Friday, March 7, 2025

Gema Pengampunan di tengah Dendam Membara (Matius 18:12-35)

 Gema Pengampunan di tengah Dendam Membara (Matius 18:12-35)

Pelampiasan dendam semakin sering mewarnai surat kabar, media, dan berita televisi. Nada ketidakpuasan, iri hati, kekecewaan, sakit hati, dan kehilangan, bagai api menyulut bensin, tak seorang pun kuasa memadamkan. Demikianlah keadaan masyarakat kita yang mudah digiring kepada dendam membara, bahkan seringkali tanpa pemahaman yang jernih akan duduk permasalahannya. Masihkah gema pengampunan terdengar di tengah dendam membara? 


Kita yakin bahwa gema pengampunan masih harus terus diperdengarkan, tidak akan luntur ditelan zaman, karena misi-Nya belum tuntas. Masih banyak jiwa yang tersesat yang harus dibawa-Nya pulang. Perumpamaan Yesus tentang seekor domba yang hilang membuktikan bagaimana misi penyelamatan itu tidak pernah pudar, satu jiwa pun sangat berharga di mata-Nya. Ia tidak pernah meremehkan atau mendiskriminasi seorang manusia pun, karena setiap jiwa yang tersesat akan dicari, sehingga meluaplah sukacita-Nya ketika jiwa yang tersesat itu kembali pulang. Setiap orang yang telah ditemukan-Nya juga akan memiliki beban yang dalam melihat jiwa-jiwa yang masih tersesat. Oleh karena itu ketika kita, anak-anak Tuhan, melihat saudara kita berbuat dosa, harus mengupayakan segala cara untuk menyadarkannya dan menyerahkannya kembali kepada Tuhan. Bapa di surga juga akan bekerja di tengah- tengah kita yang sepakat berdoa bagi pertobatannya. 


Gema pengampunan antar sesama, bukan berdasarkan kebaikan, kemurahhatian, kesabaran, dan belas kasih kita kepada orang lain, namun semata-mata karena anugerah pengampunan-Nya telah dinyatakan terlebih dahulu bagi kita. Sesungguhnya tak ada alasan bagi kita untuk tidak memaafkan orang lain karena kesalahannya pada kita tidak dapat dibandingkan dengan dosa kita. Jika Ia telah menganugerahkan pengampunan bagi kita, adakah kita berhak menahan pengampunan bagi orang lain yang bersalah pada kita? Hutang kita telah dilunaskan, masihkah kita menuntut orang yang telah memohon pelunasan hutangnya kepada kita? Adakah kita lebih besar dan lebih berkuasa dari Tuhan?


Renungkan: Masih banyak saudara kita yang membutuhkan pengampunan-Nya, masihkah anugerah pengampunan-Nya bergema dalam hidup kita melalui sikap kita mengampuni orang lain? SH

Jujur di hadapan Allah (Mazmur 42:1-43:1-5)

 Jujur di hadapan Allah (Mazmur 42:1-43:1-5)


Kedua pasal mazmur ini diikat oleh pertanyaan, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan (mengapa engkau) gelisah di dalam diriku?" (42:6a, 12a; 43:5a). Pengulangan ini menunjukkan keadaan pemazmur yang sungguh-sungguh tertekan.

Ada dua penyebab yang membuat hal ini terjadi. 

✅Pertama, ia merasa bahwa Allah meninggalkannya (42:10; 43:2). Dia tidak lagi menikmati relasi yang hangat dan intim dengan Allah (42:2). Dia hanya bisa mengingat pengalamannya beribadah kepada Tuhan (42:5).

✅Kedua, para lawan mencela dengan pertanyaan ejekan, "Di mana Allahmu?" (42:4, 11). ini masalah bersarnya.

