Friday, August 26, 2022

Perspektif Allah dan Perspektif Manusia



Perspektif Allah dan Perspektif Manusia. (Yunus 4:2)

Perspektif Allah dan perspektif manusia. Yunus, seperti juga kita semua, seringkali buta terhadap diri sendiri. Yunus lupa bahwa Tuhan telah berbelas kasihan kepadanya dan bahwa ia dan orang-orang Niniwe adalah manusia yang tidak taat pada Tuhan. Anehnya, Yunus melihat bahwa hanya dia, bukan Niniwe, yang layak diselamatkan. Pandangan ini menyebabkan Yunus marah ketika melihat Tuhan mengampuni orang Niniwe. Bagi Yunus, misi sebenarnya adalah memproklamasikan peringatan Tuhan dan menyaksikan-Nya menghancurkan bangsa Asyur yang jahat itu. 

Yunus tidak bisa menerima kenyataan jika karakter Tuhan yang baik juga dinikmati oleh bangsa yang jahat. Tuhan mengerti kondisi hati Yunus. Karena itu, untuk membuat Yunus mengerti hati- Nya, Ia membandingkan kasih-Nya kepada Niniwe dengan kasih Yunus kepada pohon jarak yang menaunginya. Kalau Yunus bisa begitu mengasihi pohon yang tidak ditanamnya dan hanya dekat dengannya selama satu malam, apalagi Tuhan terhadap 120.000 orang Niniwe. 

Secara keseluruhan, kita belajar dua hal melalui Kitab Yunus. Pertama, Tuhan mengasihi semua manusia ciptaan-Nya, tanpa kecuali. Semua bangsa dan semua orang adalah objek kasih-Nya. Jika demikian faktanya, tidak ada yang dapat kita lakukan kecuali menerima dan berada dalam kasih Tuhan itu. Kedua, kita juga dapat menyaksikan besarnya kasih Tuhan kepada manusia. 

Renungkan: Pahami setiap kata dalam lirik lagu ini, akuilah dengan jujur pengalaman Anda bersama Tuhan: "Ajaib benar, anugerah-Nya pembaru hidupku! 'Ku hilang buta bercela, oleh-Nya 'ku sembuh. Ketika insaf, 'ku cemas, sekarang 'ku lega. Syukur, bebanku t'lah lepas berkat anugerah" (KJ. 40). 

Monday, August 22, 2022

Pikir Dahulu!


Pikir Dahulu! 

Amsal 15:1-15 

Melalui perkataan, kita dapat memuji sesama kita. Namun, melalui perkataan juga, banyak orang justru sakit hati dan terluka. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang meninggalkan Allah karena perkataan kita.

Amsal kali ini mengajarkan kepada kita betapa pentingnya bagi kita untuk memerhatikan perkataan kita (1). Apa yang keluar dari mulut kita menggambarkan siapa diri kita (2). Baik orang jahat maupun orang benar, tak ada seorang pun yang luput dari pengawasan Allah (3). Orang bijak hanya mengucapkan apa yang benar dan berkenan di hadapan Allah, sedangkan orang fasik dan bodoh tidak menyukai kebenaran. Orang bebal menolak segala macam ajaran dan didikan. Mulut orang bebal penuh dengan kebodohan (14).

Allah menghendaki kita bijak dalam berkata-kata. Bijak dalam isi setiap perkataan kita. Hendaknya perkataan kita menabur pengetahuan bagi sesama kita. Pengetahuan yang membawa kepada hidup yang benar dan berkenan di hadapan Allah. Selain itu, Allah juga ingin kita bijak dalam cara kita berkata-kata. Meskipun harus menegur, kita tetap mengatakan kebenaran di dalam kasih. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk berpikir terlebih dahulu sebelum kita berkata-kata.

