Thursday, November 30, 2023

𝐓𝐚𝐤𝐮𝐭 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐀𝐥𝐥𝐚𝐡, 𝐛𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐌𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚

𝐓𝐚𝐤𝐮𝐭 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐀𝐥𝐥𝐚𝐡, 𝐛𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐌𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚 (𝐀𝐦𝐬𝐚𝐥 𝟐𝟗:𝟏𝟔-𝟐𝟕) 

Manusia cenderung takut kepada manusia daripada takut akan Allah. Tidak mengherankan Amsal berkata jika orang fasik bertambah, maka bertambah pula pelanggaran (16). Artinya, pengaruh mereka semakin besar. Mereka dapat memengaruhi orang yang tadinya tidak mau berbuat jahat ikut melakukan kejahatan, sehingga kawanan orang fasik bertambah. Walaupun orang fasik kelihatan berkuasa dan membuat banyak orang takut dan ikut berbuat jahat, amsal mengajarkan bahwa ketakutan itu hanya mendatangkan jerat. Tetapi siapa percaya kepada TUHAN pasti dilindungi (25).

Kita harus menyadari bahwa seberapa besar kuasa orang fasik, pada akhirnya kefasikan mereka akan menjadi jerat bagi dirinya. Orang benar akan menang atas mereka. Contohnya, Haman yang jahat dan sangat berkuasa berencana membunuh Mordekhai dan membinasakan seluruh bangsa Yahudi. Dengan dukungan dari raja Persia, Haman akan mewujudkan rencananya. Akhirnya, ia dihukum gantung pada tiang gantungan yang dibuatnya untuk menggantung Mordekhai (Est. 7:10).

Pemerintah adalah instansi manusia yang sangat berkuasa di muka bumi. Karena itu, banyak orang lebih takut kepada pemerintah dan mencari muka pada pemerintah (26). Tetapi, kita harus menyadari bahwa semua pemerintah di dunia berada di bawah kekuasaan Allah. "Tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah" (Rm. 13:1). Akhirnya, pemerintah turut bertanggung jawab kepada Allah (bdk. Allah meminta pertanggungjawaban kota Niniwe, Yun. 1:1-2), dan "dari TUHAN orang menerima keadilan" (26).

Dengan demikian, kita harus menyadari bahwa seberapa besar kuasa seseorang atau sebuah pemerintahan, kekuasaan tersebut tetap ada dalam kedaulatan dan kontrol Allah. Pada akhirnya, kita semua akan mendapatkan penghakiman dari Allah. Kita harus lebih takut kepada Allah, daripada takut kepada manusia. [IT]

𝐀𝐝𝐚 𝐌𝐚𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡

𝐀𝐝𝐚 𝐌𝐚𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡 (𝐈𝐛𝐫𝐚𝐧𝐢 𝟓:𝟏𝟏-𝟔:𝟖) 

Bila ada seorang yang badannya bertumbuh besar sedangkan kelakuannya masih seperti anak balita, kita tahu pasti ada masalah yang cukup serius dalam dirinya. Demikian juga dengan Kristen. Tujuan Kristen yang utama adalah kedewasaan dan teladan utamanya adalah Yesus Kristus (Ef. 4:13) -- yang telah "mencapai kesempurnaan" melalui penderitaan-Nya. Oleh karenanya, bertumbuh menuju kedewasaan merupakan suatu keharusan bagi kita (ayat 12). Jika ada Kristen yang tidak mau bertumbuh, pasti ada masalah (bdk. 1Kor. 14:20). 

Mendengar peringatan firman. Orang Ibrani terancam bahaya, yaitu berbalik dari iman yang menghidupkan kepada iman yang mematikan. Penulis surat kuatir mereka belum menyadari bahaya itu. Firman Tuhan tidak diberikan untuk menjawab semua pertanyaan kita secara teoretis mengenai kemungkinan terjadi kemurtadan dalam berbagai situasi; tetapi memberi peringatan secara praktis dan pribadi kepada setiap orang yang cenderung berhenti dalam perjalanan imannya. 

Kecenderungan ini sangat membahayakan. Sebaliknya, secara positif firman-Nya menghimbau kita semua dengan kasih yang mesra, untuk maju terus menuju kedewasaan dalam Kristus (ayat 6:9). 