Sekalipun demikian, pemazmur tidak berupaya mencari jawaban untuk menghadapi lawan. Sebaliknya, ia kembali kepada Allah. Tiga kali ia bertanya, tiga kali pula ia berseru, "Berharaplah kepada Allah!" (42:6b, 12b; 43:5b). Ini menunjukkan keteguhan hati sekaligus imannya.

Pemazmur mengenal Allah sebagai Allah yang penuh kasih setia (42:9), menjadi gunung batu (42:10), tempat pengungsian (43:2), serta sukacita dan kegembiraan (43:4). Allah sendiri yang akan menuntun ke tempat kediaman-Nya dan menikmati keintiman dengan-Nya (43:3-4).

Berbagai masalah dapat menimbulkan stres, kepanikan, ketakutan, kekhawatiran, hingga perasaan tak berdaya. Ini bisa terjadi pada siapa saja. Kita bisa merasa kesepian, tetapi yang utama adalah kita datang dan berharap kepada Allah, satu-satunya penolong yang maha pengasih dan mahakuasa. Yang perlu kita lakukan adalah bersikap jujur di hadapan-Nya.

Musa mengakui bahwa beban dalam memimpin bangsa Israel terlalu berat baginya (Bil. 11:14-15). Elia mengungkapkan ketakutannya untuk menghadapi Izebel (1Raj. 19:4). Bahkan Yesus mengakui bahwa hati-Nya sangat sedih seperti mau mati rasanya (Mat. 26:38). Di tengah kejujuran itulah ada pertolongan Allah yang penuh belas kasihan.

📝Janganlah kita takut untuk mengungkapkan kerapuhan diri kita di hadapan Allah dan jangan takut juga untuk terus berharap kepada-Nya. Jujur dan terbukalah kepada Tuhan! Dia Penolong kita. [JMH]

Memberi dengan Sukacita & dengan Sepenuh Hati (2 Korintus 9:1-15)

Memberi dengan Sukacita & dengan Sepenuh Hati (2 Korintus 9:1-15)


Seorang petani yang menabur benih, akan kehilangan benih itu ketika benih itu jatuh dari tangannya. Namun benih itu tidak hilang begitu saja, karena ada harapan bahwa benih itu akan memberikan hasil yang berlipat ganda dikemudian hari. Jika si petani ingin terus menggenggam benih itu maka ia hanya akan memanen sedikit hasil. Sementara petani yang melepaskan lebih banyak benih akan menghasilkan panen lebih banyak pula.

Jemaat Korintus pernah menyatakan kesiapan mereka untuk membantu jemaat miskin di Yerusalem (2b). Kesiapan mereka malah merangsang orang lain untuk melakukan hal yang sama (2c). Sikap jemaat Korintus membuat Paulus membanggakan mereka di hadapan jemaat Makedonia. Namun seiring perjalanan waktu, mereka tidak melaksanakan janji tersebut. Berarti, mereka tidak sepenuh hati ingin membantu jemaat miskin itu. Itu sebabnya Paulus mendesak agar mereka mewujudkan komitmen mereka. Kini Paulus membalik posisi jemaat Korintus, dengan menyebut-nyebut jemaat Makedonia untuk membangkitkan rasa malu mereka (4). Karena itu Paulus meminta Titus dan saudara-saudara yang lain untuk pergi mendahuluinya ke Korintus, dengan harapan agar jemaat Korintus memenuhi janji mereka untuk mengumpulkan bantuan bagi jemaat Yerusalem (5). 

Dengan memberikan persembahan secara benar, jemaat Tuhan belajar prinsip anugerah dan keajaiban pemeliharaan Allah. 

✅Pertama, dengan bersikap murah hati dalam memberi, jemaat akan beroleh kemurahan hati Allah (6). 

✅Kedua, orang Kristen harus memberi dengan sukarela bukan terpaksa (7). 

✅Ketiga, Allah tahu pengorbanan orang yang memberikan persembahan. Ia memelihara mereka (8-11). 

✅Keempat, memberi sebagai wujud perhatian dan kasih kepada jemaat yang perlu, dan sebagai ungkapan syukur kepada Allah (12-14). 

