Yes 38:21). Orang Samaria yg
murah hati memakai anggur dan minyak untuk mengobati luka korban (Luk 10:34).
Tapi pengobatan seperti itu bisa tidak berhasil seperti halnya ibu yg menderita
sakit, pendarahan (Mr 5:26).
Ada juga
penyakit yg agaknya tak dapat disembuhkan, seperti halnya Mefiboset (2Sam 4:4).
Ul 28:27 bernada agak putus asa mengenai beberapa penyakit. Kita tidak heran
jika pengobatan kadang-kadang dikaitkan dengan takhayul, seperti usaha Lea dan
Rakhel memakai buah dudaim untuk membangkitkan birahi dalam hal kemandulan (Kej
30:14-16). Anggur disebut dua kali sebagai obat dan pendorong (Ams 31:6; 1Tim
5:23).
Kata
tabib jarang dipakai tapi mengandung pengertian yg hampir sama dengan ‘dokter’
sekarang ini (Ibrani rafa’, ump Kel 15:26; Luk 8:43 Yunani iatros, Mr
5:26, Luk 8:43). Asa dihukum (2Taw 16:12)
karena berobat kepada ‘tabib-tabib’ tapi tabib yg dimaksud di sini agaknya
kafir, ber-roh sihir dan tidak bermakna, dan sungguh tidak layak disebut tabib.
Dasar hukumannya ialah bahwa ia ‘tidak mencari pertolongan Tuhan’. Ayub mencela
penghibur-penghiburnya ‘tabib palsu’ (Ayub 13:4). PB menggunakan sebutan tabib
dua kali dalam pepatah (Luk 4:23; 5:31). Tabib disebut juga dalam hal ibu yg sakit
pendarahan (Luk 8:43). Paulus menyebut Lukas ‘tabib yg dikasihi’ (Kol 4:14).
Agama
Yahudi berbeda dari banyak agama kafir dalam hal hampir tidak adanya imam atau
tabib merangkap sekaligus kedua jabatan itu. Pernyataan tentang dihinggapi
penyakit kusta atau bebas daripadanya merupakan kekecualian (Im 13:9-17; Luk
17:14). Nabi-nabi pernah ditanyai mengenai dampak akhir suatu penyakit (lih ump
1Raj 14:1-13; 2Raj 1:1-4; 8:9; Yes 38:1,21).
Bentuk kuno dalam hal mengembalikan tulang pada tempatnya disebut dalam Yeh
30:21. Pengetahuan kebidanan dimonopoli kaum perempuan, yg mungkin mempunyai
lumayan pengalaman, barangkali sedikit kesanggupan, tapi pasti tanpa pendidikan
(Kej 38:27-30; Kel 1:15-21; Yeh 16:4-5). Menjadi aneh bahwa sangat sedikit
perkembangan dalam praktik pengobatan selama abad-abad yg diceritakan dalam
Alkitab, sehingga seluruh jangka waktu itu seolah-olah suatu masa tanpa
kemajuan — hampir tanpa unsur di dalamnya yg dapat disebut ilmiah.
·
Higiene
dan sanitasi
Salah
satu kelebihan yg patut dihormati dalam pengobatan Yahudi dibandingkan
pengobatan bangsa-bangsa lain yg sezaman, ialah undang-undang kesehatan bangsa
Israel pada zaman Musa (Rendle Short memberikan ulasan pendek yg jitu mengenai
hal ini dlm bukunya The Bible and Modern Medicine, hlm 37-46). Walaupun pada
umumnya disebut sebagai undang-undang, rinciannya nyata tersebar di seluruh
Pentateukh. Orang Yahudi sebagai bangsa, tak di seluruh Pentateukh. Orang
Yahudi sebagai bangsa, tak mungkin hidup melewati zaman dan pengalaman mereka
di padang gurun, tanpa undang-undang kesehatan tersebut. Undang-undang itu
mencakup higiene umum, pengadaan air, pembuatan selokan, pemeriksaan dan
pemilihan makanan serta pemberantasan penyakit menular. Yg paling menarik dalam
hal ini ialah, bahwa dalamnya tersirat ilmu pengetahuan yg sebelumnya tidak
dimiliki orang Yahudi. Pengetahuan itu hampir mustahil ditemukan sendiri oleh
mereka dalam suasana keluaran dan pengembaraan di padang gurun, seperti
larangan memakan daging babi dan binatang-binatang yg mati secara biasa,
penimbunan kotoran manusia (Ul 23:12-13) dst, dan sifat penularan berbagai
penyakit. Akar kata ‘karantina’ ialah kata yg menghunjuk pada masa 40 hari yg
digunakan orang Yahudi untuk memisahkan penderita penyakit tertentu (Im 12:1-4),
dan yg pada abad 14 diterima dalam bh Italia, berdasarkan kekebalan terbatas
orang Yahudi terhadap tulah tertentu.
