Tuesday, August 29, 2023

Tenang, Ada Allah

Tenang, Ada Allah (Yudas 1:24-25)

Dalam dunia selam (diving) berlaku aturan bahwa seorang penyelam tidak boleh menyelam sendirian. Ia harus ditemani orang lain yang disebut buddy. Gunanya adalah agar mereka bisa saling melindungi saat berada di kedalaman laut. Hal yang hampir sama juga ada dalam kehidupan orang Kristen. Di tengah belantara dunia dengan berbagai ajaran sesat yang selalu berusaha menghadang perjalanan iman, orang Kristen tidak boleh sendirian. Yang berbeda adalah, orang Kristen ditemani oleh satu pribadi yang jauh lebih berkuasa, yaitu Allah. Inilah yang diyatakan Yudas di bagian penutup suratnya. 

Yudas ingin meyakinkan para pembaca suratnya mengenai kuasa Allah yang akan menolong mereka, agar tetap setia di tengah berbagai ancaman terhadap iman mereka. Bagian penutup ini seolah ingin mengangkat semua permasalahan yang dihadapi orang percaya di bumi ke hadapan Allah. 

Yudas memang tidak ingin pembaca suratnya terpojok dalam kegelapan masalah. Ia ingin mengingatkan mereka bahwa Allah berkuasa membawa setiap orang, yang adalah milik-Nya, ke hadapan-Nya. Selain itu, pernyataan Yudas di akhir surat mengenai Allah memperlihatkan bahwa Ia adalah Juruselamat melalui Tuhan Yesus Kristus. Maka apa pun yang dikatakan oleh para penyesat itu, orang percaya harus yakin bahwa hanya ada satu Allah dan Juruselamat. Di dalam Dialah ada kemuliaan, kebesaran, kekuatan, dan kuasa (ayat 25). Maka seberapa besar pun ancaman dari si penyesat, Allah jauh lebih besar. Dialah Pemenang. Hanya jika kita tetap tinggal di dalam Dia, kita mendapat jaminan untuk menang juga. Hanya dengan beriman kepada kuasa Allah kita akan berdiri teguh dalam iman kita kepada Dia. 

Yudas adalah kitab yang penuh dengan peringatan akan bahaya, tetapi kemudian ditutup dengan penuh keyakinan akan Allah dan kuasa-Nya. Bahaya yang dihadapi orang beriman, memang seharusnya semakin memperkokoh iman kita kepada Allah yang Maha Kuasa itu. (sh)

Tuesday, August 22, 2023

Gema pengampunan di tengah dendam membara

Gema pengampunan di tengah dendam membara (Matius 18:12-35)

Pelampiasan dendam semakin sering mewarnai surat kabar, media, dan berita televisi. Nada ketidakpuasan, iri hati, kekecewaan, sakit hati, dan kehilangan, bagai api menyulut bensin, tak seorang pun kuasa memadamkan. Demikianlah keadaan masyarakat kita yang mudah digiring kepada dendam membara, bahkan seringkali tanpa pemahaman yang jernih akan duduk permasalahannya. Masihkah gema pengampunan terdengar di tengah dendam membara? 

Kita yakin bahwa gema pengampunan masih harus terus diperdengarkan, tidak akan luntur ditelan zaman, karena misi-Nya belum tuntas. Masih banyak jiwa yang tersesat yang harus dibawa-Nya pulang. Perumpamaan Yesus tentang seekor domba yang hilang membuktikan bagaimana misi penyelamatan itu tidak pernah pudar, satu jiwa pun sangat berharga di mata-Nya. Ia tidak pernah meremehkan atau mendiskriminasi seorang manusia pun, karena setiap jiwa yang tersesat akan dicari, sehingga meluaplah sukacita-Nya ketika jiwa yang tersesat itu kembali pulang. Setiap orang yang telah ditemukan-Nya juga akan memiliki beban yang dalam melihat jiwa-jiwa yang masih tersesat. Oleh karena itu ketika kita, anak-anak Tuhan, melihat saudara kita berbuat dosa, harus mengupayakan segala cara untuk menyadarkannya dan menyerahkannya kembali kepada Tuhan. Bapa di surga juga akan bekerja di tengah- tengah kita yang sepakat berdoa bagi pertobatannya. 

Gema pengampunan antar sesama, bukan berdasarkan kebaikan, kemurahhatian, kesabaran, dan belas kasih kita kepada orang lain, namun semata-mata karena anugerah pengampunan-Nya telah dinyatakan terlebih dahulu bagi kita. Sesungguhnya tak ada alasan bagi kita untuk tidak memaafkan orang lain karena kesalahannya pada kita tidak dapat dibandingkan dengan dosa kita. Jika Ia telah menganugerahkan pengampunan bagi kita, adakah kita berhak menahan pengampunan bagi orang lain yang bersalah pada kita? Hutang kita telah dilunaskan, masihkah kita menuntut orang yang telah memohon pelunasan hutangnya kepada kita? Adakah kita lebih besar dan lebih berkuasa dari Tuhan? 

Renungkan: Masih banyak saudara kita yang membutuhkan pengampunan-Nya, masihkah anugerah pengampunan-Nya bergema dalam hidup kita melalui sikap kita mengampuni orang lain? (sh)

Monday, August 21, 2023

Bagaimana Berdoa?