Di Indonesia kini ada cukup banyak gereja yang mengalami kemiskinan rohani karena kesulitan finansial. Kita perlu peduli terhadap kesulitan mereka. Sebagai tubuh Kristus, satu menderita semua turut menderita. Kita perlu memikirkan dan mengusahakan agar sesama saudara seiman kita juga boleh mendapatkan berbagai sarana yang dapat membantu mereka bertumbuh dalam firman dan berkembang dalam aspek-aspek kehidupan lainnya. 

Pemberian yang terbaik bagi pelayanan dan pembangunan jemaat adalah pemberian yang dilandasi keterbukaan dan tanpa paksaan. Tuhan tidak melihat besar kecilnya persembahan, melainkan motivasi dan ketulusan hati kita dalam memberi. Jangan pernah hitung-hitungan dengan Tuhan, apalagi menahan berkat yang seharusnya kita salurkan kepada yang berhak menerima. Ketika kita memberi dengan kasih maka kita akan memperoleh kelimpahan anugerah dari Allah. Kiranya Allah memperkaya kita dengan kerinduan untuk menjadi berkat.

Renungkan: Jika Anda pernah berjanji dan menyatakan kesiapan untuk membantu pendanaan, lakukanlah dengan sepenuh hati. SH

Friday, February 28, 2025

Kaum Rebahan (Amsal 6:1-19)

Kaum Rebahan (Amsal 6:1-19)

Kaum rebahan merupakan istilah masa kini yang menggambarkan aktivitas anak muda yang kerjaannya berbaring sepanjang hari. Istilah kaum rebahan makin populer pada masa kini seiring dengan kemajuan media sosial dan juga banyaknya game online di gawai mereka masing-masing.


Namun, aktivitas rebahan ternyata tidak hanya populer pada masa kini. Sejak zaman Perjanjian Lama, aktivitas rebahan sudah menjadi kebiasaan anak-anak muda. Penulis Amsal mengatakan aktivitas rebahan sebagai bentuk kemalasan. Penulis menggambarkannya dengan beberapa sindiran yang menohok, antara lain menyuruh pemalas untuk belajar kepada semut (6); berbaring terus, setelah bangun kembali mengantuk (9-10).


Selain menyindir kaum rebahan, penulis Amsal juga menuliskan konsekuensi yang akan menimpa kehidupan anak muda jika kemalasan itu terus berlanjut. Pertama, anak muda yang malas akan menjadi miskin (11). Kemiskinan itulah yang menjadi sumber persoalan kehidupan anak muda. Kedua, anak muda bisa saja terjerat hutang dan menjadi seorang budak bagi sesamanya. Belum lagi, kemiskinan yang diakibatkan kemalasan juga akan merembet pada dosa-dosa yang lainnya (12-19). Oleh karena itulah, penulis Amsal menasihati anak muda dengan nada geram, agar anak muda jangan sampai hidup dalam kemalasan.


Kemalasan masih relevan dengan persoalan kita pada masa kini. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa persoalan ekonomi menjadi sumber konflik antar keluarga, teman, dan sesama manusia. Oleh karena itu, kemiskinan harus dicegah sedini mungkin. Pencegahan dapat dimulai dengan membuang kemalasan.


Kemiskinan berkorelasi dengan kemalasan. Penulis Amsal memerintahkan kita untuk belajar dari semut, yang meskipun lemah, tetapi tidak pernah malas bekerja. Nasihat itu mengajak kita untuk mengasah perikemanusiaan. Kemiskinan membuat kita rentan terhadap kekerasan, baik sebagai korban maupun pelaku. Karena itu, ikuti Amsal, buanglah kebiasaan rebahan. [YGM]



Baca Gali Alkitab 6


Amsal 5:1-6


Kita melihat sang ayah dalam teks ini menasihati anaknya untuk menghindari perempuan jalang yang dapat menghancurkan keluarganya. Kembali sang ayah meminta anaknya untuk memerhatikan hikmatnya, yaitu hikmat yang dia dapat dari Allah. Sang ayah menginginkan anaknya berpegang pada kebijaksanaan dan bibirnya memelihara pengetahuan. Maksudnya, supaya sang anak dapat bertindak bijaksana. Walaupun biasanya bibir mengacu pada perkataan dan bukan pada perbuatan, tetapi bibir dapat dipakai juga untuk mencium, dan dengan sengaja dikaitkan dengan bibir perempuan jalang.