gambar:
Dalam
banyak hal pandangan Alkitab mengenai penyakit dan kesehatan pada umumnya,
mempunyai kaitan dengan praktik pengobatan modem, dan mungkin pandangan Alkitab
lebih tokcer daripada yg umum disadari. Cerita orang Samaria yg murah hati (Luk
10:30-37), menyajikan perawatan ideal yg senantiasa menjiwai dan memacu dunia
medis dan para medis serta melukiskan penghambaan diri tanpa pamrih, dan
kelanjutan perawatan itu seterusnya. Alkitab bicara cukup banyak mengenai apa
yg disebut ‘obat keluarga’, yaitu pernikahan ideal yg begitu tinggi dihormati
di tengah-tengah orang Yahudi. Nasihat-nasihat kepada anggota keluarga dalam Ef
5:22-6:4, jika dituruti, akan merupakan pencegahan psikiatris yg baik. Dalam Yer
30:17; 33:6; Ams 12:18 ‘kesembuhan’ dan kata-kata lain yg senada dipakai dalam
arti kiasan: kesehatan rohani menopang kesehatan jasmani.
III. Mujizat penyembuhan
Dalam arti
sederhana penyembuhan ialah pemulihan seseorang kepada keadaan biasa, karena ia
menderita suatu penyakit — badani atau pikiran maupun kedua-duanya — yg masih
dapat diobati. Kata itu mencakup kesembuhan sebagai hasil perawatan medis dan
kesembuhan spontan tanpa obat-obatan. Juga mencakup perbaikan nalar penderita
atas keadaannya sendiri, kendati kesembuhan badani nampak mustahil, dan
mencakup bahkan perbaikan pandangan penderita yg salah tentang kodrat
penyakitnya itu. Dalam dunia psikologis kata itu mengacu kepada keadaan hati yg
bertambah teguh.
Perlu sekali
mengetahui adanya segi-segi yg berbeda-beda dari arti kata ini, sebab mujizat
penyembuhan dalam Alkitab (terlepas dari peristiwa-peristiwa kerasukan setan)
menunjukkan penyembuhan dalam arti medis yg pertama, yaitu pemulihan kepada
keadaan biasa dalam hal penyakit-penyakit organik. Semua peristiwa yg dikatakan
sebagai mujizat masa kini, harus menunjukkan kesamaan dalam penyembuhan
penyakit-penyakit organik itu. Perubahan dalam pandangan rohani, penyakit
badani yg mustahil disembuhkan tapi diterima dengan hati yg makin teguh, atau
menurunnya penyakit secara alami atau dengan sendirinya, semuanya itu telah
terjadi berulang-ulang, tapi tidak termasuk ‘mujizat’ dalam makna teologis yg
ketat, yaitu ‘hadirnya kuasa Allah secara ajaib, yg menguasai kegiatan
hukum-hukum alami atau menghentikannya sementara, atau mengubah’ (Chambers’ Encyclopaedia, ‘Miracle’).
Tentu ada kesembuhan penyakit secara alami, selain mujizat, yg tercatat dalam
Alkitab, dan agaknya kebanyakan kesembuhan yg bukan mujizat dapat disebut
kesembuhan alami, karena pada zaman kuno hampir semua pengobatan kurang
berhasil.
a. Mujizat penyembuhan dalam PL
Kendati
dalam upaya pengobatan digunakan alat-alat kedokteran, namun kesembuhan dalam
PL umumnya dikaitkan kepada campur tangan Allah, ump kesembuhan Musa (Kel
4:24-26) dari penyakit sehubungan kealpaannya untuk menyunat anaknya,
menyajikan melulu makna rohani. Penyembuhan Miryam dari penyakit kusta (Bil
12:1-15) dan Naaman melalui Elisa (2Raj 5:8-14), nampak sebagai mujizat.