Doa: Ya Yesus, jagalah langkahku tetap beriman mengiring-Mu. (𝐬𝐡)

𝐁𝐞𝐫𝐦𝐚𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡? 𝐃𝐚𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐓𝐮𝐡𝐚𝐧

𝐁𝐞𝐫𝐦𝐚𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡? 𝐃𝐚𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐓𝐮𝐡𝐚𝐧 (𝐌𝐚𝐳𝐦𝐮𝐫 𝟏𝟒𝟔:𝟏-𝟏𝟎) 

Banyak kejadian buruk menghiasi halaman koran dan layar TV kita. Bencana alam terjadi di mana-mana, kekisruhan politik melanda begitu banyak tempat, atau penyakit yang semakin aneh-aneh wujudnya. Belum lagi masalah ekonomi dan pekerjaan yang semakin sulit didapat. Bila salah satu dari hal buruk itu menghimpit kita, apa kita bisa berkata seperti pemazmur, "Pujilah Tuhan, hai jiwaku" (1)?

Mazmur 146 adalah mazmur pertama dari rangkaian lima mazmur haleluya, yang terdiri dari Mazmur 146-150. Kelima mazmur itu memiliki karakteristik sebagai pujian yang bersifat deskriptif. Mazmur 146 ini memang memaparkan bahwa Tuhan yang adalah Pencipta (5-6) dan Raja (10) memperhatikan orang-orang yang beriman kepada Dia, yaitu mereka yang mencari pertolongan-Nya. Tuhan, Sang Pencipta langit dan bumi, bukan hanya peduli pada hal-hal yang besar. Ia juga peduli pada orang-orang yang tertindas, kelaparan, terbelenggu, sakit, atau yang kesepian dan sendirian (7-9). Apakah Allah bisa diharapkan? Ya, Dia setia (6)! Maka pemazmur mengawali dan mengakhiri mazmurnya dengan sebuah panggilan untuk memuji Tuhan (1-2, 10b).

Bagi kita, mazmur ini memberikan sebuah perspektif dalam melihat permasalahan. Bukan memandang seperti seekor katak dalam tempurung, tetapi dari ketinggian hingga bisa memandang lebih luas, seperti mata seekor burung yang sedang terbang. Melihat bukan dari sudut pandang terbatas, tetapi dengan pemahaman bahwa Allah berdaulat dan berbelas kasihan. Maka ketika menghadapi masalah, jangan mencari bantuan dari orang-orang yang berkuasa, baik dalam bidang politik, atas fenomena alam, atau atas penyakit. Hanya kepada Tuhan saja kita patut datang, itulah yang pertama-tama dan yang terutama harus kita lakukan saat mengalami kesulitan. 

Jangan ragu, mintalah pertolongan-Nya. Dia mau mendengar dan memperhatikan permohonan Anda. Dan saat pertolongan itu datang, pujilah Dia. Bagaimana bila Anda sedang tidak bermasalah? Tetap puji Tuhan tentunya. (𝐬𝐡)

𝐊𝐞𝐦𝐮𝐧𝐚𝐟𝐢𝐤𝐚𝐧: 𝐑𝐚𝐜𝐮𝐧 𝐊𝐞𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩𝐚𝐧

𝐊𝐞𝐦𝐮𝐧𝐚𝐟𝐢𝐤𝐚𝐧: 𝐑𝐚𝐜𝐮𝐧 𝐊𝐞𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩𝐚𝐧 (𝐋𝐮𝐤𝐚𝐬 𝟏𝟒:𝟏-𝟏𝟒) 

Orang munafik selalu merasa lebih baik daripada orang lain. Perasaan demikian muncul karena status, prestise, atau juga prestasi yang dilebih-lebihkan. Perasaan pede yang berlebihan ini mengakibatkan mereka lalai untuk memeriksa diri apakah tindakan mereka sesuai dengan status; prestasi mereka sepadan dengan prestise. Mereka juga akan cenderung curiga dan menganggap orang lain yang berhasil sebagai musuh atau saingan. 