Namun, apa yang kelihatan begitu menggiurkan ternyata mematikan. Karena bibir yang meneteskan madu kemudian terasa pahit seperti empedu, dan justru mematikan karena tajam seperti pedang bermata dua. Perlu kita ketahui bahwa relasi dengan perempuan jalang akan membawa kematian, karena ia tidak mengetahui jalan kehidupan.


Apa saja yang Anda baca?

1. Mengapa kita perlu memerhatikan hikmat? (1, 2)

2. Apa sajakah yang tertulis mengenai perempuan jalang? (3-6)


Apa pesan yang Allah sampaikan kepada Anda?

1. Adakah perintah dari Tuhan yang berkaitan dengan kesetiaan terhadap pasangan hidup tetap Anda taati sampai hari ini? Apa saja alasan Anda menaati perintah Tuhan tersebut?

2. Adakah peringatan yang diberikan penulis amsal juga berlaku bagi Anda? Apa sajakah itu?


Apa respons Anda?

1. Adakah Anda mengalami pergumulan dalam hal kesetiaan terhadap pasangan hidup? Jika ya, maukah Anda berdoa dan menjadi bijak dalam mencari solusinya di dalam Tuhan?

2. Bagaimana cara Anda membangun tekad untuk tetap setia terhadap pasangan hidup Anda?


Pokok Doa:

Mendoakan keutuhan keluarga, kebahagiaan, kesejahteraan, keharmonisan, dan kedamaian keluarga.

Didikan & Teguran Amsal 12:1-3

Didikan & Teguran Amsal 12:1-3

Ayat 1: "Siapa mencintai didikan, mencintai pengetahuan; tetapi siapa membenci teguran, adalah dungu."


Dalam kehidupan ini, kita semua membutuhkan didikan dan teguran. Amsal 12:1 mengingatkan kita bahwa orang yang mencintai didikan adalah orang yang terbuka untuk belajar dan berkembang. Menerima teguran bukanlah sesuatu yang mudah, namun teguran adalah cara Tuhan untuk membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik. Jika kita menolak teguran atau tidak mau belajar, kita sebenarnya menutup diri dari pertumbuhan dan menjadi orang yang dungu.


Sebagai orang Kristen, kita diajar untuk terbuka terhadap Firman Tuhan yang dapat menegur kita dan memperbaiki hidup kita. Bila kita tidak menerima teguran atau peringatan, kita akan terjebak dalam kebodohan dan kesalahan yang bisa merugikan diri kita sendiri. Amsal ini mengingatkan kita untuk selalu memiliki hati yang lapang dan siap ditegur untuk kebaikan kita.

Ayat 2: "Orang baik dikenan TUHAN, tetapi si penipu dihukum-Nya."

Ayat ini menunjukkan bahwa hidup yang baik dan benar di hadapan Tuhan akan membawa keridaan-Nya. Orang baik yang hidup dengan integritas dan kasih akan dikenan oleh Tuhan. Sebaliknya, orang yang hidup dengan kebohongan dan penipuan akan menerima hukuman Tuhan. Tuhan selalu melihat motif dan hati kita dalam setiap tindakan kita.


Menjalani hidup yang jujur dan benar tidak selalu mudah, tetapi itu adalah cara untuk memperoleh berkat dan keridaan Tuhan. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam kebenaran, karena hanya dengan begitu kita dapat mengalami kedamaian dan berkat-Nya dalam hidup kita. Kejujuran dan integritas adalah dasar dari kehidupan yang dikenan oleh Tuhan.