Penyembuhan tangan Yerobeam yg tiba-tiba kejang (1Raj 13:4-6) dan kebangkitan
dari kematian anak janda yg di Sarfat oleh Elia (1Raj 17:17-24) dan anak
perempuan Sunem oleh Elisa (2Raj 4:1-37), jelas adalah mujizat.
Penyakit
anak ini biasanya dikatakan sebagai akibat sengatan matahari; tapi penyakit itu
benar-benar bisa juga penyakit otak atau pendarahan ‘subarachnoid’. (Orang
Yahudi sadar akan akibat-akibat panas matahari — lih Mazm 121:6. Suatu
peristiwa sengatan matahari diceritakan dlm Apokrifa, Yudit Mazm 8:1-2.)
Kesembuhan orang Israel yg digigit oleh ular-ular tedung, tatkala mereka
memandang kepada ular tembaga, juga adalah mujizat kendati tidak dirinci secara
perseorangan (Bil 21:6-9). Keselamatan orang Israel dari tulah-tulah terakhir
di Mesir, adalah suatu contoh keajaiban yg dapat disebut ‘pencegahan ajaib’.
Artinya, mereka lebih dicegah dari penyakit secara ajaib ketimbang disembuhkan
secara ajaib. Kesembuhan raja Hizkia (2Raj 20:1-11) mungkin secara alami,
walaupun itu langsung dikaitkan kepada Allah (ay 2Raj 20:8) dan disertai
keajaiban alam (ay 2Raj 20:9-11); penyakitnya itu barangkali penyakit bisul
merah yg parah.
Penyembuhan secara mujizat, sekalipun termasuk pembangkitan dari
kematian, tidaklah lazim dalam PL. Peristiwa-peristiwa langka itu kelihatannya
terjadi hanya pada zaman Keluaran dan pada pelayanan Elia dan Elisa. Lih Kel
7:10-12 untuk mujizat alami yg dilakukan Musa dan Harm. Mujizat yg diperagakan
oleh ahli sihir Mesir (Kel 7:22) mungkin merupakan tipuan, sebab mereka tidak
bisa melawan tulah barah-barah (Kel 9:11).
b. Mujizat Penyembuhan dalam Injil
Mujizat
penyembuhan yg dilakukan Tuhan Yesus diceritakan berkelompok oleh Kitab-kitab
Sinoptik (ump Luk 4:40-41), dan dalam bentuk lebih rinci dan khas sebagai
peristiwa khusus. Kerasukan setan jelas dibedakan dari bentuk-bentuk penyakit
lain (ump Mr 1:32-34; di sini kakos ekhein dibedakan dari daimonizomenos).
Orang datang berbondong-bondong kepada Yesus (Mat 4:23-24) dan semuanya
disembuhkan (Luk 4:40). Di antaranya pasti termasuk baik penyakit jiwa maupun
penyakit badani. Dan dalam satu peristiwa, Tuhan Yesus bahkan memulihkan daun
telinga yg terpisah karena ditetak (Luk 22:50-51). Tapi peristiwa-peristiwa yg
disebut di sini barulah sebagian kecil dari jumlah penderita sakit di negeri
itu pada saat itu.
Jika
semua laporan keempat Injil digabung, maka ada kurang lebih dua lusin peristiwa
penyembuhan perseorangan dan kelompok kecil. Ada yg disembuhkan dari jauh, ada
dengan perkataan tanpa persentuhan badani, ada dengan sentuhan dan ‘sarana’,
ump menggunakan tanah yg diaduk dengan ludah-Nya, yg pada waktu itu merupakan
obat umum untuk kebutaan (Mr 8:23; Yoh 9:6) dan ketulian (Mr 7:32-35). Hal ini
mungkin membangkitkan iman orang sakit itu, atau menunjukkan bahwa Allah tidak
memantangkan pemakaian sarana, atau kedua-duanya. (Menarik bahwa dlm hal
terakhir ketulian dan kebisuan digabung bersama.)
Catatan
yg terkait dengan kesembuhan perseorangan, terutama membicarakan penyakit
organik. Di sini kesembuhan langsung atau serta merta, terjadi dalam keadaan
penyakit-penyakit yg atasnya penyembuhan dianggap sudah tidak mungkin lagi atau
menjadi pertanyaan, dan nampaklah kesehatan dipulihkan langsung dan serta
merta, tanpa membutuhkan waktu untuk proses pemulihan kekuatan dan tanpa kambuh
kembali.