Sekali lagi Yesus mengkonfrontir orang-orang Farisi dengan kemunafikan mereka (ayat 3), mereka bungkam tidak bisa membantahnya (ayat 6). Sabat adalah larangan bagi orang lain, tetapi mereka akan selalu mencari alasan untuk membenarkan diri ketika melanggarnya. Ketidakpekaan terhadap orang lain selain membuat mereka tidak peduli pada orang lain, juga membuat akal sehat mereka tumpul. Yesus menunjukkan bagaimana orang sedemikian akan dipermalukan melalui perumpamaan pesta perkawinan (ayat 7-11). Kerendahan hati adalah kata kuncinya! Rendah hati berarti mengenali diri sendiri dan posisinya secara tepat, baik di mata Allah, maupun di hadapan orang lain. 

Akhirnya, Yesus juga mengingatkan agar kemunafikan diganti dengan sikap peduli kepada orang lain. Orang munafik cenderung memilih-milih orang untuk dijadikan teman bergaul; pergaulan mereka dilakukan bukan atas dasar kemanusiaan, tetapi atas dasar prestise. Maka, perumpamaan di 12-14 ini sangat tepat untuk menyindir orang-orang munafik. Pergaulan sedemikian tidak menjadi berkat, baik bagi orang yang diundang maupun bagi diri sendiri. Sebaliknya orang yang kemanusiaannya tinggi bergaul dengan tidak memandang golongan, prestise sebagai alat ukur untuk orang lain. 

Renungkan: Kemunafikan adalah racun kehidupan yang lambat tetapi pasti akan menghancurkan hidup, prestise, dan prestasimu. (𝐬𝐡)

𝐓𝐞𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐎𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐁𝐞𝐧𝐚𝐫

 

𝐓𝐞𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐎𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐁𝐞𝐧𝐚𝐫 (𝐀𝐦𝐬𝐚𝐥 𝟏𝟑:𝟏-𝟐𝟓) 

Dengan ukuran seperti apakah kita ingin dinilai oleh Tuhan? Apakah dengan harta, kekuasaan, atau kesalehan? Ini adalah salah satu pertanyaan penting yang ditujukan pada diri kita. Bagaimana kita menyikapi panggilan hidup dalam kekayaan menurut ukuran Tuhan?

Amsal pada bagian ini bisa dibagi dalam tiga tema besar: 

✅Pertama, pentingnya seorang yang bijaksana memelihara kebenaran (1-6). 

✅Kedua, perenungan tentang hakekat kekayaan sejati dalam kehidupan (7-11). 

✅Ketiga, perenungan tentang akibat yang diterima baik oleh orang bijak maupun orang fasik, ketika mereka menerapkan nilai tersebut dalam kehidupan mereka (14-25).

Kunci pemahaman Amsal didapatkan dalam ayat 13-14, "Siapa meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat kepada perintah, akan menerima balasan. Ajaran orang bijak adalah sumber kehidupan, sehingga orang terhindar dari jerat-jerat maut." Kita akan memperhatikan pemahaman bagian kedua sebagai perenungan kita saat ini. Kekayaan sejati tidak diukur berdasarkan materi, melainkan dinilai dengan ukuran kerohanian, yakni kebenaran yang memiliki nilai kekekalan.

Saat ini, ada banyak orang yang sangat kaya dalam hidupnya. Tetapi lima menit setelah mati, mereka akan segera menjadi orang yang sangat miskin. Mereka seperti orang kaya bodoh yang dituturkan oleh Injil Lukas 12. Orang kaya itu menganggap bahwa hidup hanya diukur dari tingkat keberhasilannya. Amsal 13:8-10 menegaskan, "Kekayaan adalah tebusan nyawa seseorang...Keangkuhan hanya menimbulkan pertengkaran, tetapi mereka yang mendengarkan nasihat mempunyai hikmat." Artinya, di mana muncul pertentangan, di balik itu ada kebanggaan seseorang dipertaruhkan. 

Karena itu betapa pentingnya datang ke Salib, sebab manusia lama kita sudah mati. Itulah satu-satunya cara bagi kita untuk menyingkirkan kebanggaan. Itulah satu-satunya cara menyingkirkan perselisihan dalam hidup Anda. [IBS]

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22)

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22) Sebagai anak-anak terang, umat Allah hidup dengan meneladani Allah (ayat 1). Sama seperti Yesus ya...