Ayat 3: "Orang tidak akan tetap tegak karena kefasikan, tetapi akar orang benar tidak akan goncang."

Amsal 12:3 mengingatkan kita bahwa hidup yang dibangun di atas kefasikan atau kejahatan tidak akan tahan lama. Kita tidak dapat mengandalkan kehidupan yang penuh dengan kebohongan dan kejahatan. Namun, orang yang hidup benar, yang berakar pada kebenaran Tuhan, akan tetap teguh dan tidak tergoncang, seperti akar pohon yang kokoh.


Orang benar akan mendapatkan kekuatan dan keteguhan dari Tuhan, bahkan dalam masa-masa sulit. Meskipun banyak tantangan dan cobaan dalam hidup ini, orang yang hidup benar akan tetap berdiri teguh karena Tuhan adalah penopang dan pelindungnya.


Aplikasi Hidup:

- Mencintai Didikan: Kita harus selalu terbuka terhadap teguran dan didikan yang membangun. Jangan menolak teguran, karena itu adalah cara Tuhan untuk membawa kita lebih dekat kepada-Nya. Terimalah pembinaan dalam hidup kita agar bisa terus bertumbuh dan berkembang dalam iman.

- Menjalani Hidup dalam Kejujuran dan Integritas: Pilihlah untuk hidup dengan kebenaran, karena hidup yang jujur di mata Tuhan akan mendatangkan berkat dan keridaan-Nya. Hindari segala bentuk penipuan dan kejahatan karena Tuhan akan menghukum mereka yang hidup dalam kefasikan.

- Teguh dalam Kebenaran: Ketika kita hidup dengan akar yang dalam di dalam Tuhan, kita akan tetap teguh dan tidak tergoyahkan. Dalam segala tantangan hidup, kita dapat percaya bahwa Tuhan akan meneguhkan dan melindungi kita jika kita hidup di dalam kebenaran-Nya.


Doa:

Tuhan, terima kasih atas didikan dan teguran-Mu yang selalu membimbing kami menuju kebenaran. Tolong kami untuk selalu terbuka terhadap Firman-Mu dan menerima teguran dengan hati yang penuh kerendahan hati. Berikan kami kekuatan untuk hidup jujur dan menjalani hidup yang dikenan oleh-Mu, agar kami tetap teguh dalam setiap keadaan. Dalam nama Yesus, amin. CGPT

Mari kita akan Hidup (Amos 5:1-6)

Mari kita akan Hidup (Amos 5:1-6)



Pernahkah Anda mendengar seseorang meratap? Ratapan biasanya terdengar di rumah-rumah duka. Itu adalah cara orang mengungkapkan kerinduan sekaligus perkabungannya.


Akibat ketidakadilan sosial dan kekerasan yang merajalela di ibu kota Samaria, Tuhan menjatuhkan hukuman yang keras kepada Israel. Negeri itu ditanduskan. Orang-orangnya dibuang ke pengasingan. Begitu sedikit yang tersisa (3). Hanya orang yang tua, lemah, sakit, dan cacat yang dibiarkan mengembara di reruntuhan kota-kota Israel. Hal itu tergenapi setelah penyerbuan Asyur dan pembuangan ke Babel. Untuk waktu yang sangat panjang, bangsa Israel tidak mempunyai kekuatan untuk bangkit sebagai sebuah kerajaan (2).


Namun, menghukum Israel bukanlah hal yang dinikmati Tuhan. Ia meratapi keadaan mereka (1). Ia gemas terhadap pemberontakan, tetapi Ia juga merindukan mereka kembali. "Carilah Aku, maka kamu akan hidup!" (4). Dapatkah kita membayangkan wajah Tuhan ketika Dia mengatakan hal itu? Seperti seorang ayah yang rindu menyambut anaknya yang hilang, Tuhan membuka tangan-Nya mengundang Israel bertobat.