Hanya Luk
yg menceritakan tentang orang Samaria yg murah hati. Dalam Luk juga dicatat
tiga mujizat penyembuhan yg tidak diceritakan dalam ketiga Injil lainnya, yaitu
pembangkitan anak perempuan janda di Nain (Luk 7:11-16), penyembuhan perempuan yg
bungkuk punggung (Luk 3:11-16) dan pemulihan telinga Malkhus (Luk 22:50-51).
Banyak rincian peristiwa diceritakannya, dan kata yg digunakan penulis untuk
penyembuhan ialah iaomai, istilah teknis, bukan istilah umum.
Penginjil
keempat, lain dari penginjil sinoptik, tidak pernah membicarakan penyembuhan
penderita sakit dalam jumlah banyak, maupun penyembuhan yg dirasuk setan
(walaupun ada disinggung ttg setan-setan, dan dipakai kata daimonizomenos, Yoh
10:21). Kecuali pembangkitan Lazarus dari kematian, hanya tiga peristiwa
penyembuhan yg dibicarakan. Yaitu penyembuhan anak pegawai istana dari penyakit
demam tinggi (Yoh 4:46-54); orang yg lumpuh selama 38 thn (Yoh 5:1-16), dan
orang yg lahir buta (Yoh 9:1-14). Semua cerita itu menyajikan penyakit organik,
yg langsung dan serta merta atau hampir serta merta disembuhkan. Pembangkitan
Lazarus sesudah mati 4 hari (Yoh 11:1-44) tidak kurang keajaibannya! Mujizat
penyembuhan dalam Injil Yoh bukanlah hanya perbuatan yg menyatakan kekuasaan
(dunameis), tapi juga berupa tanda-tanda (semeia). Tanda-tanda ini membuktikan,
bahwa mujizat penyembuhan oleh Kristus bukan hanya berarti perseorangan,
setempat dan badani, tapi juga berarti umum, kekal dan rohani. Ump dalam hal
orang yg lahir buta, inti masalah ialah bahwa penyakit perseorangan tidak seharusnya
dikaitkan kepada dosa pribadi. (Dlm hal penderita sakit lumpuh, sukar
menghubungkan penyakit itu dgn dosa; sifilis agaknya tidak dikenal pada waktu
itu; kalaupun Kristus mengampuni dosanya, hal itu tidaklah harus berarti bahwa
penyakit itu ditimbulkan oleh dosanya.)
c. Mujizat penyembuhan pada zaman
rasul-rasul
Ada ahli
yg menolak janji tentang kuasa penyembuhan dalam Mr 16:18, karena dianggap
tidak termasuk naskah asli. Kristus sendirilah yg menugasi ke-12 murid itu (Mat
10:1) juga ke-70 murid (Luk 10:9). Kenyataannya ialah ke-12 murid ditugasi
seumur hidup, sedangkan tugas misi ke-70 murid itu nampaknya berakhir setelah
mereka kembali dan melapor (Luk 10:17-20). Dalam Kis ada beberapa mujizat
penyembuhan perseorangan yg kodratnya hampir sama dengan mujizat yg dilakukan
oleh Tuhan Yesus. Orang lumpuh yg di Yerusalem (Luk 3:1-11) dan yg di Listra (Luk
14:8-10), begitu juga Eneas yg lumpuh (Luk 9:33-34), dan penyakit disentri dari
ayah Publius (Kis 28:8) merupakan mujizat penyembuhan perseorangan; dan ada
beberapa berita tentang penyembuhan masal termasuk Kis 5:15-16 dan peristiwa
tunggal, yaitu menggunakan pakaian yg pernah dipakai Paulus (Kis 19:11-12). Dua
orang dibangkitkan dari kematian (Dorkas: Kis 9:36-41; dan Eutikhus: Kis 20:9 dab) dan setan-setan dibuang pada dua
peristiwa (Kis 5:16; 16:16-18). Penulis Kis membedakan kerasukan setan dari
penyakit-penyakit lainnya (Kis 5:16).