Ada hal-hal yang sering kali kurang kita perhatikan ketika berbicara. Di satu sisi kita sering kali berbicara tanpa peduli siapa pendengar kita. Di sisi lain, kita tidak berani menegur orang lain lewat mulut kita. Kenyataan itu justru menyadarkan kita bahwa kita membutuhkan hikmat Allah. Hikmat yang akan membawa kita kepada kebenaran Allah. Saat berkata-kata, kita tetap harus menunjukkan kepedulian dan kasih kita kepada sesama. Di saat yang sama juga, kita tidak takut untuk menegur sesama kita.

Kesimpulan:

Mari kita meminta hikmat Allah melalui Roh Kudus agar memberikan hikmat kepada kita untuk berkata-kata sehingga apa yang keluar dari mulut kita adalah kebenaran dari Allah. Kiranya setiap perkataan kita boleh menebarkan kasih, pengajaran, dan didikan dari Allah bagi sesama kita. Berpikir dahulu adalah pilihan yang bijak sebelum kita berkata-kata kepada orang lain agar tujuan kita tepat sasaran. [MAR]

Sumber:Santapan Harian, Senin, 22/08/22

Friday, August 19, 2022

PENJALA, TERJALA (LUKAS 5:1-11)


PENJALA, TERJALA (LUKAS 5:1-11)

Pernahkah Anda melihat seorang pemancing sedang memancing ikan? Pemancing ikan adalah orang yang tekun, rela menanti berjam-jam demi tertangkapnya seekor ikan.

Simon Petrus dan rekan-rekannya adalah nelayan sejati. Mereka bekerja keras sepanjang malam untuk menangkap ikan. Sayang mereka tidak menghasilkan apa-apa (5). Sebab itu perintah Yesus agar mereka kembali menjala sebenarnya mendapat tanggapan yang tidak terlalu positif dari Petrus. Malam adalah waktu terbaik untuk menangkap ikan, lalu kenapa harus menjala di siang hari bila pada malam hari saja mereka tidak mendapat ikan? Sementara yang mengusulkan adalah anak seorang tukang kayu! Mana mungkin Ia lebih tahu tentang penangkapan ikan dibandingkan seorang nelayan yang sudah berpengalaman di bidangnya? Namun ketika Petrus akhirnya menuruti juga perkataan Yesus, dia melihat keajaiban. Ikan menjejali jala hingga hampir robek! Bahkan butuh bantuan perahu lain untuk menampung ikan-ikan tersebut (7).

Petrus pun langsung bersujud di kaki Yesus (8). Bila sebelumnya Petrus menyebut Yesus sebagai Guru, saat itu dia menyebut Yesus sebagai Tuhan. Petrus juga menyadari kerendahannya di hadapan Yesus. Ini merupakan lompatan besar dalam pengenalannya akan kebesaran kuasa Yesus. Semula ia mengira dirinya adalah nelayan handal, tetapi kemudian ia melihat kuasa Yesus alam, atas danau dan ikan. Kesadaran ini menjadi titik balik yang menghasilkan keputusan besar dalam hidup Petrus. Ia mengikut Yesus dan arah hidupnya pun berubah.

Kesimpulan:

Kesadaran akan kemahakuasaan Tuhan dan ketidakmampuan diri akan membuat orang datang kepada Tuhan. Maka bila kegagalan sedang menerpa Anda secara beruntun, sehingga Anda seolah merasa tidak mampu berdiri lagi, mungkin itulah saat Anda harus datang pada Allah. Jangan keraskan hati dan menganggap bahwa Anda cukup mampu menyelesaikan masalah Anda. Rendahkan hati dan persilakan Dia untuk menyatakan kuasa dan karya-Nya dalam hidup Anda. Niscaya kasih karunia-Nya akan turun atas Anda.

Sumber:Renugan, Sabtu, 10 Januari 2015

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22)

Hidup sebagai anak terang (Efesus 5:1-22) Sebagai anak-anak terang, umat Allah hidup dengan meneladani Allah (ayat 1). Sama seperti Yesus ya...