Jikalau seseorang bertanya, "Di manakah kami harus mencari Tuhan?", Amos telah menyiapkan jawabannya. Jangan mencari Tuhan di Betel, Gilgal, atau tempat-tempat lain mana pun yang dianggap keramat. Tempat-tempat itu akan diluluhlantakkan dan tidak akan ada lagi. Ini mengingatkan kita akan perkataan Yesus kepada perempuan Samaria: "... kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem" (Yoh. 4:21). Penyembah sejati akan menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran.


Carilah Tuhan, maka kita akan hidup. Ini adalah janji-Nya. Ini prinsip yang berlaku pasti seperti rumus matematika. Jika kita mencari-Nya, kita akan mendapatkan-Nya. Satu hal yang perlu kita lakukan hanyalah mencari Dia. Jangan biarkan hari ini berlalu sebelum Anda mendapatkan hidup yang kekal itu. Carilah Tuhan selagi Ia berkenan ditemui, carilah seperti mencari mutiara yang berharga. [PHM]

Jangan mendua hati

 Jangan mendua hati (1 Korintus 10:14-11;1)


Bagaimana perasaan kita ketika orang yang sangat kita cintai tiba-tiba berselingkuh? Pasti perasaan sakit hati, cemburu, marah, kecewa, dsb., bercampur aduk dalam hidup kita. Lalu, bagaimana perasaan Tuhan ketika kita menduakan diri-Nya? Dalam teks ini, Paulus menegaskan bahwa Tuhan marah dan cemburu (22). Karena sejak awal Dia tidak ingin ada allah lain dalam hidup kita (bdk. Kel. 20:3).

Di satu sisi, jemaat Korintus percaya kepada Kristus. Di sisi lain lingkungan yang penuh penyembahan berhala menyebabkan situasi yang sulit. Dengan tegas Paulus menasihati jemaat Korintus untuk menjauhi penyembahan berhala (14). Jemaat Korintus sudah disatukan kepada Kristus melalui perjamuan kudus sebagai lambang penebusan Kristus (16-17). Mereka tidak perlu lagi mengikuti perjamuan para penyembah berhala. Mereka dapat belajar dari nenek moyang Israel yang mendua hati dengan menyembah Allah sekaligus berhala, yang mengakibatkan Allah murka dan menghukum mereka (18-22).


Jika demikian, apakah orang yang percaya kepada Kristus boleh menikmati makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala? Jawaban Paulus bersifat dialektis. Jikalau makanan tersebut benar-benar sebagai alat untuk penyembahan berhala, maka Paulus melarang keras untuk menikmatinya karena sama saja dengan mengakui keberadaan roh jahat di balik berhala (19-20; 28-29a)). Akan tetapi, jikalau makanan tersebut tidak berkaitan dengan penyembahan berhala maka dapat dimakan untuk kebutuhan jasmani (25-27). Prinsip ini yang Paulus gunakan dalam menghadapi 'dilema' seperti itu: 

✅Pertama, selalu menguji hati nurani agar tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain (29, 32); 

✅Kedua, mengucap syukur kepada Tuhan (30); 

✅Ketiga, semuanya dipergunakan hanya untuk kemuliaan Tuhan (31). Paulus kemudian mengajak mereka melihat dirinya sebagai teladan sebagaimana ia sendiri meneladani Kristus (10:33-11:1). 

Prinsip Paulus tetap sama dengan pasal 8, yaitu ujung dari semua perbuatan kita haruslah demi kemuliaan Tuhan dan demi kebaikan orang lain. SHFB

Gema Pengampunan di tengah Dendam Membara (Matius 18:12-35)

  Gema Pengampunan di tengah Dendam Membara (Matius 18:12-35) Pelampiasan dendam semakin sering mewarnai surat kabar, media, dan berita tele...