Ada beberapa peristiwa penyakit di
tengah-tengah orang Kristen pada zaman rasul-rasul. Fakta bahwa peristiwa itu
terjadi mengacu pada tugas para rasul untuk menyembuhkan, tak dapat
dipraktikkan sembarangan guna mencegah mereka sendiri dan teman-teman mereka
dari penyakit. Penyakit Timotius ialah gangguan pencernaan (1Tim 5:23).
Trofimus sakit, sehingga tak dapat menemui Paulus dari Miletus (2Tim 4:20).
Epafroditus sakit keras (Fili 2:30), dan dia sembuh hanya karena pengasihan
Allah (Fili 2:27). Yg paling menarik perhatian dari semuanya, ialah penyakit
Paulus yg berupa teka-teki ‘suatu duri di dalam dagingku’ (skolops to sarki).
Penyakit ini sudah ditafsirkan dengan berbagai pengertian (paling banyak
menganggapnya penyakit mata menahun), tapi tidak ada yg memastikannya. Makna
rohaninya jauh melebihi makna medisnya. Ada tiga alasan (2Kor 12:7-10)
diberikan Paulus untuk penyakitnya ini, ‘supaya jangan meninggikan diri’ (ay 2Kor
12:7), supaya dia bisa berkuasa secara rohani (ay 2Kor 12:9), dan sebagai
pelayanan pribadi terhadap Kristus (ay 2Kor 12:10*, ‘oleh karena Kristus’).
Barangkali lebih banyak persamaan ‘duri’ ini dengan ‘sendi pangkal paha Yakub
yg terpelecok’ (Kej 32:25) dari yg sudah pernah disadari.
Bagian
Kitab Suci tentang berdoa untuk kesembuhan orang sakit (Yak 5:13-20), telah
disalahgunakan karena dua macam kesalahan tafsir, yaitu:
(i)
Tafsiran yg menyangka menjumpai dalam ay-ay itu
izin mengurapi orang yg sudah ‘mendekati akhir’ (in extremis), dan
(ii)
(ii) Yg menganggap adanya janji dalam bagian
ini, bahwa semua orang sakit dan yg sudah didoakan dalam iman, akan sembuh.
Minyak mungkin sudah digunakan seperti tanah yg diaduk Tuhan Yesus dengan
ludah-Nya (Yoh 9:6) untuk memperkuat iman si sakit, dan dalam beberapa hal
mungkin sudah berperan sebagai obat. Untuk pembahasan yg lengkap, lih
Tafsiran Yohannes (TNTC) oleh R. V. G Tasker. Pokok-pokok utama ialah
bahwa pandangan dalam ay-ay itu bersifat rohani (artinya, masalah itu
digantungkan kepada Allah), kemalangan orang menjadi urusan gereja, dan apa yg
dikemukakan di sana tidak memantangkan atau menyalahkan pemakaian alat-alat
pengobatan biasa, yg tersedia pada setiap saat dan tempat. Keseluruhan bagian
ini benar-benar dihubungkan dengan kuasa doa.
IV. Makna mujizat penyembuhan
Jumlah
mujizat penyembuhan yg diceritakan dalam PB dan Kis, adalah sedikit
dibandingkan mujizat penyembuhan oleh Tuhan Yesus yg diceritakan dalam
Kitab-kitab Injil. Umumnya benar jika dikatakan, bahwa makna mujizat
penyembuhan pada dasarnya tidak berbeda dari makna mujizat-mujizat lainnya.
Mujizat-mujizat penyembuhan itu menunjukkan kekuasaan Allah terhadap kejahatan
dan akibat-akibatnya. Tapi ciri terpenting suatu mujizat ialah hubungannya
dengan penyataan.
Mujizat
terpencar menghiasi halaman-halaman Alkitab bukan tanpa alasan. Mujizat-mujizat
itu adalah bagian dari ‘masa-masa penyataan …( Warfield, hlm 191).
Matius menghubungkan mujizat-mujizat penyembuhan oleh Tuhan Yesus dengan nubuat
Yes 53:4 (Mat 8:17), dan Tuhan Yesus
sendiri menghunjuk pada mujizat-mujizat itu sebagai bukti, bahwa tuntutan-Nya
sebagai Mesias adalah sah (Luk 7:22; Yoh
10:37-38). Mujizat-mujizat itu disebut ‘menyatakan’ Dia (apodeiknumi, bar
‘menunjuk kepada’) dalam Kis 2:22, dalam kodratnya yg rangkap tiga, yaitu
sebagai keajaiban (terata), tanda (semeia) dan kekuatan-kekuatan (dunameis).