Bagaimana Berdoa? (Lukas 11:1-13) 

Dwight L. Moody, penginjil terkenal abad kesembilan belas, pada suatu kali berkhotbah kepada anak-anak di Edinburgh, Skotlandia. Untuk menarik perhatian mereka, ia mengajukan sebuah pertanyaan, "Apa itu doa?" Tanpa diduganya, banyak tangan-tangan kecil yang teracung. Jadi Moody meminta seorang anak kecil untuk menyampaikan jawabannya. Dengan lugas, anak lelaki itu menjawab, "Doa adalah menyampaikan keinginan-keinginan kita kepada Allah untuk hal-hal yang sesuai dengan kehendak-Nya, dalam nama Kristus, dengan mengakui dosa-dosa kita dan mengucap syukur atas belas kasihan-Nya."

John Calvin memahami doa sebagai percakapan dengan Allah Bapa, yaitu pencurahan hati kepada hadirat Allah. Melalui doa kita menyampaikan keinginan, keluhan, kecemasan, ketakutan, pengharapan, dan sukacita kita ke dalam pangkuan Allah. Doa merupakan pencurahan emosi hati yang terdalam, yang dipaparkan secara terbuka di hadapan Allah.

Dalam bacaan hari ini, dikisahkan tentang percakapan para murid dengan Tuhan Yesus. Para murid meminta Yesus mengajari mereka berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya.

Merespons permintaan itu, Yesus memberi jawaban yang kita kenal sebagai "Doa Bapa Kami." (2-4, bnd. Mat. 6:9-13) Jawaban Yesus kepada para murid-Nya mengandung tiga aspek penting. 

Yang pertama adalah isi (2-4). Yesus mengajarkan tentang memuji Tuhan, selanjutnya tentang mengajukan permohonan kepada Dia. Dengan terlebih dahulu memuji Allah, kita akan dibawa ke dalam suatu pemahaman yang tepat untuk mengutarakan kepada-Nya apa yang menjadi kebutuhan kita. 

Kedua, ketekunan, seperti seorang sahabat yang kemalaman (5-10 bnd. 1Tes. 5:17; Kol. 4:2). 

Ketiga, kesetiaan Allah, seperti kasih bapa kepada anak-anaknya (11-13). Atas dasar inilah maka John Calvin dalam bukunya, Institutio, mengajukan empat aturan dalam doa, yaitu adanya rasa hormat, bertobat, kerendahan hati, dan pengharapan yang pasti. Selamat berdoa sesuai formula yang Tuhan Yesus ajarkan. (sh)

Berdoalah!

Berdoalah! (Lukas 11:1-13)

Berdoa merupakan suatu langkah yang sederhana. Namun memliki dampak yang besar. Sayangnya tidak sedikit orang Kristen yang mengabaikan hal ini. Sehingga banyak orang percaya yang pesimis terhadap doa, sehingga enggan berdoa.

Yesus merespons permintaan para murid agar diajarkan berdoa dengan memberikan doa yang kita kenal sebagai Doa Bapa Kami. Melaluinya, kita belajar unsur-unsur mendasar dari doa yang benar. 

Pertama, doa berisikan pujian kepada Allah (2). Hal yang sering diabaikan atau mungkin tidak diketahui oleh orang percaya, yaitu memberikan pujian kepada Allah melalui doa. Sering doa hanya dipahami sebagai ungkapan keluh kesah hati semata, atau hanya sebagai sarana untuk menyampaikan daftar pergumulan dan keinginan kita. Ungkapan pujian dan syukur dalam doa menunjukkan kesadaran kita akan siapa Tuhan, siapa kita. 

Kedua, doa juga berisikan permohonan (3). "Berikanlah kami...yang secukupnya." Tuhan mengajar kita agar meminta kepada-Nya sesuai dengan kebutuhan, bukan untuk dihambur-hamburkan. Ia menjamin bahwa ketika kita meminta maka Ia akan memberikan sesuai dengan kehendak-Nya (9-10). 

Ketiga, doa juga berisikan ungkapan pertobatan (4). Dalam doa kita mengakui pelanggaran dan dosa kita, tanpa perantara dan langsung kepada Allah. Bagian ini menuntut kejujuran dan keterbukaan kita pada-nya, sehingga dengan begitu Ia akan mengalirkan kasih dan pengampunan-Nya pada kita. 

Keempat, berdoalah seolah kita sedang berbicara pada seorang sahabat (5-8). Tanpa mengurangi penghormatan kita pada Allah, Tuhan mengajar kita untuk berdoa seperti sedang berdialog dengan sahabat kita, ada kedekatan, keakraban dan tanpa kecanggungan. 

Kelima, berdoa seperti seorang anak kepada bapaknya (11-13). Hubungan itu tentu memiliki ikatan emosional yang tinggi. Seorang bapak pasti berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk anaknya. Demikian pula dengan Allah Bapa tentu juga akan memberikan yang terbaik bagi anak-anak-Nya. Mari berdoa! (sh)

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22)

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22) Sebagai anak-anak terang, umat Allah hidup dengan meneladani Allah (ayat 1). Sama seperti Yesus ya...