Ini menjelaskan, paling sedikit sebagian, mengapa mujizat penyembuhan oleh
Tuhan Yesus pun tidak bersifat sembarangan dan mencakup setiap orang. Yg
disinggung Tuhan Yesus mengenai ‘pekerjaan-pekerjaan yg lebih besar’, yg hendak
dilakukan oleh para rasul (Yoh 14:12), tentu harus dikenakan kepada luasnya
dampak pekerjaan mereka, bukan kodrat pekerjaan itu pada dirinya, sebab biarpun
mereka membangkitkan orang-orang dari antara orang mati, toh karya mereka
bukanlah lebih besar daripada karya Kristus. Kharismata yg dibicarakan dalam 1Kor
12 mencakup baik karunia untuk menyembuhkan maupun karunia untuk berkata-kata
dengan bahasa roh. Agaknya kedua-duanya bersifat sementara, dan ps ini harus
dibaca dalam terang 1Kor 13.
V. Mujizat penyembuhan sesudah zaman para rasul
Bagian ini
sebenarnya di luar pokok artikel ini. Tapi ulasan berikut disajikan karena
ay-ay tertentu sering dikutip sebagai dasar mengatakan bahwa masih mungkin —
bahkan seharusnya ada dan terjadi — mujizat penyembuhan melalui orang-orang
Kristen zaman ini (bnd Yoh 14:12 di atas). Tapi kita harus ekstra hati-hati
dalam menyamakan perintah-perintah khusus Tuhan Yesus kepada para rasul, dengan
perintah-perintah yg umumnya merangkul orang Kristen dewasa ini. Pandangan
tersebut tidak sesuai dengan pandangan mengenai mujizat sebagai alat yg
mencakup penyataan. Kita harus ekstra hati-hati guna menghindari godaan ilmu
gaib dalam memohon mujizat. ‘Mujizat-mujizat’ yg terjadi dalam gereja pada
zaman Bapak-bapak gereja, yg sering dikatakan sebagai karya mereka sesudah
mereka meninggal, kadang-kadang ternyata tidak benar. Sudah terbukti bahwa
cerita-cerita yg sering dikutip dari
kitab-kitab Ireneus, Tertulianus dan Yustinus Martir, yg berlagak
menunjukkan bahwa mujizat penyembuhan terus terjadi sampai abad 3, nyatanya
tidak ditafsirkan tepat. Justru peristiwa-peristiwa sesudah zaman para rasul
harus dinalar dengan sangat hati-hati. Tapi sikap sangat berhati-hati ini
janganlah dikacaukan dengan sikap modern yg materialistis dan tak percaya, yg
meragukan segala-galanya.
KEPUSTAKAAN.
·
G Bennett, The Heart of Healing, 1971;
·
M Botting, Christian Healing in the Parish,
1976;
·
S. G Browne, Leprosy in the Bible, 1974;
·
G. S Cansdale, Animals of Bible Lands, 1970;
·
R. E. D Clarke, ‘Men as Trees walking’, FT 93,
1963;
·
R. A Cole, Mark, TNTC, 1961;
·
A Edersheim, Life and Times ofJesus the Messiah,
1907, Appendix 16;
·
V Edmunds dan C. G Scorer, Some Thoughts on
Faith Healing, 1956;
·
J. N Geldenhuys, Commentary on the Gospel of
Luke, 1950; J. S McEwen, SJT 7, 1954, hlm 133-152;
·
F MacNutt, Healing, 1974; The Power to Heal,
1977;
·
D Morse dll, Tuberculosis in Ancient Egypt,
American Review of Respiratory Diseases, 90, 1964, hlm 524-541;
·
J. C Peddie, The Forgotten Talent, 1961;
·
A Rendle Short, The Bible and Modern Medicine,
1953;
·
J. R. W Stott, Men with a Message, 1954;
·
M Sussman, Diseases in the Bible and the Talmud,
Diseases in Antiquity, (red.) D Brothwell
A. T Sandison, 1967;
·
R. G. V Tasker, James, TNTC, 1956: B. B
Warfield, Miracles, Yesterday and Today, 1965;
·
F Graber, D Muller, NIDNTT 2, hlm 163-172; ttg
‘duri’ Paulus, C Brown, NIDN7T 1, hlm 726 .